Imam
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرً لَهُ مَا تَقَدُّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
- Qooma Romadlon
bisa bermakna umum dan bisa bermakna khusus. Makna umumnya adalah
“melaksanakan segala kebajikan (yang berhubungan dengan ibadah maupun
muamalah) dalam bulan Ramadhan”. Sedangkan makna khususnya adalah
“melaksanakan segala macam shalat, shalat wajib (lima waktu) maupun shalat sunnah
(qiyyamu Ramadhan, tahajud, sholat Ied dan sunnat yang lain, sunat fajar,
dhuha , rawatib dll).
- Iemaanan,
karena Ieman, yakni bahwa perbuatan itu di perintahkan/ disyariatkan.
- Ihtisaaban, yang
dierhitungkan atau yang diinginkan tidak lain kecuali Ridlo Allah (Ihsan
lillah dan ihlash limardlotillah).
- Ghufira lahu maa taqaddama min dzambihi, segala dosa yang pernah diperbuat diampuni semua, dosa kecil
maupun dosa besar kalau dalam melaksanakannya di sertai taubat (dalam
hati).
Kecuali dosa-dosanya akan diampuni, pahala kebajikan yang dilaksanakan
dalam bulan Ramadhan itu pahalanya dilipatgandakan dengan syarat:
Ø Ihlash lillaahi dan limardlotillaahi.
Ø ‘alaa sabilil ilmi, cara melaksanakan kebajikan itu
benar seperti dicontohkan oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Muslim dan Nasai meriwayatkan bahwa Rasulullah
memberitahukan Hadits Qudsi yang artinya:
“Semua amal kebajikan anak Adam itu adalah miliknya, kecuali shiyam
(kebajikan yang dilaksanakan dalam bulan Ramadhan), sesungguhnya itu adalah
milik-Ku dan Aku sendiri yang memberikan balasannya (yakni tidak hanya berlipat
sepuluh kali)” al hadits.
Ibnu Huzaiyah dalam haditsnya mengatakan yang artinya “amal kebajikan
yang hukumnya wajib pahalanya lipat tujuh puluh kali dan yang hukumnya sunnat
seperti pahala amal kebajikan wajib”
Dalam pengajian kali ini akan disampaikan amal kebajikan yang berupa
“shalat” dalam bulan Ramadhan.
1. SHALAT
WAJIB 5 WAKTU
Dalam Al-Qur’an Surat Al Israa ayat 78 Allah berfirman:
اَقِمِ
الصَّلَلا ةَ لِدُ لُوْكِ الشَّمْسِ الِىَ غَسَقِ الَّليْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ
إِنَّ قُرَءِانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشَّهُوْدًا.
Artinya:
“Tegakkanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam
dan shalat fajar. Sesungguhnya shalat subuh/ fajar itu disaksikan.”
Ibnu Abbas menerangkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat itu ialah
shalat dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan shalat subuh. Sedang yang dimaksudkan
“disaksikan” ialah disaksikan oleh Malaikat Siang dan Malaikat Malam. (Bukhari
Muslim muttafaq ‘alaih).
Dalam setiap hari sepanjang masa, shalat 5 waktu tersebut diperintahkan
untuk “ditegakkan”, terutama dalam bulan Ramadhan.
Apa yang dimaksudkan “ditegakkan”, pengarang kitab
اَلقَوْلُ
اْلمُبَيْنِ فِى اَخْطَءِ اْلمُصَلِّيْنَ
Masyhur Hasan Salman mengatakan “ditegakkan” maksudnya dikerjakan pas
seperti diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah dengan sabdanya:
صَلُّوْا
كَمَا رَأيْتُمُوْنِى اُصَلِّى.
“Shalatlah kamu sekalian seprti engkau lihat bagaimana aku
melaksanakannya”, diantaranya:
Ø Awal waktu (kecuali shalat Isya)
Ø Berjamaah di masjid.
Ø Khusyu’ dan tawadlu.
Menegakkan shalat adalah “jihad” perang melawan hawa nafsu sedang
aturan-aturan shalat yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah adalah
“haq” yang harus dimenangkan/ diutamakan.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
لأَ
يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَنْ يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ.
“Tidak sempurna imanmu sekalian sehingga hawa nafsunya tunduk dan
mengikuti apa yang aku perintahkan atau aku ajarkan (kepada kamu sekalian)”.
Dhus hanya orang yang beriman sempurnalah yang sanggup menegakkan shalat
seperti dicontohkan Rasulullah.
Bulan Ramadlan adalah bulan madrasahnya
umat Islam.
Karenanya selam Ramadhan itu kita terus berjalan, belajar, dan belajar
(ngaji) atau tadarus seperti diwasiyatkan oleh Rasulullah kepada shabat Abu
Sa’id al-khudriyi dll.nya.
Selama bulan Ramadhan selagi orang tidak bepergian dan tidak ada
halangan syar’I diharapkan sekali berjamaah lima waktu di masjid kampungnya sendiri.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ
شَرَّهُ أَنْ يَلْقَي اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلأَاءِ الصَّلَوَاتِ
حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ , فَاِنَّ اللهَ تَعَالَى شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ سُنَنَ اْلهُدَى
وَاِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِّ اْلهُدَى. وَلَوْ أَ نَّكُمْ صَلَيْتُمْ فِى بُيُوْتِكُمْ
كَمَا يُصَلِّى هَذَا اْلمُتَخَلَّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ,
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ. وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُفَيُحْسِنُ
الطُّهُوْرَ ثُمَّ يَعْمُدُ اِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ اْلمَسَاجِدِ اِلأَ كَتَبَ
اللهُ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطَّ
عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً.وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلأَ مُنَافِقٌ
مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ. وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادِى بَيْنَ
الرِّجْلَيْنِ حَتَى يُقَامَ فِى الصِّفِّ. وَفِى رِوَايَةٍ : أَنَّ رَسُوْل اللهِ
عَلَّمَنَا سُنَنَّ اْلهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ اْلهُدَى الصَّلأ َةَ فِى اْلمَسْجِدِ
الَّذِى يُؤْذَنُ فِيْهِ.
“Barang siapa yang ingin ketemu Allah esok hari dalam keadaan muslim,
maka hendaklah ia memelihara shalat-shalat 5 waktu ini dimana ia diseur
dengannya, karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabimu sekalian
“petunjuk kebenaran” dan shalat berjamaah itu termasuk petunjuk kebenaran.
Dan kalau sekiranya kalian mengerjakan shalat-shalat itu di rumah-rumah kalian,
sebagaimana orang yang berpaling ini, ia mengerjakan shalatnya di rumahnya,
tentulah kalian telahh meninggalkan sunnah Nabi kalian pastilah kalian
menjadi tersesat.
Dan tidaklah seorang bersuci (berwudhu) lalu membaguskan wudlunya
kemudian sengaja berangkat kesalah satu masjid melainkan Allah mencatat setiap
langkah yang ia ayunkan sebagai satu kebaikan baginya, serta Dia akan
meninggikan derajatnya dan menghapuskan kesalahan-kesalahan darinya lantaran
langkahnya tersebut.
Dan sungguh telah kuamati keadaan kami (para sahabat) sungguh tidak ada
yang berpaling dari shalat berjamaah melainkan orang yang munafiq yang telah
diketahui kemunafikannya. Dan sungguuh dulu pernah ada seorang laki-laki yang
diapit (dituntun oleh dua orang laki-laki sehingga ia didirikan pada satu shaf
shalat.
Dan dalam suatu riwayat disebutkan “Sesungguhnya Rasulullah telah
mengajari kita petunjuk kebenaran, dan diantara petunjuk kebenaran itu adalah
shalat di masjid yang dikumandangkan adzan (yang benar) didalamnya.
Shalat
wajib 5 waktu agar diusahakan untuk dikerjakan lebih baik dan sempurna,
diantaranya “dengan berjamaah”.
Faedahnya
antara lain untuk membina ukhuwah atau persaudaraan seperti diperintahkan oleh
Rasulullah SAW:
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ
اِخْوَانًا
“Dan jadilah kamu sekalian, hamba-hamba Allah
yang dalam pergaulan sehari-harinya dilandasi dengan rasa persaudaraan” (hadits
Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Shalat berjamaah menjadi “wasilah “ Allah memberikan
hidayah sepanjang hidupnya, sehingga ajalnya tetap dalam keadaan muslim,
seperti diwasiatkan oleh Allah dengan firmanNya dalam Surat Ali Imran ayat 102:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا
اتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لأَ تَمُوْتُّنَّ إِلأََ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ شَرَّهُ أَنْ يَلْقِيَ
اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ
هُؤَلأَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ
يُنَادِى بِهِنَّ
“Barang
siapa yang ingin bertemu Allah esok hari (saat ajal) dalam keadaan muslim, maka
hendaklah ia menjaga/ memelihara shalat 5 waktunya dengan berjamaah di Masjid
yang dikumandangkan adzan” (seperti pada hadits di atasnya/sebelumnya).
2. SHALAT SUNNAT RAWATIB
Shalat wajib 5 waktu menjadi lebih sempurna jika
pelaksanaannya dilengkapi dengan shalat rawatib qabliyah (sebelum) dan ba’diyah
(sesudahnya).
Hadits riwayat Abu Dawud yang sumbernya dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:
“Amal manusia yang pertama kali akan dihisab pada
hari qiamat adalah “shalat”. Allah Rabb kita akan berfirman kepada malaikat,
“periksalah ibadah shalat hamba-Ku ini, sempurnakan atau ada kekurangannya?”
(dan hakekatnya Allah lebih mengerti/ mengetahui daripada malaikat-Nya)”.
Kalau ternyata ada sedikit kekurangannya, Rabb kita
akan berfirman (kepada malaikat):
أُنْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِى
مِنْ تَطَوُّعٍ (فَاِنَّ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ)
“Lihatlah (catatan amalnya), adakah hamba-Ku itu
melaksanakan shalat-shalat tathowwu’/ sunnat?”. Jika
hamba itu melaksanakan shalat-shalat tathowwu’/ sunnat, Rabb kita berfirman
(kepada malaikat):
أَتِّمُوْا لِعَبْدِى فَرَيْضَتَهُ
مِنْ تَطَوُّعِهِ(ثُمَّ تَأْخَذُ الأَاعْمَالُ عَلَى ذَالِكَ)
“Sempurnakanlah shalat fardlunya hamba-Ku itu
dengan shalat tathowwu’nya”.
Kemudian ditetapkanlah shalat itu shalat yang
sempurna.
Jumlah Rakaat Shalat Rawatib
Dalam kitab Washooyar-Rasul tulisan Fadlilah Syekh
‘Athiyah Muhammad Salim halaman 121 disebutkan bahwa shalat rawatib qabliyah
dan ba’diyah itu sehari semalam ada 20 rakaat dibagi menjadi 3 tingkatan:
- Tingkat I
Tingkat
yang paling asas/ pokok ialah 10 rokaat, berdasarkan haditsnya Ibnu Umar 10
rakaat tersebut ialah:
- 2 rokaat sebelum dluhur
- 2 rakaat sesudah dluhur
- 2 rakaat sesudah maghrib (dikerjakan di rumah)
- 2 rakaat sesudah isya’ (dikerjakan di rumah)
- 2 rokaat sebelum shubuh
(Hadits
R. Buchori dan Muslim, muttafaq’alaih)
Dan
dalam hadits tersebut Ibnu Umar berkata:
حَفِظْتُ عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ : ركعتين قبل الظهر ...)
“Aku
benar-benar hafal apa yang dikerjakan oleh Rasulullah (shalat sunnat rowatib)
10 rokaat”.
- Tingkat II
Tingkat
yang kedua ialah 12 rokaat, yaitu seperti yang tersebut dalam tingkat I tetapi
2 rokaat sebelum dluhur menjadi 4 rokaat sebelum dluhur dan seyogyanya
dikerjakan di rumah. Yang demikian itu berdasar pada haditsnya ‘Aisyah yang
diriwayatkan oleh Muslim, menjawab pertanyaan salah seorang sahabat tentang
shalatnya Nabi, ‘Aisyah berkata:
كَانَ يُصَلِّى فِى بَيْتِهِ
قَبْلَ اْلظُهْرِ أَرْبَعَا ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصَلِّى بِالنَّاسِ.
“Adalah
beliau Nabi itu selalu shalat dirumahnya/ dikamarnya sebelum dluhur 4 rokaat,
kemudian baru keluar untuk meng-Imami sholat bersama para sahabat”.
Imam
Muslim meriwayatkan dari Ummu Habibah, bahwa beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ يَقُوْلُ : مَا مِنْ عَبْدِ مُسْلِمٍ يُصَلِّى ِللهِ تَعَالَى
فِى يَوْمٍ ثِنْتَى عَشَرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيْضَةٍ اِلأَ بَنَى
اللهُ بَيْتًا فِى اْلجَنَّةٍ.
“Aku
mendengar sendiri, Rasulullah SAW bersabda, tidak ada seorang hamba muslim yang
ibadah sholatnya ikhlas karena Allah dan dalam sehari-harinya12 rokaat, sholat
tathowwu’ (rowatib qobliyah dan ba’diyah) bukan sholat fardlu (penegasan
kesunnatannya), kecuali Allah akan membangun sebuah istana untuknya di Surga”.
- TIngkat III
Tingkat ketiga ialah 18 rokaat, yaitu seperti yang tersebut dalam
tingkat kedua, ditambah:
·
4
rokaat sebelum dluhur.
·
4
rokaat sesudah dluhur.
·
4
rokaat sebelum ashar.
Dan
jika ditambah 2 rokaat sebelum maghrib maka menjadi 20 rokaat.
Imam
Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
مَنْ
يُحَافِظِ عَلَى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلِ الظُّهْرِ وَاَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَ
اللهُ عَلَى النَّارِ.
“Siapa
yang menjaga sholat sunnat rowatib 4 rokaat sebelum dluhur dan 4 rokaat sesudah
dluhur, Allah SWT mengharamkan masuk mereka”.
Adapun
sholat sunnat rowatib 4 rokaat sebelum Ashar, banyak hadits-haditsnya, dan yang
paling shaheh adalah haditsnya Ibnu Umar, Rasulullah bersabda:
رَحِمَ
اللهُ اِمَرَءًةصَلَّى قَبْلَ اْلعَصْرِ اَرْبَعًا.َ
“Allah
SWT akan memberikan rahmat kepada seseorang yang mengerjakan sholat sunnat
rowatib 4 rokaat sebelum Ashar”. (Hadits R. Ahmad dan
Abu Dawud).
ANJURAN
Selama bulan Romadlon hendaknya kita membiasakan
sholat sunnat rowatib, Insya Allah akan menjadi kunci kethoatan, yaitu
kethoatan sesudah bulan Romadlon,
“Man syabba ‘alaa syaiin syabba ‘alaih”, (siapa yang mambiasakan suatu ketho’atan dalam bulan Romadlon). Itulah
diantara barokahnya bulan Romadlon “syahrun mubaarokatun”.
Kami kira sholat sunnat rowatib tingkat kedua (12
rokaat) tersebut yang kita biasakan/ amalkan, itupun sudah berat, kita harus
berjihad melawan hawa nafsu, dan puasa yang sebenar-benarnya adalah “perang
melawan dan mengalahkan serangan hawa nafsu”. Pertolongan Allah sangat
diperlukan dalam hal ini, sedang pertolongan Allah akan diberikan kepada
orang-orang yang sholatnya khusyu’, dan sholat yang khusyu’ itu akan
mandatangkan kenikmatan tersendiri.
Dalam bulan Romadlon banyak kesempatan, gunakanlah
kesempatan itu untuk mengerjakan ketho’atan.
Rasulullah bersabda:
نِعْمَتَانِ مِغْبُوْنٌ فِيْهِمَا
كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَاْلفَرَاغُ.
“Ada dua macam kenikmatan yang kebanyakan manusia
tertipu di dalamnya, kenikmatan yang berupa ‘kesehatan’ dan kenikmatan yang
berupa kesempatan”. (Hadits R. Bukhori)
Kata-kata hikmah mutiara menyebutkan:
مِنَ اْلفَرَاغْ تَكُوْنُ
الصَّبْوَةُ, وَمَنْ اَمْضَىَ يَوْمُهُ فِى حَقٍّ قَضَاهُ, اَوْ فَرْضٍ اَدَّاهُ ,
اَوْ مَجْدٍ أَتَّلَهُ , اَوْ حَمْدٍ حَصَلَّهُ. اَوْ خَيْرٍ اَسَّسَهُ, اَوْ عِلْمٍ
اِقْتَبَسَهً فَقَدْ عَتَقَ يَوْمُهُ وَظَلَمَ نَفْسَهُ.
“Akibat kesempatan yang
disia-siakan itulah datangnya kegelinciran, barang siapa yang melewatkan
seharinya adanya haq yang seharusnya ditunaikan, atau kewajiban yang seharusnya
dilaksanakan, atau kemuliaan yang seharusnya ia ukir, atau pujian yang
seharusnya ia dapatkan, atau kebaikan yang seharusnya ia bangun, atau ilmu yang
seharusnya ia catat/kutib, maka berarti orang itu telah keluar harinya, dan ia
mendlolimi dirinya”.
Orang bijak/ hukuman berkata:
لَقَدْ هَاجَ اْلفَرَاغُ عَلَيْكَ
شُغْلأًا وَاَسْبَابُ اْلبَلأَاءِ مِنَ اْلفََرَاغِ.
“Penganggguran telah menerjangmu sebagai sebuah
kesibukan, sedangkan malapetaka itu datangnya dari pengangguran” (waktu luang
yang tidak dimanfaatkan). (Faidlul Qadir)
3. SHALAT SUNNAT FAJAR
Pada saat menjelang shalat shubuh, khususnya dalam
bulam bulan Romadlon biasanya kita sudah bangun, maka bersiap-siaplah untuk
mengerjakan sholat sunnat fajar setelah adzan shubuh. Perhatiannya untuk makan
sahur boleh-boleh saja, tetapi perhatian untuk sholat sunnat fajar lebih
diutamakan.
Cara melaksanakannya menurut ilmu yang telah kita
pahami/ketahui, sedang pahalanya sebagai berikut:
- Lebih baik daripada dunia seisinya, sehingga sholat sunnat fajar
itu lebih disukai oleh ‘Aisyiyah daripada sholat sunnat yang lain.
- Jangan engkau tinggalkan sholat sunnat fajar itu baik ketika sedang
di rumah, bepergian, sekalipun dalam keadaan bahaya. (H.R. Abu Dawud dari
Abu Hurairah).
- Dikerjakan sebelum sholat shubuh, walaupun sholat shubuhnya
kehabisan waktu (karena berhalangan/ ada sebab).
4. SHALAT LAIL (SHALAT
MALAM)
Shalat lail bisa
disebut juga shalat tahajjud, shalat witir, qiyamul
lail. Pada bulan Ramadhan shalat lail biasa disebut qiyam Ramadhan, atau sering disebut shalat tarawih. Shalat malam
ini hendaklah menjadi kebiasaan. Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam
bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Amr bin ‘Ash, ia berkata: Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam
bersabda, “Hai Abdullah, janganlah engkau
menjadi seperti Fulan. Ia pernah sering shalat malam (qiyamul lail) tetapi
kemudian meninggalkannya”. (HR Bukhari dan Muslim).
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia
berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam menganjurkan mereka untuk melakukan qiyam Ramadhan, tetapi
tidak mewajibkannya, sebagaimana sabda beliau: Barangsiapa yang berjaga
(melakukan qiyam) di bulan Rmadhan karena iman dan mengharapkan ridha dan
pahala (dari Allah), maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR
Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafadhnya Muslim).
A.
Hukum
Qiyam Ramadhan
Qiyam
Ramadhan adalah sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan di
bulan Ramadhan. Hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib. Hal ini
dapat dilihat dari periwayatan hadits dari Abu Hurairah di atas dan Aisyah
berikut ini:
Artinya:
Diriwayatkan
dari Ibn Syihab (dilaporkan bahwa) ia berkata: “Urwah menyampaikan kepada saya bahwa Aisyah telah melaporkan bahwa
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada suatu malam (di bulan Ramadhan)
berangkat ke masjid dan mendirikan shalat di sana. Kemudian
orang banyak mengikuti beliau. Keesokan harinya orang bercerita tentang shalat
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam itu sehingga jamaah semakin banyak.
Keesokan harinya orang juga bercerita lagi sehingga pada malam keempat jamaah
tidak lagi tertampung di masjid itu. Paginya, setelah selesai shalat shubuh,
Nabi menghadapi manusia, lalu bertasyahhud dilanjutkan berucap: Amma ba’du.
Sesungguhnya aku tahu kemampuan kalian. Akan tetapi aku ragu bila shalat
tarawih itu diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu mengerjakannya”. (HR Bukhari dan
Muslim).
B.
Keutamaan
Shalat Malam (Tahajjud)
1. Rasulullah
Salallahu a’laihi wassalam senantiasa mengerjakannya hingga kedua telapak
kakinya pecah-pecah.
Hal ini sesuai
dengan hadits Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam:
Artinya:
Diriwayatkan dari
Aisyah, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi
SAW melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya bengkah (pecah-pecah),
lalu aku bertanya: Mengapa baginda wahai Rasulullah berbuat demikian? Dan
sungguh Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lewat dan yang akan
datang”. Rasulullah menjawab: “Tidak bolehkah jika aku senang menjadi seorang
hamba yang banyak bersyukur”. (Muttafaq alaih).
2. Shalat
tahajjud termasuk faktor paling dominant yang akan mengantarkan seseorang masuk
surga.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, ia
berkata: “Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, orang-orang segera menyambutnya
seraya berseru: Rasulullah SAW telah tiba! Rasulullah SAW telah tiba! Akupun
termasuk di antara mereka yang ingin
melihat beliau itu. Ketika telah bisa melihat wajah beliau dengan jelas, akupun
mengerti wajah beliau bukab tipe wajah pendusta, selanjutnya, sabda beliau yang
pertama kali saya dengar adalah: “Wahai
sekalian manusia, sebarkanlah salam; berilah makanan; sambunglah tali
silaturahim; dan kerjakanlah shalat pada malam hari disaat orang banyak
terlelap tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh kedamaian”.
(HR. Ibn Majjah, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad).
3. Shalat
tahajjud termasuk faktor yang akan mengantarkan seseorang meraih di derajat
tinggi di surga.
Rasulullah bersabda:
Artinya:
Diriwayatka dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia
berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pernah bersbda: “Sesungguhnya surga itu memiliki kamar-kamar
yang bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya dan bagian dalamnya
dapat terlihat dari bagian luarnya yang Allah SWT sediakan bagi orang-orng yang
senang memberikan makanan, lemah lembut dalam berbicara, banyak berpuasa
(sunnah), menyebarkan salam dan mengerjakan shalat pada waktu malam ketika
manusia sedang terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibn Hibban, dan Tirmidzi.
Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi).
4. Orang
yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud mendapat pujian dari Allah dan
dogolongkan termasuk para hamba-Nya yang berbakti, yakni ‘ibadurrahman.
Allah berfirman:
Artinya:
“Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”.
(QS. Al-Furqan:64).
5. Orang
yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud dipersaksikan Allah sebagai hamba
yang sempurna imannya.
Allah berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dengan ayt-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila
diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih
serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka
jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa
takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka”. (QS. As-Sajdah: 15-16).
6. Orang
yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud diberi sifat tersendiri oleh Allah
dan dibedakan-Nya dengan selain mereka.
Allah berfirman:
Artinya:
“(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9).
7. Shalat
tahajjud menjadi sebab dihapuskannya dosa dan penghalang dari berbuat dosa.
Hal ini didasarkan
pada hadits:
Artinya:
Diriwayatkan Abu Umamah dari Rasulullah
Salallahu a’laihi wassalam, bahwa beliau bersabda: “Kerjakanlah shalat malam, sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang
shalih sebelum kalian, sarana yang mendekatkan diri kalian kepada Robb kalian,
penghapus dosa dan pencegah dari berbuat doa”. (HR. Tirmidzi, Hakim, dan
Baihaqi. Dihasankan oleh Al-Albani).
8. Shalat
tahajjud merupakan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu (wajib).
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatklan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan
Muharram dan shalat utma setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR.
Muslim).
9. Shalat
tahajjud merupakan kemuliaan bagi orang beriman.
Hal ini didasarkan
pada hadits Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam yang diriwayatkan oleh Sahl
bin Sa’ad:
Artinya:
“Malaikat
Jibril pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata: Wahai Muhammad, hiduplah
sesukamu, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan mati; cintailah siapa
saja yang engkau kehendaki, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan
berpisah darinya; dan berbuatlah apa saja yang engkau sukai, tetapi (ketahuilah
bahwa) engkau pasti akan mendapat balasannya”. Jibril berkata lagi: Wahai
Muhammad, kemuliaan bagi seorang mukmin adalah mengerjakan shalat tahajjud dan
harga dirinya adalah ketika dia tidak membutuhkan orang lain”. (HR. Hakim,
dishahihkan Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi).
10. Membaca
Al-Quran dalam shalat malam merupakan keberuntungan yang besar.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah ibn Anr bin
al-Ash, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam
dengan membaca 10 ayat, maka dia tidak akan dicatat sebagai golongan
orang-orang yang lalai; barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan
membaca 100 ayat dia akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang taat; dan
barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 1000 ayat, dia akan
dicatat sebagai golongan orang-orang yang mendapat pahala yang banyak”.
(HR. Abu Dawud dan Ibn Khuzaimah, dan dishahihkan Al-Albani).
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia
berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Tidak senangkah seseorang dari kalian jika pulang ke rumahnya, lalu di sana dia menemukan 3 ekor
unta bunting yang besar lagi gemuk? “Kami (para sahabat) menjawab: Beliau
bersabda: Tiga ayat yang dibaca seseorang dari kalian dalam shalatnya, nilainya
lebih baik dari 3 ekor unta bunting yang besar lagi gemuk itu”. (HR.
Muslim).
11. Orang
yang ber-qiyam Ramadhan karena iman
dan mengharapkan ridha dan pahala, diampuni dosanya yang tlah lalu.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia
berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakn qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan
mengharap ridha dan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah diampuninya”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
C.
Beberapa
Hal yang Menjelaskan Cara-Cara (Kaifiyyah) Melaksanakan Shalat Lail
1. Shalat
lail dikerjakan sesudah shalat Isya hingga terbit fajar, baik di dalam maupun
di luar bulan Ramadhan.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW,
ia berkata: “Shalat yang dikerjakan
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam antara waktu selesainya shalat Isya’,
yang disebut manusia al-‘atamah, hingga terbit fajar adalah sebanyak 11 rakaat.
Beliau salam pada setiap 2 rakaat dan terakhir mengerjakan witir 1 rakaat”.
(HR. Muslim).
Artinya:
Diriwayatkan dari Kharijah bin Hudzafah
yang mengatakan: Pernah suatu kali
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam datang kepada kami dan mengatakan:
“Sesunggunhnya Allah telah
menganugerahkan kepada kamu sekalian suatu shalat yang lebih menyenangkan
(lebih baik) daripada unta pilihan, yaitu shalat witir, yang dijadikan Allah
untuk kalian dalam waktu antara shalat Isya’ hingga terbit fajar”. (HR.
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah. Begitu pula Draquthni).
2. Sebelum
shalat malam (tarawih), hendaklah mengerjkan shalat iftitah 2 rakaat singkat-singkat.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia
berkata, Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Jika salah seorang kamu sekalian melaksanakan shalat di waktu malam
(shalat lail), maka hendaklah mengawali shalatnya dengan 2 rakaat
singkat/ringan”. (HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).
Artinya:
Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: ”Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam
jika telah bangun di waktu malam untuk shalat malam (shalat lail), beliau
memulai shalatnya dengan 2 rakaat ringan/pendek-pendek”. (HR. Muslim dan
Ahmad).
Pada rakaat pertama
sesudah takbiratul ihram membaca:
Artinya:
“Maha
Suci Allah yang Memiliki alam semesta, Yang Memilki kekuasaan memaksa dan
kebesaran-kebesaran serta keagungan-keagungan”.
Berdasarkan dalil
hadits Nabi:
Artinya:
Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman, ia
berkata: aku mendatangi Nabi SAW pada
suatu malam. Beliau berwudhu kemudian shalat, lalu aku mengahmpirinya seraya
berdiri di sebelah kirinya, lalu aku ditempatkan di sebelah kanannya. Beliau
membaca: “Subhanallahi dzil……”.
(HR. Thabrani dalam Al-Ausath dan di mengatakan dalam Majma’ Az- Zawaid: para
perawinya terpercaya).
3. Jumlah
rakaat shalat malam adalah 11 (sebelas) rakaat dengan dua-dua rakaat (2+2+2+2+3 witir) atau empat-empat rakaat (4+4+3 witir) dengan membaca surat Al-Fatihah
dan surat atau
ayat dari Al-Quran yang mudah. Kemudian mengakhirinya dengan shalat witir tiga
rakaat dengan membaca surat
Al-A’la sesudah Al-Fatihah pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun
pada rakaat kedua dan surat
Al-Ikhlash pada rakaat ketiga.
Rasulullah Salallahu
a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya
seorang (lelaki) bertanya kepada Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam tentang
shalat malam. Kemudian Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam menjawab: “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Maka
apabila salah seorang di antara kamu sekalian khawatir terkejar subuh,
hendaklah engkau witir satu rakaat saja”. (HR. Al-Jama’ah).
Artinya:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang
mengatakan: kemudian aku bangkit
mengerjakan seperti apa yang dikerjakan oleh Rasulullah Salallahu a’laihi
wassalam, lalu aku berdiri di samping Rasulullah, lalu beliau meletakkan tangan
kanannya di kepalaku dan dipegangnya telinga kananku dan dililitnya. Kemudian
beliau shalat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian
dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi kemudian dua rakaat lagi, lalu beliau
shalat witir. Kemudian beliau berbaring sehingga muadzin (Bilal) menyerukan
adzan. Maka beliau bangun lalu shalat dua rakaat singkat-singkat
(ringan-ringan), kemudian beliau keluar (pergi) melakukan shalat shubuh”.
(HR. Muslim).
Artinya:
Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid
Al-Juhani yang mengatakan: “Benar-benar
aku hendak mengamti shalat Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam malam itu.
Lalu (aku melihatnya) beliau shalat dua rakaat singkat-singkat, kemudian dua
rakaat panjang-panjang, kemudian beliau shalat dua rakaat yang kurang panjang
dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi
panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang
kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, lalu shalat lagi dua rakaat yang
kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat witir. Maka
jadilah seluruhnya tiga belas rakaat”. (HR. Muslim).
Artinya:
Diriwayatkan dari Abi Salamah Ibn Abdir
Rahman, ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah di bulan
Ramadhan. Aisyah menjawab: “Nabi SAW tak
pernah melakukan shalat sunnah (tathawu’) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya
lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau
tanyakan bagaimana bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat
rakaat dan jangan engkau tanyakan bagaimana indah dan panjangnya. Kemuadian
beliau shalat tiga rakaat. Aku (Aisyah) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah
engkau tidur sebelum shalat witir? Beliau menjawab: Wahai Aisyah, sesungguhnya
kedua mataku tidur dan hatiku tidak tidur”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya:
Diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka’ab yang
menceritakan bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada shalat witir
membaca “Sabbihis ma rabbikal a’la”
(Surat Al-A’la) dan “Qulya- ayyuhal
ka-firun” (Surat Al-Kafirun) pada rakaat kedua, dan “Qul huwalla-hu ahad” (Surat Al-Ikhlash) pada rakaat ketiga, dan
beliau tidak mengucapkan salam kecuali di akhir tiga rakaat itu dan beliau
mengucapakan “Subha-nal maliki quddu-s”
3x setelah salam. (HR. An-Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4. Setelah
selesai shalata witir ini, maka bacalah sambil duduk
“Maha Suci Allah Yang Merajai dan Maha Suci“
3X
Pada bacaan yang ketiga dengan suara yang nyaring,
kemudian diteruskan membaca :
“Yang Menguasai Malaikat dan Jibril”
Dalilnya
adalah sabda Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam :
Artinya:
Diriwayatkan dari Sa’id ibn ‘Abdirrahman
ibn Abziy dari ayahnya, ia berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi
wassalam shalat witir membaca “Sabbihis
ma rabbikal a’la” dan “Qulya- ayyuhal
ka-firun” serta “Qul huwalla-hu ahad”.
Kemudian setelah selesai shalat, beliau membaca “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga kali dengan memanjangkan
suara beliau pada yang ketiga dan meninggikannya” (HR. An-Nasai, Abu Dawud, dan
Ahmad serta Ad-Daruquthuni).
Menurut lafadz
Ad- Daruquthni: “.....apabila beliau
mengucapkan salam (setelah tiga rakaat witir), beliau mengucapkan: “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga
kali dengan memanjangkan suara beliau pada yang ketiga dan (mengiringi) membaca
“Rabbil mala-ikati war Ru-h“. (HR.
Abu Dawud, Nasai, dan Daruquthuni. Hadits ini dikuatkan oleh Al-‘Iraqi).
5.
Tidak ada
tuntunan bacaan-bacaan khusus di sela-sela shalat tarawih.
5. TAZKIYATUN NUFUS (PENYUCIAN JIWA)
Yang dimaksud dengan tazkiyatun nufus adalah
pembersihan atau penyucian jiwa dengan cara mengamalkan amalan-amalan utama
yang dituntunkan Rasulullah terutama selama Ramadhan. Dalam konteks puasa
Ramadhan ini mampukah kita berpuasa tidak sekedar sebagai pemenuhan kewajiban?
Tetapi juga menghayatinya sebagai sebuah ibadah sekaligus prosesi suci
pembersihan hati/ jiwa. Berikut beberapa hal yang sebagai penyucian jiwa:
1.
Memperbanyak
tadarus Al-Qur’an. Tadarus Al Qur’an adalah membaca dengan tartil dan
memperhatikan makna (tadabbur). Yakni tidak sekedar membaca saja, tetapi
disertai dengan mengkaji dan memperhatikan maknanya serta memahami
kandungan-kandungannya. Utama sekali bila tadarrus Al-Quran dalam keadaan suci
(sesudah wudhu) dan di tempat yang bersih serta berpakaian yang bersih lagi
pantas.
Rasulullah
sholallohu alaihi wasalam bersabda ( HR
Bukhori dan Muslim ) yang artinya :
Diriwayatkan
dari Ibnu Abas katanya, bahwa Rasulullah Sholallohu alaihi wasalam orang yang paling murah hatinya, lebih-lebih
pada bulan Ramadlan. Ketika dijumpai oleh MALAIKAT Jibril pada tiap-tiap
malamnya, maka beliau mengajaknya bertadarus Al-Quran. Maka rasulullagi alaihi
wasalam ketika berjumpa dengan Malaikat Jibril itu adalah lebih pemurah akan
hartanya daripada angina ditiupkan.
HR
Muslim, artinya :
Dirwayatkan
dari Abi Hurairah, ia berkata : Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda
:” Tidak berkumpul suatu kaum disuatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka
membaca Kitab Allah dan mentadaruskannya diantara mereka melainkan ketenangan
turun kepada mereka, rahmat menjutupi mereka, Malaikat mengelilingi (
melindungi ) mereka dan Allah menyebut mereka bersama-sama dengan orang yang
ada disisi-Nya.
2.
Memperbanyak
shodaqah dan infaq. Karena berpahala berlipat ganda, menghapus dosa dan
menghantarkan ke surga.
Shadaqah
adalah pemberian seseorang kepada orang lain semata-mata hanya ingin
mendapatkan ridlo dari Allah, bukan mengharapkan kehormatan. Dalam pengertian
lain disebutkan bahwa shadaqah adalah keseluruhan amal kebaikan yang dilakukan
setiap muslim untuk menciptakan kesejahteraan sesame umat manusia, termasuk
untuk kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta ciptaan Ilahi guna
memperoleh hidayah dan ridlo dari Allah Subhanahu wata’ala.
Infak
adalah mendermakan atau memberikan rizki ( karunia dari Allah ) atau
menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdsarkan rasa ikhlas karena Allah
semata berkaitan dengan materi dan non materi.
Islam
mengajak dan menganjurkan orang untuk suka memberi kebaikan dan kebajikan.
Ayat-ayat Al Qur’an banyak menyinggung anjuran ini antara lain Surat Al Baqarah
ayat 261, yang artinya:
“Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166]
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Surat Ali Imron: 92
“Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Hadits riwayat Mutafaqun Alaihi, yang artinya:
“Diriwayatkan dari
Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wassalam bersabda: tidak ada satu
haripun dimana seorang hamba bangun pada pagi hari, kecuali dua malaikat turub
ke bumi sambil berdoa:’Ya Allah, berilah balasan bagi orang yang bersodaqoh
(infaq).’ Malaikat yang satu lagi berdoa:’Ya Allah datangkanlah kerusakan bagi
orang yang enggan menafkahkannya’.
3.
Memperbanyak
pemberian untuk keperluan buka puasa. Karena akan mendapatkan pahala sepadan
dengan pahala orang yang berpuasa yang diberi buka itu.
Rasulullah
sholallahu alaihi wasalam bersabda:
“Diriwayatkan
dari Zaid bin Khalid Al Juhaniyy ia berkata: “Barangsiapa yang memberikan
makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, niscaya ia memperoleh pahala
orang yang berpuasa itu dengan tiada kurang sedikitpun”. (HR. Tirmidzi, dan
ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shoheh).
4.
Memperbanyak
dzikirdan doa sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW.
5.
Melakukan
umrah.
Rasulullah
sholallahu alaihi wasalam bersabda:
“Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda: “Umrah
pada bulan Ramadhan nilainya sama dengan haji”. (HR. Mutafaqun alaih).
6. I’TIKAF
I’tikaf adalah tinggal di dalam masjid untuk
kepentingan mendekatkan didi pada Allah. Atau aktivitas berdiam diri di masjid
dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan tertentu dengan
mengharap ridlo Allah.
Rasulullah
melakukan I’tikaf dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadlon, sebagaimana
sabdanya :
عَنْ عَا ئِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّ النَبِيِّ
صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلَاوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ اَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ (رواه البخارى
ومسلم )
Artinya :
Diriwayatkan dari Aisyah istri Nabi Sholallahu
alaihi wasalam, bahwa Nabi Sholallahu alaihi wasalam selalu beri’tikaf pada
sepuluh hari terakhir ramadlan hingga beliau wafat,yang kemudian diikuti oleh
istri-istri beliau.
عَنْ عَبْدِ اللهِ ا بْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَعْتَكِفُ
اْلعَشْرَ اْلَاوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ (متفق عليه )
Artinya :
Diriwayatkan dari Ibnu Umar , bahwa Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadlan.