Tuesday, March 31, 2020

Datang ke Sleman, lapor kemana?
Ilustrasi : berdoa covid segera hilang

 Informasi banyaknya kampung yang melakukann lockdown mandiri, bahkan sampai "menolak" mendatang membuat banyak orang bingung.
Anda yang datang ke Sleman tidak perlu gundah mau lapor kemana.  silahkan isi formulir ini : Anda pendatang ke Sleman, jangan panik lapor kemana cukup isi formulir ini

Anda sudah masuk dalam "radar" pemantauan dinas kesehatan/puskesmas. Kalau ada keluhan batu silahkan datang ke fasilitas kesehatan terdekat.

Jangan lupa tetap berdoa untuk diri, keluarga dan bangsa  kita serta negara-negara lain agar terhindar dari virus Corona.
Kiki F. Wijaya : Memurnikan Kebajikan
Kiki F. Wijaya (Motivator Muslim Indonesia)

Selalu ada berkah di balik musibah. Demikian pula ketika negeri ini dilanda pandemi COVID-19. Musibah ini telah mengeratkan kembali solidaritas sosial yang barangkali selama sempat luntur. Banyak kalangan bahu membahu memberikan bantuan agar situasi ini segera teratasi. Ada yang menggalang dana. Ada yang berbagi nasi bungkus. Ada yang menjadi relawan, dan lain sebagainya. Hampir semuanya mengambil peranan dalam situasi gawat ini.

Hanya saja, bagi seorang mukmin, setiap amal yang dilakukannya harus dikerjakan dengan hati-hati agar meraih ridho Allah. Spirit ini tertuang dalam Al-Qur'an surat Al Ahqof ayat 15, dalam sebuah munajat yang indah :

.. رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"...Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim"

Baca : Umroh bareng ustadz Agung Nugraha

Pada penggalan kedua doa tersebut dengan penuh harap  kita memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk untuk mengerjakan amal yang diridhoi-Nya. Pertanyaaan, seperti apakah amal yang Allah ridhoi itu ?. Salah satunya, amal tersebut harus tulus dan pelakunya tidak merasa paling berjasa alias ujub.

Istilah lain untuk ketulusan adalah ikhlas. Sikap ini adalah fondasi utama kebajikan. Karena itulah, tidak berlebihan jika dalam kitab-kitab hadist yang populer, bab pertama yang dibahas oleh ulama penyusunnya adalah tentang perlunya meluruskan niat dan menjaga keikhlasan.

Banyak pengertian yang diungkapkan para ulama tentang pengertian ikhlas. Tapi saya hanya mengambil satu saja. Yakni, dari Imam Al Ghazali yang menjelaskan ikhlas sebagai "sidqun niyah fil  amal". Lurusnya niat dalam beramal. Pengertian ini singkat, namun dalam. Seolah-olah, Al Ghazali mengingatkan kita tentang potensi terbeloknya hati kita dalam beramal. Salah satunya disebabkan oleh riya'.

Secara sederhana, riya' itu artinya mempertontonkan kesalehan kita. Saudara kandungnya adalah sum'ah, menceritakan kesalehan kita. Jika riya' diwujudkan dalam bentuk visual, sum'ah diungkapkan secara verbal. Tapi, maksud keduanya sama yakni agar kita disanjung dan dinilai shaleh oleh orang lain.

Sekalipun riya' dan sum'ah ini tersembunyi di hati, Imam Ali kw menunjukkan dua perilaku yang menandai apakah kita mengidap penyakit hati ini ataukah tidak. Pertama, amalnya berbeda pada saat bersama orang lain dan ketika sendirian. Dengan kata lain, dia memiliki dua wajah. Wajah publiknya menampakkan kesalehan, sementara wajah privatnya menunjukkan kenyataan yang bertolakbelakang.

Bantu bangun rumah tahfidz : Madrasah Tahfidz Darul Muttaqien

Kedua, dia sangat bersemangat ketika dipuji dan turun semangatnya ketika tak ada yang menyanjungnya. Baginya pujian adalah segala-galanya karena hal inilah yang menjadi sumber energi kebaikannya. Tapi sayangnya dalam hidup ini selalu ada dua kelompok manusia. Ada yang memuji, tapi ada pula yang mencemooh. Nah, ketika berjumpa dengan kelompok kedua, orang yang mengidap riya' dan sum'ah segera patah arang. Dia kecewa karena air susu dibalas air tuba.

Kedua ciri di atas menjadi cermin bagi kita semua. Adakah kita termasuk dalam kriteria itu ataukah tidak.  Dengan gadget yang ada dalam genggaman tangan kita, nyaris hampir semua aktivitas bisa kita diabadikan dan dibagikan kepada banyak orang. Kita sangat senang jika ada yang memberikan "like" atau komentar positif atas status, foto, video, dan lain sebagainya yang kita bagikan. Setiap saat kita mengecek berapa orang yang menyukainya.

Namun, tatkala potret maya itu berseberangan dengan kenyataan, apalagi hanya untuk menyembunyikan keburukan kita rapat-rapat, maka jatuhlah kita dalam riya' dan sum'ah. Terlebih jika semangat kita luntur manakala mendapatkan kritik dan hujatan orang lain, maka jelaslah sudah bahwa kita memang belum tulus dalam beramal.

Semoga Allah selamatkan kita dari riya' dan sum'ah. Teruslah beramal guna mengatasi situasi ini sembari membersihkan jiwa kita dari dua penyakit hati tersebut. Awali dengan basmallah, peliharalah dengan zikrullah dan istighfar, lalu pungkasi dengan hamdalah.

Wallahu'alam bish showab
Faturrahman Kamal ; Mengapa ada fatwa 'lockdown' Masjid dan peniadaan ibadah berjama'ah'
Ust. Faturrahman Kamal (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)

“Mengerikan”, mungkin menjadi kata yang mewakili perasaan galau dan was-was sebagian besar penghuni planet bumi hari-hari ini. China, Inggris, Italia, Spanyol, Perancis, Irlandia, Elsavador, Belgia, Polandia, Argentina, Yordania, Belanda, Denmark, Malaysia, Filipina, dan Libanon merupakan deretan negera-negara yang mengeluarkan kebijakan demi menekan penyebaran virus ini, dengan lockdown atau mengunci akses keluar masuk suatu wilayah.

Tak main-main, Kerajaan Arab Saudi bahkan melakukan “lockdown” terhadap Haramain : Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dua masjid termulia di muka bumi ini. Semuanya atas fatwa para ulama kredibel dan terkemuka, yang ditindaklanjuti dengan keputusan politik Kerajaan. Terakhir saya membaca berita, India “lockdown”. Anda lebih paham dari saya; wa mā adrāka ma India?. Negeri berpenduduk tak kurang dari 750 juta jiwa, kurang lebih 3 kali jumlah penduduk Indonesia. Tata kotanya ruwet, dengan persoalan sosial, agama, politik yang kompleks. Anda tau?, hanya dengan 7 korban meninggal dunia, India menyatakan “lockdown”!.

Jika pagi ini anda konfirmasi via wattsapp ke Pusat Informasi Covid-19 Kemkominfo Republik Indonesia; anda segera mendapat balasan “Situasi virus corona (COVID-19) 24 Maret 2020 di Indonesia: positif terjangkit virus, 686 orang; sembuh, 30 orang; dan meninggal dunia, 55 orang. Dan anda masih bebas ke manapun anda suka. Dahsyat!.

Dalam suasana seperti ini tugas para Ulama (otoritas keagamaan) adalah memastikan tujuan pokok dan fundamental Syari’ah (maqãshid Syari’ah)  terlaksana dengan baik : “Mewujudkan maslahat dan meniadakan kerusakan” dalam kehidupan dengan “menjaga jiwa manusia” (hifdhu-n-nafsi). Berdasarkan Dalil-dalil Al-Qur’an, Hadits, pendapat para Ulama terkemuka, dan kaidah-kaidah Fiqhiyah diterbitkanlah fatwa tata laksana ibadah umat Islam dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Di antara konten fatwa tersebut; memberlakukan “lockdown” masjid, mengganti shalat Jum’at dengan shalat Dhuhur di kediaman masing-masing, serta tidak melaksanakan kegiatan keagamaan dengan konsentrasi massa lainnya.

Namun demikian, terdapat sementara orang berpandangan bahwa penutupan masjid dalam situasi pandemi Covod-19 bagian dari upaya melawan perintah Allah untuk memakmurkannya. Pun pula memberikan kesan merendahkan marwah masjid karena dituduh sebagai tempat penularan virus corona. Artinya masjid tidak bersih, tidak higienis padahal orang-orang yang meramaikannya senantiasa berwudlu'. Apakah memang demikian?

Persoalan sesungguhhya bukanlah demikian. Jangan ada yang menuduh bahwa para ulama tidak memahami marwah dan martabat masjid. Jangan pula dipersepsi fatwa para ulama sedunia, termasuk di Indonesia lemah dalil dan metode pendalilannya. Justeru sebaliknya, para Ulama terkemuka di dunia, termasuk di Indonesia menunjukkan kepada umat bagaimana semestinya masjid berada di zona terdepan dalam mewujudkan maslahat kehidupan, dan terdepan pula dalam upaya meniadakan kerusakan atau mafsadat kehidupan secara universal. Jangan sampai masjid-masjid kita meninggalkan jejak sejarah di kemudian hari sebagai episentrum penularan virus corona ini. Dengan arahan para ulama, masjid menjadi instrumen utama dalam menyelamatkan jiwa manusia.

Masjid adalah tempat bersujudnya organ paling terhormat dalam susunan anatomi tubuh manusia. Bahkan sujud merupakan saat terdekat seorang hamba dengan Rabb-nya. Sungguh perbuatan yang tak seyogyanya jika saat-saat kemesraan spiritual ini ternoda dengan rasa tak aman dan tak lagi nyaman bersebab was-was Covid-19 yang tak kasat mata itu. Masjid harus dijaga marwah, kesucian, dan fungsinya sebagai episentrum kemaslahatan hidup. Biarkan sajalah mal-mal, pusat-pusat perbelanjaan, pusat-pusat hiburan dan sejenisnya dicatat oleh sejarah sebagai tempat yang justeru seringkali meruntuhkan martabat kemanusiaan kita. Bahkan tempat di mana manusia milenial saling menunjukkan eksistensi diri, kekayaan, dan kelas sosial. Wajarlah, dalam pandangan kenabian, tempat tersebut menyandang predikat tempat yang paling dimurkai Allah Ta’ala (HR Muslim).

Umat ini tak perlu menuntut agar masjid kita disamaratakan dengan mal-mal, pusat perbelanjaan, pusat-pusat hiburan tersebut; yang kemudian latah menebar status provokatif, "mengapa masjid ditutup, tapi mal dibuka lebar"?. Seraya berburuk sangka kepada para Ulama penuntun umat.

Ada baiknya, anda bandingkan kebijaksanaan ulama terkemuka hari ini dengan catatan sejarah yang ditulis oleh Al-Imãm Al-Hãfizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalãnĩ rahimahullãh dalam kitabnya, “Badzlul Ma’un fi Fadhlith Tha’un” (450 hlm., ditahqiq oleh Ahmad ‘Ishãm ‘Abd al-Qãdir al-Kãtib, penerbit Dãr al-‘Ãshimah Riyadl).

Pada Bab 5 tentang “Hal-hal yang disyariatkan pengamalannya setelah mewabahnya Thã’ũn”, beliau mengkritisi ritual do’a bersama yang dilakukan oleh warga Damasykus ketika dilanda wabah Tha’un pada tahun 749 H, dan menyatakannya sebagai perbuatan bid’ah. Menukil dari Al-Manbaji (w. 785), Ibnu Hajar mengisahkan peristiwa masa itu; di mana masyarakat awam bersama para pembesar negeri keluar menuju tanah lapang untuk bermunajat dan istighatsah bersama, seperti halnya mereka menunaikan shalat Istisqã’. Al-Manbaji mengingkari perkumpulan massa ini. Dilaporkan jumlah penderita Thaún meningkat tajam setelah acara tersebut (hlm. 328-329).

Ibnu Hajar rahimahullāh melanjutkan, ketika penyakit Tha’un mulai mewabah di Mesir pada 27 Rabi’ul Akhir 833 H, jumlah penderita yang wafat tidak sampai 40 orang. Sebulan kemudian, pada tanggal 4 Jumadal Ula, setelah adanya seruan berpuasa tiga hari, masyarakat berbondong menuju tanah lapang untuk berkumpul dan berdo’a bersama; jumlah angka kematian melonjak luar biasa. Bahkan dilaporkan lebih dari 1000 orang yang wafat setiap harinya, dan terus bertambah!.

Terjadi pula polemik di antara para ulama dalam menyikapi peristiwa ini. Ibnu Hajar rahimahullah memilih untuk berdiam diri di rumahnya, dan tidak mengikuti perkumpulan massa tersebut (hlm. 329-330). Artinya, dalam bahasa kita hari ini beliau memilih “lockdown” atau “social/phisycal distancing”.

Dalam kitab ensiklopedi sejarahnya yang bertajuk “Inba' al-Ghumar bi Abna' al-'Umr”,  Ibnu Hajar al-'Asqalani mencatat peristiwa wabah penyakit yang melanda Makkah pada tahun 827 H, dan menelan korban meninggal dunia 40 orang setiap harinya, hingga berjumlah 1700 jiwa. Pada masa tersebut masjid-masjid di Makkah al-Mukarramah termasuk Masjidil Haram ditutup. Di antara sebab mengapa kaum muslimun tidak mendatangi masjid karena kekhawatiran terjadinya penularan penyakit.

Jauh sebelumnya, Ibnu ‘Idzãrĩ al-Marakisyĩ (w. 695), dalam kitabnya “al-Bayãn al-Mughrib fĩ Akhbãr mulũk al-Andalus wa-l-Maghrib” menulis bahwa pada tahun  395 H telah terjadi wabah penyakit yang sangat dahsyat di negeri Tunis. Harga-harga melompat tinggi, krisis bahan makanan pokok, masyarakat sibuk dengan urusan penyakit dan kematian. Bahkan masjid-masjid di kota Qayrawan kosong, tak didatangi umat. Sementara di Andalusia, sebagaimana dicatat oleh Imam Al-Dzahabi dalam kitabnya Tãrikh al-Islãm; pada tahun 448 H telah terjadi kekeringan yang sangat dahsyat dan wabah penyakit, sehingga banyak orang meninggal dunia, khususnya di kota Sevilla, berikut masjid-masjid ditutup. Disebutnya pula dalam kitab “Siar A’lãm al-Nubalã’, bahwa pada tahun yang sama hal yang sama terjadi pula di Cordoba; masjid-masjid ditutup. Tahun tersebut dikenal dengan “Ãm al-Jũ’ al-Kabĩr” (Tahun Kelaparan yang Besar).

Catatan-catatan sejarah yang saya nukil di atas sekedar seruan agar kita tidak “kuper historis”, lalu hanya dengan beberapa status yang berseliweran di sosial media dengan mudahnya kita merendahkan fatwa para Ulama yang kredibel, bukan saja di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Satu lagi, tak perlu reaktif menuntut persamaan antara masjid dan mal atau sejenisnya, sebab seorang muslim yang cerdas tentu memiliki logika yang sehat : jika masjid saja “lockdown”, apalagi mall dan pasar !. Kecuali untuk sedekar memenuhi hajat dasar sandang, pangan, dan papan. Wallãhu A’lamu bish-shawãb.

Monday, March 30, 2020

Bagi buah dan sayur: Peran masjid terkait covid-19
dr. Mukhlis Nurtaufik P, AV

Menanggapi adanya aktifitas penyemprotan disinfektan dan pembagian masker serta vitamin, dr. Mukhlis Nurtaufiq merespon positif bahwa  pembagian vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh itu baik-baik saja, tapi tentu sudah tidak alami dan bisa jadi mahal.  Menurutnya, masih ada yang lebih bagus dan murah.

Apa itu? yaitu banyak mengkonsumsi sayuran dan buah buahan yang mengandung prebiotik (makanan bakteri) dan probiotik (bakteri baik)




Menurutnya, daya tahan tubuh alami akan tumbuh bila seseorang sering mengkonsumsi beberapa makanan berikut, yaitu antara lain pisang, apel, bawang, kurma, sayuran hijau,  tempe juga gandum. Ia menambahkan prebiotik yang kuat ada di bawang merah dan putih, dimakan mentah atau setengah matang. Tempe yang dimakan mentah juga merupakan probiotik yang murah meriah, selain tempe juga bisa menggunakan susu fermentasi. Intinya, daya tahan tubuh akan kuat apabila kita memperbanyak konsumsi yang mengandung prebiotik dan probiotik Dan itu ada pada buah dan sayuran serta bahan seperti tempe dan susu terfermentasi.

Mengacu penjelasan dr.Mukhlis tersebut, Agung Nugraha dari yayasan Darul Muttaqien Medari menghimbau selain menyemprot desinfektan,  baik juga Takmir masjid menginisiasi membagi sayuran atau buah buahan tersebut kepada jamaah. "Sekaligus untuk menunjukkan hadirnya masjid disaat umat membutuhkan", pungkasnya.
Cemburu boleh; tapi jangan mudah menuduh zina

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ التَّبُوذَكِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ عَنْ وَرَّادٍ كَاتِبِ الْمُغِيرَةِ عَنْ الْمُغِيرَةِ قَالَ
قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ وَاللَّهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي وَمِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ اللَّهِ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعُذْرُ مِنْ اللَّهِ وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ الْمُبَشِّرِينَ وَالْمُنْذِرِينَ وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمِدْحَةُ مِنْ اللَّهِ وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ وَعَدَ اللَّهُ الْجَنَّةَ

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail At Tabudzaki telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah telah menceritakan kepada kami Abdul Malik dari Warrad juru tulis Mughira, dari Mughirah berkata, "Sa'd bin Ubadah berkata, "Kalaulah kulihat seorang laki-laki bersama isteriku, niscaya aku penggal dia dengan pedang di bagian mata pedangnya, bukan dengan pinggirnya." Berita ini kemudian terdengar oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga beliau bersabda: "Adakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa'd? Demi Allah, sungguh aku lebih cemburu daripada dia, dan Allah lebih cemburu daripada aku, dan karena kecemburuan Allah itulah Allah mengharamkan segala kejahatan baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan tidak ada seorangpun yang lebih suka terhadap argumentasi daripada Allah, karena itulah Allah mengutus para rasul sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan tak ada seorang pun yang lebih menyukai pujian daripada Allah, karena itulah Allah menjanjikan surga." (HR. Bukhari: 6.866@ensiklopedi hadis
Daftar nikah online

Ibrah :
Hadis ini bukan berarti pembenaran cemburu buta kemudian dengan serta merta membunuh orang lain tanpa mengetahui dengan benar apa yang terjadi.

Hadis ini lebih tepat dipahami betapa Islam sangat menghargai kehormatan wanita dan ikatan perkawinan serta larangan keras untuk berbuat sesuatu yang mengarah kepada perbuatan zina.

Apabila seorang suami mengetahui istrinya  bersama pria lain, atau sebaliknya. Boleh kita cemburu. Tetapi tidak boleh serta merta menuduh pasangan selingkuh hingga berzina.

Untuk menuduh berzina, qur'an mensyaratkan mendatangkan empat orang saksi. Tentu itu tidak mudah. Apabila ia yakin pasangannya berbuat zina tapi tidak bisa mendatangkan saksi, untuk menguatkan tuduhannya ia harus bersumpah atas nama Allah tiga kali dan sumpah yang keempat berupa "mibahalah" apabila tuduhan saya salah maka saya siap menerima adzab. 

Demikian juga sebaliknya, yang membantah tidak berzina harus bersumpah tiga kali dan bermubahalah atas dirinya.

Aturan ini dalang rangka menjaga pergaulan, melindungi kehormatan perkawinan dan agar tidak mudah menuduh orang lain berbuat zina.

Sunday, March 29, 2020

Cegah Covid-19, Masjid Latifah Al Jabbar bagikan vitamin ke jamaah

Yayasan Darul Muttaqien Medari bersama masjid-masjid yang menjadi binaannya melakukan gerakan bagi-bagi vitamin.

Ini adalah tindak lanjut dari kegiatan menggulung karpet, mengepel lantai dengan desinfektan, menyiapkan hand sanitizer di dekat pintu, menyarankan jamaah membawa sajadah sendiri, menyarankan sholat jamaah di rumah hingga menghentikan sementara kegiatan ibadah Jumat tanggal 27 Maret 2020 kemarin.

Setelah melakukan langkah preventif diatas, pada maghrib Ahad 29 Maret 2020, masjid Latifah Al Jabbar melanjutkan kegiatan dengan membagi vitamin C dan vitamin E kepada 100 jamaah masjid. _Masing-masing jamaah mendapat satu paket. Ikhtiar ini diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh jamaah sehingga terhindar dari paparan virus Corona_, demikian penjelasan Prof. Suji Munadi dalam pengantar pembagian vitamin tersebut.


Terpisah, Dwinta Sudibya dan Agung Nugraha selaku pengurus yayasan berharap agar masjid-masjid yang menjadi binaan yayasan mengoptimal perhatian masjid terhadap kesejahteraan lahir dan batin jamaah masjid. Diantaranya dengan memanfaatkan kas masjid untuk memperhatikan semua jamaah, terlebih yang sangat membutuhkan perhatian karena terdampak pandemi Corona. Lebih lanjut, Agung mendorong setelah Corona, Takmir lebih fokus pada pemberdayaan jamaah.
covid-19 : Nikah jalan terus


Sabtu, 28 Maret 2020 merupakan moment yang sakral, bercampur bahagia dan  haru sekaligus, yang tidak akan pernah terlupakan bagi pasangan Syahron Siregar dan Elza Kusetiani.
Betapa tidak, pesta pernikahan  yang sedianya dilaksanakan di Auditorium BKN dan sudah disiapkan sejak November 2019 harus batal dan akhirnya hanya prosesi pokok berupa ijab qobul di rumah dan hanya dihadiri beberapa tamu kerabat sekitar rumah.

Hal tersebut mengacu ketentuan pemerintah dan protokol pernikahan yang disampaikan pihak KUA Kec. Sleman, yaitu hanya  dihadiri oleh 10 orang dalam ruangan majelis ijab qobul. 

Meski demikian,  gurat kebahagian tetap tampak terpancar ketika wali dan dua orang saksi menyakatan sah dan keduanya langsung menerima buku nikah dari H. R. Agung Nuhraha, MA, Kepala KUA/ Penghulu Madya, yang hadir melakukan tugas pengawasan dan pencatatan nikah.


Selain menyampaikan pesan membangun keluarga sakinah, dalam khutbah nikahnya Agung juga memberikan ucapan selamat dan mengapresiasi kesederhanaaan pernikahan keduanya. Agung mengatakan :  "sekilas mungkin anda kecewa karena pernikahan yang mestinya meriah daa dihadiri banyak orang yang mendoakan anda, namun yakinlah bahwa dengan kesederhanaan dan ketidakhadiran itu justru anda telah menyelamatkan banyak borang yang sangat mungkin menjadi carier atau bisa terpapar virus. karenanya, hikmah terbesar yang dapat anda petik ialah semoga dengan kesederhanaan ini anda telah menyelamatkan banyak orang".

Terpisah Agung menyampaikan kisah 'perjuangannya' hadir melaksanakan tugas tersebut. Sebagaimana tugas sebelumnya, ia selalu mengenakan masker. tetapi karena sulitnya mendapatkan masker, ia siasati masker yang sudah digunakan dua hari itu dengan hanya mengganti tisu didalamnya.

Pengalaman lain yang terkenang ialah, sabtu itu adalah hari kedua dimana banyak kampung di sleman yang melakukan "lockdown" mandiri, termasuk dusun kemloko.
Dari 4 atau 5 gang yang ada semua ditutup, kecuali satu gang sebagai pintu masuk yang merupakan jalur masjid. 



Di depan masjid itu telah dijaga beberapa orang lengkap dengan hand sanitizer dan alat semprot.  Tidak terkecuali ia tidak luput kena semprot juga. Agung bersyukur bahwa jamaah masjid dan warga di wilayah kerjanya telah mempunyai kesadaran yang tinggi terkait partiipasi pencegahan pandemi covid-19 dengan menggulung karpet, mengepel, dan menyediakan perlengkapan mendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagaimana edaran yang ia teruskan dari pimpinan dan pemerintah setempat.

Friday, March 27, 2020

Fatwa MUI : Pedoman pengurusan jenazah Covid-19

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 18 Tahun 2020
Tentang
PEDOMAN PENGURUSAN JENAZAH (TAJHIZ AL-JANA’IZ) MUSLIM YANG TERINFEKSI COVID-19 

*Ketentuan Umum*

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :
1. Petugas adalah petugas muslim yang melaksanakan pengurusan jenazah.

2. Syahid Akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah [tha’un], tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazah-nya tetap wajib dipenuhi.

3. APD (Alat Pelindung Diri) adalah alat pelindung diri yang digunakan oleh petugas yang melaksanakan pengurusan jenazah.

*Ketentuan Hukum*

1. Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 yang menetapkan: “Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.”

2. Umat Islam yang wafat karena wabah COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan  mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.

3. Pedoman memandikan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:

a.  Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya
b.  petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;
c.  Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.
d.  petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;
e.  petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh;
f.  jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
1). mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.
2). untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.

g.  jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

4. Pedoman mengafani jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a.  Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
b.  Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
c.  Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

5. Pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a.  Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.
b.  Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
c.  Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).
d.  Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.

6. Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a.  Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
b.  Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c.  Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.

Jakarta, 27 Maret 2020 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
 
Ketua   
*PROF. DR. H. HASANUDDIN AF*

Sekretaris
*DR. HM. ASRORUN NIAM SHOLEH, MA*

Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Wakil Ketua Umum               
*KH. MUHYIDDIN JUNAEDI, MA*

Sekretaris Jenderal
*DR. H. ANWAR ABBAS, M.M, M. Ag*

Thursday, March 26, 2020

Wong salah, seleh; senjata makan tuan

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ لُؤْلُؤَةَ عَنْ أَبِي صِرْمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ضَارَّ ضَارَّ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Lu`lu`ah dari Abu Shirmah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang akan mencelakai seseorang, maka Allah akan mencelakakannya, siapa yang akan menimpakan kesulitan terhadap seseorang, maka Allah akan menimpakan kesempitan atasnya."

HR. Tirmidzi : 1.863 @ensiklopedi hadis


Ibrah :
Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bakar. Menurut Abu Isa, hadis ini termasuk katagori  hadits hasan gharib.

Meski dalam Islam tidak ada penjelasan secara spesifik  terkait hukum karma, namun setiap perbuatan manusia, baik atau buruk, semua akan mendapat balasan.
Dalam QS. Al zalzalah ayat 7-8 dijelaskan ;  "Barangsiapa berbuat kebaikan meski seberat zarrah, Allah akan melihat (baca : memberi balasan), sebaliknya barangsiapa berbuat kejahatan meski seberat zarrah, Allah juga melihat (baca : memberi balasan).
Meski ayat ini konteksnya balasan di akhirat, namun tidak menutup kemungkinan balasan itu juga diberikan ketika masih di dunia.
Untuk kebaikan Allah akan lipat gandakan, sedang untuk keburukan Allah tidak akan mendzalimi hamba-Nya meskipun seberat zarrah (An-Nisa' : 40).

Dalam konteks lain, Allah berfirman : barangsiapa berbuat kebaikan maka akan kembali untuk dirinya sendiri, dan barang siapa berbuat jelek juga akan kembali kepadanya juga, dan Alllah tidak akan menghakimi hamba-Nya (fushilat ; 6)

Ayat-ayat tersebut menguatkan bahwa setiap perbuatan ada konsekwensinya, dan dalam bahasa Indonesia sering dikenal istilah dengan "senjata makan tuan" atau "siapa menaman mengetam".

Dalam pendekatan kearifan lokal Jawa, ada istilah "ngunduh wohing pakarti" atau "wong salah, seleh"


Tuesday, March 24, 2020

Kiat agar selamat


حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ ح و حَدَّثَنَا سُوَيْدٌ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarak, dan telah menceritakan kepada kami Suwaid telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarak dari Yahya bin Ayyub dari 'Ubaidillah bin Zahr dari 'Ali bin Yazid dari Al Qasim dari Abu Umamah dari 'Uqbah bin 'Amir berkata, Aku bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana supaya selamat? beliau menjawab: "Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu lapang dan menangislah karena dosa dosamu." Abu Isa berkata: Hadits ini hasan.

HR. Tirmidzi: 2330@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini bersifat umum, resep untuk selamat dunia ialah
1. Menjaga lisan. Lisan dan atau lidah  tidak bertulang. terkadang dengan mudah kita berkata, namun apa yang kita katakan bisa jadi menyakitkan hati orang lain. Dannicapan yang sudah keluar tidak ditarik lagi. Meski sudah minta maaf, namun ucapan tidak akan dapat dilupakan begitu saja. Orang bisa jadi tidak selemat hanya karena tidak dapat mengendalikan lisannya. Apalgi apabila senang menyebar berita bohong, membuat fitnah dan adu domba. Ia tidak sekedar tidak selemat untuk dirinya, namun juga dapat menimbulkan permusuhan didalam masyarakat.

2. Menjadikan rumah luas dapat dimaknai sebagai pandai bersyukur. Meski rumah kecil tetapi bila ia bersyukur ia akan selamat dari mengambil hak orang lain untuk memenuhi kebutuhan nafsu memenuhi isi rumah. Sebaliknya, meski rumah sudah besar tetapi tidak bisa bersyukur seberapapun tidak akan cukup dan berakhir tidak selamat.

3. Menangisi dosa. Artinya bertobat,  istighfar, tidak mengulangi kesalahan.


Monday, March 23, 2020

kisah Ns. Ninuk Dwi: Perawat Pahlawan Covid-19
Ilustrasi : tugas perawat atas pasien corona

Entah tulisan siapa, tapi kisah yang beredar di WAG ini patuti untuk dianadikan. Karenanya kami muat di  kolom dibuang sayang ini. Semoga menginspirasi.


Ns.Ninuk Dwi
Dalam perjuangan Merawat Pasien Covid-19

Sudah satu minggu sejak Melanie istriku pamit. Masih kuingat kala itu ia tersenyum dan mengepalkan tangan sambil bersorak "Semangat!". Mata sipitnya menghilang ditelan tawa yang tak berjeda. Ia memang seperti itu, selalu optimis.

Andai saja bukan karena jiwa sosialnya yang tinggi, mana mungkin ia maju menjadi orang terdepan yang siap melayani. Ia memang seperti itu, sejak dahulu kala awal aku mengenalnya.

Pertemuan kami tak sengaja, layaknya drama Korea aku tak sengaja menabraknya yang sedang berlari tergesa ke rumah sakit. Ia jatuh, meringis, aku ingin menolong namun keadaan tak mengizinkan, aku berlalu berlari mengejar waktu, detik terakhir bertemu ibu.

Ibuku sakit parah dan menurut ayah keadaannya semakin memburuk, aku yang masih mahasiswa memburu waktu detik terakhir pertemuan. Alhamdulillah ibu selamat dan dapat melalui masa kritisnya. Dan hal tak kuduga adalah bahwa ia yang kutabrak adalah perawat yang selama ini setia merawat ibu. Jodoh memang punya cara unik untuk mempertemukan dua insan.

"Jangan takut sayang, aku akan baik-baik saja," ucapmu kala pamit.

"Kenapa gak orang lain saja, Bun. Gak mesti Bunda kan?" bantahku.

"Menurut hati nuranimu, tindakan apa yang harus kulakukan di tengah situasi genting dimana aku dibutuhkan." Ia menatapku lekat.

Baca ; Umroh 22,5 juta bareng ustadz Agung Nugraha

Aku memalingkan wajah, ia telah tahu isi hatiku. Jiwaku menolak namun hati nurani berkata lain.

"Pergilah Sayang dan segeralah pulang," ucapku akhirnya.

Ketika sekolah dialihkan ke rumah dengan pembelajaran online aku yang seorang guru pun stayathome sesuai anjuran pemerintah, tapi tidak untuk Melanieku, ia harus tetap kerja bahkan lebih keras dari sebelumnya.

Awal menangani pasien Corona ia sempat pulang beberapa kali, menolak untuk kusentuh dan terlihat sangat lelah. Ia sempat berujar kekurangan masker dan alat penunjang lainnya, namun sinar matanya tetap optimis bahwa badai akan berlalu.

Di sepertiga malam ketika tak sengaja aku terbangun, kulihat Melanieku berdoa cukup lama dalam linangan air mata. Segala keluh kesah yang selama ini ia pendam tumpah sudah di hadapan Rabb. Aku terpana menyadari bahwa sesungguhnya Melanieku hanyalah wanita biasa, ia lelah, ia ingin berhenti  namun tetap bertahan demi kemanusiaan.

Hari ke-4 ia tak lagi pulang, Melanieku bilang tugas semakin padat dan tak memungkinkan untuk pulang.

[Kami kekurangan tenaga medis, Bunda gak pulang dulu.] Pamitnya dalam pesan. Ada yang nyeri ketika setelahnya Melanieku sulit dihubungi. Hatiku mulai meragu.

Aku tetap optimis dan yakin Melanieku akan baik-baik saja hingga teman kerjanya datang lengkap dengan baju Anti virusnya melakukan tes pada aku, ibu dan anak semata wayang kami.

"Istri anda postif, jadi izinkan kami untuk memeriksa anda dan keluarga," ucap seorang dokter teman Melanie di rumah sakit.

Jangan tanya hati ini, jangan tanya rasa yang bergejolak, Ya Allah bagaimana dengan Melanieku kini? Mengapa ia merahasiakan ini dariku?

Aku, ibu dan putra sulungku dinyatakan negatif, namun diharapkan tetap tinggal di rumah hingga empat belas hari ke depan. Kami ditetapkan sebagai ODP (Orang Dalam Pengawas).

[Bunda baik-baik saja, Yah, jangan khawatir. Titip jagoan kita dan ibu ya. Jangan lupa minum vitamin dan stay at home.] Pesannya ketika kutanya kabar.

Ia selalu seperti itu, lebih mengkhawatirkan kami daripada dirinya sendiri.

[Doain Bunda, Yah.]

Pesan terakhirnya yang kudapat. Firasatku mulai berontak namun hati tetap menolak. Melanieku pasti baik. Kini kutahu bahwa pesan itu diketik oleh teman sejawat yang merawat.

"Mana bunda, Yah? Kakak rindu," ucap putraku. Ia memeluk boneka kucing kesayangannya, hadiah dari Melanie di ulang tahunnya yang ke-4.

"Bunda kerja, Nak." Aku memeluk tubuh mungilnya. Apa yang harus kusampaikan?

"Kakak rindu Bunda, boleh telpon?" Ia menatap penuh harap.

Aku menggeleng. Ya Allah, ya Allah, kupeluk erat jagoan kami dalam isak.

Ibu yang tetap sehat di usia senjanya tak kuasa menatapku, berkali ia mengusap sudut netranya. Jangan tanya hati wanita tua itu. Melanie bukan sekedar menantu tapi lebih dari anak kandung, perginya adalah patah hati baginya.

Melanie kembali bahkan dalam sendiri, aku pun tak bisa mendampingi. Hanya menatap dari jauh ketika tim medis mengantarkan separuh jiwaku itu ke tempat peristirahatan terakhir.

Belum sempat kukatakan cinta dan sayang padanya, belum puas pula kukecup keningnya, belum hilang aroma tubuhnya yang terkadang bercampur bau alkohol dan tak akan pernah hapus binar harapnya dari ingatku ketika ia melambaikan tangan pamit untuk pergi kala itu. Saat terakhir merekam senyum tulusnya.

Ia pergi dengan cara yang paling ia inginkan, gugur dalam tugas dan kembali dalam senyum. Ia pergi dalam sendiri namun dengan kebanggaan akan profesinya sebagai perawat dan  entah kenapa hati ini terasa ikut pergi bersama dengannya.  Melanie.

***

"Pakai masker terus, Pak, takut virus ya? Takut itu sama Tuhan Pak jangan dengan Corona. Percuma berkopiah tapi gak ada iman."

Aku tersenyum menanggapi candaan tukang parkir yang menyayat itu. Ingin kumaki, kubungkam mulut kejinya dan mengatakan bila istriku harus mati karena orang-orang bodoh sok pintar sepertinya.

"Sudah, Nak. Kita pulang saja." Ibu yang duduk di sebelahku mengenggam jemari ini. Menguatkan.

Aku mengangguk setelah beberapa kali sudut netra tak henti mengembun.

Seandainya semua meredam ego, seandainya taat dan melindungi diri, semua tak akan setragis ini. Tak bisakah mereka yang abai di sana memikirkan bila Melanie Melanie itu tak sendiri ada keluarga yang menanti mereka kembali. Pulang dalam selamat bukan hanya tinggal nama.

End.

Doaku selalu teriring untuk tim medis yang tak kenal lelah mempertaruhkan nyawa manusia yang bahkan tak ia kenal.

Ayo bantu mereka dengan #stayathome , jaga diri dan tak kalap memonopoli kebutuhan medis. Syukur-syukur kalau mau bantu dengan mendonasikan sedikit harta untuk mereka kalau enggak bisa ya tiga tadi lah dikerjakan.

Muaradua, Ana Yuliana.

Saturday, March 21, 2020

Pemimpin dan tugas dakwah

حَدَّثَنِي حِبَّانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Telah menceritakan kepadaku Hibban Telah mengabarkan kepada kami Abdullah dari Zakaria bin Ishaq dari Yahya bin Abdullah bin Shaifi dari Abu Ma'bad -mantan budak Ibnu Abbas dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Mu'ad ketika mengutusnya ke Yaman, "Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, Apabilah telah sampai kepada mereka maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Jika mereka ta'at untuk itu, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka ta'at untuk itu, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat harta mereka, di ambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang yang miskin dari mereka. Jika mereka taat untuk itu, maka hati-hatilah engkau dari mengambil harta milik mereka yang paling baik, takutlah engkau dengan do`anya orang dizalimi, sebab antara ia dengan Allah tidak ada yang menghalanginya."

HR. Bukhari: 4.000 @ensiklopedi hadis

Baca :Penyelundupan hukum perkawinan

Ibrah :
Hadis ini mengisahkan bagaimana Rasulullah memberikan arahan kepada Mu'ad bin Jabal yang diutus atau dipercaya menjadi gubernur di Yaman.
Dari hadis ini dapat dipetik hikmah, ketika seorang pemimpin memberi tugas, maka harus jelas dan terukur, ada target, ada tahapan dan prioritas.

Point-point penting dari hadis ini mencakup 4 hal, yaitu ;
1. Dakwah, mentauhidkan Allah dan tentu mengimani rasulnya.
Dalam Islam, pemimpin bukan sekedar bagaimana mengatur urusan dunia. Pemimpin adalah imam dan Khalifah Allah. Bagaimana implementasi dari peran pemimpin di Indonesia? Konstitusi telah secara tegas mengatur bahwa pemerintah menjamin warga negaranya bertuhan. Dan itu telah tercantum dan dijamin oleh UUD 1945.

2) Memerintahkan shalat. Maknanya, pemimpin semestinya memberikan dorongan umat/warga dalam melaksanakan  ibadah.   Tiap-tiap penduduk bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya. Tidak cukup memberikan kebebasan,  semestinya pemerintah memberikan dukungan agar ibadah tersebut dapat terlaksana, misalnya  dengan memberikan bantuan dan/atau fasilitasi tempat ibadah, termasuk memberikan jaminan keamanan masyarakat didalam beribadah.

3) Perintah Zakat (termasuk infaq dan shadaqah)
Zakat, infaq/shadaoh adalah instrumen dalam Islam dalam mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan umat/warga.
Point ketiga ini mencakup pengertian bahwa pemerintah menjamin kesejahteraan warga/penduduk. Zakat (infaq/shadaqah) merupakan instrumen pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan umat.

4). Adil dan tidak korup
Rasul mengingatkan agar pemimpin berbuat adil dan tidak mengambil harta rakyat. Ketika pemimpin tidak adil dan mengambil harta rakyat, itu merupakan kedhaliman dan doa orang yang terdhalimi merupakan doa yang diijabah oleh Allah.

Thursday, March 19, 2020

Penempatan Jamaah 2020 sudah siap

Ditengah beredarnya informasi saran kerajaan Saudi kepada Indonesia untuk menghentikan persiapan haji 2020, pemerintah terus memantapkan persiapan haji 2020. Hal ini tentu untuk mengantisipasi kalau saatnya dibuka akses haji dan umroh, tidak perlu lagi mendadak dalam mempersiapkan.

Diantara persiapan ialah akomodasi. Dimana jamaah haji Indonesia akan ditempatkan telah diatur dengan Keputusan Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umroh nomor 156 tahun 2020.

Tahun ini, sistem penempatan masih sama dengan tahun lalu, yaitu dengan menganut sistem zonasi berdasarkan Embarkasi keberangkatan.
Dalam keputusan tersebut diatur sebagai berikut :
Syisyah : Aceh, Medan, Batam, Makasar dan Padang (sebagian)
Raudhah : Padang (sebagian), Palembang, dan Jakarta pondok gede.
Misfalah : Jakarta bekasi.
Jarwal : Solo
Masbajin-Aziziyah : Surabaya
Aziziyah : Lombok
Rei Bakhsi : Banjarmasin, Balikpapan.

Semoga semua dimudahkan. Pada waktunya semua berangkat.



Wednesday, March 18, 2020

19 Maret, serentak Pelunasan Biaya Haji 2020


Tanggal 19 Maret 2020 adalah saat yang ditunggu jamaah haji yang akan berangkat tahun 2020. Betapa tidak, mereka telah menunggu kesempatan haji sejak mendaftar sekitar tahun 2010.
Berdasar Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Nomor 160 tahun 2020, pelunasan duatur kedalam dua tahap. Pelunasan tahap kesatu dimulai tanggal 19 Maret sampai 17 April 2020, Pelunasan tahap kedua tanggal 30 April sampai dengan 15 Mei 2020.
Adapun waktu pembayaran diatur bedasarkan zona waktu sebagai berikut :
1)      Indonesia bagian barat, pukul 08.00 sampai dengan 15.00 WIB
2)      Indonesia bagian Tengah pukul 09.00 sampai dengan 16.00 WITA
3)      Indonesia Bagian Timur pukul 10.00 sampai dengan 17.00 WIT.
Pembayaran pelunasan dilakukan pada BPS (Bank Penerima Setoran) Bipih (Biaya Perjalanan ibadah haji) tempat setoran awal atau pelimpahannya. (bagi yang dahulu melalui bank konvensional).
Berikut syarat pelunasan di Bank :
1)      Bukti setoran awal BPIH asli.
2)      Buku rekening
3)      KTP
4)      Foto ukuran 3x4 : 5 lembar, 4x6 ; 1 lembar
5)      Materai 6.000 1 lembar
Syarat pelunasan di Kemenag :
1.       Bukti setoran pelunasan.
2.       Fc KTP dipotoong sesuai ukuran KTP (2 lembar)
3.       Foto ukuran 3x4 : 2 lembar, 4x6 ; 2 lembar
4.       Fc bukti vaksin/meningitis 1 lembar

Pembangunan Madrasah Taf=hfidz Darul Muttaqien

2.040 Jamaah Haji lansia dapat prioritas berangkat tahun 2020

Tahun 2020 ini, Jamaah haji lanjut usia mendapatkan prioritas kuota sebanyak 2.040 (dua ribu empatpuluh) orang untuk berangkat. Hal itu diatur dalam Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Nomor 160 tahun 2020.
Jamaah lansia yang dapat prioritas ditetapkan berdasarkan urutan :
a)       Usia tertua dari kelompok umur 95 tahun keatas dengan masa tunggu paling sedikit 3 (tiga) tahun; yang telah terdaftar sebagai Jemaah haji regular sebelum tanggal 26 Juni 2017.
b)      Usia tertua dari kelompok umur 85 tahun sampai dengan 94 tahun dengan masa tunggu paling sedikit 5 (lima) tahun yang telah terdaftar sebagai Jemaah haji regular sebelum tanggal 26 Juni 2015.
c)       Usia tertua dari kelompok umur 65 tahun sampai dengan 84 tahun, telah terdaftar sebagai jamaah haji regular sebelum tanggal 26 Juni 20010.

Baca : 19 Maret, serentak pelunasan biaya haji 2020
Porsi ini diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan tahap kesatu, yang pelaksanaannya mulai tanggal 19 Maret sampai 17 April 2020.

Bantu : Pembangunan Rumah Tahfidz Darul Muttaqien

Monday, March 16, 2020

Bakti anak setelah kematian orang tua


قَالَ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْغَسِيلِ قَالَ حَدَّثَنِي أَسِيدُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَلِيِّ بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ صَاحِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَدْرِيًّا وَكَانَ مَوْلَاهُمْ قَالَ قَالَ أَبُو أُسَيْدٍ
بَيْنَمَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ قَالَ نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا

telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrohman bin Al Ghasil berkata; telah menceritakan kepadaku Asid bin 'Ali dari bapaknya, 'Ali bin 'Ubaid dari Abu Usaid, sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Ahli Badar, dan dia termasuk maula mereka, berkata; Abu Usaid berkata; Ketika aku duduk di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba seorang laki-laki Anshar datang dan berkata; Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apakah masih tersisa kewajiban atasku untuk berbuat baik kepada orang tuaku setelah kematian mereka berdua?. Beliau menjawab 'Ya', masih tersisa empat perkara yaitu: mendoakan untuk mereka berdua, meminta ampunan mereka, memenuhi janji mereka yang belum terselesaikan dan memuliakan temAn teman mereka serta silaturrahim yang sebenarnya tidak berhubungan dengan kamu kecuali dari jalur mereka. Itulah semua yang tersisa dari kewajibanmu untuk berbuat kebaikan kepada orang tuamu setelah mereka meninggal "

HR. Ahmad: 15.479@ensiklopedi hadis

Umroh bareng Ustadz Agung Nugraha, mau?

Ibrah :
Setelah kematian seseorang, anak masih dapat berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tuanya. Berdasarkan hadis ini, setidaknya ada empat bentuk bakti yang dapat dilakukan. Keempat hal itu ialah 1) Mendoakan
setiap orang dituntunkan untuk mendoakan orang tuanya. Doa ini diucapkan baik ketika orang tua masih hidup ataupun sesudah meninggal.
2) Memohonkan ampunan
Memohonkan ampunan Allah atas kesalahan orang tua juga  terus dilakukan baik ketika masih hidup ataupun setelah mereka wafat.
3) Memenuhi janji yang belum ditunaikan
Janji orang tua berupa hutang piutang, termasuk wasiat menjadi kewajiban anak untuk dipenuhi.
4) Menyambung silaturahmi dengan teman/saudara/kerabat.
Penyelundupan hukum perkawinan dalam fatwa Mahkamah Agung



Oleh : H. Raden Agung Nugraha, S.Ag.,MA[1]

Dua orang, pria dan wanita, datang ke KUA Sleman. Keduanya mengaku sengaja datang dari Jakarta untuk mencari informasi tentang nikah beda agama yang menurut keduanya dapat dilayani di Jogja. Ketika saya jawab tidak ada KUA yang melayani perkawinan seperti itu, keduanya justru menunjukkan dokumen dan foto pernikahan temannya di salah satu hotel di jogja. Keduanya kemudian menceritakan runtut bahwa pernikahan temannya tersebut benar-benar terjadi, tanpa harus merubah status agama. Menurut keduanya, mulanya pernikahan dilaksanakan secara Islam, yaitu nikah sirri. Kemudian dilaksanakan pemberkatan di gereja dan 0masih menurut keduanyanya- teman tersebut mendapatkan Akta perkawinan dari Catatan Sipil.
Dalam dialog tersebut saya juga sempat bertanya pada keduanya, terlepas dari masalah pencatatan, bagaimana pemahaman mereka tentang perkawinan beda agama? Apakah agama mereka membolehkan. Menjawab pertanyaan saya tersebut, yang pria (muslim) menjawab “katanya dalam Islam boleh menikahi wanita beragama lain (ahli kitab)”; sedang yang putri, beragama Kristen, menjawab  “memang dalam kitab kami diperintahkan yang seiman, tapi kami berdua sudah saling mencintai; dan kami sepakat menikah dengan tetap pada keyakinan masing-masing”.
Dalam kesempatan lain, ketika hal tersebut saya konfirmasi ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terkait kebenaran hal tersebut, didapat jawaban bahwa hal itu dimungkinkan berdasarkan fatwa Mahkamah Agung.  
Dalam kesempatan berbeda, seorang pria beragama Islam minta dibimbing masuk Islam untuk keperluan merubah data pada KTP. Ketika ditanya kenapa bisa terjadi, jawabnya : dulu saya nikah di gereja dengan orang Kristen (katolik), tidak tahu kenapa KTP dan KK berubah jadi katolik, padahal saya sejak kecil Islam, dan tidak pindah agama saat nikah di gereja.
Berangkat dari kasus tersebut, ada beberapa catatan penulis yang diharapkan dapat menjadi perhatian pihak-pihak terkait.



Hakekat perkawinan dan kewajiban pencatatannya
Dalam pasal 1 undang-undang no 1 tahun 1974, disebutkan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengertian berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ialah berdasarkan ketentuan agama. Karenanya pasal 2 ayat (1) menyebutkan “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam penjelasan dinyatakan Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada Perkawinan diluar hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang- undang ini”.
Kemudian pasal 2 ayat (2) menyatakan Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Adapun ketentuan pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang menyatakan bahwa: Bagi yang beragama Islam pencatatannya oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk. Dan bagi mereka yang bukan Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.
Berdasarkan pengertian dan ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa  perkawinan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan agama, dan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum maka perkawinan dicatat. Dengan demikian semestinya perkawinan yang dicatat hanyalah perkawinan yang benar menurut hukum agama. Karenanya pencatatan perkawinan bukan sekedar fungsi administratif semata.
Terkait agama, negara Indonesia didirikan atas ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, agama dan iman kepada tuhan menjadi pedoman hidup bagi seluruh rakyat Indonesia. Karenanya, melalui proses yang panjang, pencantuman kolom agama dalam KTP telah diatur dalam UU administrasi kependudukan. Hal tersebut penting dan berkorelasi tidak sekedar keperluan administrasi, tetapi juga perlakuan terhadap seseorang. Misalnya urusan perkawinan, hak waris, adopsi anak/hak asuh, bahkan terkait dengan kematian sekalipun. Dengan adanya identitas agama pada mayit, orang tidak bisa berebut mengurus jenazah karena perlakukan disesuaikan dengan agama yang dianut si mayit.

Penyelundupan hukum perkawinan
Menjawab permohonan penjelasan dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Panitera Mahkamah Agung melalui Surat (Fatwa) Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019 tertanggal 30 Januari 2019 memberikan jawaban mencakup 4 point, yaitu 1) Pencatatan perkawinan  yang tidak dapat memenuhi persyaratan pencatatan perkawinan Agama/penghayat kepercayaan, 2) Pencatatan Perkawinan Beda Agama, 3) Pencatatan Kematian, dan 4) Putusan/penetapan pengadilan yang amar putusannya bertentangan dengan Undang-undang Administrasi kependudukan.
Diantara yang krusial adalah jawaban terkait pencatatan Perkawinan Beda Agama. Panitera Mahkamah Agung memberikan jawaban : “Perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Akan tetapi jika perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan, misalnya jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Kristen maka dicatatkan di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, begitu pula jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Islam maka perkawinan pasangan tersebut dicatatkan di Kantor Urusan Agama”.
Menurut penulis, frasa “menundukkan diri” dalam fatwa ini mengandung penyelundupan hukum perkawinan dan mengandung muatan konversi agama secara terselubung yang berpotensi menimbulkan benturan dimasyarakat.
Menurut KBBI, menundukkan berasal dari kata tunduk. Menundukkan berarti “mengalahkan (sampai tunduk)”; “menaklukkan”. Dengan demikian, kalimat menundukkan diri dalam fatwa MA tersebut dapat dipahami bahwa orang tersebut mengalah, tunduk dan takluk kepada agama lain. Dalam pengertian lain, dia berpindah/meninggalkan agama (lama) dan tunduk, takluk kepada agama (baru) yang menjadi keyakinan pasangannya.
Sampai disini, fatwa ini secara tidak langsung telah memberikan peluang konversi agama terselubung atau bahkan melalui peluang pencatatan tersebut “memaksa” seseorang tunduk kepada agama pasangannya. Artinya, meski identitas agama didalam dokumen administrasi kependudukan berupa KTP dan KK tidak berubah (misalnya : Islam), sebetulnya ia telah dipaksa beragama lain ketika pelaksanaan perkawinan tidak dengan cara Islam. Demikian juga sebaliknya. Atau, kalaupun kata menundukkan diri tidak disebut pindah agama dengan alasan KTPnya tidak dirubah (dalam contoh tersebut Islam dan Kristen), maka berarti telah terjadi perkawinan beda agama yang jelas-jelas tidak diakui dan tidak bisa dicatatkan.
Apabila ditanya kepada pasangan yang menempuh perkawinan demikian, mereka akan menjawab bahwa kami tetap dalam agama kami masing-masing. Artinya dalam kesadaranya mereka tetap memeluk agama Islam dan Kristen. Meraka akan berkata bahwa mereka berbeda agama, saling mencinta dan sepakat menikah dengan perbedaan agama, menikah berbeda agama dan mendapat pengakuan dengan diberikannya Akta Perkawinan. Disinilah fatwa ini telah melakukan penyelundupan hukum perkawinan, dengan membolehkan terjadinya perkawinan beda agama dan konsekwensinya terjadi pencatatan perkawinan beda agama.  
Memang, persoalan agama adalah hak individu, bahkan merupakan hak asasi seseorang. Namun apabila tidak diikuti dengan penyesuaian administrasi berupa perubahan data di KTP, akan berpotensi menimbulkan masalah.  Oleh karena itu, untuk menjaga kondusifitas dan ketenteraman di masyarakat, perbuatan “menundukkan diri” semestinya harus dilandasi dengan kesadaran penuh dan diikuti dengan perubahan data administtrasi kependudukan (KTP dan KK),
“Kasus” ini memberikan konfirmasi adanya pengaduan beberapa kasus yang mengaku pernah nikah di gereja tanpa merubah KTP, ketika akhirnya bercerai kemudian hendak menikah (lagi) di KUA, ia baru tersadar bahwa KTP dan/atau KKnya berubah agama, sementara ia tidak pernah merasa berpindah agama. Ini nyata terjadi karena ketika pengurusan Kartu Keluarga yang mengurus salah satu dari pasangan tersebut.

Fatwa MA melampuai kewenangan
Pasal 24A Undang-undang Dasar RI 1945, mengatur bahwa Mahkamah Agung mempunyai kewenangan 1) mengadili pada tingkat kasasi, 2) menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan 3) mempunyai wewenang lainnya yang diberikan undang-undang.  Disamping itu, Mahkamah Agung mempunyai kewenangan memberikan fatwa hukum. Fatwa Mahkamah Agung berisi pendapat hukum Mahkamah Agung yang diberikan atas permintaan Lembaga negara.
Dalam konteks ini, memang MA berwenang memberikan fatwa atas permintaan Kementerian Dalam Negeri, namun menurut penulis, fatwa ini telah melampuai kewenangan sebagaimana diatur, karena fatwa ini telah “menguji” Pasal 2 ayat (1) undang-undang Nomor 1 tahun 1974, padahal kewenangannya sebatas menguji yang dibawah undang-undang.


Simpulan
Penulis berkesimpulan bahwa fatwa MA Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019 tertanggal 30 Januari 2019 telah membuat norma hukum baru. Itulah yang saya sebut sebagai penyelundupan hukum. Disamping bertentangan dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, juga menimbulkan banyaknya ketidaksesuaian data kependudukan, serta berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat akibat kecurigaan liberalisasi agama.
.



[1] Penghulu Madya/Kepala KUA Kecamatan Sleman &  Ketua Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PeKIK) Darul Fikri Yogyakarta