Mungkin kita telah menyadari betapa pentingnya khusyuk bagi
kontrol dan kendali diri. Namun dalam praktiknya khyusuk itu tidaklah mudah
untuk kita dapatkan. Khusyuk membutuhkan komitmen dan konsistensi kuat, diikuti
dengan upaya dan langkah-langkah
strategis agar mental khusyuk itu bisa tertanam dengan baik.
Menurut al-Qur’an, diantara prasyarat menjadi orang yang
bermental khusyuk “(yaitu) orang yang menduga keras bahwa mereka akan menemui
Tuhan mereka dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 46).
“Menduga keras” merupakan salah satu cara aktivasi keimanan
agar fungsional dalam pengendalian diri. Kembali kepada Allah adalah kepastian,
tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memastikan akan bertemu dengan-Nya dalam
keadaan diterima dan disambut dengan jamuan yang membahagiakan, kecuali
orang-orang yang mendapatkan ridla-Nya.
Sementara itu, ridla Allah hanya akan diberikan kepada
orang-orang yang ridla pula dalam menerima dan menjalankan semua beban dan
ujian yang diberikan kepadanya. Baban dan ujian itu dapat diterima dan dijalani
dengan ringan apabila diselimuti harapan yang besar dan menduga keras akan
adanya kepastian menerima ganjaran dari Allah SWT. Salam Yansur.
[06:26, 10/26/2018] Yayan Suryana: Walaupun Niat Menolong
tetapi Hati-Hati Jangan sampai Menolong untuk Membenarkan yang Salah
dengan menyalahi Hukum dan Peraturan
Tidak ada manusia yang sempurna. Pada suatu saat kita akan menghadapi masalah yang penyelesaiannya
membutuhkan bantuan orang lain. Oleh sebab itu, agama sangat menganjurkan hidup
saling tolong menolong, dan tolong menolong yang dianjurkan hanyalah dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. (QS.
Al-Maidah : 2).
Tolong menolong terjadi
ketika menghadapi masalah yang bisa diselesaikan melalui hubungan sosial
biasa. Namun, jika masalahnya sudah berat, harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan namanya
bukan lagi tolong-menolong,
tetapi disebut syafa’at. Sebab harapan mendapatkan pertolongan itu tidak bisa
diperoleh kecuali dari pemilik kekuasaan yang
mampu memberi rasa takut, segan atau bisa memberikan imbalan.
Karena itu, istilah
syafa’at identik dengan kehidupan di akhirat
yang tidak akan ada lagi saling tolong menolong. Betapapun terhormatnya
dan diseganinya seseorang saat berada di dunia, di akhirat tidak lagi bisa
ditolong ataupun menolong karena pertolongan hanya datang dari Allah SWT.
Di dunia pun kata syafa’at sering juga digunakan untuk
mengungkapkan perasaan senang yang tak terhingga karena mendapatkan pertolongan yang tidak
disangka sehingga dirinya bisa terselamatkan dari permasalahan besar yang bisa
menyusahkan atupun menghinakan. Syafa’at di dunia biasanya digunakan dalam
memberi pertolongan untuk membenarkan yang salah dengan menyalahi hukum dan
peraturan.
Namun hati-hatilah dengan hal demikian, karena
perbuatan yang melawan hukum semacam itulah yang diancam tidak akan mendapatkan
pertolongan (syafa’at) dari pemilik
syafa’at yang sesungguhnya di akhirat kelak. “Dan jagalah diri kamu dari
satu hari (di mana) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun,
dan tidak juga diterima syafa’at dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan
ditolong”. (QS. Al-Baqarah : 48) Salam Yansur.
0 comments: