R. Agung Nugraha, S.Ag. MA
Salah satu catatan penting dari peringatan peristiwa Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah ialah komitmen meninggalkan Aqidah (keyakinan) jahiliyah yaitu mempertuhankan berhala Latta, Uzza dan Mannat menuju Aqidah Tauhid, persaksian bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah. Ini disebut Hijrah Aqadiyah.
Salah satu catatan penting dari peringatan peristiwa Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah ialah komitmen meninggalkan Aqidah (keyakinan) jahiliyah yaitu mempertuhankan berhala Latta, Uzza dan Mannat menuju Aqidah Tauhid, persaksian bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah. Ini disebut Hijrah Aqadiyah.
Dalam
konteks inilah, penting bagi kita mempertanyakan kembali Aqidah Kita? Sudah
berapa lamakah kita bersyahadat? dan sejauh mana implementasi syahadat yang
telah kita ucapkan? suatu pertanyaan
yang barangkali jarang kita tujukan untuk diri kita sendiri. Dari pertanyaan
ini kita akan mencoba menelusuri kembali keberadaan syahadat kita, seberapa
besar pengaruhnya dalam kehidupan kita ?
Ikrar laa
ilaaha illahhah tidak akan dapat diwujudkan secara benar jika tanpa
petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu ikrar laa ilaaha
illallah diikuti dengan ikrar Muhammadan Rasulullah. Dua ikrar itulah yang kita
kenal dengan dua kalimat syahadat (syahadatain) yang merupakan pintu gerbang
seseorang memasuki agama (al-dien) Allah SWT. Nama Muhammad menjadi
sangat urgen karena kedudukannya sebagai Rasulullah, bukan nama Muhammad/Ahmad
itu sendiri.
Kata
asyhadu secara etimologis berakar dari kata syahada yang mempunyai tiga
pengertian: musyahadah (menyaksikan), syahadah (kesaksian), dan half
(sumpah). Ketiga pengertian tersebut ada relevansinya yang kuat, seseorang
akan bersumpah jika ia memberi kesaksian, dan ia akan berani memberi kesaksian
apabila menyaksikan.
Inti dari
syahadat yang pertama adalah beribadah hanya kepada Allah SWT, sedangkan yang
kedua menjadikan Rasulullah saw sebagai figur sentral keteladanan (uswah
hasanah) baik dalam hubungan dengan Allah SWT (hablun minallah), maupun dalam
hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).
Ikrar laa
ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah bila dipahami secara benar tentu akan
memberikan pengaruh yang sangat positif kepada setiap muslim, yang antara lain
dapat diukur dari dua sikap yang dilahirkan yaitu cinta (mahabah) dan ridha
kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah sesungguhnya yang harus kita wujudkan dan
kita rasakan, sebagai jawaban atas pertanyaan di atas.
Seorang
Muslim yang telah mengikrarkan dan memahami dua kalimah syahadat dengan benar
akan memberikan cinta yang pertama dan utama kepada Allah SWT, kemudian kepada
Rasulullah saw, dan jihad fi sabilillah. Dia bisa menempatkan cintanya kepada
anak-anak, orang tua, suami/isteri, saudara, harta benda, pekerjaan/jabatan,
rumah tinggal dll (yang boleh dicintai) di bawah/setelah cintanya kepada yang
pertama dan utama. Yaitu Allah SWT, Rasulullah saw, dan jihad fii sabilillah
sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 24 berikut :
قُلْ إِنْ كَانَ اَبَآؤُكُمْ وَ
اَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَ اَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ
نِاقْتَرَفْتُمُوُهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَكِنُ تَرْضَوْنَهَآ
اَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِّنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهِ
فَتَرَبَّصُوْاحَتَّى يَأ تِيَ اللهُ بِاَمْرِهِ وَ اللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ
الْفَسِقِيْنَ
Katakanlah:”Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kamu, keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaanmu yang kamu khuwatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik. (At-Taubah: 24)
Berdasarkan
ayat di atas, Abdullah Nasih Ulwan membagi cinta (al mahaabah) menjadi tiga
tingkatan, yakni: 1) Al Mahabatul Ula, yaitu mencintai Allah,
Rasul-Nya, dan Jihad fii sabilillah; 2) Al Mahabatul Wustha,
yaitu mencintai segala sesuatu yang boleh dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dengan cara-cara yang
diijinkan-Nya, seperti cinta kepada anak, isteri/suami, orang tua, harta,
bisnis, dll; dan 3) Al Mahabatul Adhna, yaitu mencintai segala
sesuatu yang bolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada Allah SWT,
Rasulullah, dan jihad fii sabilillah.
Kecuali
cinta, seorang Muslim yang mengikrarkan dua kalimah syahadat akan memiliki
sikap ridha di dalam dirinya. Ridha terhadap Allah dan Rasul-Nya, ridha dengan
segaala keputusan-Nya, tanpa ada rasa tidak puas sedikitpun dalam hatinya.
Dalam surat
An Nisa (4) ayat 65 Allah SWT menafikkan iman seseorang sebelum ia bertahkim
kepada Rasulullah saw (Islam) dan menerima keputusan beliau dengan sepenuh
hati, dengan tidak ada rasa penolakkan sedikitpun dalam hatinya.
فَلاَ
وَرَبِّكَ لاَ يُؤْ مِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّيْمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
ثُمَّ لاَيَجِدُوْا فِيْ~أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا.
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian merek tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (QS 4: 65)
Pengaruh
dari syahadatain bagi seorang Muslim adalah tiga unsur pokok yang dimiliki
manusia, yaitu: akal, hati, dan jasadnya akan mendapatkan shibghah
(celupan, identitas) dari Allah SWT.
صِبْغَةَاللهِ وَمَنْ
أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَه’عَبِدُوْنَ (البقرة:138)
Shibghah Allah. Dan siapakah yang
lebih baik shibghahnya dari pada Allah ? Dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyembah. (QS 2: 138)
Artinya hati, akal, dan jasad
seseorang (Muslim) yang mengikrarkan dua kalimah syahadat akan mendapatkan
shibghah (celupan, identitas) dari Allah SWT, sehingga 1) dari hatinya lahirlah
keyakinan yang benar (al I’tiqad ash shahih) dan selanjutnya melahirkan
niat yang ikhlas; 2) dari akalnya lahirlah pikiran-pikiran yang Islami (al
afkar al islamiyah) kemudian muncul system yang Islami; dan 3) dari
jasadnya lahirlah amal shalih (al a’mal ash shalihah) sebagai tanfidz
(manifestasi) dari keinginan hati dan rancangan akal.
Said Hawa
dalam bukunya Al Islam, menyatakan bahwa banyak orang yang salah mengira apabila
sudah mengucapkan dua kalimah syahadat, maka tidak ada satu sikap atau
perbuatan yang dapat membatalkan keislaman atau membatalkan syahadatnya. Menurutnya,
sebenarnya banyak sikap atau perbuatan yang dapat membatalkan syahadat
seseorang, antara lain : 1) bertawakal bukan kepada Allah; 2) tidak mengakui
bahwa semua nikmat lahir maupun bathin adalah karunia Allah; 3) beramal dengan
tujuan kepada selain Allah; 4) memberikan menghalalkan dan mengharamkan, hak
memerintah dan melarang, atau menentukan syariat/hukum kepada selain Allah; 5) taat
secara mutlaq kepada selain Allah dan Rasul-Nya; 6) tidak menegakkan hukum
Allah; 7) membenci Islam seluruhnya atau sebagian; 8) mencintai kehidupan dunia
melebihi akhirat, atau menjadikan dunia segala-galanya; 9) memperolok-olok al
Qur’an dan as Sunnah atau orang-orang terhadap yang menegakkan keduanya; 10) menghalalkan
apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya; 11) tidak
beriman dengan keseluruhan al Qur’an dan as Sunnah; 12) mengangkat orang-orang
kafir dan munafiq menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-orang yang
beraqidah Islam; 13) tidak beradab dalam bergaul dengan Rasulullah; 14) tidak
menyenangi tauhid, malah suka kemusyrikan; 15) menyatakan bahwa makna yang
tersirat (bathin) dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat
(sesuai pengartian bahasa); 16) memungkiri salah satu asma, sifat, dan af’al
(perbuatan) Allah SWT; 17) memungkiri salah stu sifat Rasulullah saw yang telah
ditetapkan oleh Aallah SWT atau memberinya sifat yang tidak baik, atau tidak
meyakininya sebagai uswah hasanah; 18) mengkafirkan orang Islam atau
menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir; 19) beribadah bukan
kepada Allah SWT; dan 20) melakukan syirik kecil.
20 point
diatas adalah diantara sikap dan perbuatan yang dapat membatalkan syahadat
seseorang menurut Said Hawa. Tentu saja yang demikian bukan untuk menghakimi
orang lain, tetapi untuk menjadikan peringatan bagi diri sendiri agar lebih
berhati-hati dalam menjaga/memelihara syahadat.
Akhirnya,
marilah kita lihat kembali syahadat kita, kita tanyakan pada diri kita, apakah
syahadat kita telah melahirkan rasa al
mahabah wa al ridha terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya? ataukah baru menjadi ucapan formal yang belum
berdampak.
Memasuki
tahun 1439 Hijriah ini, semoga kita mampu berjirah dengan sebenarnya. Amin…
Ditulis ulang dengan beberapa penyesuaian dari Bulletin 'Ibrah, Edisi 52 Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PeKIK) Darul Fikri Yogyakarta
Kaki merapi, 01 Muharram 1439 H
Kaki merapi, 01 Muharram 1439 H
0 comments: