Thursday, October 31, 2019

Wednesday, October 30, 2019

Konsumsi dan harta halal; syarat terkabulnya doa
Ilustrasi : Jangan asal terima uang, pastikan sumbernya halal


و حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِن الله طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ
{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }
وَقَالَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Dan telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib Muhammad bin Al Ala` Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin Marzuq telah menceritakan kepadaku Adi bin Tsabit dari Abu Hazim dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." (HR. Muslim: 1686)

Ibrah :
Suami diberikan kedudukan pemimpin diantaranya karena punya tanggungjawab menafkahi keluarga (istri dan anak). Meski demikian, nafkah yang diberikan haruslah sesuatu yang halal, dan atau dari sumber yang halal.

Hadis ini juga menjelaskan betapa asupan makanan sangat menentukan terkabulnya doa. Dengan demikian, apabila diantara doa-doa kita belum diijabah oleh Allah, sepatutnya kita melakukan muhasabah adakah diantara yang kita konsumsi atau yang kita kenakan merupakan sesuatu yang haram, atau dari sumber yang haram.

Semoga Allah karuniakan kepada kita Rizki yang halal dan baik. Yang membawa berkah, menentramkan jiwa dan menjadi sebab terkabulnya doa. Aamiin...

Diantara cara mensucikan harta dan mendapatkan berkah ialah menyisihkan sebagiannya untuk kepentingan agama melalui zakat, infaq/shadaqah.

_Allahu a'lam_

Monday, October 28, 2019

Dahulukan makan daripada shalat


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ وَمُسَدَّدٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى الْمَعْنَى قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي حَزْرَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ ابْنُ عِيسَى فِي حَدِيثِهِ ابْنُ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ اتَّفَقُوا أَخُو الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ
كُنَّا عِنْدَ عَائِشَةَ فَجِيءَ بِطَعَامِهَا فَقَامَ الْقَاسِمُ يُصَل فَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يُصَلَّى بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dan Musaddad dan Muhammad bin Isa dengan makna yang sama, mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Abu Hajrah, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, Ibnu Isa berkata; Di dalam haditsnya terdapat Ibnu Abi Bakr, mereka (ketiganya) bersepakat seraya mengatakan bahwa dia (Abdullah bin Muhammad) adalah saudara Al Qasim bin Muhammad. Dia berkata; Kami pernah bersama Aisyah, lalu didatangkanlah makanannya, kemudian Al Qasim bangkit untuk shalat, maka Aisyah berkata; Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah seseorang shalat ketika makanan telah dihidangkan dan jangan pula ketika menahan buang air besar dan kencing."

HR. Abu Daud: 82 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Diantara yang dituntut didalam shalat ialah khusu'. Untuk bisa khusu' diperlukan suasana yang mendukung.

Makanan yang sudah siap disantap, apalagi dalam keadaan lapar tentu sangat mengganggu konsentrasi. Karenanya diutamakan untuk makan terlebih dahulu dan "dilarang" sholat.

Demikian juga dengan larangan menahan buang air besar dan atau kencing. Kondisi menahan tersebut tentu tidak mendukung seseorang untuk dapat khusu' dalam shalatnya.


Larangan ini bukanlah bersifat mutlak (bukan larangan tanzih) tetapi lebih kepada keutamaan. Ketika makan sudah didahulukan dan atau tidak dalam keadaan menahan BAB/kencing, semestinya tidak ada lagi pikiran yang mengganggu ketika sholat.

_Allahu a'lam_
Mukmin yang bijak
 Berrdoa; mengingat mati

حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ بَكَّارٍ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ فَرْوَةَ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا قَالَ فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ

Telah mengabarkan kepada kami Az Zubair bin Bakkar telah mengabarkan kepada kami Anas bin 'Iyadl telah mengabarkan kepada kami Nafi' bin Abdullah dari Farwah bin Qais dari 'Atha` bin Abu Rabah dari Ibnu Umar bahwa dia berkata; Saya bersama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki Anshar kepada beliau, lalu dia mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya; "Ya Rasulullah, bagaimanakah orang mukmin yang utama?" beliau menjawab: "Orang yang paling baik akhlaknya." Dia bertanya lagi; "Orang mukmin yang bagaimanakah yang paling bijak?" beliau menjawab: "Orang yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah orang-orang yang bijak."

HR. Ibnu Majah: 4.249 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Mukmin artinya orang yang beriman. Yaitu beriman kepada Allah dan Rasulullah beserta rukun Islam lainnya.

Orang mukmin semestinya baik akhlaq/Budi pekertinya. Disamping itu, ia juga perlu selalu mengingat mati. orang yang selalu mengingat mati akan bersikap bijak, tidak mudah menyalahkan maupun menghakimi orang yang tidak sepandangan dengan dirinya.

_Allahu a'lam_

Sunday, October 27, 2019

Doa Peringatan sumpah Pemuda ke 91 Tahun 2019

YA Allah,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat-MU,  yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami semua. Sehingga kami dapat melaksanakan upacara memperingati  Hari Sumpah Pemuda ke-91 tahun 2019 dengan hikmat dan lancar.
Ya Allah, Kami sampaikan penghargaan setinggi tingginya kepada tokoh pemuda Tahun 1928 yang telah mendeklarasikan Sumpah Pemuda, yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia. berikanlah kepada mereka balasan tempat yang mulia disisi-Mu.
Ya Allah, dengan tema “Bersatu Kita Maju berilah kekuatan kepada para pemimpin kami untuk bersatu, meninggalkan ego pribadi untuk membawa Indonesia Maju  mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat adil dan makmur dibawah naungan rahmat dan ridha-Mu.
Ya Allah, dengan persatuan dan kesatuan kami, tingkatkanlah  kapasitas pengetahuan kami, jadikanlah kami pribadi yang memiliki karakter moral dan karakter kinerja, yang beriman dan bertaqwa, berintegritas tinggi, jujur, santun, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan tuntas. 
Ya Allah, jadikan generasi muda bangsa kami memiliki  kapasitas, kemampuan inovasi, kreativitas yang tinggi, mandiri, inspiratif serta mampu bertahan dan unggul dalam menghadapi persaingan dunia.
Ya Allah, hindarkan generasi muda kami dari pengaruh buruk kemajuan dunia, hindarkan mereka dari sikap individualisitik  dan primordial, jauhkan mereka dari ancaman narkotika dan pergaulan bebas.

Ya Allah, ampunilah dosa dan kesalahan kami, dosa  dan kesalahan orang tua kami, dosa dan kesalahan pendahulu kami. Berikanlah mereka tempat terpuji disisi-Mu.

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami memohon, dan kepada-Mu kami berserah diri. Kabulkanlah doa dan permohonan kami.

Thursday, October 24, 2019

Istinsyar saat bangun tidur


حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ الْحَكَمِ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيَاشِيمِهِ
Telah menceritakan kepadaku Bisyr bin al-Hakam al-Abdi telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz -yakni ad-Darawardi- dari Ibnu al-Had dari Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendaklah dia beristintsar (mengeluarkan air dari hidung) tiga kali, karena setan bermalam di batang hidungnya."

HR. Muslim: 351@ensiklopedi hadis
Wakaf Muhammadiyah
M. Afnan Hadikusumo


Hari-hari ini sangat menarik ketika mengikuti narasi-narasi yang dituliskan di media social baik FB, Instagram ataupun grup WA terkait dengan pengisian jabatan di kabinet presiden Jokowi periode 2019 – 2024. Ada yang menggerutu atau bahkan memaki-maki karena kadernya tidak masuk dalam daftar pembantu Presiden sekarang ini. Bahkan lebih konyol lagi ada yang mengolok-olok Muhammadiyah dengan kata-kata tidak bisa “ndalil” dan tidak bisa membaca “Kitab Kuning”. Padahal Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan penyusunan personal dalam kabinet, karena penyusunan itu murni hak prerogatif presiden terpilih. Muhammadiyah tidak pernah meminta jabatan, ataupun posisi di pemerintahan walaupun jika ditillik secara historis jasa Muhammadiyah bagi bangsa ini sangatlah besar.

Muhammadiyah tidak pernah minta jatah Menteri Agama, walaupun keberadaan kementerian agama dulunya merupakan gagasan tokoh Muhammadiyah dari Jawa Tengah, KH Abu Dardiri bersama dengan tokoh Masyumi lainnya yakni K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945.

Muhammadiyah juga tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Dirjen Haji walaupun  pada tahun 1912 Muhammadiyah untuk pertamakalinya memiliki gagasan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak yang menjadi rintisan munculnya Direktorat Urusan Haji. Dimana pada tahun 1930, Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran sendiri bagi jemaah haji Indonesia. Kemudian pada tanggal 21 Januari 1950, Yayasan PHI terbentuk dengan susunan pengurusnya; sebagai Ketua KH. M. Sudjak, Wakil Ketua KH. Wahab Hasbullah, Penulis Muhammad Saubani, Bendahara Abd. Manaf dan pembantu Ki. Bagus Hadikusumo, R. Muljadi Djojomartono dan KH. M. Dachlan.

Muhamnmadiyah juga tidak ingin menguasai Badan Amil, Zakat, Infak, dan Shadaqah, walaupun cikal bakal pengelolaan zakat modern di Indonesia adalah Muhammadiyah. Ditandai dengan dibentuknya divisi sosial dan kesejahteraannya PKU (Penolong Kesejahteraan Umum) yang didirikan pada tahun 1920.

Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak walaupun tokoh-tokoh Aisyiyah yakni Hayyinah, dan Munjiyah menjadi pelopor pergerakan perempuan atas lahirnya Konges Perempuan Pertama pada 1928.

Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Panglima TNI walaupun dalam perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, kontribusi Muhammadiyah terbesar melalui Soedirman adalah perang gerilya yang kemudian melahirkan serta menjadi Bapak Tentara Nasional Indonesia.

Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan, walaupun peran tokoh Muhammadiyah Ir Djuanda juga sangat penting dalam menyatukan seluruh kepulauan Indonesia melalui Deklarasi Djuanda 1957, yang menjadi pangkal tolak perjuangan Indonesia di PBB untuk menyatukan lautan dan daratan dalam satu kepulauan Indonesia. Perjuangan tersebut berhasil tahun 1982 dengan diakuinya kesatuan laut dan daratan kepulauan Indonesia oleh PBB dalam hukum laut internasional.

Muhammadiyah tidak pernah minta agar kadernya duduk di pemerintahan walaupun Kiai Mas Mansur (Ketua PB Muhammadiyah) menjadi tokoh empat serangkai bersama Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Dalam kesempatan yang lain, tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, sebagai konstitusi dasar sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara.

Ini semua adalah wakaf Muhammadiyah baik dari segi pendanaan, gagasan maupun praktek amal yang semuanya dilakukan dengan ihlas, demi kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Drs. M. Afnan Hadikusumo
Ketum PP Tapak Suci
Anggota DPD RI

Tuesday, October 22, 2019

12 raka'at Shalat sunat rawatib


و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ عَنْ عَنْبَسَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَوْ إِلَّا بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
قَالَتْ أَمُّ حَبِيبَةَ فَمَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ و قَالَ عَمْرٌو مَا بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ و قَالَ النُّعْمَانُ مِثْلَ ذَلِكَ و حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ هَاشِمٍ الْعَبْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ النُّعْمَانُ بْنُ سَالِمٍ أَخْبَرَنِي قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ أَوْسٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَنْبَسَةَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ فَذَكَرَ بِمِثْلِهِ

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Nu'man bin Salim dari 'Amru bin Aus dari Anbasah bin Abu Sufyan dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, katanya;
"Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga." -Atau dengan redaksi lain- "Melainkan akan dibangunkan baginya rumah di surga." Ummu Habibah berkata; "Setelah itu, aku selalu melaksanakan kedua belas rakaat itu." 'Amru juga berkata; "Aku tidak pernah meninggalkannya setelah itu." Nu'man juga mengatakan seperti itu. Dan telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Bisyr dan Abdullah bin Hasyim Al 'Abdi keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Syu'bah. Nu'man bin Salim mengatakan; telah menceritakan kepadaku, katanya; Aku mendengar 'Amru bin Aus menceritakan dari Anbasah dari Ummu Habibah katanya; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang hamba muslim berwudhu` kemudian menyempurnakan wudhu'nya, lalu shalat karena Allah setiap harinya…" lalu dia menyebutkan hadits semisalnya. (HR. Muslim: 1199)

Ibrah :
Hadis ini menjelaskan tentang keutamaan melaksanakan sholat sunnat rawatib, yaitu sholat sunat yang mengiringi sholat wajib.

Jumlah raka'atnya 12, yaitu 2 raka'at sebelum subuh, 4 raka'at sebelum dhuhur, 4 raka'at setelah dhuhur, 2 raka'at setelah Maghrib, dan 2 raka'at setelah isya'.

Orang yang senantiasa menjalankan 12 shalat rawatib tersebut dengan ikhlas, akan dibangunkan rumah di surga.

_Allahu a'lam_

Thursday, October 17, 2019

Antara cinta dan benci
Cinta karena Allah

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أُرَاهُ رَفَعَهُ قَالَ أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Amru Al Kalbi dari Hammad bin Salamah dari Ayyub dari Muhammad bin Sirrin dari Abu Hurairah (aku menduga, bahwa dia memarfu'kannya) berkata: "Cintailah orang yang engkau cintai seperlunya, karena bisa saja suatu hari dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa jadi suatu hari kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai."


Berkata Abu Isa: Ini merupakan hadits gharib, yang tidak kami ketahui kecuali dengan sanad ini melalui jalur ini. Hadits ini juga telah diriwayatkan dari Ayyub dengan selain sanad ini yang diriwayatkan oleh Hasan bin Abi Ja'far dan dia merupakan hadits yang dha'if dengan sanad dari Ali dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun yang benar hadits ini mauquf kepada Ali.

HR. Tirmidzi: 1.920
Salurkan sebagian dana untuk menyelesaikan lantai 2 masjid Al wakaf


Ibrah :
Sebagian ulama hadis menjelaskan bahwa hadis ini tidak bersambung sampai nabi, namun mauquf pada Ali Ra.

Terlepas dari perbedaan tersebut, kita bisa bisa mengambil hikmah bahwa kita tidak boleh berlebihan (ghuluw) baik dalam mencintai ataupun membenci.

ini mencakup cinta kita pada seseorang, pangkat, kedudukan, anak, juga harta. Orang akan mati, pangkat dan kedudukan ada batas dan masanya, anak hanyalah titipan Allah.

Demikian juga dengan harta. Karenanya sisihkan sebagian harta dijalan Allah melalui zakat, infaq, shadaqah, hibah maupun wakaf.  Salurkan ibadah maliyah untuk pembangunan masjid/pesantren/sekolah, dan atau  menyantuni fakir miskin, juha melalui pola-pola pemberdayaan umat.

Tuesday, October 15, 2019

Verifikasi dan validasi rumah ibadat dan tempat ibadat
R. Agung Nugraha, salah satu peserta rakor

Bupati Sleman telah menerbitkan perbup nomor 12.2 tahun 2019 tentang Ijin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah dan Tempat ibadah. Hari ini, Rabu 16/10/19, dilakukan verifikasi terhadap rumah ibadah yang telah berdiri sebelum perbub untuk diberikan dispensasi.

Selengkapnya baca :
Peraturan Bupati Sleman No 12.2 Tahun 2019 tentang IMB Rumah Ibadat

Untuk para takmir masjid, persiapkan  dan lengkapi syaratnya, untuk memberikan kenyamanan jamaah masjid anda dalam beribadah.




Semoga bermanfaat

WC tempat setan

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ النَّضِرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الْخَلَاءَ فَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Telah menceritakan kepada kami Amru bin Marzuq telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari an Nadhr bin Anas dari Zaid bin Arqam dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya tempat buang hajat itu dihadiri oleh setan-setan, maka apabila salah seorang dari kalian mendatangi WC, hendaklah dia mengucapkan; 'Aku berlindung kepada Allah dari setan jantan dan setan betina'."

HR. Abu Daud: 5@ensiklopedi hadis

Mari bantu Pembangunan Madrasah Tahfidz
Ibrah :
Tuntunan doa masuk WC dan atau tempat-tempat kotor. Tempat tersebut merupakan tempat yang disukai setan atau berpotensi dihuni setan.

Hadis ini sejalan dengan hadis lain yang memberikan tuntunan agar kita selalu berdoa terhindar dari keburukan dari satu tempat. Misalnya _"Allahumma inni as'aluka khairaha, wa Khaira maa fiiha, Allahumma inni a'udzubika min syarriha wa syarri maa fiiha"_ (Ya Allah, aku bermohon kebaikan dari tempat -ini- dan apa yang ada didalamnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan tempat -ini- dan apa yang ada didalamnya).

_Allahu a'lam_

Friday, October 11, 2019

Munafiq; tantangan dakwah dari dalam
Ilustrasi :orang  munafiq (bermuka dua)

Kajian Surat An-Nisa' [4] : 71-73

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا خُذُوْا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوْا ثُبَاتٍ اَوِ انْفِرُوْا جَمِيْعًا

Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap siagalah kamu dan majulah (ke medan pertempuran) secara berkelompok atau majulah bersama-sama (serentak).

وَاِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَّيُبَطِّئَنَّۚ فَاِنْ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالَ قَدْ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيَّ اِذْ لَمْ اَكُنْ مَّعَهُمْ شَهِيْدًا

Dan sesungguhnya di antara kamu pasti ada orang yang sangat enggan (ke medan pertempuran). Lalu, jika kamu ditimpa musibah dia berkata, "Sungguh, Allah telah memberikan nikmat kepadaku karena aku tidak ikut berperang bersama mereka."

وَلَىِٕنْ اَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِّنَ اللّٰهِ لَيَقُوْلَنَّ كَاَنْ لَّمْ تَكُنْۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهٗ مَوَدَّةٌ يّٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ مَعَهُمْ فَاَفُوْزَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Dan sungguh, jika kamu mendapat karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seakan-akan belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia, "Wahai, sekiranya aku bersama mereka, tentu aku akan memperoleh kemenangan yang agung (pula)."

*Hikmah :*
Konteks turunnya ayat ini ialah bahwa di awal dakwah Islam, Rasulullah bersama sahabat harus pergi berperang/berjihad memerangi musuh-musuh Islam. Untuk itu perlu bekal maupun persiapan yang baik, tidak terkecuali persiapan mental untuk sungguh-sungguh berjuang dengan harta bahkan segenap jiwa raga.

Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan, diantara kaum muslimin  pasti ada orang yang enggan untuk berjihad, bisa jadi karena imannya belum kuat sehingga khawatir kehilangan harta dan jiwa.

Diantara ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini terkait dengan adanya orang-orang munafik dalam barisan umat Islam, yaitu Abdullah bin Ubay dan beberapa temannya.

Orang-orang ini enggan dan bermalas-malasan ketika diperintahkan untuk bersiap-siap. Akhirnya mereka tidak ikut jihad.

Kemudian, ketika teman-temannya yang berjihad mengalami musibah/kekalahan, ia bersyukur merasa diselamatkan oleh Allah dengan ketidakterlibatannya dalam perang. Sebaliknya, ketika teman-temannya memperoleh kemenangan dan membawa rampasan perang (ghanimah) ia merasa tidak dilibatkan.

Dari tiga ayat ini dapat kita petik hikmah, bahwa dalam setiap perjuangan dakwah, ada saja potensi orang-orang munafik yang merecoki aktifitas dakwah dari dalam. Bentuknya bisa bermacam-macam, bisa jadi minta selalu jadi ketua atau posisi sentral tertentu. Ketika tidak pada posisi tersebut lalu melemahkan program dakwah.

Bisa jadi tantangan dakwah itu muncul karena adanya orang-orang yang mencari muka dihadapan pimpinan. Tujuannya agar mendapatkan jabatan atau kedudukan tertentu atau dalam rangka memperoleh  finansial material.

Menghadapi hal demikian, sepatutnya kita tidak terpengaruh. Lebih penting lagi, jangan sampai kita termasuk orang yang merecoki dakwah.

Dimana pun posisi kita, perankanlah diri kita sebaik mungkin. Kiranya istilah _*ing ngarep sing tulodho, ing madyo Mangun Karso, tut Wuri Handayani.*_ tepat untuk kita terapkan dalam dakwah.

_Allahu a'lam_

Thursday, October 10, 2019

Niyahah dan amaliah seputar kematian
Keranda jenazah

Pengertian Niyahah
Kata اَلنِّيَاحَةُ dan اَلنَّوْحُ adalah isim mashdar dari fi’il نَاحَ - يَنُوْحُ - نَوْحًا.

نَاحَتِ اْلمَرْاَةُ عَلَی الْمَيِتِ : بَكَت الْمَرْاَةُ عَلَی الْمَيِّتِ بِصِيَاحٍ وَ عَوِيْلٍ وَ جَزَعٍ 

Maknanya : seorang wanita menangisi mayat dengan teriakan, ratapan dan keluh kesah.

Ahmad Warson Munawwir menerangkan bahwa kata اَلنِّيَاحَةُ  menurut bahasa adalah : perkabungan meratapi mayat.

As-Sayyid Sabiq menerangkan bahwa
اَلنِّيَاحَةُ مَاءْخُوْذَةٌ مِنَ النَّوْحِ وَهُوَ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالْبُكَاءِ

 اَلنِّيَاحَةُ diambil dari kata نَوْحُ yang berarti : mengeraskan suara tangis.

Larangan Niyahah
Niyahah adalah meratapi mayit, menangis dengan suara keras dan atau menampar pipi/menyakiti diri sendiri dalam rangka meratapi kepergian mayit atau meratap karena di antara kemewahan dunia yang ia miliki lenyap.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ada empat perkara jahiliyah yang masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya: Membanggakan  kedudukan, mencela nasab (garis keturunan), meminta hujan dengan bintang-bintang, dan niyahah (meratapi mayit)." Dan beliau bersabda: "Orang yang meratapi mayit, jika ia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai baju panjang yang berwarna hitam dan memakai tameng dari pedang yang sudah karatan." (HR. Muslim: 1550)

Berkaitan dengan hadis ini, an-Nawawi menjelaskan tentang hukum niyahah sebagai berikut :

قَوْلُهُ صَلَّی اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (اَلنَاءِحَةُ اِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْنِهَا ...) فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَی تَحْرِيْمِ النِّيَاحَةِ وَ هُوَ مَجْمُوعٌ عَلَيْهِ َ فِيْهِ صِحَّةُ التَّوْبَةِ مَا لَمْ يَمُتِ الْمُكَلَّفُ وَ لَمْ يَصِلْ اِلَی الْغَرْغَرَةِ

Dalam sabda nabi “wanita yang meratapi mayat apabila dia tidakbertaubat sebelum matinya…” terdapat dalil pengharaman niyahah, dan hal tersebut menjadi ijma’ (ulama), serta didalamnya terdapat petunjuk sahnya taubat (dari niyahah) selala orang yang dibebani hukum tersebut belum mati dan belum sakaratul maut.

Abu Malik al-Asy’ari berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda :

اَلنِّيَاحَةُ مِنْ اَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ وَ اَنَّ النَّاءِحَةَ اِذَا مَاتَتْ وَلَمْ تَتُبْ قَطَعَ اللُّٰهُ لَهَا ثِيَابًا مِنْ قَطِرَانٍ وَ دِرْعًا مِنْ لَهَبِ النَّارِ

Niyahah adalah termasul hal perbuatan) jahiliyah. Dan sesungguhnya wanita yang meratapi mayat, pabila ia mati dan belum bertaubat, Allah akan memakaikannya pakaian dari pelangkin (tir) dan jubah dan kobaran api.
Hariz, budak Mu’awiyah yang telah dimerdekakan berkata :

خَطَبَ مُعَاوِيَةُ بِحِمْصَ فَذَكَرَ فِيْ خُطْبَتِهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللًٰهِ صَلَّی اللٌٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَی عَنِ النَّوْحِ

Mu’awiyah telah berkhutbah di Himsh, dia menyebutkan bahwa Rasulullah melarang (orang) melakukan ratapan terhadap mayat.

Ummu ‘Athiyah berkata :

اَنَّ رَسُوْلَ اللًٰهِ صَلَّی اللٌٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَانَا عَنِ النِّيَاحَةِ

Sesungguhnya Rasulullah saw melarang kami melakukan niyahah.
Wujud perbuatan meratapi yang dilarang adalah menampar-nampar pipi sendiri, merobek-robek pakaian, dan berteriak-teriak cara jahiliyah. Diriwayatkan dari Abdullah ra. Bahwa nabi saw bersabda :

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَ شَقَّ الْجُيُوْبَ وَ دَعاَ بِدَعْوَی الْجَاهِلِيًَةِ

Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian, dan berteriak-teriak cara jahiliyah.

Dalam shahih al bukhari diketemukan syarah (penjelasan) bahwa yang dimaksud dengan ‘berteriak-teriak cara jahiliyah” adalah : dalam tangis dan rapatannya mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang jahiliyah seperti, “oh, sandaran dan penolong hidup kami/!”. dan ungkapan lain yang senada.
Abu Burdah bin Abu Musa menceritakan bahwa Abu Musa berkata :

اَنَا بَرِيْء مَمَّا بَرِیءَ مِنْهُ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّی اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَاِنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّی اللٌّهُ عَلَيْهِوَ سَلَّمَ بَرِیْءَ مَنَ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَةِ

Aku berlepas tangan dari hal yang Rasulullah saw berlepas tangan darinya. Sesungguhnya Rasulullah saw berlepas tangan dari perempuan yang berteriak-teriak, perempuan yang mencukur rambutnya, dan perempuan yang merobek-robek pakaiannya pada saat menerima mushibah.

Sebagian ulama mempersamakan kegiatan 3, 7, 40, 100, setahun hingga 1.000 hari masuk dalam katagori niyahah.

Pendapat tersebut diantaranya didasarkan pada riwayat dari Jarir bin ‘Abdillah Al Bajaliy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا نَعُدُّ الاِجْتِمَاعَ إِلَى أهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ

"Kami menganggap berkumpul di kediaman si mayit dan makanan yang dibuat (oleh keluarga mayit) setelah penguburannya merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).”

Kewajiban atas mayit atau perintah terkait kematian
Berkenaan kematian, ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan atas mayit; yaitu :
1.Memandikan dan mengkafani jenazah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
بَيْنَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ أَوْ قَالَ فَأَقْعَصَتْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ أَوْ قَالَ ثَوْبَيْهِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُلَبِّي

Dari Ibnu ‘Abbas ra., iba berkata : “ada seorang laki-laki ketika sedang wukuf bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di 'Arafah terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga ia terinjak" atau dia Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Hingga orang itu mati seketika". Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Mandikanlah dia dengan air dan (air) yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain, Atau kata Beliau: dengan dua helai pakaian (ihram) nya dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena dia nanti Allah akan membangkitkannya pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah". (HR. Bukhari: 1717)

2.Mensholatkan dan menguburkan

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ


Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam: "Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyolatkannya maka baginya pahala satu qirath, dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya maka baginya pahala dua qirath". Ditanyakan kepada Beliau; "Apa yang dimaksud dengan dua qirath?" Beliau menjawab: "Seperti dua gunung yang besar". (HR. Bukhari: 1240)

3.Membuatkan makanan untuk keluarga mayit/yang sedang berduka
Bagi tetangga orang yang meninggal dunia disunnahkan untuk memberikan makanan kepada keluarga mayit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan untuk berbuat baik pada keluarga Ja’far,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ

Dari Abdullah bin Ja'far, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Buatkan makanan untuk keluarga Ja'far, sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka." (HR. Abu Daud: 2.725)

Amaliyah yang diperbolehkan terkait kematian

1.Sedih sekedarnya
Rasulullah berlinang air mata pada saat menyaksikan pemakanan puteri beliau, sebagaimana diriwayatkan  oleh al Bukhari sebagai berikut :

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ شَهِدْنَا بِنْتًا لِرَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيّهِ وَ سَلَّمَ وَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى الْقَبْرِ فَرَاَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ فَقَالَ هَل مِنْكُمْ رَجُلٌ  لَمْ يُقَارِفُ اللَّيْلَةِ فَقَالَ اَبُوْ طَلّحَةَ اَنَا. فَاَنّزِلْ فَنَزَلَ فىْ قَبْرِهَا

(diriwayatkan) dari anas bin Malik ra., dia berkata : ‘kami telah menyaksikan pemakanan puteri Rasulullah saw;, sedang Rasulullah duduk di makam, Aku melihat kedua mata beliau berlinang air mata. Beliau bersabda : “adakah diantara kamu sekalian seorang laki-laki yang tadi malam tidak mengumpuli istrinya?”, maka Abu Thalhah menjawab : “Aku”, Beliau bersabda : ‘Turunlah”, maka dia turun kedalam liang lahatnya”.
Ibnu Hajar al ‘Asqalani menerangkan bahwa puteri Rasulullah yang dimakamkan ini adalah Ummu kultsum.
Rasulullah saw tdiak melarang seorang sahabat yang menangis karena keluarganya meninggal dunia. Asalkan menangisnya hanya teisak-isak saja atau tidak dengan suara keras, sebagaimana diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim dari Jabir bahwa dia berkata :

اُصِيْبَ اَبِيْ يَوْمَ اُحُدٍ فَجَعَلْتُ اَبْكِيْ وَجَعَلُوْا يَنْهَوْنَنِيْ وَرَسُوْلُ اللٌّهِ صَلَّی اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَا يَنْهَانِيْ فَجَعَلَتْ عَمَّتِيْ تَبْكِيْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّی اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَبْكِيْنَ اَوْ لَا تَبْكِيْنَ مَا زَالَتِ الْمَلَاءِكَةُ تُظِلُّهُ بِاَجْنِحَتِهَا حَتَّی رَفَعْتُمُوْهُ

Ayahku gugur pada hari perang uhud, maka aku menangis. Lalu mereka melarangku, sedang Rasulullah saw tidak melarangku. Dan bibiku juga menangis, maka nabi bersabda : “kamu tangisi atau tidak kamu tangisi, malaikat selalu menaunginya sengan sayapnya, hingga kami mengangkatnya”.

2.Ta’ziyah dibatasi tiga hari
Disunnahkan bagi seorang muslim berta’ziyah kepada saudara muslim lain yang sedang terkena musibah. Ta’ziyah yang dianjurkan ialah memberi semangat kepada keluarga yang sedang berkabung karena ditinggal oleh anggota keluarga untuk bersabar menerima taqdir Allah, dan mendo’akan agar dengan kesabarannya tersebut keluarga mendapatkan rahmat dan pahala Allah.
Secara umum, masa berkabung cukup tiga hari kecuali berkabungnya istri ketika ditinggal mati suami. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491).

Dalam kitabnya Al Umm, Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
وَأُكْرِهّ النِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَأَنّ تَنْدَبَهُ النَّائِحَةُ عَلَى الاِْنْفِرَادِ لَكِنْ يُعْزَى بِمَا أَمَرَ اللّٰهُ عَزَّوَجَلَّ مِنَ الصَّبْرِ وَالْاِسْتِرجَاعِ وَأُكْرِهَ الْمَأْتَمِ وَهِىَ الْجَمَاعَةُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ بُكَاءٌ فَإِنَّ ذٰلِكَ يُجَدِّدُ الْحَزْنِ
“Aku tidak suka niyahah (peratapan) pada mayit setelah kematiannya, begitu juga aku tidak suka jika bersedih tersebut dilakukan seorang diri. Seharusnya yang dilakukan adalah seperti yang Allah Ta’ala perintahkan yaitu dengan bersabar dan mengucapkan istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi rooji’un). Aku pun tidak suka dengan acara ma’tam yaitu berkumpul di kediaman si mayit walau di sana tidak ada tangisan. Karena berkumpul seperti ini pun hanya membuat keluarga mayit mengungkit kesedihan yang menimpa mereka. ” (Al Umm, 1: 318).


Kegiatan yang diselenggarakan setelah hari kematian

Dalam masyarakat, khususnya di jawa, ada beberapa kegiatan yang diselenggarakan dikaitkan dengan kematian, antara lain kegiatan tahlilan, dimana keluarga mayit mengundang tetangga/masyarakat untuk membaca surat atau ayat tertentu (biasanya surat yasin) dirangkai dengan bacaan kalimat tahlil. Kemudian keluarga memberikan makanan sebagai bentuk sedekah. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada hari ketiga, ketujuh hingga seribu hari dari kematian si mayit,

Hal ini telah banyak dibahas dan termasuk diantara masalah khilafiyah. Bagaimana pembahasan terkait hal tersebut secara singkat sebagai berikut :

Dalam kitab I’anatuth-thalibin, sebagai berikut :
وَيُكْرَهُ لَاَهْلِ الْمَيِّتِ الْجُلُوْسُ لِتَعْزِيَةِ وَ صَنْعُ طَعَامٍ يَجْمَعُوْنَ النَّاسَ عَلَيْهِ لمَاَ رَوَی اَحْمَدْ عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللًٰهِ الْبَجَلِيًِ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ الْاِجْتِعَاعَ اِلَی اَهْلِ الْمَيِّتِ وَ صَنْعَهُمْ الطَّعَامَ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ

‘dan dimakruhkan bagi keluarga mayit duduk untuk ta’ziyah (mengumpulkan orang-orang setelah pemakaman) dan membuat makanan dan mengumpulkan orang untuk menyantapnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Jarir bin ‘Abdillah al Bajali tersebut.

Didalam kitab al Fatawa al-Fiqhiyah al Kubra, khusus terkait dengan masalah ini, adalah sebagai berikut :

وَ سُیءِلَ ... عَمَّا يُعْمَلُ يَوْمَ الثَّالِثِ مَوْتِهِ مِنْ تَهْيِءَةِ اَكْلٍ وَ اِطْعَامِهِ لِلْفُقَرَاءِ وَ غَيْرِهِمْ وَ عَمَّا يَعْمَلُ يَوْمَ السَّابِعِ كَذَالِكَ ... مَاذَا يَكُوْنُ الْحُكْمُ جَوَازٌ وَ غَيْرُهُ ؟ ... فَاَجَابَ بِقَوْلِهِ جَمِيْعُ مَا يُفْعَلُ مَمَّا ذُكِرَ فِی السُّؤَالِ مَنَ الْبِدَعِ الْمَذْمُوْمَةِ لٰكِنْ لَا حُرْمَةَ فِيْهِ...

Dan dia ditanya .. tentang apa yang dilakukan pada hari ketiga dari kematian berupa menyiapkan makanan dan memberikannya kepada orang-orang fakir dan selain mereka, dan tentang apa yang dilakukan pada hari ketujuh juga …. hukumnya boleh atau tidak?… Maka dia menjawab dengan pendapatnya : semua yang dilakukan berupa apa yang disebutkan dalam pertanyaan termasuk bid’ah yang tercela, tetapi tidak ada keharaman didalamnya.

Dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-1 di Surabaya, Tanggal 21 Oktober 1926 mengenai Masail Diniyah Nomor 18 - sebagaimana dimuat dalam buku “masalah keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama, dikemukanan soal jawab sebagai berikut :
Soal : Bagaimana Hukumnya keluarga mayit menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziyah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud shadaqah untuk mayat tersebut? Apakah ia (keluarga) memperoleh pahala shadaqah tersebut?

Jabwab : Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga, atau hari ketujuh itu hukumnya makruh, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukumnya makhruh tersebut tidak menghilangkan pahala shadaqah itu.

Dalam buku fatwa tarjih, tanya jawab Agama Jilid 1, dikemukakan jawaban terkait :
Makan makanan halal ditempat/rumah orang yang kena mushibah kematian tidak dilarang. Yang tidak dibenarkan ialah kalau keluarga uang meninggal itu dan rangkaian upacara kematian tersebut. Kalau sanak keluarga yang meninggal itu memasak atau tetangga memasakkan makanan untuk keluarga itu, karena keluarga itu tidak sempat untuk memasak kemudian memakan masakan itu tidak ada salahnya.
Anda yang termasuk keluarga dekat sedang rumah anda jauh, yang waktu datang ketempat saudara anda yang kena mushibah kematian tidak halangan makan dirumah keluarga tersebut.

Kesimpulan

1.Niyahah adalah perkabungan meratapi mayat, atau menangisi mayat dengan suara keras, disertai ratapan dan keluh kesah, atau bahkan sampai menyakiti diri sendiri.  Yang dimaksuk dengan meratapi kematian ialah anggapan/keyakinan bahwa dengan matinya salah satu anggota keluarga akan berakibat terhadap kehidupan/masa depan orang yang ditinggal mati.
2.Larangan berkumpul di rumah duka dimaksudkan agar tidak semakin menjadikan ahli waris terus merasa kehilangan anggota keluarganya.
3.Larangan makan/menghidangkan makanan itu berlaku agar tidak membebani keluarga yang ditinggal mati. Dalam hal tetangga/saudara memberikan bahan makan kemudian sebagian tetangga memasakkan ahli waris dan atau keluarga jauh yang datang, maka hal itu diperbolehkan.
4.Amaliyah shodaqah memang sangat dianjurkan. Dalil yang paling kuat terkait perintah shodaqah ialah 1) bershodaqah dalam keadaan lapang ataupun sempit, 2) shodaqah diwaktu pagi. Demikian juga doa/dzikir, kita dituntunkan untuk 1) memperbanyak berdoa/berdzikir kepada Allah, terlebih diwaktu pagi dan petang. Kita juga diperintahkan membaca Al qur’an setiap hari. Penulis belum menemukan adanya dalil khusus yang memerintahkan shodaqah, doa/dzikir, baca al Qur’an pada waktu-waktu khusus tersebut
5.Tahlilan tidak boleh dihukumi sebagai kewajiban yang harus dilakukan atas kematian seseorang. Apalagi hingga meyakini bahwa meninggalkannya berdosa.

Allahu a’lam

Monday, October 7, 2019

Yogyakarta dan filosofi yang melingkupinya
Foto Kraton Yogyakarta

Kolom dibuang sayang adalah kumpulan postingan dari berbagai WA Grup yang menurut redaksi dipandang bermanfaat dan karenaya perlu didokumentasikan.
Redaksi tidak merubah sedikitpun materi tulisan. Dan sebagai pertanggungkawaban, kami mencantumkan sumber WAG.
Semoga bermanfaat... (ran)


Titik Nol Yogyakarta

Sultan Hamengkubuwana I, pendiri kota ini, agaknya telah menyeksamai dengan cermat penempatan kratonnya. Di samping faktor kesejarahan bahwa Kota Gede-Karta-Pleret; ibukota Kesultanan Mataram Islam yang didirikan leluhurnya berada di dekatnya; alasan filosofis, militer, geografis, dan sosiologis agaknya membuat beliau bersikukuh untuk memilih Alas Paberingan dan Umbul Pacethokan ini dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755.

Berbagai pihak hingga kini memperbincangkan keistimewaan tata-kota Yogyakarta pada mulanya, yang didasarkan pada falsafah hakikat manusia dari Sultan Hamengkubawana I yang dapat kita ringkas menjadi 3 prinsip yang dijiwai 5 nilai:
1. Prinsip Poros, dijiwai oleh “Sangkan Paraning Dumadi”
2. Prinsip Geometris, dijiwai oleh “Hamangku, Hamengku, Hamengkoni” dan “Hamemayu Hayuning Bawana”
3. Prinsip Konfiguratif, dijiwai oleh “Catur Sagatra” dan “Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh”
Tugu Yogyakarta

PRINSIP POROS
Secara harfiah kalimat “Sangkan Paraning Dumadi” bermakna keinsyafan akan asal dan tujuan hidup sebagai makhluq. Dalam pembangunan Kota Yogyakarta, disusun sebuah poros lurus yang seakan meletakkan Kraton berada di pusat dengan Gunung Merapi di ujung utara dan Pantai Parangkusuma di titik selatan. Tetapi lebih dari itu, sejak Panggung Krapyak yang menandai batas selatan kota tua Yogyakarta hingga Keraton adalah pralambang sangkan, asal kehidupan. Adapun dari Kraton hingga Tugu Golong Gilig yang menjadi had utara menguraikan makna paran, tujuan hidup insan.

“Maka hendaklah insan memperhatikan dari mana ia diciptakan. Dia dicipta dari air yang dipancarkan.” (QS Ath Thariq [86]: 5-6)

Panggung Krapyak berujud bangunan persegi bertingkat sebagai perlambang rahim seorang ibu. Di lantai bawah, rusa-rusa dikandangkan. Pada kesempatan tertentu, Sultan dan para punggawa naik ke tingkat atas dengan membawa busurnya. Ketika pintu kandang rusa di bawah dibuka, rusa-rusa berlarian dan para pemanah itupun menembak mereka dengan jemparingnya. Inilah pralambang konsepsi, benih lelaki yang dibidikkan pada benih perempuan.

Maka kampung di sebelah selatan Panggung Krapyak dinamakan Mijen, yakni tumbuhnya manusia sebagai nutfah, ‘alaqah, dan mudghah, lalu Malaikat pun datang untuk meniupkan ruhnya serta menuliskan ajal, rizqi, ‘amal, serta apakah termasuk orang beruntung ataukah celaka. Lalu tumbuhnya sang janin berlanjut menyempurna. Kelahirannya ditandai dengan nama kampung di sebelah utara Panggung; Mijil.

Jalan yang menghubungkan antara Panggung Krapyak hingga ke gerbang selatan Baluwarti Kraton yang disebut Plengkung Nirbaya di Gading; kanan serta kirinya ditanami pohon Asem (Tamarindus indica) dan pohon Tanjung (Mimusops elengi L.). Inilah penanda bagaimana membesarkan seorang bayi; yakni Asem yang dimaknai harus banyak Mesem (tersenyum) sebagai tanda syukur, sebab sungguh bayi itu amat Sengsem (mempesona). Tanjung bermakna bayi itu harus disanjung sembari menyanjung Penciptanya, suatu cara menumbuhkan berbagai potensinya kelak untuk bekal di usia dewasa.

Memasuki alun-alun selatan, ditandai dengan lima jalan yang berarti kesiapan seluruh panca-indra. Dua jalan utama diberi akses langsung ke dalam tanah lapang; pendengaran dan penglihatan yang terhubung hati-fikiran, semuanya kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagai penandanya, ditanam pohon Asem yang daun mudanya disebut Sinom; karena sipating nom-noman (sifat orang muda) yang mulai memperhatikan penampilan, bukan hanya fisik semata tetapi juga akhlak yang karim.

Halaman berpasirnya menunjukkan betapa ia bisa ditulisi berbagai hal; belajar di usia emas menggoreskan bekas yang tak mudah hilang. Di tengah alun-alun ditanam pohon Wok, sepasang beringin dengan akar berjumbai. Yang satu berarti brewok (cambang dan jenggot), suatu tanda kedewasaan sekaligus sunnah Nabi untuk dipelihara. Yang satu lagi berarti rambut kemaluan, maka harus dikurung karena memasuki masa baligh, yang  berarti tiba kewajiban untuk menutup ‘aurat dengan sempurna.

Sekeliling alun-alun itu dahulu dirimbuni pohon Pakel (Mangifera foetida L.), Pelem (Mangifera indica), dan Kweni (Mangifera odorata). Pakel sebagai wakil makna ‘Aqil, yakni tidak hanya baligh secara biologis tapi harus optimal dalam kedewasaan akal. Pelem artinya Gelem (mau); yakni bersedia melaksanakan tuntutan syari’at sebab dia sudah mukallaf. Dan Kweni artinya wani (berani); yaitu sanggup bertanggungjawab atas segala perbuatannya.

Beranjak ke utara terdapat Tratag menuju Sitihinggil, lambang bagi jenjang hidup yang dititi dan didaki oleh seorang manusia. Betapapun bentuknya berundak-undak memayahkan, sebagai lambang perjuangan hidup; di kanan dan kirinya ditanam pohon Gayam (Inocarpus fagiferus) yang  bermakna ayem (tenang, teduh, sakinah) karena ketentraman akan turun ke dalam hati selama seorang hamba bersandar pada Allah dalam ikhtiyarnya. “ala bidzikrillahi tathma’inul quluub.

Di Sitihinggil itu, ada Sela Gilang tempat singgasana Sultan diletakkan untuk menyaksikan berbagai gladi, latihan perang, persiapan grebeg, hingga rampogan (pertandingan ketangkasan manusia, kerbau, dan harimau). Sifatnya yang seremonial juga melambangkan pernikahan seorang hamba yang semarak di sela karirnya yang menanjak. Tanaman hias di sekelilingnya berupa Gayam, Soka (Saraca indica), dan Mangga Cempora,. Sebaran bunga yang harum ditambah warna kembang merah merona dan putih melambangkah kehidupan asmara sang mempelai yang diharapkan penuh sakinah (gayam), mawaddah (soka, suka, cinta, harapan, benih perempuan), dan rahmah (cempora, benih laki-laki).

Di dalam Kraton, kehidupan sang hamba Allah sejak dari kehamilan istrinya, tergambar sebagai Kemandungan, kelahiran (Pamengkang), dan seterusnya dia menumbuhbesarkan anaknya diulang sebagai pralambang-pralambang yang lebih rinci daripada yang tergambar antara Panggung Krapyak hingga Sitihinggil Selatan. Tapi pilar dari kesemua itu adalah cinta Allah, cinta Rasulullah, dan cinta Al Quran; sebagaimana setiap tiang dalam bangunan-bangunan di Kraton selalu dipahatkan stilisasi kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Laam Mim Ra. Kita akan meloncatinya untuk langsung menuju bagian depan Kraton di utara melihat gambaran tentang Paraning Dumadi, tujuan hidup kita sebagai makhluq.
Bangsal Witana, gambaran dari wiwit ana, pemahaman hamba akan jiwanya sendiri sehingga dia mulai menyadari keberadaannya di dunia yang akan segera sirna menuju akhirat yang sejati dan abadi. Bangsal Manguntur Tangkil di Sitihinggil Utara menunjukkan tempat untuk mangun (memperbaiki diri), dan anangkil (mendaki menuju Allah).
Ke depan tampak Tarub Agung, penanda taqarrub kepada Allah Yang Maha Agung dengan 4 pilar: syari’at, thariqat, haqiqat, dan ma’rifat. Di paling depan, Bangsal Pagelaran berdiri megah penanda pager-aran; yang bermakna tak lagi pentingnya nama dan ketenaran dalam pengabdian yang ikhlas. Juga pagelaran dari kata “gilar” yang bermakna telah terang dan tampak luas jalannya.

Dengan demikian, sang hamba mencapai keheningan jiwa dan kelapangan dada seperti tergambar oleh Alun-alun Utara yang dikiblati oleh Masjid Gede Kauman di bagian barat. Di tengah ada beringin Dewandaru, penanda hubungan yang kokoh dengan Ilah sesembahan, dan beringin Janandaru, simbol hubungan yang kokoh dengan sesama manusia. Di sekeliling alun-alun, 64 pohon beringin menggambarkan usia Rasulullah dalam Qamariyah dibulatkan ke atas, senyampang 60 pilar di pagelaran menggambarkan usia Rasulullah dalam Syamsiyah dibulatkan ke bawah.

Keluar ke arah utara, terbentanglah jalan Marga Mulya, yang berarti jalan kemuliaan. Di jalan kemuliaan ini dibentangkan aneka goda dan ujian; akidah dengan Gereja Kidul Loji, rasa takut dengan Benteng Belanda Fort Vredeburg, kekuasaan asing dengan kediaman Residen Gedung Agung, harta dengan Pasar Beringharjo, karir politik dengan Kepatihan Danurejan, dan wanita dengan pasar Kembang.

Sebagai penyambung Marga Mulya; jalannya Malih Obora, yang berarti jadilah kamu obor pelita, siraajan muniira. Justru berbagai godaan itu harus menjadikan sang hamba sebagai Imamul Muttaqin, pemimpin orang bertaqwa yang menjadi suluh teladan bagi sesama. Hingga jika lulus ke ujung, sampailah sang hamba ke Marga Utama; jalan keutamaan yang kini membentang antara rel kereta api hingga Tugu. Inilah tibanya hamba pada saat kehambaan paripurna:

“Hingga apabila dia telah sampai pada usia dewasa dan sampai pada usia empat puluh, dia berdoa, “Wahai Rabbku, tolonglah aku untuk selalu mensyukuri nikmat yang telah Kau anugrahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan untuk beramal shalih yang Engkau ridhai, dan perbaikilah untukku keturunanku. Sungguh aku bertaubat kepadaMu, dan sungguh aku termasuk orang yang berserah diri kepadaMu.” (QS Al Ahqaaf [46]: 15)

Di ujung Marga Utama itulah dulu berdiri kokoh setinggi hampir dua kali lipat bangunan De Witt Paal yang sekarang; Tugu Golong Gilig. Sultan Hamengku Buwana I bila bertakhta di Sitihinggilnya dapat memandang lurus ke puncak tugu yang oleh beliau disebut sebagai Alif Mutakalliman Wahid ini. Di sinilah tegak Tauhid, kalimat suci yang diharapkan terucap di saat nyawa terrenggut, “Laa ilaaha illaLlaah.” Dialah kebulatan tekad (golong) dan juga ketegasan ‘aqidah (gilig). Dialah simbol persatuan raja dan rakyatnya; satu tekad, satu tujuan, untuk menegakkan kehambaan (‘Abdullah) dan pemakmuran bumi (Khalifatullah).

Inilah Krapyak hingga Tugu; poros tauhid di kota ini yang perlu disusuri untuk memahami hakikat kehidupan kita.

PRINSIP GEOMETRIS
Sesuai nama yang disandangnya, pendiri kota Yogyakarta disifati Hamangku (berkhidmat melayani), Hamengku (melindungi dengan kasih sayang sekaligus keadilan), serta Hamengkoni (siap bertanggungjawab atas amanah di pundaknya). Ketiga hal ini pula diwujudkan dalam tata kotanya, yakni kota yang melayani, melindungi, dan memenuhi tugasnya. Adapun Hamemayu Hayuning Bawana yang menjadi semboyan Sang Sultan bermakna harfiah  memperindah keindahan semesta. Hadirnya manusia, juga Kota Yogyakarta hendaknya menjadikan kian indahnya alam kehidupan, makin bermakna, dan bernilai tambah.

Kedua prinsip ini menjadi jiwa dari tata-letak geografis dan diwujudkan dalam hubungan-hubungan geometris yang teratur demi terwujudnya kesemua maksud pembangunan dan pengembangan kota.

“Dan bumi telah Kami hamparkan, maka (Kami) sebaik-baik yang menghamparkan.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 48)

Yogyakarta berdiri di sebuah bentang medan yang datar dengan kisaran lereng hanya 3%, terletak di tengah jazirah Kewu-Mataram yang sejak lama menjadi pusat pemukiman dan pemerintahan beberapa kerajaan. Pengapitnya berupa 3 sungai di barat (Progo, Bedog, Winongo) dan 3 sungai di timur (Code, Opak, Oya) yang menjamin ketersediaan air, menyalurkan air buangan, menjaganya dari banjir, dan sebagai garis pertahanan alami.

Di ufuk utara, tampak Gunung Merapi yang menaburkan kesuburan dengan abu vulkanisnya, sementara bahaya letusan dan awan panasnya ke arah Kota Yogyakarta diperisai oleh bukit kembar; Turgo dan Pelawangan. Di arah selatan, Samudera Hindia yang membentang penuh dengan potensi besar namun bergempa; terbentengi tsunaminya oleh anak perbukitan kapur selatan dari arah Panggang hingga Pajangan.

Dengan alun-alun utara berpagar kayu yang sebelum digerogoti oleh pemukiman Belanda dan Tionghoa lebarnya mencapai 1200 meter, Kraton berdiri gagah di selatannya dipagari benteng baluwarti setinggi 4 meter yang kokoh dengan jagang, saluran air pertahanan selebar 3 meter dan bastion yang menjorok keluar di masing-masing sudutnya. Tebal tembok bagian atas mencapai 3 meter, cukup dilewati kereta Sultan, Kanjeng Nyai Jimat, yang sering diiring putra mahkota menunggang kuda berkeliling untuk menginspeksi. Padanya terdapat 5 pintu gerbang utama yang disebut Plengkung; Tarunasura, Madyasura, Jagasura, Jagabaya, serta Nirbaya.

Di sudut barat laut Keraton dibangun Tamansari yang secara lahiriah tampak sebagai sebuah arena pemandian dan pelesir sampan yang luas, dengan lorong-lorong yang rumit dan pengaturan air yang canggih. Kompleks indah ini semula terdiri atas 59 bangunan, termasuk Masjid, kolam-kolam pemandian, sumur gumuling, dan rangkaian 18 pertamanan beserta paviliunnya yang dikelilingi danau buatan. Dinamakan Segaran yang berarti laut tiruan, danau ini sering menjadi tempat Sultan Hamengkubuwana I menjamu tamu-tamunya di atas perahu, seperti dikisahkan Gubernur Noord-Oost Kust, Jan Greeve dalam kunjungannya pada tahun 1790.

Disebutkan bahwa apabila Keraton dalam keadaan terkepung, arus air dari Kali Winongo di Badran dan Kali Code di Gondolayu akan dibelokkan memasuki Keraton menjadikan kesemua bagiannya terendam menyisakan Pulo Kenongo dan Tajug di tengah Tamansari yang menjadi pusat pengaturan arus air, di mana di bawahnya terdapat lorong-lorong yang tembus hingga keluar Kraton untuk sarana meloloskan diri anggota keluarga kerajaan dan mennghimpun kembali kekuatan bersama rakyat.

Di luar Tembok Kraton, kompleks-kompleks prajurit secara geometris disusun menurut gelar perang tradisional yang sigap menghadapi bahaya. Di barat melingkar ke selatan; bermukim kesatuan Wirobraja, Patangpuluh, Ketanggung, Bugis, dan Daeng. Di sebelah selatan terdapat kompleks para-komando yang disebut Kumendaman, dengan dijajari oleh kesatuan Mantrijero, Jogokaryo, dan Prawiratama. Di timur melingkar ke utara; kesatuan Nyutra dan Surakarsa. Di sela-sela garnisun berbagai kesatuan perang ini, prajurit kanayakan ditempatkan; Penumping, Sitisewu, Gedongtengen, Gedongkiwa, Numbakanyar, dan Keparak.

Tepat sebelum peristiwa penyerbuan Inggris yang kami sebut dalam pengantar, Jan Izaak van Sevenhoven (1782-1841), pejabat tinggi Belanda yang suka berkelana mengunjungi kota ini pada awal 1812. “Di sepanjang jalan utama menuju Keraton”, kisahnya, “Terdapat pepohonan tinggi dan rindang dengan jajaran rumah tinggal para pangeran serta para pegawai Keraton yang tertata, sementara rumah-rumah penduduk biasa diatur rapi lebih menjorok sedikit ke belakang dari bahu jalan.”

Peter Carey dalam Kuasa Ramalan-nya menggarisbawahi, Yogyakarta di masa sebelum pertempuran 1812 yang dalam khazanah Jawa disebut Geger Sepoi itu memang tak tertandingi sebagai kota Jawa ber-bangunan tembok paling banyak dan tertata, dengan bata serta kapur putih yang dipasok dari daerah Gamping di barat lautnya.Residen Yogyakarta dari pertengahan abad ke-19, A.H.W. Baron de Kock menambahkan tentangnya, “Masa itu, Yogya makmur, kaya, dan indah; negeri subur dan mujur; ibukota cantik dan asri; penuh dengan gedung-gedung bagus, taman-taman tertata rapi, dan pesanggrahan-pesanggrahan yang bagus. Di mana-mana makanan dan air melimpah. Kala itu, perniagaan, kerajinan, dan produksi berkembang. Orang Jawa (Yogyakarta) amat bangga dengan kota kelahiran mereka.”

Alexander de Nelly, seorang di antara murid-murid Johannes Rach dari Denmark, berhasil mensketsa pemandangan Keraton Yogyakarta pada sekira tahun 1771, dari arah alun-alun utara. Tampak di sini dua lapis pagar kayu kokoh yang nantinya akan menjadi Gapura Gladhak dan Gapura Pangurakan. Di tengah panorama, pohon beringin kurung Dewandaru dan Janandaru ditingkahi oleh berbagai paviliun cilik yang apik. Sementara di latar belakang, Tratag Rambat yang tinggi sebagai cikal bakal Pagelaran menjulurkan tembok baluwarti yang kokoh ke arah kanan dan kiri.

Inilah struktur geometri kota yang melayani, melindungi, menunaikan tugas, dan menambahkan makna pada keindahan ciptaan Allah.

PRINSIP KONFIGURATIF
Dengan Kraton sebagai pralambang pemerintahan, Alun-alun sebagai pralambang rakyat, Masjid Gede sebagai pralambang keagamaan, dan Pasar sebagai pralambang perekonomian; unsur-unsur ini disebut sebagai Catur Sagatra yang berarti empat pilar kehidupan sebagai satu kesatuan. Ini memang pola umum tata-kota di Jawa, tetapi peletakannya di Yogyakarta agak istimewa.

Pasar, diletakkan agak menjauh dari tiga unsur lain yang menyatu. Seakan menunjukkan tidak bagusnya kondisi kong-kalikong antara penguasa dan pengusaha; jalan yang dilewati para niagawan itu untuk bertemu Sultan harus melalui alun-alun di mana rakyat mengawasi dan langkah-langkah merekapun tak lepas dari tatap seksama para ‘ulama yang ada di Masjid Agung.

Sebaliknya, kawasan Pekapalan, tempat para Bupati dari wilayah-wilayah jauh datang, menambat kuda, dan menginap sebelum menghadap Sultan; diletakkan dekat sekali dengan Masjid. Sebab di Masjid-lah seharusnya, para penguasa mudah dijumpai dan diajak mengingat Allah atas amanah berat di pundak mereka yang kelak akan dimintai tanggung-jawabnya oleh Allah. Di sekitar Masjid tinggal para Pengulu dan Abdi Dalem Suranata, yang arti harfiahnya adalah berani kepada Raja; berani untuk menyampaikan nasehat dan kalimat yang haq.

Masjid juga memiliki kedudukan tersendiri yang terorganisasi hingga ke berbagai penjuru. Selain Masjid Gede Kauman sebagai pusat, empat Masjid pancer didirikan oleh Sultan sebagai Patok Negara di keempat arah mata angin; Mlangi di Barat Laut, Dongkelan di Barat Daya, Babadan di Tenggara, dan Plosokuning di Timur Laut.

Selain menjadi pusat ibadah Islam, dengan para Imam yang melapor langsung pada Kyai Pengulu Ageng di Masjid Gede, Masjid-masjid Patok Negara ini menjadi tempat pendidikan bagi para santri, pusat syi’ar Islam, hingga pusat koordinasi pertahanan semesta dan ‘sertifikasi halal’. Para Modin desa dididik dan dilantik di sini, yang selain bertugas memimpin ibadah, sampai soal menyembelih hewan untuk konsumsi masyarakat pun hanya mereka yang berhak demi menjamin agar kehalalannya terjaga.
Masjid-masjid ini juga dibangun dengan berbagai unsur pralambang yang dimaksudkan untuk mendidik masyarakat secara terus-menerus. Memasuki halamannya orang akan melihat pohon Sawo (Manilkara zapota) berjajar, dimaksudkan untuk mengingatkan, “Sawwuu shufuufakum, luruskan shaff-shaff kalian.” Pagarnya dipuncaki ukiran buah Waluh (labu kuning), untuk membawa pada tauhid, “Wallah” dan “Qul huwallaahu Ahad.”

Memasuki ruang serambi, tempat di mana Mahkamah Syari’ah biasanya digelar tampak pintu Masjid diukiri gambar wajik. Ini untuk mengingatkan hakikat pengadilan akhirat yang lebih kuat. “Wajii-a yaumaidzin bijahannam, yaumaidzin yatadzakkarul insaanu wa anna lahudz dzikraa.. Dan pada hari itu didatangkan jahannam. Pada hari itu manusia menjadi ingatlah manusia akan segala perbuatannya, tapi apalah guna ingat di saat terlambat itu.” (QS Al Fajr [89]: 23)

Di langit-langitnya yang indah, ukiran berbentuk buah nanas melambangkan Masjid sebagai tempat berlindung manusia dari segala was-was syaithan kepada Pencipta manusia, Penguasa manusia, dan Sesembahan manusia. Nanas menjadi penuntun membaca salah satu Surat Mu’awwidzatain, “Qul a’udzu bi Rabbinnaas, Malikinnaas, Ilahinnaas..”
Di serambi itu diukirkan sulur-sulur tetumbuhan yang disebut lung-lungan. Maknanya, bahwa segala tujuan ibadah hanyalah untuk Allah, menggapai ridhaNya, hingga lebih masyhur di langit daripada di bumi. “Akarnya kokoh menghunjam dan cecabangnya menggapai langit.” (QS Ibrahim [14]: 24). Pula ia bermakna tulung-tulungan, “Dan saling tolong menolonglah kalian di atas kebajikan dan taqwa.” (QS Al Maidah [5]: 2).
Di puncak Masjid, di atas atap tajuk bertumpang tiga, mustaka Masjid tak berbentuk  kubah melainkan ukiran tumpuk daun Kluwih (Artocarpus camansi). Maknanya, segala kaluwihan (karunia, kebaikan, dan keutamaan) adalah milik dan dari Allah; “Qul innal fadhla biyadillah.. Katakanlah (hai Muhammad) bahwa karunia itu di tangan Allah, Dia berikan kepada siapapun yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Luas KaruniaNya lagi Maha Mengetahui.” (QS Ali ‘Imran [3]: 73)

Di jalan-jalan keluar Masjid biasanya tertanam pohon Sawo Kecik (Manilkara kauki). Makna tersiratnya adalah sarwo becik, serba baik lagi penuh kebaikan seperti tertuntut dari orang yang menunaikan ibadah; ia tercegah dari perbuatan keji dan munkar, menebar salam dan manfaat bagi sesamanya.

Keseluruhan konfigurasi tata-kota ini juga menjadi penyelaras bagi watak masyarakat yang diteladankan Sang Sultan; nyawiji (menyatu), greget (penuh semangat pada kebaikan), sengguh (yakin dan meyakinkan), dan ora mingkuh (berani bertanggungjawab).

Demikian uraian ringkas tentang Tata Kota Yogyakarta dengan prinsip poros, geometri, serta konfigurasi yang dijiwai oleh berbagai nilai tentang hakikat kemanusiaan dan kehambaan kita, untuk mangayubagya ulangtahun Kota Yogyakarta ke-263 pekan ini sekaligus bermuhasabah; “Berapa bagian dari prinsip dan nilai tata kota ini yang telah hilang atau kita lupakan dan biarkan hilang ?”

http://salimafillah.com/tata-kota-tentang-hakikat-manusia/

@WAG : YPPIM UMUM