Saturday, August 30, 2008

Amaliah Penting dalam Bulan Ramadhan

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرً لَهُ مَا تَقَدُّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

  • Qooma Romadlon bisa bermakna umum dan bisa bermakna khusus. Makna umumnya adalah “melaksanakan segala kebajikan (yang berhubungan dengan ibadah maupun muamalah) dalam bulan Ramadhan”. Sedangkan makna khususnya adalah “melaksanakan segala macam shalat, shalat wajib (lima waktu) maupun shalat sunnah (qiyyamu Ramadhan, tahajud, sholat Ied dan sunnat yang lain, sunat fajar, dhuha , rawatib dll).
  • Iemaanan, karena Ieman, yakni bahwa perbuatan itu di perintahkan/ disyariatkan.
  • Ihtisaaban, yang dierhitungkan atau yang diinginkan tidak lain kecuali Ridlo Allah (Ihsan lillah dan ihlash limardlotillah).
  • Ghufira lahu maa taqaddama min dzambihi, segala dosa yang pernah diperbuat diampuni semua, dosa kecil maupun dosa besar kalau dalam melaksanakannya di sertai taubat (dalam hati).
Kecuali dosa-dosanya akan diampuni, pahala kebajikan yang dilaksanakan dalam bulan Ramadhan itu pahalanya dilipatgandakan dengan syarat:
Ø  Ihlash lillaahi dan limardlotillaahi.
Ø  ‘alaa sabilil ilmi, cara melaksanakan kebajikan itu benar seperti dicontohkan oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Muslim dan Nasai meriwayatkan bahwa Rasulullah memberitahukan Hadits Qudsi yang artinya:
“Semua amal kebajikan anak Adam itu adalah miliknya, kecuali shiyam (kebajikan yang dilaksanakan dalam bulan Ramadhan), sesungguhnya itu adalah milik-Ku dan Aku sendiri yang memberikan balasannya (yakni tidak hanya berlipat sepuluh kali)” al hadits.

Ibnu Huzaiyah dalam haditsnya mengatakan yang artinya “amal kebajikan yang hukumnya wajib pahalanya lipat tujuh puluh kali dan yang hukumnya sunnat seperti pahala amal kebajikan wajib”

Dalam pengajian kali ini akan disampaikan amal kebajikan yang berupa “shalat” dalam bulan Ramadhan.


1. SHALAT WAJIB 5 WAKTU

Dalam Al-Qur’an Surat Al Israa ayat 78 Allah berfirman:

اَقِمِ الصَّلَلا ةَ لِدُ لُوْكِ الشَّمْسِ الِىَ غَسَقِ الَّليْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرَءِانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشَّهُوْدًا.
Artinya:
“Tegakkanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan shalat fajar. Sesungguhnya shalat subuh/ fajar itu disaksikan.”

Ibnu Abbas menerangkan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat itu ialah shalat dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan shalat subuh. Sedang yang dimaksudkan “disaksikan” ialah disaksikan oleh Malaikat Siang dan Malaikat Malam. (Bukhari Muslim muttafaq ‘alaih).

Dalam setiap hari sepanjang masa, shalat 5 waktu tersebut diperintahkan untuk “ditegakkan”, terutama dalam bulan Ramadhan.
Apa yang dimaksudkan “ditegakkan”, pengarang kitab

اَلقَوْلُ اْلمُبَيْنِ فِى اَخْطَءِ اْلمُصَلِّيْنَ

Masyhur Hasan Salman mengatakan “ditegakkan” maksudnya dikerjakan pas seperti diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah dengan sabdanya:

صَلُّوْا كَمَا رَأيْتُمُوْنِى اُصَلِّى.
“Shalatlah kamu sekalian seprti engkau lihat bagaimana aku melaksanakannya”, diantaranya:
Ø  Awal waktu (kecuali shalat Isya)
Ø  Berjamaah di masjid.
Ø  Khusyu’ dan tawadlu.
Menegakkan shalat adalah “jihad” perang melawan hawa nafsu sedang aturan-aturan shalat yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah adalah “haq” yang harus dimenangkan/ diutamakan.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

لأَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَنْ يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ.

“Tidak sempurna imanmu sekalian sehingga hawa nafsunya tunduk dan mengikuti apa yang aku perintahkan atau aku ajarkan (kepada kamu sekalian)”.

Dhus hanya orang yang beriman sempurnalah yang sanggup menegakkan shalat seperti dicontohkan Rasulullah.
Bulan Ramadlan adalah bulan madrasahnya  umat Islam.
Karenanya selam Ramadhan itu kita terus berjalan, belajar, dan belajar (ngaji) atau tadarus seperti diwasiyatkan oleh Rasulullah kepada shabat Abu Sa’id al-khudriyi dll.nya.

Selama bulan Ramadhan selagi orang tidak bepergian dan tidak ada halangan syar’I diharapkan sekali berjamaah lima waktu di masjid kampungnya sendiri.

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ شَرَّهُ أَنْ يَلْقَي اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلأَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ , فَاِنَّ اللهَ تَعَالَى شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ سُنَنَ اْلهُدَى وَاِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِّ اْلهُدَى. وَلَوْ أَ نَّكُمْ صَلَيْتُمْ فِى بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا اْلمُتَخَلَّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ, وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ. وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُفَيُحْسِنُ الطُّهُوْرَ ثُمَّ يَعْمُدُ اِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ اْلمَسَاجِدِ اِلأَ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطَّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً.وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلأَ مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ. وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادِى بَيْنَ الرِّجْلَيْنِ حَتَى يُقَامَ فِى الصِّفِّ. وَفِى رِوَايَةٍ : أَنَّ رَسُوْل اللهِ عَلَّمَنَا سُنَنَّ اْلهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ اْلهُدَى الصَّلأ َةَ فِى اْلمَسْجِدِ الَّذِى يُؤْذَنُ فِيْهِ.
“Barang siapa yang ingin ketemu Allah esok hari dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat-shalat 5 waktu ini dimana ia diseur dengannya, karena sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada Nabimu sekalian “petunjuk kebenaran” dan shalat berjamaah itu termasuk petunjuk kebenaran.
Dan kalau sekiranya kalian mengerjakan shalat-shalat itu di rumah-rumah kalian, sebagaimana orang yang berpaling ini, ia mengerjakan shalatnya di rumahnya, tentulah kalian telahh meninggalkan sunnah Nabi kalian pastilah kalian menjadi  tersesat.
Dan tidaklah seorang bersuci (berwudhu) lalu membaguskan wudlunya kemudian sengaja berangkat kesalah satu masjid melainkan Allah mencatat setiap langkah yang ia ayunkan sebagai satu kebaikan baginya, serta Dia akan meninggikan derajatnya dan menghapuskan kesalahan-kesalahan darinya lantaran langkahnya tersebut.
Dan sungguh telah kuamati keadaan kami (para sahabat) sungguh tidak ada yang berpaling dari shalat berjamaah melainkan orang yang munafiq yang telah diketahui kemunafikannya. Dan sungguuh dulu pernah ada seorang laki-laki yang diapit (dituntun oleh dua orang laki-laki sehingga ia didirikan pada satu shaf shalat.
Dan dalam suatu riwayat disebutkan “Sesungguhnya Rasulullah telah mengajari kita petunjuk kebenaran, dan diantara petunjuk kebenaran itu adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan (yang benar) didalamnya.

Shalat wajib 5 waktu agar diusahakan untuk dikerjakan lebih baik dan sempurna, diantaranya “dengan berjamaah”.
Faedahnya antara lain untuk membina ukhuwah atau persaudaraan seperti diperintahkan oleh Rasulullah SAW:
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا

Dan jadilah kamu sekalian, hamba-hamba Allah yang dalam pergaulan sehari-harinya dilandasi dengan rasa persaudaraan” (hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Shalat berjamaah menjadi “wasilah “ Allah memberikan hidayah sepanjang hidupnya, sehingga ajalnya tetap dalam keadaan muslim, seperti diwasiatkan oleh Allah dengan firmanNya dalam Surat Ali Imran ayat 102:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا اتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لأَ تَمُوْتُّنَّ إِلأََ  وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ شَرَّهُ أَنْ يَلْقِيَ اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ
هُؤَلأَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادِى بِهِنَّ

Barang siapa yang ingin bertemu Allah esok hari (saat ajal) dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia menjaga/ memelihara shalat 5 waktunya dengan berjamaah di Masjid yang dikumandangkan adzan” (seperti pada hadits di atasnya/sebelumnya).

2. SHALAT SUNNAT RAWATIB

Shalat wajib 5 waktu menjadi lebih sempurna jika pelaksanaannya dilengkapi dengan shalat rawatib qabliyah (sebelum) dan ba’diyah (sesudahnya).
Hadits riwayat Abu Dawud yang sumbernya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:
“Amal manusia yang pertama kali akan dihisab pada hari qiamat adalah “shalat”. Allah Rabb kita akan berfirman kepada malaikat, “periksalah ibadah shalat hamba-Ku ini, sempurnakan atau ada kekurangannya?” (dan hakekatnya Allah lebih mengerti/ mengetahui daripada malaikat-Nya)”.
Kalau ternyata ada sedikit kekurangannya, Rabb kita akan berfirman (kepada malaikat):

أُنْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ (فَاِنَّ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ)

“Lihatlah (catatan amalnya), adakah hamba-Ku itu melaksanakan shalat-shalat tathowwu’/ sunnat?”. Jika hamba itu melaksanakan shalat-shalat tathowwu’/ sunnat, Rabb kita berfirman (kepada malaikat):

أَتِّمُوْا لِعَبْدِى فَرَيْضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ(ثُمَّ تَأْخَذُ الأَاعْمَالُ عَلَى ذَالِكَ)

“Sempurnakanlah shalat fardlunya hamba-Ku itu dengan shalat tathowwu’nya”.
Kemudian ditetapkanlah shalat itu shalat yang sempurna.

Jumlah Rakaat Shalat Rawatib
Dalam kitab Washooyar-Rasul tulisan Fadlilah Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim halaman 121 disebutkan bahwa shalat rawatib qabliyah dan ba’diyah itu sehari semalam ada 20 rakaat dibagi menjadi 3 tingkatan:
  1. Tingkat I
Tingkat yang paling asas/ pokok ialah 10 rokaat, berdasarkan haditsnya Ibnu Umar 10 rakaat tersebut ialah:
    • 2 rokaat sebelum dluhur
    • 2 rakaat sesudah dluhur
    • 2 rakaat sesudah maghrib (dikerjakan di rumah)
    • 2 rakaat sesudah isya’ (dikerjakan di rumah)
    • 2 rokaat sebelum shubuh
(Hadits R. Buchori dan Muslim, muttafaq’alaih)
Dan dalam hadits tersebut Ibnu Umar berkata:

حَفِظْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ : ركعتين قبل الظهر ...)

“Aku benar-benar hafal apa yang dikerjakan oleh Rasulullah (shalat sunnat rowatib) 10 rokaat”.

  1. Tingkat II
Tingkat yang kedua ialah 12 rokaat, yaitu seperti yang tersebut dalam tingkat I tetapi 2 rokaat sebelum dluhur menjadi 4 rokaat sebelum dluhur dan seyogyanya dikerjakan di rumah. Yang demikian itu berdasar pada haditsnya ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim, menjawab pertanyaan salah seorang sahabat tentang shalatnya Nabi, ‘Aisyah berkata:

كَانَ يُصَلِّى فِى بَيْتِهِ قَبْلَ اْلظُهْرِ أَرْبَعَا ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصَلِّى بِالنَّاسِ.

“Adalah beliau Nabi itu selalu shalat dirumahnya/ dikamarnya sebelum dluhur 4 rokaat, kemudian baru keluar untuk meng-Imami sholat bersama para sahabat”.

Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Habibah, bahwa beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ يَقُوْلُ : مَا مِنْ عَبْدِ مُسْلِمٍ يُصَلِّى ِللهِ تَعَالَى فِى يَوْمٍ ثِنْتَى عَشَرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيْضَةٍ اِلأَ بَنَى اللهُ بَيْتًا فِى اْلجَنَّةٍ.
“Aku mendengar sendiri, Rasulullah SAW bersabda, tidak ada seorang hamba muslim yang ibadah sholatnya ikhlas karena Allah dan dalam sehari-harinya12 rokaat, sholat tathowwu’ (rowatib qobliyah dan ba’diyah) bukan sholat fardlu (penegasan kesunnatannya), kecuali Allah akan membangun sebuah istana untuknya di Surga”.

  1. TIngkat III
Tingkat ketiga ialah 18 rokaat, yaitu seperti yang tersebut dalam tingkat kedua, ditambah:
·         4 rokaat sebelum dluhur.
·         4 rokaat sesudah dluhur.
·         4 rokaat sebelum ashar.

Dan jika ditambah 2 rokaat sebelum maghrib maka menjadi 20 rokaat.
Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ يُحَافِظِ عَلَى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلِ الظُّهْرِ وَاَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَ اللهُ عَلَى النَّارِ.

“Siapa yang menjaga sholat sunnat rowatib 4 rokaat sebelum dluhur dan 4 rokaat sesudah dluhur, Allah SWT mengharamkan masuk mereka”.

Adapun sholat sunnat rowatib 4 rokaat sebelum Ashar, banyak hadits-haditsnya, dan yang paling shaheh adalah haditsnya Ibnu Umar, Rasulullah bersabda:

رَحِمَ اللهُ اِمَرَءًةصَلَّى قَبْلَ اْلعَصْرِ اَرْبَعًا.َ

“Allah SWT akan memberikan rahmat kepada seseorang yang mengerjakan sholat sunnat rowatib 4 rokaat sebelum Ashar”. (Hadits R. Ahmad dan Abu Dawud).

ANJURAN
Selama bulan Romadlon hendaknya kita membiasakan sholat sunnat rowatib, Insya Allah akan menjadi kunci kethoatan, yaitu kethoatan sesudah bulan Romadlon,
“Man syabba ‘alaa syaiin syabba ‘alaih”, (siapa yang mambiasakan suatu ketho’atan dalam bulan Romadlon). Itulah diantara barokahnya bulan Romadlon “syahrun mubaarokatun”.
Kami kira sholat sunnat rowatib tingkat kedua (12 rokaat) tersebut yang kita biasakan/ amalkan, itupun sudah berat, kita harus berjihad melawan hawa nafsu, dan puasa yang sebenar-benarnya adalah “perang melawan dan mengalahkan serangan hawa nafsu”. Pertolongan Allah sangat diperlukan dalam hal ini, sedang pertolongan Allah akan diberikan kepada orang-orang yang sholatnya khusyu’, dan sholat yang khusyu’ itu akan mandatangkan kenikmatan tersendiri.
Dalam bulan Romadlon banyak kesempatan, gunakanlah kesempatan itu untuk mengerjakan ketho’atan.

Rasulullah bersabda:

نِعْمَتَانِ مِغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَاْلفَرَاغُ.

“Ada dua macam kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya, kenikmatan yang berupa ‘kesehatan’ dan kenikmatan yang berupa kesempatan”. (Hadits R. Bukhori)

Kata-kata hikmah mutiara menyebutkan:

مِنَ اْلفَرَاغْ تَكُوْنُ الصَّبْوَةُ, وَمَنْ اَمْضَىَ يَوْمُهُ فِى حَقٍّ قَضَاهُ, اَوْ فَرْضٍ اَدَّاهُ , اَوْ مَجْدٍ أَتَّلَهُ , اَوْ حَمْدٍ حَصَلَّهُ. اَوْ خَيْرٍ اَسَّسَهُ, اَوْ عِلْمٍ اِقْتَبَسَهً فَقَدْ عَتَقَ يَوْمُهُ وَظَلَمَ نَفْسَهُ.
“Akibat kesempatan yang disia-siakan itulah datangnya kegelinciran, barang siapa yang melewatkan seharinya adanya haq yang seharusnya ditunaikan, atau kewajiban yang seharusnya dilaksanakan, atau kemuliaan yang seharusnya ia ukir, atau pujian yang seharusnya ia dapatkan, atau kebaikan yang seharusnya ia bangun, atau ilmu yang seharusnya ia catat/kutib, maka berarti orang itu telah keluar harinya, dan ia mendlolimi dirinya”.

Orang bijak/ hukuman berkata:

لَقَدْ هَاجَ اْلفَرَاغُ عَلَيْكَ شُغْلأًا وَاَسْبَابُ اْلبَلأَاءِ مِنَ اْلفََرَاغِ.

“Penganggguran telah menerjangmu sebagai sebuah kesibukan, sedangkan malapetaka itu datangnya dari pengangguran” (waktu luang yang tidak dimanfaatkan). (Faidlul Qadir)


3. SHALAT SUNNAT FAJAR

Pada saat menjelang shalat shubuh, khususnya dalam bulam bulan Romadlon biasanya kita sudah bangun, maka bersiap-siaplah untuk mengerjakan sholat sunnat fajar setelah adzan shubuh. Perhatiannya untuk makan sahur boleh-boleh saja, tetapi perhatian untuk sholat sunnat fajar lebih diutamakan.

Cara melaksanakannya menurut ilmu yang telah kita pahami/ketahui, sedang pahalanya sebagai berikut:
  1. Lebih baik daripada dunia seisinya, sehingga sholat sunnat fajar itu lebih disukai oleh ‘Aisyiyah daripada sholat sunnat yang lain.
  2. Jangan engkau tinggalkan sholat sunnat fajar itu baik ketika sedang di rumah, bepergian, sekalipun dalam keadaan bahaya. (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
  3. Dikerjakan sebelum sholat shubuh, walaupun sholat shubuhnya kehabisan waktu (karena berhalangan/ ada sebab).


4. SHALAT LAIL (SHALAT MALAM)

Shalat lail bisa disebut juga shalat tahajjud, shalat witir, qiyamul lail. Pada bulan Ramadhan shalat lail biasa disebut qiyam Ramadhan, atau sering disebut shalat tarawih. Shalat malam ini hendaklah menjadi kebiasaan. Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, ia berkata: Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda, “Hai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti Fulan. Ia pernah sering shalat malam (qiyamul lail) tetapi kemudian meninggalkannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam menganjurkan mereka untuk melakukan qiyam Ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya, sebagaimana sabda beliau: Barangsiapa yang berjaga (melakukan qiyam) di bulan Rmadhan karena iman dan mengharapkan ridha dan pahala (dari Allah), maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafadhnya Muslim).


A.     Hukum Qiyam Ramadhan
Qiyam Ramadhan adalah sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan. Hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib. Hal ini dapat dilihat dari periwayatan hadits dari Abu Hurairah di atas dan Aisyah berikut ini:
Artinya:
Diriwayatkan dari Ibn Syihab (dilaporkan bahwa) ia berkata: “Urwah menyampaikan kepada saya bahwa Aisyah telah melaporkan bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada suatu malam (di bulan Ramadhan) berangkat ke masjid dan mendirikan shalat di sana. Kemudian orang banyak mengikuti beliau. Keesokan harinya orang bercerita tentang shalat Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam itu sehingga jamaah semakin banyak. Keesokan harinya orang juga bercerita lagi sehingga pada malam keempat jamaah tidak lagi tertampung di masjid itu. Paginya, setelah selesai shalat shubuh, Nabi menghadapi manusia, lalu bertasyahhud dilanjutkan berucap: Amma ba’du. Sesungguhnya aku tahu kemampuan kalian. Akan tetapi aku ragu bila shalat tarawih itu diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu mengerjakannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

B.     Keutamaan Shalat Malam (Tahajjud)
1.       Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam senantiasa mengerjakannya hingga kedua telapak kakinya pecah-pecah.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam:

Artinya:
Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya bengkah (pecah-pecah), lalu aku bertanya: Mengapa baginda wahai Rasulullah berbuat demikian? Dan sungguh Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lewat dan yang akan datang”. Rasulullah menjawab: “Tidak bolehkah jika aku senang menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur”. (Muttafaq alaih).
2.       Shalat tahajjud termasuk faktor paling dominant yang akan mengantarkan seseorang masuk surga.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, ia berkata: “Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, orang-orang segera menyambutnya seraya berseru: Rasulullah SAW telah tiba! Rasulullah SAW telah tiba! Akupun termasuk di antara mereka  yang ingin melihat beliau itu. Ketika telah bisa melihat wajah beliau dengan jelas, akupun mengerti wajah beliau bukab tipe wajah pendusta, selanjutnya, sabda beliau yang pertama kali saya dengar adalah: “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam; berilah makanan; sambunglah tali silaturahim; dan kerjakanlah shalat pada malam hari disaat orang banyak terlelap tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh kedamaian”. (HR. Ibn Majjah, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad).
3.       Shalat tahajjud termasuk faktor yang akan mengantarkan seseorang meraih di derajat tinggi di surga.
Rasulullah bersabda:

Artinya:
      Diriwayatka dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pernah bersbda: “Sesungguhnya surga itu memiliki kamar-kamar yang bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya dan bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian luarnya yang Allah SWT sediakan bagi orang-orng yang senang memberikan makanan, lemah lembut dalam berbicara, banyak berpuasa (sunnah), menyebarkan salam dan mengerjakan shalat pada waktu malam ketika manusia sedang terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibn Hibban, dan Tirmidzi. Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi).
4.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud mendapat pujian dari Allah dan dogolongkan termasuk para hamba-Nya yang berbakti, yakni ‘ibadurrahman.
Allah berfirman:

Artinya:
      “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”.
(QS. Al-Furqan:64).
5.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud dipersaksikan Allah sebagai hamba yang sempurna imannya.
Allah berfirman:


Artinya:
      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayt-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS. As-Sajdah: 15-16).
6.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud diberi sifat tersendiri oleh Allah dan dibedakan-Nya dengan selain mereka.
Allah berfirman:

Artinya:
      “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9).
7.       Shalat tahajjud menjadi sebab dihapuskannya dosa dan penghalang dari berbuat dosa.
Hal ini didasarkan pada hadits:

Artinya:
      Diriwayatkan Abu Umamah dari Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam, bahwa beliau bersabda: “Kerjakanlah shalat malam, sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, sarana yang mendekatkan diri kalian kepada Robb kalian, penghapus dosa dan pencegah dari berbuat doa”. (HR. Tirmidzi, Hakim, dan Baihaqi. Dihasankan oleh Al-Albani).

8.       Shalat tahajjud merupakan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu (wajib).
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
Artinya:
      Diriwayatklan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram dan shalat utma setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim).

9.       Shalat tahajjud merupakan kemuliaan bagi orang beriman.
Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad:

Artinya:
      “Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata: Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan mati; cintailah siapa saja yang engkau kehendaki, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan berpisah darinya; dan berbuatlah apa saja yang engkau sukai, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan mendapat balasannya”. Jibril berkata lagi: Wahai Muhammad, kemuliaan bagi seorang mukmin adalah mengerjakan shalat tahajjud dan harga dirinya adalah ketika dia tidak membutuhkan orang lain”. (HR. Hakim, dishahihkan Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi).

10.   Membaca Al-Quran dalam shalat malam merupakan keberuntungan yang besar.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abdullah ibn Anr bin al-Ash, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 10 ayat, maka dia tidak akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang lalai; barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 100 ayat dia akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang taat; dan barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 1000 ayat, dia akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang mendapat pahala yang banyak”. (HR. Abu Dawud dan Ibn Khuzaimah, dan dishahihkan Al-Albani).

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Tidak senangkah seseorang dari kalian jika pulang ke rumahnya, lalu di sana dia menemukan 3 ekor unta bunting yang besar lagi gemuk? “Kami (para sahabat) menjawab: Beliau bersabda: Tiga ayat yang dibaca seseorang dari kalian dalam shalatnya, nilainya lebih baik dari 3 ekor unta bunting yang besar lagi gemuk itu”. (HR. Muslim).

11.   Orang yang ber-qiyam Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha dan pahala, diampuni dosanya yang tlah lalu.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakn qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ridha dan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah diampuninya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

C.     Beberapa Hal yang Menjelaskan Cara-Cara (Kaifiyyah) Melaksanakan Shalat Lail
1.       Shalat lail dikerjakan sesudah shalat Isya hingga terbit fajar, baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, ia berkata: “Shalat yang dikerjakan Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam antara waktu selesainya shalat Isya’, yang disebut manusia al-‘atamah, hingga terbit fajar adalah sebanyak 11 rakaat. Beliau salam pada setiap 2 rakaat dan terakhir mengerjakan witir 1 rakaat”. (HR. Muslim).
Artinya:
      Diriwayatkan dari Kharijah bin Hudzafah yang mengatakan: Pernah suatu kali  Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam datang kepada kami dan mengatakan: “Sesunggunhnya Allah telah menganugerahkan kepada kamu sekalian suatu shalat yang lebih menyenangkan (lebih baik) daripada unta pilihan, yaitu shalat witir, yang dijadikan Allah untuk kalian dalam waktu antara shalat Isya’ hingga terbit fajar”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah. Begitu pula Draquthni).
2.       Sebelum shalat malam (tarawih), hendaklah mengerjkan shalat iftitah 2 rakaat singkat-singkat.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Jika salah seorang kamu sekalian melaksanakan shalat di waktu malam (shalat lail), maka hendaklah mengawali shalatnya dengan 2 rakaat singkat/ringan”. (HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).

Artinya:
      Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: ”Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam jika telah bangun di waktu malam untuk shalat malam (shalat lail), beliau memulai shalatnya dengan 2 rakaat ringan/pendek-pendek”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Pada rakaat pertama sesudah takbiratul ihram membaca:

Artinya:
      “Maha Suci Allah yang Memiliki alam semesta, Yang Memilki kekuasaan memaksa dan kebesaran-kebesaran serta keagungan-keagungan”.
Berdasarkan dalil hadits Nabi:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman, ia berkata: aku mendatangi Nabi SAW pada suatu malam. Beliau berwudhu kemudian shalat, lalu aku mengahmpirinya seraya berdiri di sebelah kirinya, lalu aku ditempatkan di sebelah kanannya. Beliau membaca: “Subhanallahi dzil……”. (HR. Thabrani dalam Al-Ausath dan di mengatakan dalam Majma’ Az- Zawaid: para perawinya terpercaya).
3.       Jumlah rakaat shalat malam adalah 11 (sebelas) rakaat dengan dua-dua rakaat (2+2+2+2+3 witir) atau empat-empat rakaat (4+4+3 witir) dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat atau ayat dari Al-Quran yang mudah. Kemudian mengakhirinya dengan shalat witir tiga rakaat dengan membaca surat Al-A’la sesudah Al-Fatihah pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua dan surat Al-Ikhlash pada rakaat ketiga.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

Artinya:
      Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya seorang (lelaki) bertanya kepada Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam tentang shalat malam. Kemudian Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam menjawab: “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Maka apabila salah seorang di antara kamu sekalian khawatir terkejar subuh, hendaklah engkau witir satu rakaat saja”. (HR. Al-Jama’ah).

Artinya:
      Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan: kemudian aku bangkit mengerjakan seperti apa yang dikerjakan oleh Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam, lalu aku berdiri di samping Rasulullah, lalu beliau meletakkan tangan kanannya di kepalaku dan dipegangnya telinga kananku dan dililitnya. Kemudian beliau shalat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi kemudian dua rakaat lagi, lalu beliau shalat witir. Kemudian beliau berbaring sehingga muadzin (Bilal) menyerukan adzan. Maka beliau bangun lalu shalat dua rakaat singkat-singkat (ringan-ringan), kemudian beliau keluar (pergi) melakukan shalat shubuh”. (HR. Muslim).



Artinya:
      Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani yang mengatakan: “Benar-benar aku hendak mengamti shalat Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam malam itu. Lalu (aku melihatnya) beliau shalat dua rakaat singkat-singkat, kemudian dua rakaat panjang-panjang, kemudian beliau shalat dua rakaat yang kurang panjang dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, lalu shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat witir. Maka jadilah seluruhnya tiga belas rakaat”. (HR. Muslim).

Artinya:
      Diriwayatkan dari Abi Salamah Ibn Abdir Rahman, ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: “Nabi SAW tak pernah melakukan shalat sunnah (tathawu’) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanyakan bagaimana bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat dan jangan engkau tanyakan bagaimana indah dan panjangnya. Kemuadian beliau shalat tiga rakaat. Aku (Aisyah) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir? Beliau menjawab: Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur dan hatiku tidak tidur”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya:
       Diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka’ab yang menceritakan bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada shalat witir membaca “Sabbihis ma rabbikal a’la” (Surat Al-A’la) dan “Qulya- ayyuhal ka-firun” (Surat Al-Kafirun) pada rakaat kedua, dan “Qul huwalla-hu ahad” (Surat Al-Ikhlash) pada rakaat ketiga, dan beliau tidak mengucapkan salam kecuali di akhir tiga rakaat itu dan beliau mengucapakan “Subha-nal maliki quddu-s” 3x setelah salam. (HR. An-Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4.       Setelah selesai shalata witir ini, maka bacalah sambil duduk

Maha Suci Allah Yang Merajai dan Maha Suci“ 3X
      Pada bacaan yang ketiga dengan suara yang nyaring, kemudian diteruskan membaca :

Yang Menguasai Malaikat dan Jibril
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam :

Artinya:
      Diriwayatkan dari Sa’id ibn ‘Abdirrahman ibn Abziy dari ayahnya, ia berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam  shalat witir membaca “Sabbihis ma rabbikal a’la” dan “Qulya- ayyuhal ka-firun” serta “Qul huwalla-hu ahad”. Kemudian setelah selesai shalat, beliau membaca “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga kali dengan memanjangkan suara beliau pada yang ketiga dan meninggikannya” (HR. An-Nasai, Abu Dawud, dan Ahmad serta Ad-Daruquthuni).

Menurut lafadz Ad- Daruquthni: “.....apabila beliau mengucapkan salam (setelah tiga rakaat witir), beliau mengucapkan: “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga kali dengan memanjangkan suara beliau pada yang ketiga dan (mengiringi) membaca “Rabbil mala-ikati war Ru-h“. (HR. Abu Dawud, Nasai, dan Daruquthuni. Hadits ini dikuatkan oleh Al-‘Iraqi).
5.       Tidak ada tuntunan bacaan-bacaan khusus di sela-sela shalat tarawih.
     









5. TAZKIYATUN NUFUS (PENYUCIAN JIWA)

Yang dimaksud dengan tazkiyatun nufus adalah pembersihan atau penyucian jiwa dengan cara mengamalkan amalan-amalan utama yang dituntunkan Rasulullah terutama selama Ramadhan. Dalam konteks puasa Ramadhan ini mampukah kita berpuasa tidak sekedar sebagai pemenuhan kewajiban? Tetapi juga menghayatinya sebagai sebuah ibadah sekaligus prosesi suci pembersihan hati/ jiwa. Berikut beberapa hal yang sebagai penyucian jiwa:
1.       Memperbanyak tadarus Al-Qur’an. Tadarus Al Qur’an adalah membaca dengan tartil dan memperhatikan makna (tadabbur). Yakni tidak sekedar membaca saja, tetapi disertai dengan mengkaji dan memperhatikan maknanya serta memahami kandungan-kandungannya. Utama sekali bila tadarrus Al-Quran dalam keadaan suci (sesudah wudhu) dan di tempat yang bersih serta berpakaian yang bersih lagi pantas.

Rasulullah sholallohu alaihi wasalam bersabda ( HR  Bukhori dan Muslim ) yang artinya :
Diriwayatkan dari Ibnu Abas katanya, bahwa Rasulullah Sholallohu alaihi wasalam  orang yang paling murah hatinya, lebih-lebih pada bulan Ramadlan. Ketika dijumpai oleh MALAIKAT Jibril pada tiap-tiap malamnya, maka beliau mengajaknya bertadarus Al-Quran. Maka rasulullagi alaihi wasalam ketika berjumpa dengan Malaikat Jibril itu adalah lebih pemurah akan hartanya daripada angina ditiupkan.

HR Muslim, artinya :
Dirwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata : Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda :” Tidak berkumpul suatu kaum disuatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitab Allah dan mentadaruskannya diantara mereka melainkan ketenangan turun kepada mereka, rahmat menjutupi mereka, Malaikat mengelilingi ( melindungi ) mereka dan Allah menyebut mereka bersama-sama dengan orang yang ada disisi-Nya.  

2.       Memperbanyak shodaqah dan infaq. Karena berpahala berlipat ganda, menghapus dosa dan menghantarkan ke surga.
Shadaqah adalah pemberian seseorang kepada orang lain semata-mata hanya ingin mendapatkan ridlo dari Allah, bukan mengharapkan kehormatan. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa shadaqah adalah keseluruhan amal kebaikan yang dilakukan setiap muslim untuk menciptakan kesejahteraan sesame umat manusia, termasuk untuk kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta ciptaan Ilahi guna memperoleh hidayah dan ridlo dari Allah Subhanahu wata’ala.
Infak adalah mendermakan atau memberikan rizki ( karunia dari Allah ) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdsarkan rasa ikhlas karena Allah semata berkaitan dengan materi dan non materi.
Islam mengajak dan menganjurkan orang untuk suka memberi kebaikan dan kebajikan. Ayat-ayat Al Qur’an banyak menyinggung anjuran ini antara lain Surat Al Baqarah ayat 261, yang artinya:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Surat Ali Imron: 92
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Hadits riwayat Mutafaqun Alaihi, yang artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wassalam bersabda: tidak ada satu haripun dimana seorang hamba bangun pada pagi hari, kecuali dua malaikat turub ke bumi sambil berdoa:’Ya Allah, berilah balasan bagi orang yang bersodaqoh (infaq).’ Malaikat yang satu lagi berdoa:’Ya Allah datangkanlah kerusakan bagi orang yang enggan menafkahkannya’.


3.       Memperbanyak pemberian untuk keperluan buka puasa. Karena akan mendapatkan pahala sepadan dengan pahala orang yang berpuasa yang diberi buka itu.
Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda:
“Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al Juhaniyy ia berkata: “Barangsiapa yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, niscaya ia memperoleh pahala orang yang berpuasa itu dengan tiada kurang sedikitpun”. (HR. Tirmidzi, dan ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shoheh).

4.       Memperbanyak dzikirdan doa sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW.
5.       Melakukan umrah.
Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wasalam bersabda: “Umrah pada bulan Ramadhan nilainya sama dengan haji”. (HR. Mutafaqun alaih).


6. I’TIKAF

I’tikaf adalah tinggal di dalam masjid untuk kepentingan mendekatkan didi pada Allah. Atau aktivitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan tertentu dengan mengharap ridlo Allah.
Rasulullah melakukan I’tikaf dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadlon, sebagaimana sabdanya :

عَنْ عَا ئِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّ النَبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلَاوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ اَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ (رواه البخارى ومسلم )
Artinya :
Diriwayatkan dari Aisyah istri Nabi Sholallahu alaihi wasalam, bahwa Nabi Sholallahu alaihi wasalam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir ramadlan hingga beliau wafat,yang kemudian diikuti oleh istri-istri beliau.
عَنْ عَبْدِ اللهِ ا بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلَاوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ (متفق عليه )
Artinya :
Diriwayatkan dari Ibnu Umar , bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadlan.