الْـحَمْدُ لِلّهِ
الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ
اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا
بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ
تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ : يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ
اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ
الْحَمْدُ .اللهُ اَكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُاِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ
اللهِ بُكْرَةَوَّاَصِيْلًا
Allahu
Akbar 2 x Walillahillhamd
Jama’ah shalat Id rahimakumullah, marilah bersama kita panjatkan
rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan ridha-NYa
kita telah diperkenankan bertemu bulan Ramadhan 1443 H, berkesempatan
melaksanakan serangkaian ibadah didalamnya hingga pada akhirnya kita akhiri
dengan membayar zakat dan melaksanakan Shalat Idul Fitri dipagi ini dengan
penuh suka cita. Semoga seluruh ibadah yang telah kita laksanakan diterima dan
dicatat sebagai wujud taqwa kita kepada Allah. Amien..
Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh
umatnya, insyaallah termasuk kita semua yang hadir di majelis yang mulia ini.
Aamiin
Allahu
Akbar 2 x Walillahillhamd
Kita tentu bersyukur dan bergembira karena telah diberikan
kesempatan menyelesaikan rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini. Namun bersamaan
dengan itu tentu kita merasa sedih, karena kesempatan meraup rahmat dan ampunan
Allah akan segera meninggalkan kita
semua, sementara kita tidak tahu apakah masih akan diberi kesempatan bertemu
lagi dengan bulan Ramadhan yang akan datang. Pertanyaannya ialah, apakah dengan
berakhirnya Ramadhan, habiskah kesempatan kita untuk menangguk pahala dan ridha
Allah? Jawabnya ternyata tidak…
Ramadhan hanyalah proses pelatihan, Puasa merupakan salah satu
ibadah yang disyariatkan Allah. Tujuan perintah puasa, dan ibadah – ibadah yang
lain, tidak lain adalah agar kita menjadi manusia yang semakin hari semakin
meningkat ketaqwaannya. Untuk mewujudkan hal itu, maka kita harus mampu
meningkatkan kualitas ibadah kita. Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang
mampu terinternalisasi dalam diri seorang hamba dan tercermin dalam diri dan
kepribadian seseorang diluar konteks ibadah itu sendiri. Pertanyaan selanjutnya,
bagaimana cara agar ibadah yang dilakukan dapat berkualitas sehingga
terinternalisasi dan terimplementasi dalam denyut kehidupan kita dan bagaimana
langkah-langkah yang harus dilakukan ?
Allahu Akbar 2
x, walillahilhamd
Agar ibadah yang kita kerjakan semakin berkualitas dan sesuai
dengan kehendak Allah dan tuntunan Rasul. Ada tiga hal yang harus kita
perhatikan, yaitu :
1. Mengerti dan memahami kaifiyah ibadah
Untuk meningkatkan kualitas suatu ibadah, kita harus senantiasa
mempelajari, mengerti dan memahami kaifiyah ibadah yang akan kita lakukan, baik
yang berupa ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya. Disinilah kemudian kita
harus selalu berusaha menggali ketentuan-ketentuan yang terkait dengan ibadah
yang kita lakukan. Dalam hal puasa, misalnya, dari sisi fiqh, pengertian puasa
adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit fajar
hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun Puasa
adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’
(hubungan suami istri). Apabila kita
mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu
telah gugur (tertunaikan).
Lebih dari itu, kita juga harus mengerti dan paham bahwa selain
menahan makan, minum dan hubungan suami istri, seorang yang berpuasa
disunnahkan untuk makan sahur dan mengakhirkannya, mendahulukan berbuka dengan
yang manis (kurma), memperbanyak dzikir, sholat sunnat, tadarus al-qur’an,
shodaqah, dst.
Kita juga harus mengetahui larangan-larangan yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, serta tindakan dan perilaku yang
dapat membatalkan ibadah puasa atau yang akan mengurangi bahkan menghilangkan
pahala puasa.
Ketentuan, tata cara, syarat dan rukun puasa tersebut harus selalu
kita kaji dan secara bertahap dan terus menerus kita tingkatkan kualitas maupun
kuantitasnya. Demikian juga dengan larangan-larangan tersebut harus
terus-menerus kita hindarkan.
Apabila kita telah mampu memahami dan melakukan puasa sesuai dengan
kaifiyah tersebut, maka kita telah mampu mmengamalkan ibadah tersebut secara
baik dan benar sesuai dengan tuntunan Allah dan sunnah Rasul.
2. Mengerti dan memahami ruh (esensi) dari ibadah yang
diperintahkan
Setelah mengetahui dan memahami ketentuan, tata cara, syarat dan
rukun ibadah, maka tahap selanjutnya kita harus selalu berusaha memahami ruh
(esensi) dari ibadah tersebut. Artinya,
meski kita telah melakukan sebuah ibadah sesuai dengan kaifiyah yang
dituntunkan, hal itu belum sempurna apabila kita belum memahami esensi dari
ibadah yang kita lakukan. Hal ini penting agar setiap kita berusaha menggali
rahasia dibalik ibadah yang disyari’atkan.
Dalam konteks puasa, esensi dari puasa adalah mengendalikan diri
dan nafsu.. Makan, minum dan hubungan suami istri hanyalah simbul atau sebagian
dari nafsu manusia yang harus dikendalikan. Karena itulah orang yang berpuasa
juga diperintahkan untuk meninggalkan perilaku sia-sia (laghwi, tidak
produktif), kata-kata kotor (rofasy), mencela dan menjelek-jelekkan
orang lain (syatam) dan masih banyak hal lain yang harus dihindari oleh
orang berpuasa agar puasanya mempunyai makna dan tidak sekedar mendapat lapar
dan dahaga sebagaimana sabda Nabi :
“betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan
apa-apa dari puasanya itu selain lapar dan dahaga”.
Dengan demikian, meskipun setiap tahun selama sebulan penuh kita
mampu melaksanakan puasa, tidak makan, minum dan hubungan suami istri, namun
bila tidak memahami esensinya, kita akan
selalu kembali melakukan tindakan-tindakan yang diluar pengendalian diri
tersebut.
3. Adanya atsar dari ibadah
Setelah melaksanakan ibadah sesuai ketentuan, tata cara, syarat dan
rukunnya serta mengetahui dan memahami ruh dari perintah ibadah tersebut, maka
sebuah ibadah akan sempurna dan berkualitas apabila menghasilkan atsar
(bekas) berupa kesalehan kita diluar ibadah. Artinya, kesalehan seseorang tidak
sekedar diukur dengan terlaksananya sebuah ibadah, lebih dari itu ibadah akan
berkualitas dan optimal apabila orang yang melakukan ibadah tersebut mampu
menginternalisasikan ruh ibadah dan mengimplementasikannya disepanjang
kehidupan.
Allahu
Akbar 2 x Walillahillhamd
Jamalah, sholat Id rahimakumullah.
Ada pepatah arab, Laisal 'ied man labisal jadid, innamal 'ied man taqwallahu taziid, Idul fitri bukan sekedar baju baru, melainkan bertambahnya taqwa orang yang berpuasa. Dalam konteks inilah tampaknya kita masih harus terus melakukan muhasabah / perenungan yang dalam apakah ibadah puasa dan amaliah ramadhan yang sudah bertahun-tahun kita laksanakan itu sudah terinternalisasi dan menjadi ruh didalam kehidupan kita sehari-hari.
Karenanya, agar ibadah seluruh rangkaian ibadah kita itu berbekas dan tidak sekedar menjadi rutinitas tahunan, sudah seharusnya kita memancangkan niat didalam diri kita untuk melestarikan amaliah ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan. Pelestarian yang kami maksudkan ialah disamping secara lahiriah kita melanjutkan kegiatan ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan, seperti puasa wajib kita lanjutkan dengan puasa sunnah, shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat malam, tadarus ramadhan dilanjutkan dengan tadarus harian setelah maghrib atau setelah subuh dsb. Adapun yang bersifat kolektif/Jama’ah kita dapat melestarikan amaliah ramadhan dengan memudawamahkan shalat jama’ah, menghidupkan dan menggairahkan pengajian rutin.dan yang lainnya..
Allahu
Akbar 2 x Walillahillhamd
Jamaah sholad id rahimakumullah.
setelah dua tahun kita tidak merayakan lebaran karena pandemi Covid-19, Idul
fitri tahun ini merupakan momen yang sangat baik untuk merajut Kembali
silaturahmi. Silaturahmi yang perlu kita bangun mencakup dua hal.
Pertama, silaturahmi antar anggota keluarga sedarah dan/atau
keluarga dekat. Setelah dua tahun tidak mudik, saat ini kita berkesempatan
pulang kampung bertemu ayah, ibu dan keluarga secara langsung. Bagi yang masih
memiliki orang tua, ayah atau ibu, manfaatkan moment idul fitri ini untuk
mengekpresikan bakti kepada orang tua (birrul walidain) dengan “sungkem”,
memegang erat tangan bahkan memeluk orang yang telah mendidik dan membesarkan
kita. Memang doa bisa kita lantunkan kapan dan dimana saja, bahkan alat
komunikasi bisa membantu kita mendekatkan jarak dan melihat wajah mereka. Namun
tentu berbeda rasa dan ikatan emosi antara bertemu langsung dibanding dengan
sekedar telepon bahkan video call sekalipun. Bukan bingkisan dan oleh-oleh yang
ditunggu orang tua kita. Kehadiran fisik kita tentu akan membuat mereka sangat Bahagia.
Ketika ayah dan ibu sudah meninggal, ada kecenderungan renggangnya ikatan
antara anak dan cucu karena tidak ada lagi “pengikat”, jadikan momen idul fitri
ini untuk merajut silaturahmi dan persaudaraan yang dihubungan karena pertalian
darah, anak, cucu buyut dan seterusnya dengan saling berkunjung, memanjangkan
umur dan meluaskan rejeki.
Allah berfirman
:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ
كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ
أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ
نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ
صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ
وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya
: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang
telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al
Ahqaf : 15)
أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ
فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
Artinya
: “Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik
yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada
mereka”. (Al Ahqaf : 16)
Allahu
Akbar 2 x Walillahillhamd
Silaturahmi kedua adalah, silaturahmi dan rekonsiliasi nasional
antar anak bangsa. Idul fitri ini penting dimaknai demikian mengingat sekitar
dua sampai lima tahun terakhir kita disuguhi berbagai konten media social yang saling menghujat bahkan seolah
terbelah kedalam dua kubu yang tidak berkesudahan. Lupakan caci maki, kebencian
dan heatspeach. Akan sangat indah apabila memaknai idul fitri tahun ini para
pemimpin nasional bertemu dan dengan tulus memberikan contoh kedamaian yang
sejati.
Allahu Akbar 2x walillahilhamd
Mengakhiri khutbah kali ini, selagi Ramadhan belum jauh kita
tinggalkan marilah kita semua merenung sejenak, betapa sebetulnya kita masih
mempunyai kesempatan yang luas untuk beribadah sebanyak mungkin. Menangguk
ridha Allah tidak saja terbatas di bulan Ramadhan tetapi disepanjang waktu
selagi kesempatan itu masih diberikan dan disemua tempat didalam seluruh
lapangan kehidupan kita.
Akhirnya, marilah kita berdo’a, semoga Allah berkenan memberikan
kesempatan dan kekuatan kepada kita untuk menjaga dan melestarikan amaliah Ramadhan,
membangun dan menokohkan silaturahmi untuk terwujudkan kedamaian yang bisa
mengantarkan kita menjadi pribadi yang semakin bertaqwa kepada Allah.
الْـحَمْدُ لِلّهِ
الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ
اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا
بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ
تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ
هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا
مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا،
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ
رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا
الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ
لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا آتِنَا فيِ
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فيِ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَ تُبْ
عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ، وَ الحَمْدُ لِلهِ
رَبِّ العَالَمِينَ