Wednesday, July 24, 2019

Khutbah Idul Adha : Hikmah Idul Adha dan Keteladanan Ibrahim

IDUL ADHA DAN KETELADANAN IBRAHIM
Oleh : H.R. Agung Nugraha, S.Ag., M.A.


اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ قَال اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ  اَمَّا بَعْدُ  فَيَاعِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Allahu Akbar 2x, …. wa lillahi al-hamd
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Hari ini, seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia merayakan hari raya idul adha, mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil diikuti kegiatan penyembelihan hewan kurban. Sementara para jamaah haji melaksanakan rangkain wajib haji, yaitu melontar Jumroh Aqobah.

Allahu Akbar 2x, …. wa lillahi al-hamd
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Dalam Surat At-Taubah (9): 36, dijelaskan bahwa diantara 12 bulan perhitungan tahun hijriyah, ada empat bulan hurum (mulia), yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Pada bulan Dzulhijjah, ada beberapa ibadah utama, yaitu rangkaian ibadah haji, memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil, pelaksanaan puasa ‘Arofah, Sholad Idul Adha, dan penyembelihan qurban. Satu dengan  lainnya saling terkait. Meski demikian tidak berarti saling menegasikan. Artinya, jamaah haji (bahkan) tidak melaksanakan puasa arofah dan sholat Id, orang yang tidak berkurban tetap sah  puasa ‘arofahnya, tidak sholat id bukan berarti kurbannya tidak diterima.
Rangkaian ibadah tersebut tentu mempunyai makna dan hakikat yang sepatutnya dijadikan rujukan dan pedoman bagi setiap umat Islam dalam menapaki kehidupan sehari-hari..

Hakikat Takbir, Tahmid dan Tahlil
Diantara ibadah yang dituntunkan adalah memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil sejak tanggal 9 sampai 13 Dzulhijjah.
Kalimat takbir, Allahu Akbar, yang dikumandangkan adalah pernyataan, ikrar dan pengakuan hamba bahwa Allah adalah dzat yang maha besar dan maha kuasa. Ikrar ini juga mengandung pengakuan bahwa kekuasaan yang kita emban sesungguhnya adalah milik Allah. Allahlah pemilik kekuasaan sesunguhnya, Allah yang memberi jabatan dan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki, dan mencabut kekuasaan tersebut dari siapa saja yang dikehendaki. (Ali Imron : 26)
Setelah menetapkan tauhid kepada Allah, kalimat tahlil, la ilaha illa Allah, yang kita ucapkan adalah pernyataan bahwa tidak ada dzat yang berhak disembah dan diibadahi selain Allah. Hanya kepada Allah kita menyembah, berserah diri dan meminta pertolongan.
Adapun kalimat tahmid, wa lillaahi al-hamd, merupakan pernyataan tulus dari hati yang paling dalam bahwa semua nikmat yang telah kita terima, baik berupa harta, kesejahteraan dan kebahagian keluarga serta seluruh kenikmatan hidup ini semua berasal dari Allah. Oleh karenanya, kita kita senantiasa bersyukur seraya memuji Allah setiap pagi maupun petang (bukratan wa ashilan).
Takbir, tahlil dan tahmid yang kita kumandangkan tidak lain adalah ungkapan taqwa yang terhunjam dalam hati kita. Allah SWT berfirman : “Demikianlah, barangsiapa mengagungkan nama Allah, sesungguhnya itu adalah ekspresi dari ketaqwaan hati”. (QS Al Hajj (22): 32).

Meneladani Keluarga dan Kepemimpinan Ibrahim
Nabi Ibrahim merupakan bapak seluruh nabi dan pemimpin bagi seluruh manusia. Pada diri dan keluarganya, terdapat pelajaran berharga yang sepatutnya menjadi perhatian kita.
Allah berfirman :“ Dan Ingatlah, ketika Ibrahim diuji tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Allah berfirman : Sesungguhnya aku menjadikan engka sebagai pemimpin bagi seluruh manusia. Dia berkata : dan (juga) dari anak cucuku?”, Allah berfirman : (benar, tetapi) janjiku tidak berlaku bagi orang-orang zalim’ (Al Baqarah (2) : 124). 
Apabila kita menyimak sejarah nabi Ibrahim, akan kita dapati pelajaran berharga yang dapat kita petik, serta beberapa hikmah yang dapat kita ambil dan dapat kita jadikan sebagai panduan kita menjalani kehidupan, baik dalam perspektif pribadi, keluarga maupun dalam aspek kepemimpinan.
Diantara pelajaran dan hikmah tersebut  antara lain :
1. Tauhid yang kokoh. 
Dalam surat al An’am (6) : 74-77 tergambar bahwa perjuangan  mencari kebenaran sudah dimulai sejak ibrahim muda. Ia hidup dari lingkungan yang tidak bertauhid. Ayah Ibrahim, Azar merupakan pembuat patung sekaligus penyembah berhala. Akal dan naluri ibrahim menolak, kemudian bimbang, hingga akhirnya  meyakini bahwa  aktifitas menyembah berhala merupakan tindakan yang tidak benar. Dan keyakinan bahwa menyembah berhala adalah kesesatan ia sampaikan kepada ayahnya, Azar.
Pencarian tuhan terus berjalan, hingga ketika ibrahim menemukan bintang dianggap sebagai tuhan, bintang berganti bulan, bulan berganti matahari. Semuanya datang dan pergi dan tidak mampu meyakinkan Ibrahim hingga akhirnya ‘putus asa”, lalu akhirnya berdoa : Sesungguhnya jika tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Akhirnya Ibrahim mendapatkan keimanan yang kokoh. . 
Begitulah gambaran proses pencarian tuhan hingga ibrahim mendapatkan keyakinan yang benar dan kokoh terhunjam dalam hatinya.
2. Sabar
Nabi Ibrahim adalah contoh pribadi yang sabar. Kesabaran Ibrahim mempertahankan aqidah mendapatkan berbagai penentangan. Tentangan tersebut terus berlanjut hingga menghadapi Raja Namrut yang membakar Ibrahim. Kesabaran Ibrahim dilandasi keimanan yang kuat dan kepasrahan total kepada Allah   menghadirkan pertolongan dari Allah. Api yang semestinya membakar Ibrahim menyelisihi hukum alam. Dengan kuasa Allah, api terasa dingin bagi Ibrahim, dan dia selamat dari keganasan siksa Namrut. (QS Al Anbiya (21) : 69).
3. Visioner dan tidak egois
Ketika Allah menyampakain akan menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin atas seluruh manusia, Nabi Ibrahim tidak egois. Beliau berfikir visioner. Ia meminta kepada Allah agar bukan hanya dirinya, namun keluarga dan umatnya juga menjadi pemimpin. Permohonan itu diijabah oleh Allah, sehingga nabi-nabi setelahnya adalah anak keturunan yang mempunyai silsilah sanad sampai kepada nabi Ibrahim. (Al Baqarah (2) : 124)
4. Demokratis
Nabi Ibrahim merupakan sosok ideal dan merupakan pemimpin yang demokratis. Mimpi berupa perintah menyembelih Ismail yang beberapa kali dialaminya mengokohkan keyakinannya bahwa hal itu adalah  perintah Allah. Keyakinan akan perintah Allah tidak “membutakan” dirinya dan tidak serta-merta menjadi otoriter. Ibrahim tidak tiba-tiba menyembelih anaknya, melainkan “mendiskusikan” mimpinya dan meminta pendapat Ismail. Ia mendengar pendapat. Dan karena Ismail adalah anak sholeh, maka jawaban Ismail semakin membenarkan dan menguatkan keyakikan ayahnya dan siap melaksanakan hingga akhirnya diganti dengan sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat (37) : 102)
5. Keluarga yang taat kepada Allah
Kisah terkait kokohnya keimanan keluarga Ibrahim sangat tergambar dari peristiwa kesediaan Islami ketika hendak disembelih berdasarkan mimpi (ru’yan shadiqan) sang ayah, Ibrahim. Dengan penuh keyakinan bahwa itu adalah perintah Allah, Ismail menyediakan diri (pasrah kepada Allah) sehingga berkata, “wahai ayahku, lakukan (perintah Allah tersebut), maka engkau akan mendapatiku termasuk golongan orang yang bersabar”. (As-Shaffat (37) : 102). Ketataan dan kepasrahan Ibrahim, Hajar dan Ismail ini merupakan gambaran keluarga ideal, dimana ayah, ibu dan anak semuanya adalah pribadi yang baik, bertakwa kepada Allah. Dalam keterangan lain, peristiwa godaan syetan terhadap Ibrahim, ibu Hajar dan Ismail tersebut diabadikan pada kegiatan lempar jumroh (ula, wustha dan ‘aqabah) dalam rangkain ibadah haji.
6. Syukur
Dalam surat Ibrahim (14): 7, Allah berfirman “Dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingari (nikmat-Ku), maka azab-KU sangat pedih’
Ayat ini menunjukkan juga bahwa kepasrahan dan rasa syukur akan berbuah manis. Totalitas kepasrahan Ibrahim dan Ismail berbuah ganti berupa seekor domba gemuk. Disembelih dan menjadi syariat kurban hingga saat ini. 

Demikian beberapa hikmah yang dapat kita petik dari perayaan idul adha dan keteladanan Ibrahim beserta keluarganya. Semoga kita mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita akhiri dengan berdoa, memohon kepada Allah semoga diberi kekuatan lahir batin mewujudkan keluarga sakinah dengan senantiasa meneladani keluaarga Nabi Ibrahim.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ  اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا   اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ   رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Monday, July 22, 2019

Istri belum mandi junub dari haid; bolehkan berhubungan
Ilustrasi wanita haid

Pertanyaan:
Bagaimana hukum melakukan hubungan intim, tetapi belum mandi junub setelah haidh ?

Jawaban:

Bismillah, Walhamdulillah Wassholatu wassalamu ‘ala Rasulillah,

Saudara-saudariku, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua,

Pada dasarnya, hubungan intim terlarang dilakukan saat seorang wanita masih dalam masa haidh, berdasarkan firman Allah ﷻ:

(ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن…)

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh, katakanlah “itu adalah sesuatu yang kotor”, karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci, apabila mereka telah suci, campurilah mereka…” (QS. Al-Baqarah: 222).

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

ونهي عن قربانهن بالجماع ما دام الحيض موجودا, ومفهومه حله إذا انقطع

“dan (Allah ﷻ) melarang untuk mendekati mereka (para istri) dengan melakukan jima’ (hubungan badan) selama haid masih ada, dan bisa dipahami bahwa: jika haid telah selesai maka kembali menjadi halal” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim: 1/439).

Setelah selesai masa haid dan berhenti darahnya, maka seorang wanita diwajibkan untuk melakukan mandi untuk menyucikan dirinya. Agar ia kembali bisa melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditinggalkan selama masa haidh, seperti sholat, puasa, dan melayani suaminya dengan berhubungan badan.

Maka mayoritas para ulama seperti Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I, Mazhab Hambali dan lainnya menjadikan mandi wajib setelah haid sebagai syarat dibolehkannya melakukan hubungan intim, sebagaimana Ibnu Qudamah rahimahullahmengatakan:

أن وطع الحائض قبل الغسل حرام, وإن انقطع دمها في قول أكثر أهل العلم

“Bahwa sesungguhnya berhubungan intim dengan wanita yang sedang haid sebelum melakukan mandi wajib hukumnya haram, walaupun darah haid nya telah berhenti, sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ahli ilmu” (Al-Mughni: 1/384).

Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:

لا يجوز وطء الحائض والنفساء حتى يغتسلا, فإن عدمت الماء أو خافت الضرر باستعمالها الماء لمرض أو برد شديد تتيمم, وتوطأ بعد ذلك, بقوله تعالى: (ولا تقربوهن حتى يطهرن) أي ينقطع الدم, (فإذا تطهرن): اي اغتسلن بالماء.

“Tidak boleh behubungan intim dengan wanita haid dan nifas sampai melakukan mandi wajid, apabila air tidak ada atau wanita tersebut ditakutkan terjadinya bahaya jika menggunakan air karena sakit atau dingin yang sangat maka hendaklah ia ber-tayammum, dan dibolehkan melakukan hubungan intim setelah itu, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci” yaitu: berhentinya darah haid, “Maka apabila mereka telah suci” yaitu: mereka telah melakukan mandi wajib”. (Majmuatul Fatawa: 11/359).

Ketika menafsirkan firman Allah:

(فإذا تطهرن فأتوهن)

“Apabila mereka telah bersuci maka campurilah mereka.”

Para Ulama Tafsir dari kalangan sahabat seprti Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma mengatakan:

إذا اغتسلن…. فشرط لأباحة الوطء شرطين: انقطاع الدم والاغتسال, فلا يباح إلا بهما

“(Yaitu) apabila mereka telah melakukan mandi wajib”, Maka beliau (Ibnu Abbas) mensyaratkan bolehnya melakukan hubungan intim dengan 2 syarat; 1. Berhentinya darah haid, 2. Mandi wajib, maka tidak dibolehkan melakukan hubungan intim keculi jika dua syarat tersebut sudah terpenuhi”. (Al-Mughni: 2/384).

Namun Mazhab Hanafi dalam hal ini menyatakan pendapat yang berbeda:

“قالو: يحل للرجل أن يأتي امرأته حتى انقطع دم الحيض والنفاس لأكثر مدة الحيض وهي عشرة أيام كاملة, ولأكثر مدة النفاس, وهي أربعون يوما, وإن لم تغتسل.

“Mereka berkata: Dibolehkan bagi laki-laki mendatangi istrinya jika telah berhenti darah haid dan nifas yaitu setelah berlalunya batasan waktu terlama haid 10 hari, dan waktu terlama untuk nifas 40 hari, walaupun belum melakukan mandi wajib” (Al-Fiqhu ‘alal Mazahibil ‘Arba’ah: 73).

Hanya saja, mayoritas para ulama menyatakan bahwa pendapat mazhab Hanafi di sini sangat lemah, dan yang rajihnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa mandi wajib merupakan syarat bolehnya mencampuri istri setelah berhenti darah haidnya, sehingga jika sepasang suami dan istri melakukan hubungan badan sebelum syarat ini terpenuhi maka hukumnya haram.

Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom (Alumni Lipia, Fakultas Syariah)

Monday, July 15, 2019

Agung Nugraha : Gerakan Meluruskan Arah Kiblat

Dari Abu Hurairah, Bahwa Nabi Bersabda : " Apabila kamu hendak mendirikan sholat, maka sempurnakan wudhu, kemudian menghadap kiblat dan bertakbirlah...”( HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan perhitungan astonomis (falaq) tanggal 27 dan 28 Mei  pada jam 16.18 WIB, atau tanggal 15 dan 16 Juli pukul 16.26 mataharai tepat berada di atas kota Makkah (Ka’bah).  Keadaan itu dalam ilmu falaq disebut istiwa’ a’dhom (istiwa’ utama) yang kemudian kondisi tersebut dapat digunakan untuk meluruskan arah qiblat dengan menggunakan bayangan matahari. Kegiatan meluruskan arah qiblat dengan menggunakan bayangan matahari tersebut dinamakan rusydul  qiblat.

Istiwa’ adalah peristiwa dimana posisi matahari tepat berada diatas kepala kita (tengah hari). Dalam kaitan dengan ibadah sholat, istiwa adalah peristiwa dimana matahari berada diatas tempat  sholat kemudian menjadi pedoman masuknya waktu sholat dzuhur yaitu sesaat  setelah matahari tergelincir. (zawal asy’syamsi), 

Bagi umat Islam, peristiwa istiwa’ a’dham ini menjadi penting karena keberadaan ka’bah didalam Masjidil Haram merupakan arah yang harus dituju oleh setiap orang yang akan melaksanakan shalat , dan keberadaan matahari diatas Ka’bah (kota Makkah) menjadi petunjuk yang sangat mudah dan akurat meluruskan arah qiblat kita.

Meski demikian, kegiatan meluruskan arah qiblat, dengan menggunakan bayangan matahari memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya : 1) kita harus mengetahui saat yang tepat keberadaan matahari diatas Ka’bah, 2) tempat yang akan diluruskan arah kiblatnya harus terbuka sehingga memungkinkan sinar matahari dapat menimbulkan bayangan, 3) pada jam tersebut keadaan harus terang, karena kalau mendung tidak akan mendapatkan bayangan benda, 4) benda/tongkat yang digunakan harus llurus dan dipasang dengan pada posisi tegak lurus diukur dengan menggunakan bandul, dan 5) jam yang digunakan harus dikalibrasi (dicocokkan) dengan waktu GMT.
Pentingnya kegiatan  rusydul qiblat (meluruskan arah qiblat) ini tidak terlepas dari pembahasan yang didasarkan dalil syar’i. Oleh karena itu berikut beberapa hal yang perlu kita pahami.

Dalil Arah Kiblat
Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, nabi bersabda : “.....apabila kami (akan) mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah kiblat dan bertakbirlah...”.

Berdasarkan hadits ini, maka seluruh ulama bersepakat bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Namun demikian, ada dua pendapat besar  tentang apa dan dimana kiblat itu. 
Pendapat pertama (diantaranya kaum malikiyah dan Hanafiyah) menyatakan bahwa yang dimaksud Kiblat ialah Masjidil Haram. Hal ini didasarkan pada Firman Allah Qs. Al Baqorah (2)  150 :
“... Dan dimanapun kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram...”.
Pendapat kedua (kaum syafi’iyah dan Hanabilah) menyatakan bahwa yang dimaksud kiblat adalah Ka’bah. Hal ini didasarkan pada hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas : 
“....Ketika Nabi saw masuk ke dalam Baitullah (ka’bah), beliau berdo’a di setiap sudutnya dan tidak salat sehingga Beliau keluar dari Baitullah, setelah keluar Beliau salat dua raka’at dengan menghadap (di hadapan) Ka’bah, dan (Nabi saw) bersabda: ini adalah Kiblat : 


Pengertian Kiblat
Kiblat ialah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah berada.
Ka’bah adalah bangunan berbentuk Kotak yang terletak di tengah-tengah Masjidil Haram kota Makkah, Saudi. Bangunan ini disebut juga sebagai Baitullah, dan merupakan pusat ibadah Umat Islam seluruh dunia.
Dari pengertian ini, maka perbedaan tentang yang dimaksud kiblat adalah Masjidil Haram atau Ka’bah dapat dipertemukan.

Hukum (terkait)  Arah Kiblat
Berangkat dari pembahasan tentang kiblat dan arah kiblat tersebut, terdapat juga beberapa kajian yang terkait, yang oleh ulama fiqh dibedakan menjadi beberapa hukum, yaitu :
1. Wajib: diantara kegiatan yang diwajibkan menghadap kiblat ialah ketika shalat, baik fardhu ataupun shalat sunat, ketika melakukan tawaf di Baitullah, serta ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan muka menghadap kiblat.
2. Sunnah: seperti ketika  membaca Al-Quran, berdoa, berzikir,  tidur  (bahu kanan dibawah) dan lain-lain  kegiatan yang pernah dicontohkan oleh nabi.
3. Haram; yaitu ketika buang air besar atau kecil ditanah lapang/tempat terbuka tanpa ada dinding penghalang (sutrah).
4. Makruh: Makruh membelakangi kiblat dalam beberapa kegiatan seperti buang air besar atau kecil meski terhalang dinding, tidur dengan mengarahkan kaki ke kiblat, dan hal lain.


Qiblat Yakin, dhan dan Ijtihad
Imam Syafi’i membagi lagi bahasan tentang kiblat menjadi tiga macam, yaitu 1) Kiblat yakin, yaitu ketika kita secara nyata dengan mata kita dapat melihat Ka’bah, hal ini terjadi ketika kita berada didalam masjidil Haram; 2) kiblat Dhan, yaitu ketika   kita berada diluar masjidil haram, tidak dapat melihat Ka’bah tetapi dapat menyaksikan langsung Masjidl Haram,  dan 3) kiblat ijtihad, ketika kita tidak dapat melihat Ka’bah dan Masjidil Haram, seperti kita di Indonesia. Oleh karena itu kemudian kitaberusaha (berijtihad)  mengarahkan shalat kita kearah Ka’bah (masjidl haram).

Meluruskan Arah Kiblat
Meski ulama bersepakat bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat, namun sebagian ulama berpendapat bahwa ketidak tepatan atas arah kiblat, khususnya yang tidak mampu melihat secara langsung Ka’bah, tidak serta-merta menggugurkan keabsahan sholat. 
Namun demikian, tentu ketentuan menghadap kiblat sebagai syarat sahnya sholat menuntut kita untuk secara terus menerus berusaha mengarahkan sholat kita lebih tepat atau setidaknya mendekati arah yang tepat. 
Hal ini penting, terlebih ketika jarak antara tempat sholat kita (indonesia) dengan Ka’bah (Makkah) sekirar 8.361 Km. Maka karena jarak yang cukup jauh tersebut, pergeseran satu derajat akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan arah shalat kita. 

Dengan demikian, kita perlu menyikapi hal tersebut dengan positif, bahwa kita tidak perlu resah dan mencari kesalahan siapa yang membangun masjid kita, bagaimana mengukurnya dst, melainkan bagaimana upaya kita agar kedepan sholat kita lebih sempurna. 

Oleh sebab itu gerakan meluruskan arah kiblat perlu kita lakukan tanpa harus membongkar masjid kita namun cukup dengan membenarkan shoff masjid  kita. Dengan pendekatan persuasif dan penjelasan yang baik, insya’allah kegiatan tersebut dapat diterima oleh sekua masyarakat dan tokoh agama. Ceritera bahwa KH. Ahmad Dahlan diusir dari kampung Kauman ketika merubah shoff musholla di Kauman cukuplah menjadi tonggak betapa menyempurnakan ibadah itu penting dan terus menerus perlu kita lakukan.

Wednesday, July 10, 2019

Agung Nugraha : Aktif menggapai kebaikan dengan memahami agama


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Barangsiapa yang di kehendaki Allah kebaikan padanya, niscaya Dia memahamkannya dalam agama."  

HR. Tirmidzi: 2.569@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Setiap orang ingin selalu mendapatkan kebaikan. Dan kebaikan yang sebenarnya adalah ketika kita melandasi kehidupan dengan pemahaman agama. Karena dengan pemahaman agama yang benar, kebaikan yang kita dapatkan adalh kebaikan yang sebenarnya. bukan kebaikan semu.

Meski menggunakan kata "dikehendaki", bukan berarti kita pasif menunggu diberikan oleh Allah, melainkan kita mesti pro aktif mendapatkan kebaikan tersebut. Karena ikhtiar kita yang maksimal akan dicatat juga sebagai kebaikan disisi Allah.

Sunday, July 7, 2019

Agung Nugraha : Doa doa yang mustajab


حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ السَّهْمِيُّ عَنْ هِشَامٍ الدَّسْتُوَائِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bakr As Sahmi dari Hisyam Ad Dastuwa`i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Ja'far dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga macam do`a yang akan di kabulkan dan tidak ada keraguan pada ketiganya, yaitu; do'a orang yang di dzalimi, do'anya orang musafir dan do'a orang tua kepada anaknya."

HR. Ibnu Majah : 3.852@enaiklopedi hadis

Ibrah :
Pada dasarnya setiap kita bisa berdoa. Dan janji Allah, bila kita berdoa, akan dikalbulkan sebagaimana firman-Nya _'ud'uuniy astajib lakum_. Terkabulnya doa bisa dalam waktu segera, perlu waktu antara bahkan ada juga yang ditunda hingga hari akhir.

Dizhalimi merupakan salah satu sebab mustajabnya doa, karenanya kita dianjurkan tidak berlaku dhalim. Demikian juga dengan musafir. Perjalanan dalam rangka  ketaatan kepada Allah adalah perjalanan mulia. Ia dapat digolongkan sebagai jihad fii Sabilillah. Musafir doanya termasuk yang mustajab.

Anak Sholeh adalah investasi yang sangat besar bagi pasangan suami istri. Bahkan doa anak Sholeh kepada orang tuanya akan terus menjadi kebaikan meski orang tuanya sudah meninggal dunia.  Apabila manusia mati, trputuslah semua amalnya kecuali tiga; Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa dari anak Sholeh yang ditinggalkan.

Saturday, July 6, 2019

Agung Nugraha : Kebaikan sebelum Islam dihargai


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ عَتَاقَةٍ وَصِلَةِ رَحِمٍ فَهَلْ فِيهَا مِنْ أَجْرٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Hisyam telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhriy dari 'Urwah dari Hakim bin Hiram radliallahu 'anhu berkata; Aku berkata,:
Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu, saat masih di zaman Jahiliyah aku sering ber'ibadah mendekatkan diri dengan cara bershadaqah, membebaskan budak dan juga menyambung silaturrahim, apakah dari itu semuanya aku akan mendapatkan pahala?". Maka Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Kamu akan menerima dari kebaikan yang dahulu kamu lakukan". 

HR. Bukhari: 1.346@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Perbuatan yang dilakukan oleh orang sebelum masuk Islam sering dianggap tidak berguna. Hadis ini menjelaskan bahwa kebaikan-kebaikan sebelum Islam tetap mendapatkan balasan kebaikan. 

Adapun perbuatan jelek dan kekufuran akan dihapus dan menjadi bersih/suci ketika seorang mnon muslim menjadi muslim.

Thursday, July 4, 2019

Program Qurban di lereng Merapi
Dalam rangka pendampingan dan pembinaan jamaah, Yayasan Darul Muttaiqien Medari siap menerima hewan Qurban dan akan disalurkan ke beberapa wilayah di lereng gunung Merapi. Lokasi penyaluran antara lain di dusun Turgo/Tritis dan Ngepring Purwobinangum Pakem.
Bagi kaum muslimin yang berkenan bergabung dapat transfer atau langsung berupa hewan kurban.
Ikuti, Program Madrasah Tahfidz Darul Muttaqien
Yayasan Darul Muttaqien Medari bersama masjid Latifah Al Jabbar Pugeran Depok Sleman dan Masjid Al Wakaf Sengkan Condongcatur Depok menyelenggarakan program Madrasah Tahfidz. 

Kegiatan dilaksanakan setiap hari setelah sholat Maghrib hingga Isya. Bagi yang berminat silahkan mendaftar.  Tidak dipungut biaya, alias GRATIIIS

Syarat utama tekun dan memiliki komitmen kuat untuk mengikuti program dengan penuh kesungguhan.