Sunday, November 11, 2007

Kajian Islam Intensif
DARUL FIKRI
PUSAT KAJIAN ISLAM & KEMASYARAKATAN (PeKIK)
Sekretariat : Kompleks MITRA UTAMA, Pulowatu Pakem Sleman Telp. (0274) 897620
 

Nomor : 38/PeKIK DF/XI/2007                                                         Pakem, 10  November 2007
Lamp.  :
Hal      : Kajian Islam Intensif


Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara ………….………………
Di ………………………….


Assalamu’alaikum wr. Wb.

Taufiq, hidayah serta inayah Allah SWT semoga senantiasa terlimpah kepada kita semua. Amien..

Selanjutnya kami sampaikan bahwa Pusat Kajian Islam & Kemasyarakatan (PeKIK) DARUL FIKRI akan menyelenggarakan KAJIAN ISLAM INTENSIF SENIN MALAM (KIIS Me) sebagai sebuah ikhtiar untuk memperluas dan mempercepat akselerasi transfer ilmu-ilmu keislaman yang biasanya hanya terbatas di Perguruan Tinggi ataupun di Pesantren.

Berkenaan dengan hal tersebut, dengan ini kami mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara untuk mengikuti kajian tersebut, dengan ketentuan :

         Hari                 : Setiap senin
         Mulai               : 12 November 2007
Pukul               : 19.30 – 21.30 WIB
         Tempat            : Sekretariat PeKIK DARUL FIKRI
                                   Kompleks MITRA UTAMA Pulowatu Purwobinangun Pakem
        
Demikian, atas perhatian dan kehadiran Bapak/Ibu/Saudara dihaturkan terimakasih, semoga diterima dan dicatat sebagai wujud jihad kita dijalan Allah melalui kegiatan tafaqquh fi ad-din. Amien…


Wassalamu’alaikum wr. Wb.


Ketua



R. Agung Nugraha, S.Ag. MA.

Thursday, October 25, 2007

Menapak Jalan Taqwa

MENAPAKI JALAN TAQWA
(Oleh : R. Agung Nugraha, M.A)



Ramadhan baru saja berlalu, apabila selama ramadhan kita merasakan suasana ibadah yang begitu kental, maka hari ini suasana itu telah kembali seperti sebelumnya.
Insyaallah kita telah berusaha secara maksimal dalam mengisi Ramadhan yang lalu melalui bermacam ibadah dengan sebaik-baiknya sesuai kaifiyah (tata cara, syarat, rukun dan ketentuan-ketentuan) ibadah. Dengan demikian kita pantas berharap mendapat balasan yang setimpal berupa pahala dari Allah SWT dan meningkatnya kualitas taqwa. Itulah hakikat Idul Fitri sebagaimana tersurat dalam sebuah Qoul hikmah :
ليس العيد من لبس الجديد انم العيد من تقوالله تزيد

Bukanlah Idul Fitri orang yang bajunya baru, Sesungguhnya, Idul Fitri  ialah orang taqwanya bertambah


Fungsi  Ramadhan
Ramadhan berasal dari akar kata Ramadh  رمض )) yang secara bahasa berarti bara, panas,  atau membakar.  Fungsi dari Ramadhan adalah bulan pelatihan. Dalam bulan ramadhan tersebut, Allah mendidik dan melatih kita untuk mampu membakar dua hal sekaligus dalam diri setiap muslim, yaitu :
1.      Membakar semangat
Selama Ramadhan, Allah membakar semangat setiap muslim untuk melakukan berbagai macam ibadah. Hal tersebut dapat kita rasakan melalui berbagai macam ibadah baik puasa, sholat lail (tarawih), tadarus, zakat, infaq dan shodaqah serta beberapa ibadah lainnya dengan ringan mampu kita laksanakan. Hal ini terjadi karena semangat kita dibakar oleh Allah, sehingga aktifitas yang biasanya terasa berat menjadi ringan dilakukan.
2.      Membakar dosa-dosa
Dengan dibakarnya semangat kita oleh Allah untuk melakukan berbagai macam ibadah, otomatis kita mampu menangguk banyak pahala, sehingga dosa-dosa kita terhapus (tertutup) oleh banyaknya pahala tersebut. Disinilah hakekat idul fitri, yaitu ketika kita mampu keluar dari ramadhan dengan hati yang bersih dan suci, terbebas dari segala macam noda dan dosa.

Jalan Taqwa
Tujuan akhir dari perintah puasa Ramadhan adalah agar kita menjadi umat yang bertaqwa. Hal ini tidak berarti bahwa dengan selesainya puasa ramadhan, kita telah menjadi manusia taqwa. Justru saat inilah kita baru menapaki jalan taqwa, yaitu jalan dimana kita diuji oleh Allah, apakah kita mampu melestarikan esensi amaliah peribadatan ramadhan kedalam setiap gerak langkah kita pada sebelas bulan menuju ramadhan tahun yang akan datang. Oleh karena itu, setelah sebulan melakukan ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya, maka kita harus senantiasa memegang secara erat esensi dari berbagai amaliah ramadhan dalam menapaki perjalanan taqwa, antara lain sbb. :
1.      Puasa yang kita lakukan pada dasarnya adalah proses pelatihan menahan/mengendalikan hawa nafsu yang disimbulkan dengan makan, minum dan hubungan sex (suami Istri). Meski demikian, kita dituntut untuk senantiasa mampu menahan segala macam hawa nafsu yang selalu menggelayuti umat manusia. Disinilah tingkat ketaqwaan kita akan teruji, apabila kita mampu mengendalikan hawa nafsu seperti tamak, rakus, hasud, iri dengki, dendam, menggunjing, mengumpat, menyengsarakan orang lain, dll., maka disitulah sebenarnya ketaqwaan sebagai hasil didikan ramadhan telah berhasil kita wujudkan.
2.      Sholat Tarawih yang kita kerjakan, hakekatnya adalah usaha kita untuk senantiasa mengasah kemampuan dan efektifitas komunikasi kita dengan Allah. Shalat Tarawih pada dasarnya adalah shalat Lail yang lebih utama dilakukan pada duapertiga malam terakhir. Saat itulah sebenarnya waktu yang paling tepat untuk membangun komunikasi yang baik dengan Allah. Disitulah do’a umat akan lebih mendapatkan aprresiasi yang cukup dari Allah. Sebagaimana manusia menghargai komunikasi yang baik dan tepat, Allah akan menghargai orang yang bersedia menyediakan waktu khusus untuk berkomunikasi secara baik dengan Allah.
3.      Zakat, infaq, shodaqah, maupun ta’jil yang kita keluarkan, substansinya adalah secara vertikal menunjukkan kemauan kita untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Sedang secara horizontal, hal tersebut menjadi bukti seberapa besar tingkat kepedulian kita kepada sesama yang dalam batas tertentu sedang mengalami keterbatasan-keterbatasan, khususnya dalam akses ekonomi.
4.      Sholat Jama’ah yang kita lakukan, hakekatnya adalah simbul dari proses penyatuan umat dalam jama’ah umat yang sebenarnya, baik dalam kemasyarakatan, ekonomi, social, budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian, ia tidak sekedar merupakan kumpulan orang, melainkan lebih dalam lagi diharapkan mampu menyatukan hati umat dalam kebersamaan yang hakiki.
5.      Tadarus Al Qur’an pada dasarnya adalah wujud dari kesungguhan kita untuk senantiasa menggali dan memahami atas apa yang dikehendaki Allah. Karena hanya dengan membaca, mengetahui terjemah dan memahami isi Al Qur’an tersebut, kita akan benar-benar menjadi orang yang mampu mengetahui kehendak Allah melalui firman-Nya. Tidak mungkin kita mampu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya apabila tidak ada usaha kita untuk senantiasa mengkaji isi kandungan Al Qur’an.

Meski kita kehilangan kesempatan yang baik untuk menangguk pahala di bulan Ramadhan, namun berakhirnya ramadhan bukanlah akhir dari segalanya. Masih banyak pahala yang ditawarkan oleh Allah, masih ada kesempatan yang diberikan oleh Allah. Oleh karenanya langkah terbaik yang harus kita lakukan adalah menjaga dan melestarikan  (memudawamahkan) bermacam amaliah peribadatan tersebut pada sebelas bulan menuju ramadhan yang akan datang. Meskipun ibadah yang kita lakukan itu secara kuantitas tidak sebanyak dibulan ramadhan, namun apabila hal tersebut kita lakukan secara terus menerus, maka nilainya akan sama bahkan bisa lebih besar daripada yang kita lakukan di bulan ramadhan. Sebagaimana qoul hikmah :
خير الامور ادوامها و ان قل

Sebaik-baik urusan adalah yang langgeng (terus-menerus) meskipun sedikit (kuantitasnya)


Semoga Allah masih memberikan kesempatan dan kekuatan kepada kita semua untuk menapaki perjalanan taqwa kita setelah mengalami pendidikan dan pemantapan selama ramadhan yang lalu. Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu lagi dengan ramadhan yang akan datang. Lebih penting dari semua itu, kita berharap semoga kesempatan yang masih diberikan oleh Allah itu dapat kita gunakan semaksimal mungkin untuk beribadah, berbakti dan mengabdi untuk menggapai ridha Allah Swt. Amien…

Friday, October 12, 2007

Melestarikan Amaliah Ramadhan dan Sabar


Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

Jama’ah shalat Id Rahimakumullah, marilah bersama kita panjatkan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan ridha-NYa kita telah diperkenankan bertemu bulan Ramadhan, berkesempatan melaksanakan serangkaian ibadah didalamnya hingga pada akhirnya kita akhiri dengan membayar zakat dan melaksanakan Shalat Idul Fitri dipagi yang berbahagia ini. Semoga seluruh ibadah yang telah kita laksanakan diterima dan dicatat sebagai wujud taqwa kita kepada Allah. Amien..
            Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, insyaallah termasuk kita semua yang hadir di majelis yang mulia ini.
Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd
Kita tentu bersyukur dan bergembira karena telah diberikan kesempatan menyelesaiakan rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini. Namun bersamaan dengan itu tentu kita merasa sedih, karena kesempatan meraup rahmat dan ampunan Allah akan segera  meninggalkan kita semua, sementara kita tidak tahu apakah masih akan diberi kesempatan bertemu lagi dengan bulan Ramadhan yang akan datang. Pertanyaannya ialah, apakah dengan berakhirnya Ramadhan, habiskah kesempatan kita untuk menangguk pahala dan ridha Allah?  Jawabnya ternyata tidak…
Ramadhan hanyalah proses pelatihan, Puasa merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan Allah. Tujuan perintah puasa, dan ibadah – ibadah yang lain, tidak lain adalah agar kita menjadi manusia yang semakin hari semakin meningkat ketaqwaannya. Untuk mewujudkan hal itu, maka kita harus mampu meningkatkan kualitas ibadah kita. Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang mampu terinternalisasi dalam diri seorang hamba dan tercermin dalam diri dan kepribadian seseorang diluar konteks ibadah itu sendiri. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara agar ibadah yang dilakukan dapat berkualitas sehingga terinternalisasi dan terimplementasi dalam denyut kehidupan kita dan bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan ?

Allahu Akbar 2 x, walillahilhamd
Agar ibadah yang kita kerjakan semakin berkualitas dan sesuai dengan kehendak Allah dan tuntunan Rasul. Ada tiga hal yang harus kita perhatikan, yaitu :
1.      Mengerti dan memahami kaifiyah ibadah
Untuk meningkatkan kualitas suatu ibadah, kita harus senantiasa mempelajari, mengerti dan memahami kaifiyah ibadah yang akan kita lakukan, baik yang berupa ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya. Disinilah kemudian kita harus selalu berusaha menggali ketentuan-ketentuan yang terkait dengan ibadah yang kita lakukan. Dalam hal puasa, misalnya, dari sisi fiqh, pengertian puasa adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun Puasa adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’ (hubungan suami istri).  Apabila kita mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu telah gugur (tertunaikan).
Lebih dari itu, kita juga harus mengerti dan paham bahwa selain menahan makan, minum dan hubungan suami istri, seorang yang berpuasa disunnahkan untuk makan sahur dan mengakhirkannya, mendahulukan berbuka dengan yang manis (kurma), memperbanyak dzikir, sholat sunnat, tadarus al-qur’an, shodaqah, dst.
Kita juga harus mengetahui larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, serta tindakan dan perilaku yang dapat membatalkan ibadah puasa atau yang akan mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa.
Ketentuan, tata cara, syarat dan rukun puasa tersebut harus selalu kita kaji dan secara bertahap dan terus menerus kita tingkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan larangan-larangan tersebut harus terus-menerus kita hindarkan.
Apabila kita telah mampu memahami dan melakukan puasa sesuai dengan kaifiyah tersebut, maka kita telah mampu mmengamalkan ibadah tersebut secara baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah dan sunnah Rasul.

2.      Mengerti dan memahami ruh (esensi) dari ibadah yang diperintahkan
Setelah mengetahui dan memahami ketentuan, tata cara, syarat dan rukun ibadah, maka tahap selanjutnya kita harus selalu berusaha memahami ruh (esensi) dari  ibadah tersebut. Artinya, meski kita telah melakukan sebuah ibadah sesuai dengan kaifiyah yang dituntunkan, hal itu belum sempurna apabila kita belum memahami esensi dari ibadah yang kita lakukan. Hal ini penting agar setiap kita berusaha menggali rahasia dibalik ibadah yang disyari’atkan.
Dalam konteks puasa, esensi dari puasa adalah mengendalikan diri dan nafsu.. Makan, minum dan hubungan suami istri hanyalah simbul atau sebagian dari nafsu manusia yang harus dikendalikan. Karena itulah orang yang berpuasa juga diperintahkan untuk meninggalkan perilaku sia-sia (laghwi, tidak produktif), kata-kata kotor (rofasy), mencela dan menjelek-jelekkan orang lain (syatam) dan masih banyak hal lain yang harus dihindari oleh orang berpuasa agar puasanya mempunyai makna dan tidak sekedar mendapat lapar dan dahaga sebagaimana sabda Nabi :
“betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu selain lapar dan dahaga”.
Dengan demikian, meskipun setiap tahun selama sebulan penuh kita mampu melaksanakan puasa, tidak makan, minum dan hubungan suami istri, namun bila  tidak memahami esensinya, kita akan selalu kembali melakukan tindakan-tindakan yang diluar pengendalian diri tersebut. Ini sama artinya dengan kita belum melakukan apa-apa.
3.      Adanya atsar dari ibadah
Setelah melaksanakan ibadah sesuai ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya serta mengetahui dan memahami ruh dari perintah ibadah tersebut, maka sebuah ibadah akan sempurna dan berkualitas apabila menghasilkan atsar (bekas) berupa kesalehan kita diluar ibadah. Artinya, kesalehan seseorang tidak sekedar diukur dengan terlaksananya sebuah ibadah, lebih dari itu ibadah akan berkualitas dan optimal apabila orang yang melakukan ibadah tersebut mampu menginternalisasikan ruh ibadah dan mengimplementasikannya disepanjang kehidupan.

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

            Jamalah, sholat Id rahimakumullah.
            Dalam konteks inilah tampaknya kita masih harus terus melakukan muhasabah / perenungan yang dalam apakah ibadah puasa dan amaliah ramadhan yang sudah bertahun-tahun kita laksanakan itu sudah terinternalisasi dan menjadi ruh didalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan demikian agar ibadah seluruh rangkaian ibadah kita itu berbekas dan tidak sekedar menjadi rutinitas tahunan, sudah seharusnya kita memancangkan niat didalam diri kita untuk melestarikan amaliah ramadahn tersebut diluar bulan ramadhan. Pelestarian yang kami maksudkan ialah disamping secara lahiriah kita melanjutkan kegiatan ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan, seperti puasa wajib kita lanjutkan dengan puasa sunnah, shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat malam, tadarus ramadhan dilanjutkan dengan tadarus harian setelah maghrib atau setelah subuh dsb. Adapun yang bersifat kolektif/Jama’ah kita dapat melestarikan amaliah ramadhan dengan memudawamahkan shalat jama’ah, menghidupkan dan menggairahkan pengajian rutin.dan yang lainnya.
Disamping melestarikan Amaliah ibadah Ramadhan diluar bulan Ramadhan, yang juga penting adalah melestarikan hakekat (ruh) ibadah puasa yaitu sabar, jujur, mempunyai sifat malu, mengendalikan diri, peduli sesama, dan lainnya. 




Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd
            Hadirin rahimakumullah, dalam QS Al Baqarah : 183, dijelaskan bahwa tujuan perintah puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa.
Adapaun salah satu ciri orang taqwa ialah terwujudnya pribadi yang sabar . Apabila kita lacak lebih jauh kata sabar dalam Al Qur’an diulang lebih dari 105 kali, pertama adalah dalam surat Muzammil ayat 10. Ayat ini merupakan penyemangat bagi Nabi Muhammad dalam menghadapi halangan, rintangan bahkan intimidasi dari para penentang ajaran Islam; yaitu agar nami mempunyai ketahanan mental dan konsisten dalam memegang teguh amanah risalah Islam.
Kata shabr secara etimologis berasal sari akar kata shabara yang berarti mencegah dari kesempitan, mengendalikan diri dari penyimpangan atau menahan diri dari mengeluh.. Farid Wajdi memberikan pengertian bahwa sabar ialah kemampuan mengendalikan diri dari berbagai hal yang oleh akal dan syara’ dituntut untuk dikendalikan juga mengendalikan diri dari keluh kesah dan meninggalkan pengaduan kepada selain Allah.
Selanjutnya, disamping sabar diharapkan menjadi sifat kepribadian nabi, sabar juga harus menjadi kepribadian umat yang telah mengaku beriman kepada Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron : 200



Dalam Tafsir Jami al Bayan, Abu Ja’far ath-Thabariy menjelaskan bahwa : Kata Ishbiruu : berarti keharusan bagi kaum muslimin untuk teguh mempertahankan ketaatan kepada Allah baik dalam menjalankan perintah maupun dalam menjauhi larangan-Nya Sedang kata shabiruu : berarti melebihkan atau menambah kekuatan dan ketahanan diatas ketahanan yang dimiliki oleh musuh atau penentangnya.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa sabar bukanlah sifat pasif dan nerimo ing pandum, tetapi merupakan tindakan aktif dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan tetapi dengan penuh strategi dan penuh perhitungan.

Allahu Akbar 2x walillahilhamd
Mengakhiri khutbah kali ini, selagi Ramadhan belum jauh kita tinggalkan marilah kita semua merenung sejenak, betapa sebetulnya kita masih mempunyai kesempatan yang luas untuk beribadah sebanyak mungkin, menangguk ridha Allah tidak saja terbatas di bulan Ramadhan tetapi disepanjang waktu selagi kesempatan itu masih diberikan dan disemua tempat didalam seluruh lapangan kehidupan kita.
Akhirnya, agar bermacam ibadah selama Ramadhan mempunyai atsar, seharusnya masing-masing kita memiliki target untuk me-mudawamah-kan (melanggengkan) sebagian amaliah ramadhan dalam kehidupan selepas ramadhan ini.

Marilah kita berdo’a, semoga Allah berkenan memberikan kesempatan dan kekuatan kepada kita untuk menjaga dan melestarikan amaliah ramadhan tersebut dalam 11 bulan menuju ramadhan yang akan datang.

Sunday, September 9, 2007

Shalat Lail
SHALAT LAIL (SHALAT MALAM)

Shalat lail bisa disebut juga shalat tahajjud, shalat witir, qiyamul lail. Pada bulan Ramadhan shalat lail biasa disebut qiyam Ramadhan, atau sering disebut shalat tarawih.
            Shalat malam ini hendaklah menjadi kebiasaan. Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن عبد الله بن عمر بن العاص رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا عبد الله لا تكن بمثل فلان كان يقوم الليل فترك قيام الليل ( رواه البخارى ومسلم )
Artinya:
            Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, ia berkata: Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda, “Hai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti Fulan. Ia pernah sering shalat malam (qiyamul lail) tetapi kemudian meninggalkannya”. (HR Bukhari dan Muslim).
عن أبى هريرة قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب فى قيام رمضان من غيرأن يآمرهم فيه بعزيمة فيقول من قام رمصان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه ( رواه البخارى ولفظ المسلم )
Artinya:
            Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam menganjurkan mereka untuk melakukan qiyam Ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya, sebagaimana sabda beliau: Barangsiapa yang berjaga (melakukan qiyam) di bulan Rmadhan karena iman dan mengharapkan ridha dan pahala (dari Allah), maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafadhnya Muslim).

A.     Hukum Qiyam Ramadhan
Qiyam Ramadhan adalah sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan. Hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib. Hal ini dapat dilihat dari periwayatan hadits dari Abu Hurairah di atas dan Aisyah berikut ini :
عن ابى شهاب قال اخبرنى عروة ان عاعشة اخبرته ان رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج ذات ليلة من جوف الليل فصلى فى المسجدفصلى رجال بصلاته فأصبح الناس فتحدثوا فاجتمع أكثر منهم  فصلوا معه فأصبح الناس فتحدثوا فكثر اهل المسجدمن الليلة  الثالثة  فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم     فصلوا بصلاته  فلما كانت الليلة الرابعة عحز المسجد عن اهله حتى خرج لصلاة الصبح فلماقصى الفجر اقبل على الناس فتهشد ثم قال اما بعد فانه لم يخف علي مكانكم لكنى خشيت أن تفرض عليكم فتعجزوا عنها ( رواه البخارى ومسلم )

Artinya :
Diriwayatkan dari Ibn Syihab (dilaporkan bahwa) ia berkata : “Urwah menyampaikan kepada saya bahwa Aisyah telah melaporkan bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada suatu malam (di bulan Ramadhan) berangkat ke masjid dan mendirikan shalat di sana. Kemudian orang banyak mengikuti beliau. Keesokan harinya orang bercerita tentang shalat Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam itu sehingga jamaah semakin banyak. Keesokan harinya orang juga bercerita lagi sehingga pada malam keempat jamaah tidak lagi tertampung di masjid itu. Paginya, setelah selesai shalat shubuh, Nabi menghadapi manusia, lalu bertasyahhud dilanjutkan berucap: Amma ba’du. Sesungguhnya aku tahu kemampuan kalian. Akan tetapi aku ragu bila shalat tarawih itu diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu mengerjakannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

B.     Keutamaan Shalat Malam (Tahajjud)
1.       Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam senantiasa mengerjakannya hingga kedua telapak kakinya pecah-pecah.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam:

عن عائشة رضي الله عنها ان النبي الله صلى الله عليه وس لمكان يقوم من الليل حتى تتفطر قدماه فقالت عاعشة لم تصنع هذا يا رسول الله وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تاخر  , قال أفلا أحب أن أكون عبدا شكورا ( متفق عليه )
ِِِrtinya:
Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya bengkah (pecah-pecah), lalu aku bertanya: Mengapa baginda wahai Rasulullah berbuat demikian? Dan sungguh Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lewat dan yang akan _actor”. Rasulullah menjawab: “Tidak bolehkah jika aku senang menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur”. (Muttafaq alaih).
2.       Shalat tahajjud termasuk _actor paling dominant yang akan mengantarkan seseorang masuk surga.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن عبد الله بن سلام قال لما قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم  المدينة انجفل الناس اليه وقيل قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم قدم رسول الله صلا الله عليه وسلم فجئت فى الناس لانظر اليه فلما استئب  وجه رسول الله عليه وسلم عرفت ان وجهه ليس بوجه كذاب وكان اول شيئ تكلم به ان قال ايها الناس افشوا السلام وأطعموا الطعام وصلوا الارحام وصلوا و الناس نيام تدخلوا الجنة با السلام.
Artinya:
      Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, ia berkata: “Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, orang-orang segera menyambutnya seraya berseru: Rasulullah SAW telah tiba! Rasulullah SAW telah tiba! Akupun termasuk di antara mereka  yang ingin melihat beliau itu. Ketika telah _act melihat wajah beliau dengan jelas, akupun mengerti wajah beliau bukab tipe wajah pendusta, selanjutnya, sabda beliau yang pertama kali saya dengar adalah: “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam; berilah makanan; sambunglah tali silaturahim; dan kerjakanlah shalat pada malam hari disaat orang banyak terlelap tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh kedamaian”. (HR. Ibn Majjah, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad).
3.       Shalat tahajjud termasuk _actor yang akan mengantarkan seseorang meraih di derajat tinggi di surga.
Rasulullah bersabda:
عن ابى مالك الاشعري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان فى الجنة غرفة يرى ظاهرها من باطنها وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن اطعم الطعام والان الكلام وتابع الصيام وصلى الناس نيام.
Artinya:
      Diriwayatka dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pernah bersbda: “Sesungguhnya surga itu memiliki kamar-kamar yang bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya dan bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian luarnya yang Allah SWT sediakan bagi orang-orng yang senang memberikan makanan, lemah lembut dalam berbicara, banyak berpuasa (sunnah), menyebarkan salam dan mengerjakan shalat pada waktu malam ketika manusia sedang terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibn Hibban, dan Tirmidzi. Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi).
4.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud mendapat pujian dari Allah dan dogolongkan termasuk para hamba-Nya yang berbakti, yakni ‘ibadurrahman.
Allah berfirman:
والذين يبتون لربهم سجدا وقياما.
Artinya:
      “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”.
(QS. Al-Furqan:64).
5.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud dipersaksikan Allah sebagai hamba yang sempurna imannya.
Allah berfirman:
(#$yJ¯RÎ) ß`ÏB÷sム$uZÏG»tƒ$t«Î/ tûïÏ%©!$# #sŒÎ) (#rãÅe2èŒ $pkÍ5 (#ryz #Y£Úß (#qßs¬7yur ÏôJpt¿2
 öNÎgÎn/u öNèdur Ÿw šcrçŽÉ9õ3tFó¡o ) ÇÊÎÈ 4nû$yftFs? öNßgç/qãZã_ Ç`tã ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# tbqããôtƒ
 öNåk®5u $]ùöqyz $YèyJsÛur $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÊÏÈ

Artinya:
      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayt-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS. As-Sajdah: 15-16).
6.       Orang yang senantiasa mengerjakan shalat tahajjud diberi sifat tersendiri oleh Allah dan dibedakan-Nya dengan selain mereka.
Allah berfirman:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u
3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ      

Artinya:
      “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9).
7.       Shalat tahajjud menjadi sebab dihapuskannya dosa dan penghalang dari berbuat dosa.
Hal ini didasarkan pada hadits:
عن ابى أمامةعن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قا ل عليكم بقيام الليل فانه دأب الصالحين قبلكم وهو قربة الى ربكم ومكفرة للسيئات ومنهاة للاثم.
Artinya:
      Diriwayatkan Abu Umamah dari Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam, bahwa beliau bersabda: “Kerjakanlah shalat malam, sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, sarana yang mendekatkan diri kalian kepada Robb kalian, penghapus dosa dan pencegah dari berbuat doa”. (HR. Tirmidzi, Hakim, dan Baihaqi. Dihasankan oleh Al-Albani).
8.       Shalat tahajjud merupakan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu (wajib).
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن ابى هريرة رصى الله عنه قال قال رسول الله عليه وسلم افصل الصيام بعد رمصان شهر الله المحرم وافصل الصلاة بعد الفريصة صلاة الليل.
Artinya:
      Diriwayatklan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram dan shalat utma setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim).
9.       Shalat tahajjud merupakan kemuliaan bagi orang beriman.
Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad:
جاء جبىيل عليه السلام الى النبى صلى الله عليه وسلم فقال يا محمد عش ماشئت فانك ميت واحبب من احببت فانك مفارقه واعمل ما شئت فانك محزي به ثم قال يا محمد شرف المؤمن قيام الليل وعزة إستغناؤه عن الناس.
Artinya:
      “Malaikat Jibril pernah _ating kepada Nabi SAW lalu berkata: Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan mati; cintailah siapa saja yang engkau kehendaki, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan berpisah darinya; dan berbuatlah apa saja yang engkau sukai, tetapi (ketahuilah bahwa) engkau pasti akan mendapat balasannya”. Jibril berkata lagi: Wahai Muhammad, kemuliaan bagi seorang mukmin adalah mengerjakan shalat tahajjud dan harga dirinya adalah ketika dia tidak membutuhkan orang lain”. (HR. Hakim, dishahihkan Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi).
10.   Membaca Al-Quran dalam shalat malam merupakan keberuntungan yang besar.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن عبد الله بن عمر بن العاص قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من قام بعشر أيات لم يكتب من الغافلين ومن قام بمائة أية كتب من القانتين ومن قام بألف آبة كتب من المقنطرين.
Artinya:
      Diriwayatkan dari Abdullah ibn Anr bin al-Ash, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 10 ayat, maka dia tidak akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang lalai; barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 100 ayat dia akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang taat; dan barangsiapa yang mengerjakan shalat malam dengan membaca 1000 ayat, dia akan dicatat sebagai golongan orang-orang yang mendapat pahala yang banyak”. (HR. Abu Dawud dan Ibn Khuzaimah, dan dishahihkan Al-Albani).

عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أيحب احدكم اذا رجع الى اهله ان يجد فيه ثلاث خلفات عظام سمان قلنا نعم قال فثلاث آيآت يقرأ بهن أحدكم فى صلاته خير له من ثلاث خلفات عظام سمان .
Artinya:
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Tidak senangkah seseorang dari kalian jika pulang ke rumahnya, lalu di sana dia menemukan 3 ekor unta bunting yang besar lagi gemuk? “Kami (para sahabat) menjawab: Beliau bersabda: Tiga ayat yang dibaca seseorang dari kalian dalam shalatnya, nilainya lebih baik dari 3 ekor unta bunting yang besar lagi gemuk itu”. (HR. Muslim).
11.   Orang yang ber-qiyam Ramadhan karena iman dan mengharapkan ridha dan pahala, diampuni dosanya yang tlah lalu.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن ابى هريرة ان رسول الله عليه وسلم قال من قام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه.
Artinya:
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakn qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ridha dan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah diampuninya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

C.     Beberapa Hal yang Menjelaskan Cara-Cara (Kaifiyyah) Melaksanakan Shalat Lail
1.       Shalat lail dikerjakan sesudah shalat Isya hingga terbit fajar, baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:
عن عائشة زوج النبي الله صلى الله عليه وسلم قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلى فيما بين أن يفرغ من صلاة العشاء وهى التى يدعوا الناس العتمة إلى الفجر إحدى عشرة ركعة يسلم يبن كل ركعتين ويوتر بواحدة.
Artinya:
      Diriwayatkan dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, ia berkata: “Shalat yang dikerjakan Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam antara waktu selesainya shalat Isya’, yang disebut manusia al-‘atamah, hingga terbit fajar adalah sebanyak 11 rakaat. Beliau salam pada setiap 2 rakaat dan terakhir mengerjakan witir 1 rakaat”. (HR. Muslim).

عن خارجة بن خذافة انه قال خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال ان الله أمدكم بصلاة هي خير لكم من حمر النعم الوتر جعل الله لكم قياما بين الصلاة العشاء ألى ان يطلع الفجر.
Artiny
      Diriwayatkan dari Kharijah bin Hudzafah yang mengatakan: Pernah suatu kali  Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam datang kepada kami dan mengatakan: “Sesunggunhnya Allah telah menganugerahkan kepada kamu sekalian suatu shalat yang lebih menyenangkan (lebih baik) daripada unta pilihan, yaitu shalat witir, yang dijadikan Allah untuk kalian dalam waktu antara shalat Isya’ hingga terbit fajar”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majjah. Begitu pula Draquthni).
2.       Sebelum shalat malam (tarawih), hendaklah mengerjkan shalat iftitah 2 rakaat singkat-singkat.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda
عن ابى هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال اذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين خفيفتين

      Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda: “Jika salah seorang kamu sekalian melaksanakan shalat di waktu malam (shalat lail), maka hendaklah mengawali shalatnya dengan 2 rakaat singkat/ringan”. (HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).

عن عا ئشة قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا قام من الليل ليصلي افتتح صلاته بركعتين خفيفتين.

Artinya:
      Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: ”Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam jika telah bangun di waktu malam untuk shalat malam (shalat lail), beliau memulai shalatnya dengan 2 rakaat ringan/pendek-pendek”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Pada rakaat pertama sesudah takbiratul ihram membaca:

سبحان الله ذى الملكوت والجبروت والكبرياء والعظمة.
Artinya:
      “Maha Suci Allah yang Memiliki alam semesta, Yang Memilki kekuasaan memaksa dan kebesaran-kebesaran serta keagungan-keagungan”.
Berdasarkan dalil hadits Nabi:
و عن حذيفة بن اليمان قال اتيت النبي صلى الله عليه وسلم ذات ليلة فتوضا و قام يصلى فاتيته فقمت عن يساره فاقامنى عن يمينه قال  سبحان الله ذي الملكوت والجبروت والكبرياء والعظمة (رواه الطبراني في الاوسط ورجاله موثقون)
Artinya:
      Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman, ia berkata: aku mendatangi Nabi SAW pada suatu malam. Beliau berwudhu kemudian shalat, lalu aku mengahmpirinya seraya berdiri di sebelah kirinya, lalu aku ditempatkan di sebelah kanannya. Beliau membaca: “Subhanallahi dzil……”. (HR. Thabrani dalam Al-Ausath dan di mengatakan dalam Majma’ Az- Zawaid: para perawinya terpercaya).
3.       Jumlah rakaat shalat malam adalah 11 (sebelas) rakaat dengan dua-dua rakaat (2+2+2+2+3 witir) atau empat-empat rakaat (4+4+3 witir) dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat atau ayat dari Al-Quran yang mudah. Kemudian mengakhirinya dengan shalat witir tiga rakaat dengan membaca surat Al-A’la sesudah Al-Fatihah pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua dan surat Al-Ikhlash pada rakaat ketiga.
Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam bersabda:

عن ابن عمر ان رجلا سال رسول الله صلى الله عليه و سلم عن صلاة الليل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم  صلاة الليل مثنى مثنى فاذا خشي احدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له (رواه الجماعة)
Artinya:
      Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya seorang (lelaki) bertanya kepada Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam tentang shalat malam. Kemudian Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam menjawab: “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Maka apabila salah seorang di antara kamu sekalian khawatir terkejar subuh, hendaklah engkau witir satu rakaat saja”. (HR. Al-Jama’ah).

قال ابن عباس فقمت فصنعت مثل ما صنع رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم ذهبت فقمت الي جنبه فوضع رسول الله صلى الله عليه و سلم يده اليمنى على راسي و اخذ باذني اليمنى يفتلها فصلى ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم ركعتين ثم اوتر ثم اضطجع حتى جاء المؤذن فقام فصلى ركعتين خفيفتين ثم خرج فصلى الصبحى (رواه مسلم)
Artinya:
      Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan: kemudian aku bangkit mengerjakan seperti apa yang dikerjakan oleh Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam, lalu aku berdiri di samping Rasulullah, lalu beliau meletakkan tangan kanannya di kepalaku dan dipegangnya telinga kananku dan dililitnya. Kemudian beliau shalat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi kemudian dua rakaat lagi, lalu beliau shalat witir. Kemudian beliau berbaring sehingga muadzin (Bilal) menyerukan adzan. Maka beliau bangun lalu shalat dua rakaat singkat-singkat (ringan-ringan), kemudian beliau keluar (pergi) melakukan shalat shubuh”. (HR. Muslim).

عن زيد ابن خالد الجهني انه قال لارمقن صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم الليلة فصلى ركعتين خفيفتين ثم صلى ركعتين طويلتين ثم صلى ركعتين و هما دون اللتين قبلها  ثم صلى ركعتين و هما دون اللتين قبلها ثم صلى ركعتين و هما دون اللتين قبلها ثم صلى ركعتين و هما دون اللتين قبلها ثم اوتر فذالك ثلاث عشرة ركعة (رواه مسلم)
Artinya:
      Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani yang mengatakan: “Benar-benar aku hendak mengamti shalat Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam malam itu. Lalu (aku melihatnya) beliau shalat dua rakaat singkat-singkat, kemudian dua rakaat panjang-panjang, kemudian beliau shalat dua rakaat yang kurang panjang dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, lalu shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi panjangnya dari yang sebelumnya, kemudian beliau shalat witir. Maka jadilah seluruhnya tiga belas rakaat”. (HR. Muslim).

عن ابي سلامة بن عبد الرحمن انه سال عائشة رضي الله عنها كيف كانت صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم  في رمضان فقالت ما كان يزيد في رمضان  ولا في غيره على احد ى عشرة ركعة يصلى اربعا فلا تسال عن حسنهن و طولهن ثم يصلى اربعا فلا تسال عن حسنهن و طولهن ثم يصلى ثلاثا فقلت يا رسول الله صلى الله عليه و سلم اتنام قبل ان توتر قال يا عائشة ان عيني تنامان ولا ينام قلبي (رواه البخاري و مسلم)  
Artinya:
      Diriwayatkan dari Abi Salamah Ibn Abdir Rahman, ia bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: “Nabi SAW tak pernah melakukan shalat sunnah (tathawu’) di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanyakan bagaimana bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat dan jangan engkau tanyakan bagaimana indah dan panjangnya. Kemuadian beliau shalat tiga rakaat. Aku (Aisyah) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir? Beliau menjawab: Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur dan hatiku tidak tidur”. (HR. Bukhari dan Muslim).
عن ابي بن كعب قال كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقرا في الوتر بسبح اسم ربك الاعلى و في ركعة الثانية بقل يا ايها الكافرون و في الثالثة بقل هو الله احد ولا يسلم الا في اخرهن ويقول يعنى بعد التسليم سبحان الملك القدوس ثلاثا (رواه الترمدى و ابن ماجه)
Artinya:
       Diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka’ab yang menceritakan bahwa Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam pada shalat witir membaca “Sabbihis ma rabbikal a’la” (Surat Al-A’la) dan “Qulya- ayyuhal ka-firun” (Surat Al-Kafirun) pada rakaat kedua, dan “Qul huwalla-hu ahad” (Surat Al-Ikhlash) pada rakaat ketiga, dan beliau tidak mengucapkan salam kecuali di akhir tiga rakaat itu dan beliau mengucapakan “Subha-nal maliki quddu-s” 3x setelah salam. (HR. An-Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4.       Setelah selesai shalata witir ini, maka bacalah sambil duduk
سبحان الملك القدوس  3  
Maha Suci Allah Yang Merajai dan Maha Suci“ 3X
      Pada bacaan yang ketiga dengan suara yang nyaring, kemudian diteruskan membaca :
رب الملائكة والروح
Yang Menguasai Malaikat dan Jibril
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam :
عن سعيد بن عبد الرحمن بن ابزى عن ابيه قال كان رسول الله صلى الله عليه و سلم  يوتر بسبح اسم ربك الاعلى وقل يا ايها الكافرون وقل هو الله احد واذا سلم قال سبحان الملك القدوس ثلاث مرات يمد صوته في الثالثة ثم يرفع(رواه ابو داود و النسائ والدرقطني)
Artinya:
      Diriwayatkan dari Sa’id ibn ‘Abdirrahman ibn Abziy dari ayahnya, ia berkata: “Adalah Rasulullah Salallahu a’laihi wassalam  shalat witir membaca “Sabbihis ma rabbikal a’la” dan “Qulya- ayyuhal ka-firun” serta “Qul huwalla-hu ahad”. Kemudian setelah selesai shalat, beliau membaca “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga kali dengan memanjangkan suara beliau pada yang ketiga dan meninggikannya” (HR. An-Nasai, Abu Dawud, dan Ahmad serta Ad-Daruquthuni).

Menurut lafadz Ad- Daruquthni: “.....apabila beliau mengucapkan salam (setelah tiga rakaat witir), beliau mengucapkan: “Subha-nal maliki quddu-s” sebanyak tiga kali dengan memanjangkan suara beliau pada yang ketiga dan (mengiringi) membaca “Rabbil mala-ikati war Ru-h“. (HR. Abu Dawud, Nasai, dan Daruquthuni. Hadits ini dikuatkan oleh Al-‘Iraqi).
5.       Tidak ada tuntunan bacaan-bacaan khusus di sela-sela shalat tarawih.
     









Kitab Bukhari

452 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُاللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ *
Kitab Bukhari
1873 حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ *

1583 أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ لَقِيَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَسَأَلَهُ عَنِ الْوَتْرِ فَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكَ بِأَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ بِوَتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ قَالَ عَائِشَةُ ائْتِهَا فَسَلْهَا ثُمَّ ارْجِعْ إِلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِرَدِّهَا عَلَيْكَ فَأَتَيْتُ عَلَى حَكِيمِ بْنِ أَفْلَحَ فَاسْتَلْحَقْتُهُ إِلَيْهَا فَقَالَ مَا أَنَا بِقَارِبِهَا إِنِّي نَهَيْتُهَا أَنْ تَقُولَ فِي هَاتَيْنِ الشِّيعَتَيْنِ شَيْئًا فَأَبَتْ فِيهَا إِلَّا مُضِيًّا فَأَقْسَمْتُ عَلَيْهِ فَجَاءَ مَعِي فَدَخَلَ عَلَيْهَا فَقَالَتْ لِحَكِيمٍ مَنْ هَذَا مَعَكَ قُلْتُ سَعْدُ بْنُ هِشَامٍ قَالَتْ مَنْ هِشَامٌ قُلْتُ ابْنُ عَامِرٍ فَتَرَحَّمَتْ عَلَيْهِ وَقَالَتْ نِعْمَ الْمَرْءُ كَانَ عَامِرًا قَالَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَلَيْسَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنُ فَهَمَمْتُ أَنْ أَقُومَ فَبَدَا لِي قِيَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ قِيَامِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَلَيْسَ تَقْرَأُ هَذِهِ السُّورَةَ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضَ قِيَامَ اللَّيْلِ فِي أَوَّلِ هَذِهِ السُّورَةِ فَقَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَوْلًا حَتَّى انْتَفَخَتْ أَقْدَامُهُمْ وَأَمْسَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَاتِمَتَهَا اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ التَّخْفِيفَ فِي آخِرِ هَذِهِ السُّورَةِ فَصَارَ قِيَامُ اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ أَنْ كَانَ فَرِيضَةً فَهَمَمْتُ أَنْ أَقُومَ فَبَدَا لِي وَتْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ وَتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِمَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ فِيهِنَّ إِلَّا عِنْدَ الثَّامِنَةِ يَجْلِسُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيَدْعُو ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَةً فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ فَلَمَّا أَسَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ اللَّحْمَ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ بَعْدَ مَا سَلَّمَ فَتِلْكَ تِسْعُ رَكَعَاتٍ يَا بُنَيَّ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَحَبَّ أَنْ يَدُومَ عَلَيْهَا وَكَانَ إِذَا شَغَلَهُ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ نَوْمٌ أَوْ مَرَضٌ أَوْ وَجَعٌ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً وَلَا أَعْلَمُ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ وَلَا قَامَ لَيْلَةً كَامِلَةً حَتَّى الصَّبَاحَ وَلَا صَامَ شَهْرًا كَامِلًا غَيْرَ رَمَضَانَ فَأَتَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ فَحَدَّثْتُهُ بِحَدِيثِهَا فَقَالَ صَدَقَتْ أَمَا إِنِّي لَوْ كُنْتُ أَدْخُلُ عَلَيْهَا لَأَتَيْتُهَا حَتَّى تُشَافِهَنِي مُشَافَهَةً قَالَ أَبمو عَبْد الرَّحْمَنِ كَذَا وَقَعَ فِي كِتَابِي وَلَا أَدْرِي مِمَّنِ الْخَطَأُ فِي مَوْضِعِ وَتْرِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ *

1587 أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنَ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ فَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا وَلَمْ يَقُمْ حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنَ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَجَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ حَتَّى تَخَوَّفْنَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ قُلْتُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ *

1588 أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ قَالَ أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنِي نُعَيْمُ بْنُ زِيَادٍ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ عَلَى مِنْبَرِ حِمْصَ يَقُولُ قُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قُمْنَا مَعَهُ لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ قُمْنَا مَعَهُ لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ لَا نُدْرِكَ الْفَلَاحَ وَكَانُوا يُسَمُّونَهُ السُّحُورَ *


1592 أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ قَالَ حَدَّثَنِي الْقَعْقَاعُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى ثُمَّ أَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ *