Saturday, January 5, 2019

Yansur : Yang kurang itu komitmen, bukan Sumber Daya

Kita tidak Kurang Sumber Daya tetapi yang Kurang adalah Komitmen Keumatan

Beberapa waktu yang lalu, saat sedang menunggu bengkel langganan buka, kami sempat ngobrol dengan seseorang yang sama-sama mau service kendaraan. Berawal dari saling bertanya mengenai  kendaraan masing-masing yang mau diservice, kemudian beralih  tentang pekerjaan, isu politik jelang pemilu, persaingan bisnis, hingga  kondisi ummat, yakni ummat Islam. 

Diantara oborolan yang menarik adalah mengenai kondisi ummat Islam yang  kian hari terasa kian termarjinalkan. Padahal ummat Islam  merupakan penduduk mayoritas. Kami tidak mencari kambing hitam kesalahan. Tapi lebih bicara tentang mengapa ummat yang mayoritas ini semakin melemah.

Jangan-jangan kita ini menjadi ummat yang manja, lebih suka dilayani dari pada melayani, lebih suka diperjuangkan dari pada berjuang. Jika demikian,  memang  siapa yang mau melayani dan mau memperjuangkan ummat ini? Sedikit sekali kemungkinan ummat lain akan memperjuangkannya. Ummat lain tentu akan lebih berjuang untuk ummatnya sendiri.

Bisa jadi kita adalah diantara orang yang tidak menyadari betapa pentingnya ummat, bukan hanya ummat sebagai eksistensi keagamaan tetapi sebagai penyokong kesejahteraan kehidupan. Nampaknya selama ini kita lebih mendahulukuan ego sektoral yang justru merusak keutuhan ummat.  Karenanya kita tidak pernah serius  membaca dan menghitung dan merancang potensi kehidupan ummat.

Padahal, saat ini banyak orang yang justru berlomba-lomba membangun jaringan untuk mengokohkan komunitas. Karena komunitas merupakan asset. Bisnis hari ini dibangun tidak hanya dengan berdasarkan modal tetapi dengan jaringan dan komunitas. Komunitas merupakan pasar potensial yang cenderung  tetap dan panatik. Komunitas akan lebih merasa memiliki terahadap perusahaan dan produk yang ditawarkan. 

Bukankah ummat ini sesungguhnya merupakan potensi jaringan yang amat luas dan merupakan asset terbesar bagi ummat itu sendiri?. Kita bisa membuat toko berjejaring yang bisa melayani ummat. Bukan tokonya yang pertama kali dibuat, melainkan sistemnya atau aplikasinya yang harus  milik ummat. Toko akan berdiri dengan sendirinya setelah sistemnya dibuat dengan baik dan akuntabel, menjadi aplikasi yang bisa didownload sebagai fasilitas untuk share modal, sumber daya, identitas pemilik, sekaligus pasar potensial utama.

Seperti aplikasi Gojek dan Uber, mereka tidak menyediakan kendaran untuk bisnisnya, sebab kendaraan, tenaga kerja disediakan sendiri oleh member. Sementara kelangsungan bisnis transportasi yang sekarang sudah merambah ke semua kebutuhan itu, sepenuhnya berada di tangan konsumen. Besar kemungkinan konsumennya yang  terbanyak di negeri ini adalah ummat Islam.

Saat ini kita sangat membutuhkan “satu aplikasi untuk segala kebutuhan”. Kebutuhan transportasi, pendidikan, hotel, pariwisata, perdagangan, pertokoan dan lain-lain. Kita tidak kurang sumber daya manusia yang mampu membuat aplikasi semacam itu, yang kurang adalah komitmen keumatan. Salam Yansur.
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: