Thursday, February 18, 2021

Hukum menikah dengan orang yang tidak sekufu' (sederajat)

 

Tanya :

Bagaimana hukum seorang wanita terhotmat menikah dengan orang biasa? Katakanlah putri kyai menikah dengan orang biasa? Atau seorang syarifah (keturunan Rasulullah) menikah bukan dengan habib?

 Jawab:

Nikah adalah perbuatan mulia dan dianjurkan oleh agama. Menikah dapat menjadikan seseorang iffah dan menjaga pandangannya.

 Terkait dengan anjuran nikah ini, Allah SWT berfirman dalam Surat An Nur (24) : 32 :

 وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

 Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…”

 Dari Anas bin Malik RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

 إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.

 Artinya : “Jika seorang hamba menikah, maka ia telah (berusaha) menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) separuh yang tersisa.” (HR. Baihaqi)

 Rasulullah SAW juga bersabda:

 مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ: مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا بَيْـنَ رِجْلَيْهِ.

 Artinya : “Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya).” (HR. Tirmidzi)

 Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Umamah RA bersabda :

 تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.

 Artinya : “Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.” (HR. Baihaqi)

Memang ada konsep kafaah (sekufu) dalam kajian fiqh munakahat. konsep ini muncul dalam rangka menjaga keharmonisan diantara pasangan tersebut. Untuk mengantisipasi konflik yang bisa terjadi karena satus sosial, pendidikan, latar belakang keluarga, dan lainnya. Namun hal itu tidak merupakan keharusan. Selagi masing-masing mau mendengar pasangannya, bersedia bermusyawarah dan menghargai satu sama lain,maka tidak mengapa. 

Yang paling penting antara calon suami dan calon istri sama sama Islam. Nikah boleh dengan siapa saja, tidak membedakan derajat dan kedudukan atau strata social, yang penting dia muslim atau muslimah. Karena dalam Islam tidak mengenal kasta. Semua manusia sesungguhnya dalam Islam sama di sisi Allah. Yang membedakan antara mereka adalah ketakwaan. hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Hujurot ayat 13:

 إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

 Dengan demikian, bila anda telah siap menikah, dan calon anda seiman dan seaqidah, maka segeralah  menikah. Semoga Allah memberikan barokah kepada anda.  

wallahu a’lam.


Sunday, February 7, 2021

Ust. Agung Nugraha : Wakaf dan Perkembangannya

 

Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo mencanangkan kembali Gerakan Wakaf Uang yang sebelumnya pernah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Banyka komentar miring terkait hal tersebut. Hal itu diantaranya terjadi karena tingkat kepercayaan kepada pemerintah yang kurang. Kemudian "didukung" ketidakpahaman masyarakat terkait bagaimana sebenarnya konsep dan pengelolaan wakaf uang tersebut. 

Wakaf uang tidak dikelola oleh pemerintah, melainkan oleh Nadzir yang ditunjuk dan dipercaya oleh kaum muslimin sebagai wakif (pihak yang mewakafkan uang). Demikian juga dengan peruntukannya, wakif dapat memilih mauquf alaihi yang akan menerima manfaat dari wakaf uang tersebut.
Pada link berikut, Pilih Program wakaf uang bapak/ibu/saudara dapat mengamanatkan wakaf kedalam program-program yang ditawarkan oleh berbagai lembaga yang ada di indonesia.   

Untuk konsultasi seputar wakaf dapat menghubungi kami di 085743984745 (Agung Nugraha). 

Thursday, February 4, 2021

Bagaimana menyikapi orang yang menggunjing kita?

 


Tanya:

Bagaimana cara menyikapi orang yang di depan baik di belakang ngomongin kita?

 Jawab:

Menyikapi orang yang bermanis muka di depan kita, dan menggunjing di belakang kita, kita semestinya tetap mengedepankan sikap baik sangka atau husnuzhan. 

Hal ini sebagaimana firman Allah berikut ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

 Artinya : “Wahai orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)

Kita harus terus berbuatlah baik kepada siapapun, kepada orang yang menyukai kita atau orang yang tidak suka dengan kita. Bahwa dia berbicara apa di belakang, itu menjadi urusan dia dengan Allah. Kita tidak boleh menghukumi seseorang dengan sesuatu yang kita sendiri secara pasti tidak mengetahui.

Wallahu a’lam bishawab