Sunday, March 21, 2021

Spirit Tahajud (080) 2103 : Mewaspadai 5 Penyakit Hati


Allah menjanjikan akan membalas semua perbuatan baik kita dengan perkara-perkara yang jauh lebih baik lagi kelak di akhirat nanti. Tapi tak menutup kemungkinan, semua amal baik yang pernah kita lakukan hangus seketika karena penyakit hati yang masih bersemayam dalam diri kita.

Ada beberapa penyakit hati yang umum dimiliki banyak orang, termasuk golongan yang ahli ibadah. Penyakit hati ini seperti benalu yang dapat menggerogoti semua amal baik kita.

1. Qaswatul Qulub (Hati yang Keras). Orang yang memiliki hati yang keras tidak mau menerima nasihat baik dari orang lain. Dia selalu melakukan hal buruk tanpa peduli akibatnya. Dia juga selalu merasa yang paling benar dan menganggap apa yang dikatakan orang lain itu salah. Hanya ada satu cara untuk menyadarkan orang yang hatinya membatu, yaitu dengan cara diberikan musibah yang berat kepadanya.

2. Al Istighlal Bi’Uyubil Kholqi (Sibuk dengan Aib Orang Lain). Terlalu sibuk memikirkan aib orang lain dan lupa pada aib diri sendiri termasuk penyakit hati yang dapat mengugurkan semua amal kita. Melihat kejelakan orang lain begitu jelas seperti melihat semut di seberang sungai, sementara kejelakan sendiri tidak terlihat meskipun sebesar gajah yang berada di depan mata kita. Celakalah orang yang terus memelihara penyakit hati ini meskipun dia rajin beribadah.

3. Qillatul Haya (Sedikit Rasa Malunya). Orang yang sudah kehilangan rasa malunya, dia akan berbuat dosa tanpa ada rasa takut sedikitpun. Tak ada rasa penyesalan atau rasa takut ketika melakukan dosa besar. Bahkan dia merasa tidak akan mati ketika melakukan dosa. Rasa malunya sudah benar-benar hilang.



4. Hubbun Dunya (Cinta Mati Terhadap Dunia). Ciri orang yang terlalu amat mencintai dunia ini adalah dia merasa hidupnya akan kekal, sering meninggalkan urusan ibadah untuk mengejar harta dan selalu memikirkan kenikmatan dunia tapi melupakan tentang akhirat. Dan ciri yang terakhir, dia merasa takut mati karena belum bisa mendapatkan semua kenikmatan dunia.

 5. Thulul Amal (Panjang Angan-Angan). Memiliki panjang angan-angan bagaimana nasib kita di akhirat nanti itu sangat baik, karena bisa mendorong kita untuk beribadah secara bersungguh-sungguh. Tapi jika panjang angan-angannya ditujukan pada urusan dunia, maka kita bisa celaka. Biasanya orang seperti itu akan memiliki prinsip mengejar dunia lebih dahulu, baru taubat nanti. Masih mending kalau diberi kesempatan hidup, bagaimana jika kita dicabut nyawa sebelum taubat?

Mulai dari sekarang, mari kita mulai perbaiki diri kita sendiri dengan menumpas penyakit-penyakit hati ini dengan terus meminta pertolongan pada Allah.

Saturday, March 20, 2021

Spirit tahajud (079) 2003 : Mawas dari dari Penyakit hati


Hati adalah cermin diri. Jika hati kita kotor, akhlak dan perilaku kita pun akan lebih kuat ke arah yang maksiat. Untuk itu, mari kita kenali penyakit-penyakit hati dan cara mengobatinya. Bila seseorang mengidap penyakit hati, maka dampaknya sungguh-sungguh sangat dahsyat. Ia tidak hanya tak mampu merasakan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan dalam hidupnya, tapi penyakit hati itu secara perlahan akan menggerogoti fisiknya hingga membuatnya didera berbagai penyakit 

Tentu saja penyakit hati sangat banyak ragamnya, mulai dari iri hati, dengki, hasut, fitnah, buruk sangka, dan khianat.

Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rezeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran Islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari dan semacamnya.

Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini. Begitupun hasud, merupakan suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah/marag orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.

Apalagi fitnah, yakni menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.

Belum lagi buruk sangka. Buruk sangka berarti sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas. Sedangkan khianat merupakan sikap tidak bertanggung jawab atau mangkit atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Nauzubillah. 


Lalu, solusinya apa? Setidaknya ada dua hal, yakni ikhlas dan tawakkal. Ikhlas adalah salah satu amal hati dan berada pada bagian pertama dari rangkaian seluruh amal-amal hati. Kesempurnaan sebuah amal, diterima atau ditolaknya berg


antung pada amal hati ini, ikhlas atau tidak.

Berikutnya tawakkal. Kita harus yakin bahwa tak ada sesuatu pun yang menimpa kita di dunia ini, besar atau kecil. kecuali bahwa Allah telah menetapkannya sebelum kita lahir. Maka setelah kita berikhtiar dan berusaha secara maksimal, akhir dari itu adalah kepasrahan diri dan tawakkal atas apa yang ditakdirkan Allah. Insya Allah dengan tawakkal, kita bisa ikhlas dan rida menerima segala hal. Allah berfirman, "Katakanlah 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialan Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal..'," (QS At Taubah: 51).

Solusi selanjutnya adalah berzikir dan istigfar. Zikir adalah amalan yang diperintahkan Allah SWT kepada kita. Karena dengan zikir ini kita dapat menghadirkan Allah dalam diri kita, kapan pun dan di mana pun kita berada. Ketika muroqobah (pengawasan) Allah melekat dalam diri kita, maka selalu ada usaha agar berbagai aktivitas yang dilakukan senantiasa berada dalam bingkai syariat dan sunah Rasul-Nya.

Kita juga tidak pernah lepas dari dosa dan kesalahan, sehingga lantunan istigfar harus diperbanyak. Bahkan, Rasulullah Saw beristigfar 100 kali setiap hari, padahal beliau telah dijamin masuk surga. Maka kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut selayaknya lebih banyak dari jumlah istigfar Rasulullah Saw. Allah SWT berfirman:

 رَبَّنَا اغْفِرْ لَـنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَاۤ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحيم

Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 10)

Saturday, March 13, 2021

Dukung Dakwah Islam : Cerdas dan Menggembirakan


Dakwah Islam harus ditujukan kepada semua segmen masyarakat dan melalui berbagai program dan kegiatan yang dapat menyentuh kepada objek dakwah. 
Pengajian melalui pertemuan fisik dan tatap muka tetap diperlukan untuk membangun silaturahmi antar jamaah,khususnya bagi jama'ah masjid binaan Yayasan Darul Muttaqien Medari. 

Namun, pada era digital ini, disamping melaksanakan dakwah secara "konvensional" berupa tatap muka, kami juga mengambil porsi dan menempuh alternatif dakwah melalui media digital, baik melalui media tulis elektronik blog/website, juga melalui kanal Youtube maupun facebook. Hal ini diharapkan dapat menjangkau segmen yang lebih luas dan dapat diakses setiap saat.

Selain itu, kerja-kerja sosial seperti santunan dan pemberdayaan masyarakat tetap mendapatkan porsi yang seimbang agar dakwah betul betul dapat dirasakan.

Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak sangat kami harapkan dengan harapan dapat terus memberikan kemanfaatan yang semakin meluas.

Atas perhatian dan peranserta dari bapak.ibu/saudara kami haturkan terimakasih. teriring doa semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Aamiin.   


Ust. Agung Nugraha : Memilih tetangga yang baik?

 


Dalam surat An Nisa ayat 36, Allah berfirman :

 وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Artinya : "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri"

 

Setelah perintah beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain, pada ayat ini Allah memerintahkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada setiap orang, tidak terkecuali kepada tetangga.

Berkaitan dengan pentingnya kedudukan tetangga, ada satu kata hikmah “Aj-jaaru qabla ad-daar”. Kata bijak ini secara tekstual artinya “tetangga sebelum rumah”, tentu yang dimaksud adalah “lihatlah (bahkan pilihlah) tetangga/lingkungan sebelum kamu membangun rumah dan menetap di suatu tempat”.

Kata bijak ini menunjukkan betapa pentingnya posisi dan bahkan peran tetangga dan atau lingkungan. Mengapa? Karena Tetangga itulah yang akan mewarnai kehidupan keseharian kita. Mereka akan sangat menentukan ketentraman dan kenyamanan kita tinggal disuatu tempat. Mereka yang akan membantu kita mengawasi anak-anak kita dari penculikan. meraka yang membantu mengawasi rumah kita ketika kita pergi. Kepada mereka pertama kali kita akan meminta pertolongan disaat ada kebutuhan mendesak. Bahkan meskipun kita mempunyai saudara yang kaya, terhormat dan mempunyai segala fasilitas sekalipun. Tidak mungkin kita menunggu saudara dan keluarga yang posisinya jauh tersebut untuk segera mengantar anak kita ke rumah sakit misalnya.

Dalam buku Ahmad Mahmud Faraj yang berjudul “Kayfa Taj'al Al Nas Yuhibbunak” (2007), terdapat cerita penuh hikmah terkait betapa tidak ternilainya kedudukan tetangga.

Suatu ketika Al 'Adawi hendak menjual rumahnya seharga 100.000 dirham. Sebelum menjualnya kepada calon pembeli, dia bertanya, "Dengan harga berapa engkau hendak membeli rumah yang bertetangga dengan Said ibn Al 'Ash ?. Pembeli balik bertanya, "Membeli tetangga ? Apa pedulinya orang ia bertetangga dengan siapa saat membeli rumah ?.  Al 'Adawi berkata, "Simpan saja uangmu. Aku tidak jadi menjual rumahku. Aku tidak akan melepaskan rumah yang berdampingan dengan tetangga yang baik. Jika Aku tidak ada dia menanyakanku. Jika aku pergi, dia menjaga rumahku. Jika melihatku, dia mendekatiku. Jika aku butuh sesuatu, dia penuhi kebutuhanku. Jika aku tidak menyapanya, dia menyapaku terlebih dahulu. Dan jika aku kesulitan, dia menolongku".  Tak lama kemudian cerita ini sampai di telinga Sain ibn Al 'Ash. Dia memberi Al 'Adawi 100.000 dirham.

Melalui cerita tersebut, kita belajar tentang praktek hidup bertetangga dari orang-orang yang shaleh dahulu. Bagi mereka, memiliki tetangga yang baik adalah karunia yang tak ternilai harganya.

Persoalannya, untuk mendapatkan tetangga yang baik dengan cara memilih tetangga sebelum membangun atau membeli rumah dan menetap di suatu tempat tidaklah dapat kita lakukan sepenuhnya. Bisa jadi kita sudah (terlanjur) punya rumah, atau tanah yang kita miliki untuk dibangun rumah hanya disitu, dan tidak mudah mendapatkan lingkungan yang sepenuhnya ideal seperti itu.

Lalu, bisakah kita mempunyai tetangga yang baik seperti contoh diatas. Jawabnya, bisa. Caranya, bukan memilih lingkungan yang baik, tetapi dengan membentuk atau menciptakan lingkungan yang baik. Mari logika mendahulukan menuntut hak atas tetangga kita balik menjadi mendahulukan pemenuhan kewajiban bertetangga. Bukankah Rasul menuntunkan demikian?



Berikut beberapa pesan Rasulullah bagaimana membangun relasi yang baik dengan tetangga. Antara lain :

1.    Salam dan tegur sapa

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya : Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau bersabda, ”Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’); Apabila dia sakit, jenguklah dia; dan Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim : 2.162)

2.    Sedekah dan berbagi

Anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW :

لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

Artinya: "Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan." (HR Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108)

Kepada salah seorang sahabatnya, Rosulullah saw mengingatkan,

إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ

Artinya: "Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik." (HR Muslim 4766)

3.    Memuliakan tetangga

Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Artinya: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya." (HR Bukhari Nomor 5589 dan Muslim Nomor 70)

4.    Menebar senyum dan membangun komunikasi yang inten

Wajah yang penuh senyum adalah akhlak Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diceritakan Jarir bin Abdillah RA :

ما حجبَني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – منذ أسلمتُ، ولا رآني، إلا تبسَّم في وجهي

Artinya: "Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menghindari aku jika aku ingin bertemu dengannya, dan tidak pernah aku melihat Beliau kecuali Beliau tersenyum kepadaku." (HR Bukhari Nomor 6.089)

5.    Menjenguk ketika sakit

Rasulullah bersabda :

 

إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ

 

Artinya: "Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang Muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba." (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad sahih).

6.    Berbuat baik kepada tetangga

Rasulullah SAW bersabda :

خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ

Artinya: "Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya." (HR At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai sahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)

Betapa pentingnya tetangga ini, sampai-sampai Rasulullah menganggap tetangga bisa saling mewarisi. Nabi Muhammad SAW. bersabda:

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Artinya: "Jibril senantiasa menasihatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris." (HR Bukhari Nomor 6014 dan Muslim Nomor 2625)

 

Tengoklah, betapa indahnya tuntunan Islam itu. Sayangnya, kita sering abai, bahkan merendahkan tetangga dengan alasan karena mereka tidak memenuhi kewajiban bertetangga. Tanpa harus menuntut tetangga melakukan kewajibannya, ada baiknya kita penuhi saja dulu kewajiban kita dalam bertetangga. Insyaallah kita akan mendapatkan balasan kebaikan.

Wallahu'alam.