![]() |
Ilustrasi |
Kurang modern gimana petani kita. Mengolah tanah pakai traktor, sebelum tanam tanah sudah disemprot agar rumput tidak tumbuh, bibit dibeli dari buatan pabrik, tanam pakai mesin, pupuk ditebari sesuai ukuran walaupun mahal, jika ada hama langsung disemprot. Bahkan banyak yang nekat memasang kawat listrik untuk membunuh tikus dan terakhir saat panen pakai mesin kombi yang canggih itu. Giliran hasil panen dijual harganya tidak sebanding dengan segala modernisasi pertanian yang dilakukan.
Kurangnya di mana, coba ?
Lalu ada yang usul mestinya pakai corporate farming. Logikanya begini. Petani, meskipun sudah mengolah tanahnya secara modern tetapi karena sendiri-sendiri sehingga tidak punya daya tawar yang lebih. Akibatnya yang terjadi adalah kerugian dan kerugian. Maka perlu dibentuk sistem pengelolaan ala perusahaan. Biar lebih efisien.
Model seperti itu ternyata sudah diatur dalam peraturan menteri pertanian No 18 tahun 2018 yaitu “Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani”.
Secara teknis corporate farming itu begini operasionalnya:
1. Terdiri dari sekelompok petani sehamparan yang mempercayai pengelolaan lahannya kepada suatu lembaga agribisnis dengan perjanjian tertentu, dimana petani bertindak sebagai pemegang saham sesuai dengan luas lahan kepemilikannya.
2. Corporate farming dibentuk melalui musyawarah antar para anggotanya dengan memperhatikan sosial dan budaya setempat.
3. Corporate farming dipimpin oleh manajer professional yang dipilih oleh petani serta dikelola secara transparan dan demokratis sesuai dengan kaidah bisnis komersial.
4. Corporate farming mensyaratkan skala usaha optimal, sesuai dengan kondisi dan kapasitas sumberdaya setempat, potensi dan kapasitas pengembangan agroindustri dan pemasaran, dan ketersediaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, serta kemampuan teknis pengelolaan dalam satu manajemen.
5. Cakupan kegiatan corporate farming tetap bertumpu pada komoditas unggulan di wilayahnya, dan memperhatikan peluang pengembangan dan diversifikasi, baik secara vertikal maupun horizontal.
Sekilas corporate farming itu nampak menjanjikan. Tetapi prakteknya tidak segampang itu, apalagi ada pernyataan dari yang Maha Kuasa berikut ini.
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ [ص/24]
Memang banyak di antara orang-orang yang berserikat itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.
Petani itu rata-rata pendidikannya rendah. Sedangkan yang mampu berorganisasi itu mereka yang makan sekolahan. Jika pengurus perusahaan pertanian itu punya visi besar dan amanah mungkin kesejahteraan petani akan terwujud, tetapi bila sebaliknya seperti yang disebut dalam ayat di atas, maka petani bukan saja gagal panen akan tetapi malah kehilangan sawahnya.
Saya tetap lebih memilih pertanian keluarga seperti yang selama ini berjalan. Hanya saja diperlukan keberpihakan politik yang super duper kuat para pengambil kebijakan kepada para petani. Bentuknya kita serahkan kepada para ahlinya.
Ada penelitian dari Bank Dunia terkait harga beras di tiga negara Asia yaitu Indonesia, Thailand dan Vietnam. Ketiga negara itu memberikan subsidi kepada petani. Yang membedakan Indonesia subsidi diberikan para proses produksi yaitu dengan program subsidi pupuk sedangkan dua negara tetangga itu subsidi diberikan pada harga padi.
Hasil riset itu menemukan, subsidi pupuk efektifitasnya hanya 40 persen. Artinya yang sampai petani tidak ada separuhnya. Sedangkan subsidi harga pasca panen lebih terarah. Harga gabah murah tetapi karena mendapat subsidi dari pemerintah sehingga yang diterima petani tetap besar. Misal harga acuan gabah kering giling Rp. 5000/kg kemudian pemerintah memberi subsidi Rp. 1500/kg. Sehingga yang diterima petani harga acuan plus subsidinya, menjadi Rp. 6500/kg.
Itu sekedar contoh saja bagaimana negara mensejahterakan petani. Mungkin cocok di sana tidak cocok di sini. Yang pasti setiap petani berharap hidupnya sejahtera. Sawah ladangnya dapat dijadikan sumber penghidupan yang layak.
Dulu banget, sebelum Nabi Muhammad lahir ada seorang raja diraja yang punya kekuasaan amat luas. Namanya Dzulkarnain. Allah memberi kepadanya keistimewaan yaitu dapat menemukan akar masalah setiap persoalan yang dihadapi rakyatnya. Sebagaimana firman Allah berikut:
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآَتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا [الكهف/84]
Sesungguhnya Kami berikan dzulkarnaian itu kekuasaan di bumi dan Kami beri dia dapat menemukan musabab dari segala sesuatu. (Al Kahfi: 84)
Musabab berarti akar masalah. Jika suatu masalah ditemukan musababnya maka akan mudah dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dokter bilang itu namanya diaknosa. Dokter pintar akan tepat menemukan akar masalah penyakit pasiennya, sehingga resepnya pas.
Dikisahkan, raja Dzulkarnain berkunjung ke wilayah yang paling barat. Ia menemukan masyarakat karut marut, kacau balau dalam kehidupan. Maka solusi yang ia lakukan adalah penegakan hukum. Yang salah dihukum yang baik di apresiasi. Sebagaimana firman Allah berikut.
قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا (87) وَأَمَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا [الكهف/87، 88]
Dia (Zulkarnain) berkata, “Barangsiapa berbuat zalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.
Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.
Lalu sang raja berkunjung ke daerah paling timur dari kekuasaannya. Ia mendapati rakyat yang super duper miskin. Saking miskinnya mereka tidak punya pakaian dan tidak punya rumah. Orang-orang seperti itu tentu berbeda dalam menangani persoalannya.
Kemudian Dzulkarnaian mengunjungi daerah yang amat jauh dari pusat kekuasaannya, sampai dia tidak paham dengan bahasa masyarakat setempat. Orang-orang itu pada ketakutan, karena adanya Yakjuj dan Makjuj yang garang dan kejam. Kelompok ini akan menyerbu kampungnya. Untuk rakyat seperti ini sang raja memberi solusi berikut:
آَتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آَتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا (96) فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا [الكهف/96، 97]
Berilah aku potongan-potongan besi!” Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).” Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.
Begitulah, ketika Allah memberi kelebihan seorang pemimpin dalam menemukan akar masalahnya. Sehingga solusi yang diberikan juga tepat sasaran. Karena atas bimbingan yang Maha Kuasa.
Pertanian keluarga yang dikelola kaum tani selama ini saya kira bukan akar masalah dari rendahnya kesejahteraan petani, sehingga tidak perlu diganti dengan corporate farming. Terus akar masalahnya apa ? Wallahua’lam
Dari WAG Fastabiq