
Ketika terdapat sekumpulan orang, maka salah satu diantaranya akan terpilih menjadi pemimpin. Hal demikian kiranya merupakan sunnatullah, sebab Rasul pun bersabda bahwa “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban”.
Seorang pemimpin dengan yang dipimpinnya, satu sama lain saling mengandalkan harapan bahwa kebahagiaan dan kenikmatan hidupnya dapat diperoleh melalui hubungan timbal balik diantara keduanya. Semakin merasa terpenuhi harapannya, ikatan yang terjalin akan semakin kuat dan fanatik.
Bahkan dalam tahap tertentu hubungan yang muncul akibat ikatan kepemimpinan ini tidak sebatas hubungan sosial, ekonomi, maupun politik semata. Tetapi dapat bergeser ke ranah lain dengan melahirkan ikatan dalam bentuk ketaatan yang membabi buta, sehingga terbangun hubungan spiritual yang bersifat mutlak.
Akibatnya, spiritualitas keagamaan yang murni lambat laun akan diambil alih oleh spiritualitas kepemimpinan ataupun ketokohan yang ada di dalam masyarakat. Nilai-nilai keagamaan akan semakin dikesampingkan, karena ikatan kepemimpinan dianggap menjamin berbagai harapan yang dibutuhkan dalam hidupnya.
Padahal tidaklah demikian, ketaatan kepada pemimpin seharusnya hanya dijadikan sekedar media dalam menuju kepatuhan kepada Allah. Jangan sampai mengikuti seorang pemimpin yang dapat menimbulkan kedurhakaan kepada Allah. Sebab harapan besar yang disematkan dalam hubungan kepemimpinan ini suatu saat akan sirna.
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang diikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika hubungan antara mereka terputus sama sekali”. Demikian firman Allah di QS. Al-Baqarah: 166, sebab orang yang dianggap sebagai pemimpin itu akan berlepas diri dari para pengikutnya karena tidak mau bertanggung jawab. Salam Yansur.
0 comments: