Wednesday, October 31, 2018

Permissif sebabkan kekufuran
Membenarkan Perbuatan yang Salah dapat Menggelincirkan pada Kekufuran yang  Mengakibatkan Semua Kebaikan menjadi Sia-Sia

Jika melihat  kecenderungan dasar manusia dalam melakukan suatu perbuatan, memulai perbuatan buruk atau jahat akan jauh lebih berat dari pada mengawali perbuatan baik.  Sebab pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan pada kebaikan, sehingga  melakukan perbuatan buruk dan jahat merupakan perbuatan yang berlawanan dengan fitrah dirinya sendiri.

Namun, lain halnya ketika perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan. Jangankan perbuatan baik, amal keburukan sekalipun akan terasa sangat mudah dikerjakan. Apalagi kalau sudah meresap dan merasuk ke dalam jiwa, keburukan akan dianggapnya sebagai perbuatan yang baik dan menguntungkan. Kendati pandangan itu sesungguhnya bukan murni dari sisi kemanusiaannya, melainkan ulah setan yang selalu memperindah keburukan dimata orang-orang yang sudah diliputi dosa.

Jika sudah demikian, maka kita dapat tergelincir pada kekufuran. Sebab salah satu makna kufur adalah menganggap baik terhadap hal-hal yang buruk, atau membenarkan suatu perbuatan yang sudah jelas-jelas salah. Termasuk juga membela pelaku kejahatan, sebab dibalik pembelaan terkandung upaya pembenaran yang membuat lingkaran dosa semakin melebar.

Pendosa akan berada dalam lingkaran yang menjadikan ia tidak mudah  melepaskan diri dari perbuatan dosanya dan akan terus membenarkan setiap perbuatannya. Akhirnya, amal apapun yang dilakukan, termasuk amal yang baik, sama sekali tidak akan mendapatkan ganjaran, sebab kekufuran menjadikan amal baik menjadi tidak bisa diterima. Hal tersebut berdasarkan firman Allah, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu  (sia-sia bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqan : 23). Salam Yansur
Nabi menjamin hutang umatnya
Nabi Penjamin hutang

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ وَلَمْ يَتْرُكْ وَفَاءً فَعَلَيْنَا قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ

Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Saya lebih utama menjamin orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, maka barangsiapa meninggal sedang ia mempunyai hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya, kewajiban kamilah untuk melunasinya, dan barangsiapa meninggalkan harta, maka itu bagi ahli warisnya."

HR. Bukhari: 6.234 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Dalam hukum waris Islam, harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal tidak disebut warisan, melainkan harta peninggalan

Harta peninggalan baru menjadi harta waris setelah dikurangi biaya-biaya, antara lain biaya perawatan hingga pemakaman, untuk membayar hutang (apabila memiliki hutang) dan atau menunaikan wasiat (apabila berwasiat).

Pernyataan Rasulullah bahwa ia (pemerintah) menanggung hutang, menegaskan betapa pentingnya membayar hutang dan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan.

Ini juga menjadi dasar perlunya penjamin bagi orang yang berhutang.

Dalam hadis ini, Rasulullah melalui Baitul Maal menjamin umat Islam yang meninggal dan memiliki hutang.

Praktek tersebut sekarang dilaksanakan melalui perusahaan asuransi dengan menggunakan prinsip tabarru'.

Allahu a'lam

Tuesday, October 30, 2018

Menangkal rencana jahat dengan berserah diri kepada Allah
Cukup Bersandar pada Allah Agar Tetap Tegar dalam Berjuang dan Jika Ada Rencana Jahat Terselubung  Biarlah Allah yang akan Membongkarnya.

Bagi seorang muslim tentu akan selalu terlintas dalam benak dan pikirannya tentang kemahakuasaan Allah terhadap dirinya dan terhadap segala sesuatu yang akan membuat terperanjat apabila suatu saat menyaksikan, mengalami dan merasakannya. Suatu kebaikan atau pertolongan misalnya, walaupun kita memang sedang mengangankannya tetapi tidak terpikir bagaimana cara mendatangkannya, maka Allah berkuasa mendatangkan kebaikan dan pertolongan itu secara tiba-tiba.

Begitu pula dengan keburukan  ataupun musibah. Meskipun kita sedang berusaha agar bisa terhindar  dari keburukan dan musibah itu,  namun keburukan itu tetap saja bisa datang.  Jika Allah telah berkehendak, kedatangannya pun bahkan bisa lebih cepat dan bersamaan dengan keburukan-keburukan yang lain.

Semuanya tidak ada yang sulit bagi Allah. Termasuk bagaimana pula mengungkapkan suatu rencana  jahat yang terselubung sekalipun. Jangankan hanya mengungkapkan dengan cara yang bisa dinalar dan dianalisa oleh akal dan pikiran kita, dengan menghidupkan orang yang sudah mati sekalipun agar dia bisa menjadi saksi siapa pembunuh yang sebenarnya, tidak ada yang sulit bagi-Nya.

Seperti yang ditunjukkan di dalam al-Qur’an,  apa yang sudah Allah lakukan kepada Bani Israil ribuan tahun  yang lalu dalam mengungkan siapa yang telah melakukan pembunuhan. Hanya dengan memukulkan bagian tubuh sapi yang sudah disembelih ke tubuh mayat, seketika mayat itu bisa hidup kembali. “Maka Kami berfirman, Pukullah mayat itu dengan sebagiannya. Demikian Allah menghidupkan yang mati dan menunjukkan kepada kamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya agar kamu berakal”. (QS. Al-Baqarah: 73). Salam Yansur.
ayuk; mendahului mengucap salam
Mendahului salam

أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda :
"Hendaknya orang yang berkendara memberi salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada yang duduk dan (rombongan) yang sedikit kepada (rombongan) yang banyak."

HR. Bukhari: 5.764 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Tuntunan siapa yang sebaiknya mendahului mengucap salam.

Allahu a'lam
wanita; berpakaian tetapi telanjang

Berpakaian tetapi telanjang

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya ia memukuli orang dan wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, mereka berlenggak-lenggok dan condong (dari ketaatan), rambut mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan sejauh ini dan ini."

HR. Muslim: 5098 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Yang dimaksud kasiyat ariyat, berpakaian tetapi telanjang ialah orang yang mengenakan namun masih terlihat bentuk tubuh dan atau anggota tubuhnya.

Wujudnya bisa berupa pakaian yang kelihatan belahan dadanya, rok mini, rok panjang yang dibelah samping/depan/belakang, pakaian ketat, celana pencil, pakaian transparan, dsb.

Allahu a'lam

Monday, October 29, 2018

bolehkan nongkrong di pinggir jalan
Adab "nongkrong" di (tepi) jalan

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ

Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Janganlah kalian duduk duduk di pinggir jalan". Mereka bertanya: "Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama". Beliau bersabda: "Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut". Mereka bertanya: "Apa hak jalan itu?" Beliau menjawab: "Menundukkan pandangan, menyingkirkan halangan, menjawab salam dan amar ma'ruf nahiy munkar".

HR. Bukhari: 2.285 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Anjuran Rasulullah untuk tidak nongkrong/ duduk-duduk (bergerombol) di(tepi) jalan.

Nongkrong di tepi jalan mempunyai banyak implikasi negatif; antara lain mengganggu orang yang lewat, menimbulkan madharat, merupakan tindakan yang sia-sia/laghwi, berpotensi Rafas, bahkan juga memicu dosa karena tidak bisa mengendalikan pandangan, menggunjing (ghibah) dan perbuatan buruk lainnya.

Dalam hal menjadi media bersosialisasi, Rasul SAW menekankan norma/adab (berkumpul ditepi) dijalan, antara lain agar mampu menjaga pandangan, mengendalikan diri dan menghindari hal hal negatif, menyebarkan salam dan mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Allahu a'lam

Sunday, October 28, 2018

Kunci menghadapi perbedaan

Diantara Kunci Menghadapi Perbedaan adalah Kerendahan Hati dan Keinsafan Adanya Kuasa yang Mampu Menyingkap Segala yang Tersembunyi.
Perbedaan pendapat itu wajar adanya, karena setiap orang punya latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda. Namun menjadi tidak wajar apabila perbedaan yang muncul kemudian dijadikan sebagai alat rekayasa atau justru perbedaan itu sengaja dimunculkan untuk merekayasa.
Apalagi kalau perbedaan itu berujung pada konflik yang mengakibatkan adanya korban.  Jangankan korban jiwa, korban harga diri sekalipun sama sekali tidak wajar. Sebab akan semakin memperuncing perbedaan itu sendiri. Masing-masing pihak akan berupaya     mencari pembenaran untuk dirinya atau saling tuduh-menuduh melemparkan kesalahan itu kepada pihak lain.
Jika kita menghadapi hal demikian, kata kuncinya selain terdapat pada kerendahan hati dan kesiapan untuk hidup bersama dalam perbedaan dengan orang lain, juga terdapat pada kesadaran keagamaan kita. Bahwa Allah memiliki  kuasa untuk menyingkap segala yang tersembunyi termasuk seluruh agenda yang ada dibalik semua rekayasa, perbedaan dan konflik yang ditimbulkan.
“Dan (ingatlah) ketika membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu, Dan Allah hendak menyingkap apa yang selam ini kamu smebunyikan”. (QS. Al-Baqarah: 72).  Bukankah tidak ada seorangpun yang mau menanggung apabila semua rahasia yang memalukan itu terbongkar dihadapan semua orang?. Salam Yansur.

keterangan terkait harta suami
Harta suami, milik orang tuanya (juga)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي فَقَالَ أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

Dari Jabir bin Abdullah :
Seseorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku." Maka beliau bersabda: "Engkau dan hartamu milik ayahmu."

HR. Ibnu Majah: 2.282 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Pesan nabi, agar disamping memperhatikan keluarga dan anak, kita juga memperhatikan kondisi orang tua kita. Kit dituntut bisa adil terhadap istri dan orang tua  Bahkan mereka punya hak atas harta kita (untuk dinafkahi).

Disamping mencukupi kebutuhan/nafkah keseharian, dalam Surat Al Isra 23-24, kita diperintahkan merawat orang tua terutama ketika mereka sudah tua/udzur. Berkata yang baik, lembut, tidak membentak.

Hadis ini menegaskan, bahwa perhatian, kasih sayang dan pengorbanan orang tua tidak sebanding dan tidak terbalas dengan seberapapun harta kekayaan.

Dengan demikian, dalam konteks keluarga, hadis ini menuntut seorang istri untuk tidak "cemburu" apabila suaminya memberikan harta untuk orangtuanya.

Allahu a'lam

Saturday, October 27, 2018

Pelajari, hayati dan amalkan al qur'an

Al-Qur’an Bukan untuk Hiasan ataupun Pajangan, tetapi untuk Dipelajari, Dihayati, dan Diamalkan
Salah satu  hal penting dalam agama Islam adalah al-Qur’an, sebab al-Qur’an merupakan pilar kokohnya keimanan dan menjadi sumber ajaran. Al-Qur’an memberi penjelasan tentang Allah, satu-satunya Dzat  yang seharusnya kita sembah. Menjelaskan tentang apa yang diperintahkan dan yang dilarang-Nya. Menjelaskan pula tentang apa balasan yang akan diperoleh bagi orang yang mentaati-Nya dan bagi yang makshiyat kepada-Nya. 
Karena itu, al-Qur’an  yang ada ditangan kita, tidak cukup hanya sekedar dibaca, apalagi dijadikan sebagai hiasan di rumah, disimpan di dashboard mobil,  atau terpampang dalam menu  aplikasi android. Tetapi al-Qur’an untuk dipelajari, dihayati kandungannya dan diamalkan pesan-pesannya dalam kehidupan sehari-hari dengan berharap dapat menghantarkan kita menjadi orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan serta terhindar dari segala macam sangsi berupa bencana di dunia maupun di akhirat.
Abu Sa’id Al-Khudri menyampaikan bahwa Nabi saw. pernah bersabda, “sesungguhnya salah seorang manusia yang paling bejat adalah seorang fasik yang membaca al-Qur’an,  sedang ia tidak memperhatikan sesuatu darinya”, yakni tidak mengamalkannya. Demikian kalimat yang dikutif Prof. Quraish Shihab dari seorang pakar hadis bernama an-Nasa’i.
Kita harus mengambil pelajaran dari pesan Al-Qur’an ketika Allah memberi ancaman kepada  Bani Israil yang menolak melaksanakan kandungan kitab suci Taurat karena  mereka anggap berat. “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung (Thursina) di atas kamu (seraya Kami berfirman): Pegang teguhlah apa yang kami berikan kepada kamu dan ingatlah selallu apa yang ada di dalamnya agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah : 63)
Menurut ahli tafsir, orang-orang Bani Israil menyaksikan gunung seolah mendekat persis berada di atas kepala mereka. Gunung itu hancur berterbangan, guntur dan halililintar bersahutan menimbulkan rasa takut yang berlebihan. Hal demikian sangat mungkin suatu saat dapat ditimpakan kepada kita, apabila melakukan perbuatan yang sama dengan mereka. Salam Yansur.

Agung Nugraha ; posisi sholat jenazah
Posisi shalat jenazah

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا

Dari Samirah bin Jundan ra., Ia berkata :
Aku pernah shalat jenazah di belakang Nabi SAW atas wanita yang meninggal pada masa nifasnya. Beliau berdiri di tengah jenazah tersebut".

HR. Bukhari: 1.245 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini termasuk hadis fi'liyah; yaitu keterangan sahabat Samurah yang menerangkan perbuatan nabi melakukan shalat jenazah dan posisi nabi ketika shalat jenazah tersebut.

Ini menjadi dalil bahwa posisi sholat atas jenazah wanita adalah di tengah, tidak searah kepala.

Allahu a'lam

Friday, October 26, 2018

Rukun dan damai
Agar Hidup Rukun dan Damai Maka Berserah Dirilah Pada Allah sebab Allah Menghendaki Kerukunan dan Kedamaian

Setiap pemeluk agama akan mengatakan bahwa agama yang dianutnya adalah  yang paling benar. Begitu pula dengan madzhab atau kelompok keagamaan tertentu, walaupun berada dalam satu sistem keyakinan agama yang sama,  ketika sudah mendapatkan dukungan yang banyak, apalagi merasa berkuasa,  akan merasa kelompoknyalah yang paling baik dan paling benar.

Klaim kebenaran itu tidak hanya terkait dengan masalah ketuhanan dan eskatologis semata,   melainkan  juga akan berpengaruh terhadap pola dan cara pandang dalam kehidupan di dunia. Sebab agama ataupun mazhab keagamaan akan menjadi dasar nilai bahkan ideologi dalam mengelola kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Maka tidak heran jika setiap penganut agama dan mazhab keagamaan sangat getol melakukan mobilisasi massa baik secara terang-terangan maupun terselubung untuk mengokohkan eksistensinya masing-masing.

Walhasil suasana kehidupan mengalami ketegangan, dan dalam tahap tertentu cenderung menimbulkan konflik. Sebenarnya, perbedaan itu adalah  hal lumrah sebagai sunnahtullah yang menciptakan segala sesuatu secara beragam. Klaim kebenaran itu juga lumrah karena melekat dalam kepercayaan dan keyakinan agama atau madzhab keagamaannya. Yang tidak lumrah adalah memaksa dan  mendesak, serta mendeskreditkan pihak lain yang tidak sejalan dengan agama atau madzhab keagamaannya, karena hal itu akan merusak kerukunan.

Orang yang melakukan pemaksaan, mendesak dan mendeskriditkan pihak lain sesungguhnya merupakan sikap yang akan mengorbankan agama dan madzhab keagamaannya. Sebab hidup rukun dan damai antar dan intern pemeluk agama dan madzhab keagamaan merupakan sesuatu yang mutlak dan merupakan tuntutan agama itu sendiri.

Agar hidup kita rukun dan damai, biarkan setiap pemeluk agama dan madzhab keagamaan menjalankan apa yang dianutnya, dan serahkan segala perbedaan itu  kepada Allah yang memiliki hak prerogatif memutuskan di hari kemudian nanti, agama dan madzhab keagamaan siapa yang direstui  dan yang tidak. Siapa yang dianugrahi kedamaian dan kebahagiaan dan siapa pula yang akan takut dan bersedih. Salam Yansur.
dalil hukum shalat ghaib
Shalat ghaib

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الْحَبَشَةِ يَوْمَ الَّذِي مَاتَ فِيهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ
وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفَّ بِهِمْ بِالْمُصَلَّى فَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah mengabarkan kepada kami kematian Anak Najasiy, seorang seorang penguasa habasyah di hari kematiannya, lalu nabi berkata :
Mohonkanlah ampun buat saudara kalian". Dan dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kepada saya Sa'id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: Bahwa Nabi SAW membariskan mereka di tanah lapang kemudian Beliau bertakbir empat kali".

HR. Bukhari: 1.242 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menjadi dasar shalat jenazah, meskipun tidak disisi jenazah.

inilah yang dikenal sebagai shalat (jenazah) ghaib.

Allahu a'lam

Thursday, October 25, 2018

Sekali Lagi tentang Khusyuk yang Perlu Kita Upayakan

Mungkin kita telah menyadari betapa pentingnya khusyuk bagi kontrol dan kendali diri. Namun dalam praktiknya khyusuk itu tidaklah mudah untuk kita dapatkan. Khusyuk membutuhkan komitmen dan konsistensi kuat, diikuti dengan  upaya dan langkah-langkah strategis agar mental khusyuk itu bisa tertanam dengan baik. 

Menurut al-Qur’an, diantara prasyarat menjadi orang yang bermental khusyuk “(yaitu) orang yang menduga keras bahwa mereka akan menemui Tuhan mereka dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 46).

“Menduga keras” merupakan salah satu cara aktivasi keimanan agar fungsional dalam pengendalian diri. Kembali kepada Allah adalah kepastian, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memastikan akan bertemu dengan-Nya dalam keadaan diterima dan disambut dengan jamuan yang membahagiakan, kecuali orang-orang yang mendapatkan ridla-Nya.

Sementara itu, ridla Allah hanya akan diberikan kepada orang-orang yang ridla pula dalam menerima dan menjalankan semua beban dan ujian yang diberikan kepadanya. Baban dan ujian itu dapat diterima dan dijalani dengan ringan apabila diselimuti harapan yang besar dan menduga keras akan adanya kepastian menerima ganjaran dari Allah SWT. Salam Yansur.
[06:26, 10/26/2018] Yayan Suryana: Walaupun Niat Menolong tetapi Hati-Hati Jangan sampai Menolong untuk Membenarkan yang Salah dengan  menyalahi Hukum dan Peraturan

Tidak ada manusia yang sempurna. Pada suatu saat kita  akan menghadapi masalah yang penyelesaiannya membutuhkan bantuan orang lain. Oleh sebab itu, agama sangat menganjurkan hidup saling tolong menolong, dan tolong menolong yang dianjurkan hanyalah  dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. (QS. Al-Maidah : 2).

Tolong menolong terjadi  ketika menghadapi masalah yang bisa diselesaikan melalui hubungan sosial biasa. Namun, jika masalahnya sudah berat, harus melibatkan pihak-pihak  yang memiliki kekuasaan  namanya  bukan lagi  tolong-menolong, tetapi disebut syafa’at. Sebab harapan mendapatkan pertolongan itu tidak bisa diperoleh kecuali dari pemilik kekuasaan yang  mampu memberi rasa takut, segan atau bisa memberikan imbalan.

Karena itu,  istilah syafa’at identik dengan kehidupan di akhirat  yang tidak akan ada lagi saling tolong menolong. Betapapun terhormatnya dan diseganinya seseorang saat berada di dunia, di akhirat tidak lagi bisa ditolong ataupun menolong karena pertolongan hanya datang dari Allah SWT.

Di dunia pun kata syafa’at sering juga digunakan untuk mengungkapkan perasaan senang yang tak terhingga  karena mendapatkan pertolongan yang tidak disangka sehingga dirinya bisa terselamatkan dari permasalahan besar yang bisa menyusahkan atupun menghinakan. Syafa’at di dunia biasanya digunakan dalam memberi pertolongan untuk membenarkan yang salah dengan menyalahi hukum dan peraturan.

Namun hati-hatilah dengan hal demikian, karena perbuatan yang melawan hukum semacam itulah yang diancam tidak akan mendapatkan pertolongan (syafa’at) dari pemilik  syafa’at yang sesungguhnya di akhirat kelak. “Dan jagalah diri kamu dari satu hari (di mana) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun, dan tidak juga diterima syafa’at dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong”. (QS. Al-Baqarah : 48) Salam Yansur.
Antarkan jenazah sampai makam
Keutamaan mengantar jenazah

حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ

Abdurrahman Al A'raj mengabarkan bahwa Abu Hurairah ra. berkata : Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyolatkannya maka baginya pahala satu qirath, dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya maka baginya pahala dua qirath". Ditanyakan kepada Beliau; "Apa yang dimaksud dengan dua qirath?" Beliau menjawab: "Seperti dua gunung yang besar".

HR. Bukhari: 1.240 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menerangkan keutamaan takziyah dengan rangkaian menshalatkan hingga mengikuti proses pemakaman di kubur.

Allahu a'lam

Wednesday, October 24, 2018

LIbatkan Allah dalam cintamu
SEGITIGA CINTA, BUKAN CINTA SEGITIGA

Oleh: Kak Eka Wardhana, Rumah Pensil Publisher.

 Ingin agar kisah Anda dengan suami/istri seromantis legenda Romeo dan Juliet? Bagus saja sih, hanya harus diingat: Cinta Romeo dan Juliet itu rapuh. Kenapa? Karena mereka hanya saling bersandar satu sama lain. Romeo dan Juliet terlalu fokus pada diri mereka sendiri, sehingga ketika yang satu mati, yang lain pun ikut menuju kematian. Padahal cinta keluarga mereka masih ada.

 Mungkin Anda juga ingin agar hubungan Anda dengan suami/istri begitu menghanyutkan layaknya kisah “Laila Majnun”? Boleh saja sih, kisah cinta Qais pada Laila memang membawa hanyut perasaan alias bikin baper berat. Bayangkan, sampai Qais berkata, “Setitik debu di terompah yang dipakai Laila lebih aku sukai daripada dunia dan seluruh isinya!” Apa ada istri yang tidak senang bila suaminya bersikap seperti itu padanya? Tetapi.... 

Tetapi ternyata cinta mereka juga tidak kokoh. Kok bisa? Sebab mereka juga tidak berbagi dukungan pada pihak yang lain. Qais hanya bersandar penuh pada Laila, itulah sebabnya saat cintanya terhambat, jiwanya terhuyung-huyung karena tempat bersandarnya hilang. Maka Qais pun dijuluki orang “Laila Majnun” (Tergila-gila pada Laila).

Cinta indah dan romantis yang ditunjukkan novel-novel klasik atau drama-drama serta film adalah cinta yang semu. Kenapa ya begitu? Karena cinta indah dan romantis versi mereka bersandar pada bentuk fisik yang sempurna.

Apa ada tokoh dalam drama Korea yang fisiknya di bawah standar? Tentu tidak ada. Dalam novel karya Shakespeare, gambaran Romeo dan Juliet pun dimulai dari bayangan fisik mereka sebagai remaja yang sempurna.

Karena kebanyakan kita dianugerahi fisik yang standar-standar saja, tentu tak mungkin mengejar keromantisan seindah yang ada di novel atau layar drama. Inilah yang menipu anak-anak alay. Mereka mengejar standar keindahan yang tinggi tanpa mengukur diri. Jadinya bila cintanya dirasa mentok, ekspresi putus asanya pun jadi lebay banget. Cermin mana cermin?

Jadi cinta yang dianggap romantis oleh kebanyakan kita punya 2 kelemahan: sandarannya rapuh dan standarnya tidak terjangkau. Jadi bagaimana ya cara memiliki cinta yang kokoh tetapi juga romantis secara nyata, bukan semu?

Jawabannya: libatkan pihak ketiga.

Eits! Tentu bukan Cinta Segitiga! Yang dimaksud adalah Segitiga Cinta.

Cinta yang kokoh tidak bisa hanya dimiliki antara suami dan istri berdua saja. Ibarat menara besi, ia tidak akan kokoh dan tinggi bila hanya memiliki 2 kaki. Menara besi akan lebih kokoh bila mempunyai 3 kaki. Jadi, cinta sejati yang kokoh itu harus berbentuk segitiga.

Siapa pihak ketiga yang harus dilibatkan? Jawabannya akan membuat hati orang beriman bergetar tapi diremehkan orang yang tak dalam imannya. Pihak ketiga yang harus dilibatkan adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Bila hujan lebat datang menimpa cinta sepasang suami istri, Allah lah yang menjadi payungnya. Bila ombak besar datang menghempas cinta suami dan istri gelombang demi gelombang, Allah lah yang menjadi pelabuhan pelindungnya. Bila cinta suami dan istri mulai kabur karena banyaknya air mata kesedihan, Allah yang mencerahkannya lagi, seperti bulan purnama yang muncul berkilau selepas awan berlalu.

Bila Setan mulai menguasai mata seorang suami dengan berkata, “Lihat istrimu, ia sudah tak secantik dulu. Perutnya sudah tak lagi langsing, kulitnya mulai keriput dan rambutnya memutih,” Allah lah yang akan membuat sang suami merespon balik, “Benar begitu, tetapi tahukah engkau kemana semua kecantikannya dulu pergi? Semuanya telah masuk ke dalam hatiku dan menetap selamanya. Beserta semua kecantikan dan kemudaannya dulu lah ia menemaniku berjuang meraih impian kami. Kerasnya perjuangan membuatnya lelah dan kecantikannya memudar. Tetapi senyum dan mata indahnya dulu tetap mekar di hatiku tak lekang oleh waktu. Bila kini ia telah lemah dan terkuras, yang terasa di hatiku adalah rasa kasih dan sayang yang bertambah besar padanya.”

Saat Setan mulai menggoda hati seorang istri dengan berkata, “Menyesal lah engkau telah memilih dia. Waktu mudamu habis dan kecantikanmu pudar hanya demi seorang laki-laki yang tak mampu menyenangkan hatimu dengan harta dan perhiasan walau sekadarnya,” Allah lah yang akan membuat istri balas membisik, “Aku memang menyesal telah bersamanya begitu singkat. Betapa inginnya aku menemaninya berjuang selamanya. Keringat dan debu di dahinya yang kubersihkan setiap kali ia tiba di rumah kami yang sederhana adalah harta dan perhiasan terbesarku dalam hidup ini. Tak ada kebahagiaan yang lebih besar bagiku selain membiarkan wajahnya yang kelelahan terlelap di pangkuanku sambil tersenyum ridha padaku.”

Bila Allah yang menjadi tempat bersandar dan menjadi standar cinta kita pada suami/istri, romantisme dan keindahan cinta menjadi mudah dan terjangkau. Tidak selalu kisah Romeo-Juliet, Qais-Laila dan tokoh-tokoh drama Korea yang romantis.

Tetapi kisah seorang nenek yang menyambut tubuh renta suaminya di sore hari sepulang menarik becak. Memberinya handuk lusuh untuk membersihkan diri, menyuguhkan sepiring nasi dibubuhi garam hasil belanja hemat sepagian, juga sesungguhnya adalah kisah cinta yang sangat indah dan romantis.

Libatkan Allah dalam cinta Anda kepada pasangan, Saudaraku terkasih. Maka bila dituliskan, kisah cinta Anda akan seindah dan seromantis kisah-kisah cinta paling legendaris di dunia.
Hukum nasab, kewalian dan waris anak zina

Tidak sedikit orang bertanya terkait hukum anak hasil pernikahan zina. Biasanya masalah nasab,kewalian dan waris. Berikut kami sampaikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait hal tersebut.  Semoga bermanfaat.

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor:  11 Tahun 2012
Tentang
KEDUDUKAN ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA
 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
MENIMBANG:   
a.  bahwa dalam Islam, anak terlahir dalam kondisi suci dan tidak membawa dosa turunan, sekalipun ia terlahir sebagai hasil zina;
b. bahwa dalam realitas di masyarakat, anak hasil zina seringkali terlantar karena laki-laki yang menyebabkan kelahirannya tidak bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, serta seringkali anak dianggap sebagai anak haram dan terdiskriminasi karena dalam akte kelahiran hanya dinisbatkan kepada ibu;
c.  bahwa terhadap masalah tersebut, Mahkamah Konsitusi dengan pertimbangan memberikan perlindungan kepada anak dan memberikan hukuman atas laki-laki yang menyebabkan kelahirannya untuk bertanggung jawab, menetapkan putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang pada intinya  mengatur kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya;
d. bahwa terhadap putusan tersebut, muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai kedudukan anak hasil zina, terutama terkait dengan hubungan nasab, waris, dan wali nikah dari anak hasil zina dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya menurut hukum Islam;
e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang kedudukan anak hasil zina dan perlakuan terhadapnya guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT:   
1.  Firman Allah SWT:
a. Firman Allah yang mengatur nasab, antara lain :
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (QS. Al-Furqan : 54).
b. Firman Allah yang melarang perbuatan zina dan seluruh hal yang mendekatkan ke zina, antara lain:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk “ (QS. Al-Isra : 32).
وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلاَ يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً  يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosanya, yakni akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina” (QS. Al-Furqan: 68 – 69)
c. Firman Allah yang menjelaskan tentang pentingnya kejelasan nasab dan asal usul kekerabatan, antara lain:
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءكُمْ أَبْنَاءكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ  ادْعُوهُمْ ِلأَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (QS. Al-Ahzab: 4 – 5).
وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ
“.... (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) “ (QS. Al-Nisa: 23).
d. Firman Allah yang menegaskan bahwa seseorang itu tidak memikul dosa orang lain, demikian juga anak hasil zina tidak memikul dosa pezina, sebagaimana firman-Nya:
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain526. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan. (QS. Al-An’am : 164)
وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (QS. Al-Zumar: 7)
2.  Hadis Rasulullah SAW, antara lain:
a. hadis yang menerangkan bahwa anak itu dinasabkan kepada pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy), sementara pezina harus diberi hukuman, antara lain:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ اخْتَصَمَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ فِي غُلَامٍ فَقَالَ سَعْدٌ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ أَخِي عُتْبَةَ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَهِدَ إِلَيَّ أَنَّهُ ابْنُهُ انْظُرْ إِلَى شَبَهِهِ وَقَالَ عَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ هَذَا أَخِي يَا رَسُولَ اللَّهِ وُلِدَ عَلَى فِرَاشِ أَبِي مِنْ وَلِيدَتِهِ فَنَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شَبَهِهِ فَرَأَى شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَةَ فَقَالَ هُوَ لَكَ يَا عَبْدُ بْنَ زَمْعَةَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ وَاحْتَجِبِي مِنْهُ يَا سَوْدَةُ بِنْتَ زَمْعَةَ قَالَتْ فَلَمْ يَرَ سَوْدَةَ قَطُّ.   رواه البخارى ومسلم
Dari ‘Aisyah ra bahwasanya ia berkata: Sa’d ibn Abi Waqqash dan Abd ibn Zam’ah berebut terhadap seorang anak lantas Sa’d berkata: Wahai Rasulallah, anak ini adalah anak saudara saya ‘Utbah ibn Abi Waqqash dia sampaikan ke saya bahwasanya ia adalah anaknya, lihatlah kemiripannya. ‘Abd ibn Zum’ah juga berkata: “Anak ini saudaraku wahai Rasulullah, ia terlahir dari pemilik kasur (firasy) ayahku dari ibunya. Lantas Rasulullah saw melihat rupa anak tersebut dan beliau melihat keserupaan yang jelas dengan ‘Utbah, lalu Rasul bersabda: “Anak ini saudaramu wahai ‘Abd ibn Zum’ah.  Anak itu adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy) dan bagi pezina adalah (dihukum) batu, dan berhijablah darinya wahai Saudah Binti Zam’ah. Aisyah berkata: ia tidak pernah melihat Saudah sama sekali. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال: قام رجل فقال: يا رسول الله، إن فلانًا ابني، عَاهَرْتُ بأمه في الجاهلية، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا دعوة في الإسلام، ذهب أمر الجاهلية، الولد للفراش، وللعاهر الحجر. رواه أبو داود
“Dari ‘Amr ibn Syu’aib ra dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: seseorang berkata: Ya rasulallah, sesungguhnya si fulan itu anak saya, saya menzinai ibunya ketika masih masa jahiliyyah, rasulullah saw pun bersabda: “tidak ada pengakuan anak dalam Islam, telah lewat urusan di masa jahiliyyah. Anak itu adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy) dan bagi pezina adalah  batu (dihukum)” (HR. Abu Dawud)
b. hadis yang menerangkan bahwa anak hazil zina dinasabkan kepada ibunya, antara lain:
قال النبي صلى الله عليه وسلم في ولد الزنا " لأهل أمه من كانوا" . رواه أبو داود
Nabi saw bersabda tentang anak hasil zina: “Bagi keluarga ibunya ...” (HR. Abu Dawud)
c. hadis yang menerangkan tidak adanya hubungan kewarisan antara anak hasil zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya, antara lain:
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد زنا ، لا يرث ولا يورث "  رواه الترمذى -  سنن الترمذى 1717
“Dari ‘Amr ibn Syu’aib ra dari ayahnya dari kakeknya bahwa rasulullah saw bersabda: Setiap orang yang menzinai perempuan baik merdeka maupun budak, maka anaknya adalah anak hasil zina, tidak mewarisi dan tidak mewariskan“. (HR. Al-Turmudzi)
d. hadis yang menerangkan larangan berzina, antara lain:
عن ‏أبي مرزوق  رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قال ‏غزونا مع ‏‏رويفع بن ثابت الأنصاري ‏ ‏قرية من قرى ‏‏المغرب ‏يقال لها ‏ ‏جربة ‏ ‏فقام فينا خطيبا فقال أيها الناس إني لا أقول فيكم إلا ما سمعت رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏يقول قام فينا يوم ‏ ‏حنين ‏ ‏فقال ‏ ‏لا يحل لامرئ يؤمن بالله واليوم الآخر أن يسقي ماءه زرع غيره . أخرجه الإمام أحمد و أبو داود
Dari Abi Marzuq ra ia berkata: Kami bersama  Ruwaifi’ ibn Tsabit berperang di Jarbah, sebuah desa di daerah Maghrib, lantas ia berpidato: “Wahai manusia, saya sampaikan apa yang saya dengar dari rasulullah saw pada saat perang Hunain seraya berliau bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyirampan air (mani)nya ke tanaman orang lain (berzina)’ (HR Ahmad dan Abu Dawud)
e. hadis yang menerangkan bahwa anak terlahir di dunia itu dalam keadaan fitrah, tanpa dosa, antara lain:
عن ‏أبي هريرة ‏رضي الله عنه قال ‏‏قال النبي ‏صلى الله عليه وسلم ‏كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه  . رواه البخارى ومسلم
Dari Abi Hurairah ra ia berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap anak terlahir dalam kondisi fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi. (HR al-Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’ Ulama, sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibn Abdil Barr dalam “al-Tamhid” (8/183) apabila ada seseorang berzina dengan perempuan yang memiliki suami, kemudian melahirkan anak, maka anak tidak dinasabkan kepada lelaki yang menzinainya, melainkan kepada suami dari ibunya tersebut, dengan ketentuan ia tidak menafikan anak tersebut.
وأجمعت الأمة على ذلك نقلاً عن نبيها صلى الله عليه وسلم، وجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم كل ولد يولد على فراش لرجل لاحقًا به على كل حال، إلا أن ينفيه بلعان على حكم اللعان
Umat telah ijma’ (bersepakat) tentang hal itu dengan dasar hadis nabi saw, dan rasul saw menetapkan setiap anak yang terlahir dari ibu, dan ada suaminya, dinasabkan kepada ayahnya (suami ibunya), kecuali ia menafikan anak tersebut dengan li’an, maka hukumnya hukum li’an.
Juga disampaikan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab al-Mughni (9/123) sebagai berikut:
وأجمعوا على أنه إذا ولد على فراش رجل فادعاه آخر أنه لا يلحقه
Para Ulama bersepakat (ijma’) atas anak yang lahir dari ibu, dan ada suaminya, kemudian orang lain mengaku (menjadi ayahnya), maka tidak dinasabkan kepadanya.
4.  Atsar Shahabat, Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab ra berwasiat untuk senantiasa memperlakukan anak hasil zina dengan baik, sebagaimana ditulis oleh Imam al-Shan’ani dalam “al-Mushannaf” Bab ‘Itq walad al-zina” hadits nomor 13871.
5. Qaidah Sadd al-Dzari’ah, dengan menutup peluang sekecil apapun terjadinya zina serta akibat hukumnya.
6.  Qaidah ushuliyyah :
الأ صل في النهي يقتضي فساد المنهي عنه
“Pada dasarnya, di dalam larangan tentang sesuatu menuntut adanya rusaknya perbuatan yang terlarang tersebut”
لا اجتهاد في مورد النص
“Tidak ada ijtihad di hadapan nash”
7. Qaidah fiqhiyyah :
لِلْوَسَائِلَ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ
“Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju"
الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ
“Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin”.
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
“Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain.”
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat.
يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الْخَاصُّ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِّ
“Dharar yang bersifat khusus harus ditanggung untuk menghindarkan dharar yang bersifat umum (lebih luas).”
إِذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ أَوْ ضَرَرَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
"Apabila terdapat dua kerusakan atau bahaya yang saling bertentangan, maka kerusakan atau bahaya yang lebih besar dihindari dengan jalan melakukan perbuatan yang resiko bahayanya lebih kecil."
تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصَلَحَةِ
“Kebijakan imam (pemerintah) terhadap rakyatnya didasarkan pada kemaslahatan.”
MEMPERHATIKAN :         
1. Pendapat Jumhur Madzhab Fikih Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah yang menyatakan bahwa prinsip penetapan nasab adalah karena adanya hubungan pernikahan yang sah. Selain karena pernikahan yang sah, maka tidak ada akibat hukum hubungan nasab, dan dengan demikian anak zina dinasabkan kepada ibunya, tidak dinasabkan pada lelaki yang menzinai, sebagaimana termaktub dalam beberapa kutipan berikut:
a. Ibn Hajar al-‘Asqalani:
نقل عن الشافعي أنه قال: لقوله “الولد للفراش” معنيان: أحدهما
هو له مالم ينفه، فإذا نفاه بما شُرع له كاللعان انتفى عنه، والثاني: إذا تنازع رب الفراش والعاهر فالولد لرب الفراش” ثم قال: “وقوله: “وللعاهر الحجر”، أي: للزاني الخيبة والحرمان، والعَهَر بفتحتين: الزنا، وقيل: يختص بالليل، ومعنى الخيبة هنا: حرمان الولد الذي يدعيه، وجرت عادة العرب أن تقول لمن خاب: له الحجر وبفيه الحجر والتراب، ونحو ذلك، وقيل: المراد بالحجر هنا أنه يرجم. قال النووي: وهو ضعيف، لأن الرجم مختصّ بالمحصن، ولأنه لا يلزم من رجمه نفي الولد، والخبر إنما سيق لنفي الولد، وقال السبكي: والأول أشبه بمساق الحديث، لتعم الخيبة كل زان
Diriwayatkan dari Imam Syafe’i dua pengertian tentang makna dari hadist “ Anak itu menjadi hak pemillik kasur/suami “ . 
Pertama : Anak menjadi hak pemilik kasur/suami selama ia tidak menafikan/mengingkarinya.  Apabila pemilik kasur/suami menafikan anak tersebut (tidak mengakuinya) dengan prosedur yang diakui keabsahannya dalam syariah, seperti  melakukan Li’an, maka anak tersebut dinyatakan bukan  sebagai anaknya.
Kedua : Apabila bersengketa (terkait kepemilikan anak) antara pemilik kasur/suami dengan laki-laki yang menzinai istri/budak wanitanya, maka anak tersebut menjadi hak pemilik kasur/suami.
Adapun maksud dari “ Bagi Pezina adalah Batu “ bahwa laki-laki pezina itu keterhalangan dan keputus-asaan. Maksud dari kata Al-‘AHAR dengan menggunakan dua fathah (pada huruf ‘ain dan ha’) adalah zina. Ada yang berpendapat bahwa kata tersebut digunakan untuk perzinaan yang dilakukan pada malam hari.
Oleh karenanya, makna dari keptus-asaan disini adalah bahwa laki-laki pezina tersebut tidak mendapatkan hak nasab atas anak yang dilahirkan dari perzinaannya.  Pemilihan kata keputus-asaan di sini sesuai dengan tradisi bangsa arab yang menyatakan “Baginya ada batu” atau : Di mulutnya ada batu” buat orang yang telah berputus asa dari harapan.
Ada yang berpendapat bahwa pengertian dari batu di sini adalah hukuman rajam.  Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah lemah, karena hukuman rajam hanya diperuntukkan buat pezina yang mukhsan (sudah menikah).  Di sisi yang lain, hadist ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan hokum rajam, tapi dimaksudkan untuk sekedar menafikan hak anak atas pezina tersebut. Oleh karena itu Imam Subki menyatakan bahwa pendapat yang pertama itu lebih sesuai dengan redaksi hadist tersebut, karena dapat menyatakan secara umum bahwa keputus-asaan (dari mendapatkan hak anak) mencakup seluruh kelompok pezina (mukhsan atau bukan mukhsan).
b. Pendapat Imam al-Sayyid al-Bakry dalam kitab “I’anatu al-Thalibin” juz 2 halaman 128 sebagai berikut:
ولد الزنا لا ينسب لأب وإنما ينسب لأمه
Anak zina itu tidak dinasabkan kepada ayah, ia hanya dinasabkan kepada ibunya.
c. Pendapat Imam Ibn Hazm dalam Kitab al-Muhalla juz 10 halaman 323 sebagai berikut :
والولد يلحق بالمرأة إذا زنت و حملت به ولا يلحق بالرجل
Anak itu dinasabkan kepada ibunya jika ibunya berzina dan kemudian mengandungnya, dan tidak dinasabkan kepada lelaki.
2.  Pendapat Imam Ibnu Nujaim dalam  kitab “al-Bahr al-Raiq Syarh Kanz ad-Daqaiq”:
وَيَرِثُ وَلَدُ الزِّنَا وَاللِّعَانِ مِنْ جِهَةِ الأمِّ فَقَطْ  ؛ لأنَّ نَسَبَهُ مِنْ جِهَةِ الأبِ مُنْقَطِعٌ فَلا يَرِثُ بِهِ وَمِنْ جِهَةِ الأمِّ ثَابِتٌ فَيَرِثُ بِهِ أُمَّهُ وَأُخْتَه مِنْ الأمِّ بِالْفَرْضِ لا غَيْرُ وَكَذَا تَرِثُهُ أُمُّهُ وَأُخْتُهُ مِنْ أُمِّهِ فَرْضًا لا غَيْرُ
Anak hasil zina atau li’an hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu saja, karena nasabnya dari pihak bapak telah terputus, maka ia tidak mendapatkan hak waris dari pihak bapak, sementara kejelasan nasabnya hanya melalui pihak ibu, maka ia memiliki hak waris dari pihak ibu, saudara perempuan seibu dengan fardh saja (bagian tertentu), demikian pula dengan ibu dan saudara perempuannya yang seibu, ia mendapatkan bagian fardh (tertentu), tidak dengan jalan lain.
3. Pendapat Imam Ibn ‘Abidin dalam Kitab “Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar” (Hasyiyah Ibn ‘Abidin) sebagai berikut :
ويرث ولد الزنا واللعان بجهة الأم فقط لما قد مناه فى العصبات أنه لا أب لهما
Anak hasil zina atau li’an hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu saja, sebagaimana telah kami jelaskan di bab yang menjelaskan tentang Ashabah, karena anak hasil zina tidaklah memiliki bapak.
4. Pendapat Ibnu Taymiyah dalam kitab “al-Fatawa al-Kubra” :
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي اسْتِلْحَاقِ وَلَدِ الزِّنَا إذَا لَمْ يَكُنْ فِرَاشًا ؟ عَلَى قَوْلَيْنِ .كَمَا ثَبَتَ عَنْ النَّبِيِّ { صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَلْحَقَ ابْنَ وَلِيدَةِ زَمْعَةَ بْنِ الْأَسْوَدِ بْنِ زَمْعَةَ بْنِ الْأَسْوَدِ ، وَكَانَ قَدْ أَحْبَلَهَا عُتْبَةُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ ، فَاخْتَصَمَ فِيهِ سَعْدٌ وَعَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ ، فَقَالَ سَعْدٌ : ابْنُ أَخِي .عَهِدَ إلَيَّ أَنَّ ابْنَ وَلِيدَةِ زَمْعَةَ هَذَا ابْنِي . فَقَالَ عَبْدٌ : أَخِي وَابْنُ وَلِيدَةِ أَبِي ؛ وُلِدَ عَلَى فِرَاشِ أَبِي . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هُوَ لَك يَا عَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ ؛ احْتَجِبِي مِنْهُ يَا سَوْدَةُ } لَمَّا رَأَى مِنْ شَبَهِهِ الْبَيِّنِ بِعُتْبَةَ ، فَجَعَلَهُ أَخَاهَا فِي الْمِيرَاثِ دُونَ الْحُرْمَةِ
Para ulama berbeda pendapat terkait istilkhaq (penisbatan) anak hasil zina apabila si wanita tidak memiki pemilik kasur/suami atau sayyid (bagi budak wanita).  Diriwatkan dalam hadist bahwa Rasulullah SAW menisbatkan anak budak wanita Zam’ah ibn Aswad kepadanya (Zam’ah), padahal yang menghamili budak wanita tersebut adalah Uthbah ibn Abi Waqqosh. Sementara itu, Sa’ad menyatakan :  anak dari budak wanita tersebut adalah anak saudaraku (Uthbah), dan aku (kata sa’ad) ditugaskan untuk merawatnya seperti anakku sendiri”.  Abd ibn Zam’ah membantah dengan berkata : “anak itu adalah saudaraku dan anak dari budak wanita ayahku, ia dilahirkan di atas ranjang ayahku”.  Rasulullah SAW bersabda:  “anak itu menjadi milikmu wahai Abd ibn Zam’ah, anak itu menjadi hak pemilik kasur dan bagi pezina adalah batu”, kemudian Rasulullah bersabda : “Berhijablah engkau wahai Saudah (Saudah binti Zam’ah – Istri Rasulullah SAW)”, karena beliau melihat kemiripan anak tersebut dengan Utbah, maka beliau menjadikan anak tersebut saudara Saudah binti Zam’ah dalam hal hak waris, dan tidak menjadikannya sebagai mahram.
5. Pendapat Dr. Wahbah al-Zuhaili dengan judul “Ahkam al-Aulad al-Natijin ‘an al-Zina” yang disampaikan pada Daurah ke-20 Majma’ Fiqh Islami di Makkah pada 25 – 29 Desember 2010 yang pada intinya menerangkan bahwa, jika ada seseorang laki-laki berzina dengan perempuan yang memiliki suami dan kemudian melahirkan anak, terdapat ijma ulama, sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibn Abdil Barr dalam “al-Tamhid” (8/183) yang menegaskan bahwa anak tersebut tidak dinasabkan kepada lelaki yang menzinainya, melainkan kepada suami dari ibunya tersebut, dengan ketentuan ia tidak menafikan anak tersebut melalui li’an. Sementara, jika ia berzina dengan perempuan yang tidak sedang terikat pernikahan dan melahirkan seorang anak, maka menurut jumhur ulama madzhab delapan, anak tersebut hanya dinasabkan ke ibunya sekalipun ada pengakuan dari laki-laki yang menzinainya. Hal ini karena penasaban anak kepada lelaki yang pezina akan mendorong terbukanya pintu zina, padahal kita diperintahkan untuk menutup pintu yang mengantarkan pada keharaman (sadd al-dzari’ah) dalam rangka menjaga kesucian nasab dari perlikau munkarat.
6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa pada tanggal 3, 8, dan 10 Maret 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKANFATWA TENTANG ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA
Pertama:   Ketentuan Umum
Di dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :
  1. Anak hasil zina adalah anak yang lahir sebagai akibat dari hubungan badan di luar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama, dan merupakan jarimah (tindak pidana kejahatan).
  2. Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash
  3. Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang menetapkan hukuman).
  4. Wasiat wajibah adalah kebijakan ulil amri (penguasa) yang mengharuskan laki-laki yang mengakibatkan lahirnya anak zina untuk berwasiat memberikan harta kepada anak hasil zina sepeninggalnya.
Kedua:   Ketentuan Hukum
1. Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah,  waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
2. Anak hasil zina  hanya mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah dengan ibunya dan keluarga ibunya.
3. Anak hasil zina tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan oleh orang yang mengakibatkan kelahirannya
4. Pezina dikenakan hukuman hadd oleh pihak yang berwenanguntuk kepentingan menjaga keturunan yang sah (hifzh al-nasl).
5. Pemerintah berwenang menjatuhkan hukuman ta’zir lelaki pezina yang mengakibatkan lahirnya anak dengan mewajibkannya untuk:
a. mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut;
b. memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah.
6. Hukuman sebagaimana dimaksud nomor 5 bertujuan melindungi anak, bukan untuk mensahkan hubungan nasab antara anak tersebut dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.
Ketiga:    Rekomendasi
1. DPR-RI dan Pemerintah diminta untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur:
a. hukuman berat terhadap pelaku perzinaan yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk melakukannya);
b. memasukkan zina sebagai delik umum, bukan delik aduan karena zina merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur manusia.
2. Pemerintah wajib mencegah terjadinya perzinaan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
3. Pemerintah wajib melindungi anak hasil zina dan mencegah terjadinya penelantaran, terutama dengan memberikan hukuman kepada laki-laki yang menyebabkan kelahirannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Pemerintah diminta untuk memberikan kemudahan layanan akte kelahiran kepada anak hasil zina, tetapi tidak menasabkannya kepada lelaki yang menngakibatkan kelahirannya.
5. Pemerintah wajib mengedukasi masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak hasil zina dengan memperlakukannya sebagaimana anak yang lain. Penetapan nasab anak hasil zina kepada ibu dimaksudkan untuk melindungi nasab anak dan ketentuan keagamaan lain yang terkait, bukan sebagai bentuk diskriminasi.
Keempat:    Ketentuan Penutup
  1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di ke  mudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
  2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal:
18 Rabi’ul Akhir1433 H
10 M a r e t 2012 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua                                       


PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA           



Sekretaris           





DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Tuesday, October 23, 2018

Hak Muslim atas saudara Muslim

Hak Muslim atas saudara Muslim

قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

Said ibn Musayyab mengabarkan kepadaku bahwa Abu Hurairah berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin"

HR. Bukhari: 1.164 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Kata hak dalam hadis ini bukan berarti "mendapatkan" tetapi justru "memberi/menyampaikan".

Dalam konteks tersebut, apabila ada seorang muslim mengucapkan salam, maka muslim lainnya paling berhak  menjawab salam  tersebut. Bahkan wajib.

Menjenguk orang sakit sangat dianjurkan, disamping untuk memberi semangat dan mendoakan yang sakit,  juga untuk menyadarkan diri kita tentang betapa besar nikmat kesehatan yang telah diberikan kepada kita, bahkan juga untuk mengingat kematian. Demikian juga dengan tuntunan  takziyah dan mengantarkan jenazah sampai ke makam.

Bersin sekalipun adalah Rahmat dan karunia Allah, kita dituntunkan untuk mendoakan orang yang bersin kemudian doa kita akan dibalas dengan doa. Betapa indahnya persaudaraan.

Dengan demikian hakikat dari hadis ini ialah bagaimana semestinya seorang muslim berempati kepada sesama muslim.

Allahu a'lam

Syetan melawan kehendak Allah
Syetan Menghendaki Keburukan Bagi Manusia sedangkan Allah Menghendaki Kebaikan

Manusia harus selalu diingatkan agar senantiasa waspada ketika menjalani hidup di dunia. Sebab ada musuh yang sewaktu-waktu akan datang menyerang dengan cara-cara yang sangat halus sehingga tak terasa tiba-tiba manusia mengalami kejatuhan yang dapat mempermalukan dirinya. 

Musuh itu adalah Syetan, berasal dari golongan Jin yang bernama Iblis. Dia telah diizinkan oleh Allah untuk menggoda manusia seumur hidupnya agar mengikuti jalan yang sengaja dia buat untuk menjauhkan manusia dari jalan ketaatan kepada Allah. 

Kita harus waspada karena syetan bisa dengan mudah  menyelinap masuk melalui hawa nafsu berupa keinginan untuk meraih manfaat pribadi yang dilakukan dengan sedikit demi sedikit dan terus berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan dalam menjalankan keburukan. 

Bahkan untuk mencapai keinginan pribadi itu, syetan tidak segan-segan berbisik pada manusia untuk berprasangka buruk pada orang lain yang dapat menimbulkan berbagai permusuhan di tengah-tengah kehidupan ummat manusia. Sebab syetan hanya menghendaki keburukan bagi manusia. 

Sedangkan Allah menghendaki kebaikan bagi manusia. Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya yang bertugas memberi peringatan kepada orang yang sudah terlanjur mengikuti syetan dan memberi kabar gembira kepada yang tunduk dan patuh pada ketentuan Allah. 

Salam Yansur.
Hak Muslim atas saudara Muslim


قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

Said ibn Musayyab mengabarkan kepadaku bahwa Abu Hurairah berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin"

HR. Bukhari: 1.164 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Kata hak dalam hadis ini bukan berarti "mendapatkan" tetapi justru "memberi/menyampaikan".

Dalam konteks tersebut, apabila ada seorang muslim mengucapkan salam, maka muslim lainnya paling berhak  menjawab salam  tersebut. Bahkan wajib.

Menjenguk orang sakit sangat dianjurkan, disamping untuk memberi semangat dan mendoakan yang sakit,  juga untuk menyadarkan diri kita tentang betapa besar nikmat kesehatan yang telah diberikan kepada kita, bahkan juga untuk mengingat kematian. Demikian juga dengan tuntunan  takziyah dan mengantarkan jenazah sampai ke makam.

Bersin sekalipun adalah Rahmat dan karunia Allah, kita dituntunkan untuk mendoakan orang yang bersin kemudian doa kita akan dibalas dengan doa. Betapa indahnya persaudaraan.

Dengan demikian hakikat dari hadis ini ialah bagaimana semestinya seorang muslim berempati kepada sesama muslim.

Hadirkan hati dalam setiap perbuatan
Untuk Hidup Lebih Bermakna Usahakan Khusyuk dengan Menghadirkan Hati dalam Setiap Amal Perbuatan

Hal penting yang membuat hidup kita lebih bermakna adalah memiliki kekhusukan. Khusyuk tidak hanya diletakan dalam konteks shalat saja,  melainkan dalam semua aktivitas kehidupan. Sebab khusyuk merupakan upaya menghadirkan hati untuk menjiwai setiap amal yang kita lakukan agar selalu menepati kebaikan dan kebenaran. 

Menurut Prof. Quraish Shihab, khusyuk adalah ketenangan hati dan keengganan mengarah kepada kedurhakaan.  Orang yang khusyuk dalam hidupnya akan mampu menekan hawa nafsu, membiasakan diri menerima dan merasa tenang menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik. 

Orang yang khusyuk dalam hidupnya akan selalu bersiap diri untuk menerima dan mengamalkan kebajikan. Apabila menghadapi suatu tantangan saat menjalankan kebaikan atau dalam menolak keburukan, dengan mudah akan segera minta tolong kepada Allah dalam shalatnya, dan dengan mudah pula akan segera menyandarkan diri pada kekuatan sabar yang tumbuh subur dalam dirinya. 

Sebagaimana firman Allah,  "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk". (QS. Al-Baqarah : 45)