Tanya :
Bagaimana hukum
seorang wanita terhotmat menikah dengan orang biasa? Katakanlah putri kyai menikah
dengan orang biasa? Atau seorang syarifah (keturunan Rasulullah) menikah bukan
dengan habib?
Jawab:
Nikah adalah
perbuatan mulia dan dianjurkan oleh agama. Menikah dapat menjadikan seseorang
iffah dan menjaga pandangannya.
Terkait dengan anjuran
nikah ini, Allah SWT berfirman dalam Surat An Nur (24) : 32 :
وَأَنْكِحُوا
الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ
يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Artinya : “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu
dengan karunia-Nya…”
Dari Anas bin
Malik RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا
تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ
فِيْمَـا بَقِيَ.
Artinya : “Jika
seorang hamba menikah, maka ia telah (berusaha) menyempurnakan separuh
agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk (menyempurnakan)
separuh yang tersisa.” (HR. Baihaqi)
Rasulullah SAW
juga bersabda:
مَنْ
وَقَاهُ اللهُ شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ: مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا
بَيْـنَ رِجْلَيْهِ.
Artinya : “Barangsiapa
yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga:
Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada
di antara kedua kakinya (kemaluannya).” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Umamah RA bersabda :
تَزَوَّجُوْا
فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا
كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.
Artinya : “Menikahlah,
karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat
lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.” (HR.
Baihaqi)
Memang ada
konsep kafaah (sekufu) dalam kajian fiqh munakahat. konsep ini muncul dalam rangka menjaga keharmonisan diantara pasangan tersebut. Untuk mengantisipasi konflik yang bisa terjadi karena satus sosial, pendidikan, latar belakang keluarga, dan lainnya. Namun hal itu tidak merupakan keharusan. Selagi masing-masing mau mendengar pasangannya, bersedia bermusyawarah dan menghargai satu sama lain,maka tidak mengapa.
Yang paling penting antara calon suami dan calon istri
sama sama Islam. Nikah boleh dengan siapa saja, tidak membedakan derajat dan
kedudukan atau strata social, yang penting dia muslim atau muslimah. Karena
dalam Islam tidak mengenal kasta. Semua manusia sesungguhnya dalam Islam sama
di sisi Allah. Yang membedakan antara mereka adalah ketakwaan. hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al Hujurot ayat 13:
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dengan
demikian, bila anda telah siap menikah, dan calon anda seiman dan seaqidah,
maka segeralah menikah. Semoga Allah
memberikan barokah kepada anda.
wallahu a’lam.