Monday, December 30, 2019

Biografi Imam Syafi'i (767-820)


👥 Ada empat tokoh yang dikenal sebagai pendiri mazhab di dalam Islam. Salah satu dari keempat tokoh tersebut adalah Asy Syafi'i, atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi’i.

👤 Beliau adalah tokoh ketiga yang dianggap sebagian orang yang mempersatukan perselisihan dari pemikiran-pemikiran yang terdapat antara dua mazhab sebelumnya, yaitu Mazhab Hanafi dan Maliki.

🌎 Dilahirkan di kota yang sampai sekarang masih dipenuhi konflik, yaitu kota Gaza di tanah Palestina.

🏷 Ulama ini memiliki nama panjang Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi'i. Beliau telah kehilangan sosok ayah semenjak masih bayi. Sedangkan pada usia 2 tahun, ibundanya mengajaknya pindah ke Madinah untuk menetap dengan keluarganya yang masih ada di sana.

💎 Imam Syafi'i juga dikenal sebagai anak yang cerdas. Apabila Ibnu Sina menghafal Al Qurn pada usia sekitar 10 tahun, Asy Syafi'i menghafal Al Qur'an pada usia 9 tahun.

🔍 Pada usia akil baligh, 15 tahun, Imam Syafi'i telah diangkat sebagai mufti di kota Mekkah. Bagi orang di masa itu, jabatan tersebut suatu jabatan yang sangat prestisius. Apalagi dicapai oleh seseorang yang baru saja menginjak usia sebagai seorang pemuda. Sehingga banyak yang kagum kepadanya.

📆 Pada usia kepala dua, Imam Syafi'i pergi untuk belajar kepada Imam Malik, tokoh pendiri mazhab Maliki.

🔍 Mengetahui akan ada seseorang yang cerdas ingin belajar darinya, membuat Imam Malik senang bukan kepalang.

🎉 Imam Syafi'i pun disambutnya dengan suka cita. Mereka seringkali berdialog dalam membicarakan sesuatu masalah berkaitan dengan penyelesaiannya secara syar'i.

📗 Pengajaran yang intens itu berakhir ketika Imam Malik meninggal pada saat Imam Syafi'i berusia 28 tahun.

🛤 Tidak diketahui apakah karena kesedihan yang mendalam atau karena hal lain, ia segera rneninggalkan Madinah untuk menuju Yaman.

💞 Di sana, ia mengajar dan bertemu dengan jodohnya, Siti Hamidah bin Nafi, yang memberinya tiga orang anak, yaitu Abdullah, Fatimah, dan Zainab.

🏛 Namun, di Yaman, ia dituduh terlibat dalam pemberontakan terhadap kekhalifahan. Akibatnya, ia ditahan dan diangkut ke Baghdad untuk menjalani interogasi atau pemeriksaan lebih lanjut.

📌 Di kota 1001 malam tersebut ia terbukti tidak bersalah. Khalifah saat itu, Harun Ar Rasyid, melihat terdapat banyak potensi pada diri Imam Syafi'i. Sehingga Khalifah memintanya untuk mengajar di Baghdad.

📎 Imam Syafi'i tentu saja terkejut dan bersyukur karena pada awalnya ia dituduh berkomplot dan dapat dihukum mati, namun pada akhirnya ia malah diminta oleh Khalifah untuk mengajar di ibukota kekhalifahan.

🕋 Setelah beberapa tahun di Baghdad, ia kembali ke Mekkah untuk mengajar di sana selama belasan tahun. Murid yang diajarnya tidak hanya penduduk Mekkah, tetapi juga jemaah haji mancanegara yang datang setiap tahun ke sana untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

🛣 Di awal usia 40 tahun, ia kembali lagi ke Baghdad untuk mengajar di sana. Tapi tak lama ia berada di ibukota, karena datangnya permintaan mengajar dari Mesir oleh penguasa negeri tersebut. Akhirnya ia menetap di Mesir hingga wafat di usia 53 tahun.

🗞 Sebelum Imam Syafi'i mengembangkan interpretasinya akan berbagai permasalahan dalam berbagai kasus secara syar'i, terdapat perselisihan yang tajam antara Mazhab Hanafi yang lebih mementingkan qiyas (analog') di satu sisi dengan Mazhab Maliki yang lebih mementingkan hadits dan anti penggunaan qiyas kecuali dalam masalah-masalah yang tidak ada nash-nya.

🏆 Imam Syafi'i dapat dianggap sebagai pihak yang cukup berhasil dalam mengambil yang terbaik antara dua mazhab tersebut. Hal ini selain karena ia telah belajar dengan cukup mendalam dengan Imam Malik, ia juga sering berdialog dengan tokoh-tokoh dari mazhab Hanafi ketika ia berada di Baghdad.

🔎 Mengenai perbedaan mazhab dalam Islam ini, ada suatu hal yang patut untuk diluruskan.
Setiap pendiri dari beragam mazhab yang ada tidaklah pernah memiliki niat untuk mendirikan suatu mazhab yang memakai namanya sebagai nama tersebut. Mereka semua adalah orang-orang yang berilmu luas dan rendah hati.

📌 Hal ini dibuktikan bahwa mereka lebih suka berdialog dan bertoleransi dalam melihat perbedaan-perbedaan antara interpretasi yang mereka pegang dengan interpretasi yang dipegang oleh lawan diskusinya.

💦 Namun, sayang sekali prinsip "Perbedaan adalah rahmat" tidak dijalankan dengan baik oleh pengikutnya yang cenderung membabi buta dalam membela pendapat guru mazhab mereka masing-masing.

💧 Hal ini membuat mereka memiliki rasa fanatisme yang berlebihan, padahal berlebih-lebihan dalam agama adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan.

════ ❁📚❁ ════
Sumber:
📖 50 Ilmuwan Muslim Populer
👤 Muhammad Razi
🖨 QultumMedia
🏡 Komunitas Tadabbur Al-Qur'an (KontaQ)
Semoga Bermanfaat...
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: