هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ
يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Dialah
Allah yang menciptakan matahari bersinar dan bulan yang memantulkan cahaya dan
Dia tentukan tempat peredaranya masing-masing agar kami semua mengetehui
perhitungan tahun dan perhitungan yang lain, tidaklah Allah menciptakan itu
semua kecuali dengan haq (kebenaran) untuk menerangkan ayat (tanda kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang mengetahui"(Yunus (10) : 5 )
Secara berturut-turut kita baru saja melewati peristiwa
besar muktamar umat Islam, yaitu ibadah haji Haji, perayaan Idul Adha yang
desertai pelaksanaan Ibadah Qurban, dan akan segera disusul dengan pergantian
tahun baru Hijriyah.
Menyongsong
datangnya tahun baru Hijriyah, ada baiknya kita merenung sejenak untuk
merefleksikan kembali apa saja yang telah terjadi atau kita perbuat, hikmah apa
yang dapat kita ambil dan bagaimana mewarnai hari-hari yang akan datang agar
perjalanan hidup kita semakin bermakna dan diridhai Allah.
Berikut
beberapa catatan penting yang diharapkan dapat menjadi acuan agar kita tidak
gamang dalam menatap fajar baru tahun Hijriyah.
HAKIKAT PERGANTIAN WAKTU
Pergantian
waktu dari detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun pada dasarnya adalah
runitinas yang sudah pasti hingga datangnya qiyamat nanti. Perjalanan waktu
dapat bermakna bagi diri kita apabila kita mampu melalui dengan baik, tetapi
juga bisa tidak berarti apa-apa ketika perjalanan waktu itu kita sia-siakan.
Yang banyak kita lakukan selama ini barang kali adalah yang kedua. Artinya kita
tidak pernah menjadikan perjalanan dan pergantian waktu sebagai sebuah tonggak
untuk melakukan refleksi dan evaluasi untuk kemudian menata dan memperbaiki
diri. Yang terjadi kemudian adalah hura-hura, pesta pora dan banyak hal lain
yang seharusnya dapat kita hindari ketika kita mampu merumuskan tujuan hidup
kita.
Apabila kita
cermati isi Surat Yunus (10) : ayat 5, maka pergantian siang dan malam yang
ditandai dengan bersinarnya matahari dan pantulan cahayanya melalui bulan yang
terjadi akibat peredaran bumi dan bulan mengelilingi matahari, maka ada dua
pesan penting yang seharusnya kita tangkap, pertama, bahwa
peredaran tersebut merupakan sumber utama bagi kita untuk mengetahui
perhitungan tahun yang pada intinya dalah berjalannya waktu dalam menempuh
kehidupan, dan kedua, dengan mengetahui perhitungan waktu itu
kita seharusnya mampu melakukan perhitungan (muhasabah) kepada diri kita
dalam melalui perjalanan hidup kita.
Dengan
demikian, ketika kita mampu menyadari bahwa kehidupan ini terus berjalan seiring
dengan perjalanan waktu dan kita mampu mengisi dan mewarnai kehidupan ini
dengan sebaik-baiknya, maka kita sudah mampu menangkap hakikat pergantian
waktu. Dan orang yang mampu menangkap hakikat pergantian waktu, ia akan
senantiasa berusaha menjadikan waktu dan hari-harinya lebih baik dari waktu dan
hari-hari yang telah dilalui. Orang yang semacam ini akan menjadi orang yang
beruntung, baik dunia maupun akhirat. Sebagaimana Sabda Nabi : barangsiapa
hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung.
ESENSI IBADAH HAJI & SHALAT
IDUL ADHA
Ibadah Haji
dan penyembelihan Hewan Qurban, meski merupakan dua ibadah yang secara
lahiriyah berbeda, namun merupakan dua peristiwa yang mempunyai kaitan yang
sangat sangat erat dan mengandung makna yang sangat penting dalam mengisi
perjalanan hidup umat Islam.
Ibadah Haji
merupakan pilar Islam, ia merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang harus ditegakkan. Haji
merupakan muktamar Umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Jama’ah Haji berasal dari
berbagai penjuru dunia, dengan latar belakang yang berbeda, baik bahasa, warna
kulit, adat istiadat, pangkat dan derajat yang berbeda, akan tetapi mereka
melaksanakan ibadah yang sama, dengan cara yang sama dengan tujuan yang sama, yaitu
semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT.
Allah berkenan mengumpulkan mereka semua, hanya dengan
satu dasar, yaitu Iman. Dengan keimanan itulah kaum muslimin berbondong-bondong
memenuhi panggilan Allah meski harus menempuh perjalanan yang jauh, beratnya medan dan aktifitas fisik
serta biaya yang tidak sedikit. Hal ini menunjukan kebenaran Firman Allah dalam
Surat Al Hajj : 27: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan
Hajji, niscaya mereka akan dating kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai
unta yang kurus, yang dating dari segenap penjuru yang jauh".
Oleh karena itu, ikrar yang senantiasa diucapkan oleh
seluruh jama'ah haji muncul dari kedalaman jiwa yang didasari kuatnya iman dan
akidah sehingga apabila kita resapi maknanya akan membuat hati bergetar. Secara
bersamaan mereka senantiasa mengucapkan kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ
اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ اِنَّ الْحَمْدَ
وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ
"Aku datang memenuhi
panggilan-Mu, ya Allah tidak ada sekutu
bagi-Mu sesungguhnya pujian, kenikmatan, kekuasaan adalah milik-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu" (CD Muslim : 2.031)
Adapaun
Shalat Idul Adha, ialah muktamar/berkumpul umat Islam yang tidak sedang
menunaikan ibadah haji ditempat-tempat shalat yang luas dan terbuka diseluruh
dunia. Sebagaimana bersatunya jama'ah haji, maka jama'ah Shalat Idul Adha juga
harus dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan serta akidah yang lurus dengan
tujuan mengagungkan asma Allah dan syi'ar Islam, sebagaimana firman Allah dalam
surat Al Hajj
32 : "Demikianlah (perintah Allah), barang siapa mengagungkan syi'ar
(agama) Allah, maka yang demikian itu merupakan tanda hati yang bertaqwa".
MAKNA DAN HAKEKAT QURBAN
Yang dapat kita petik dari perintah Kurban,
diantaranya adalah :
1.
Kemampuan Bersyukur
Hakekat Kemampuan dalam konteks ini, sebetulnya
lebih terletak pada kemampuan seseorang untuk bersyukur atas nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya. Orang yang mempunyai kesadaran bahwa Allah
telah memberikan nikmatnya yang sangat banyak dan tak terhitung, akan lebih
ringan menyisihkan sebagian nikmat itu untuk menunaikan seruan kurban; meski
pada saat itu secara financial sedang kurang. Sebaliknya, orang yang secara
materi cukup, namun kemampuannya untuk bersyukur kurang, maka
sangat berat menyisihkan hartanya untuk berkurban. Dengan demikian, "kemampuan"
seseorang untuk berkurban pada hakekatnya lebih ditentukan oleh pribadi
kaum muslimin, karena mereka sendiri yang lebih mengetahui tentang diri mereka
sendiri.
2.
Makna Qurban
Qurban
dalam pengertian Nahr dan Dhahha yang berarti
menyembelih mengandung dua makna sekaligus, yakni : Hakiki dan Majazi.
Dengan demikian secara hakiki kita diperintahkan untuk "secara nyata"
menyembelih binatang kurban. Lebih dari itu makna Majazi dari Menyembelih ialah
: Kemampuan dan keberanian seseorang untuk 'menyembelih' sifat dan karakter
kebinatangan, seperti tamak, rakus, egoisme serta sifat dan karakter lainya
yang berujung pada kepentingan diri, kelompok, dan golongan sehingga jauh dari
Allah. Sifat dan karakter itu'disembelih' untuk kemudian menuju
kepada hakekat Qurban, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan senantiasa
menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah.
3.
Hubungan horizontal dan
vertical
Adha
berarti penyembelihan hewan dan Qurban berarti pendekatan
diri. Dengan demikian, pelaksanaan ibadah qurban mempunyai dua implikasi
sekaligus, horizontal kepada sesama dan vertical kepada Allah. Menyembelih Kambing
atau Lembu kemudian dibagi-bagikan mengandung maksud kemauan mengorbankan
kepemilikan financial material baik berupa binatang sembelihan ataupun sebagian
harta dan kekayaan untuk kesejahteraan umat sebagai wujud hubungan horizontal
dan pada saat bersamaan kita canangkan dalam diri kita kemauan untuk senantiasa
ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) sebagai refleksi hubungan
vertical makhluk dengan sang Khaliq.
KATA KUNCINYA: HIJRAH
Tahun Hijriah, adalah system kalender yang didasarkan
pada peredaran bulan. Perhitungannya dimulai sejak Hijrah Nabi dari Makkah ke
Madinah. Pemicunya ialah, setelah wafatnya rosul, banyak umat Islam yang mulai
'kurang bergairah' melaksanakan Ajaran Islam dan bahkan 'menyimpang' dari
praktek ajaran Nabi. Untuk memberikan semangat kepada ummat dan untuk
meluruskan ajaran Islam yang menyimpang, akhirnya khalifah secara resmi
memerintahkan untuk memperingati Hijrah Nabi dan menetapkannya sebagai
perhitungan Tahun Islam. Dipilihnya Peristiwa Hijrah sebagai tonggak, karena
hakekat dari Hijrah Nabi adalah semangat kuat untuk meninggalkan masa suram
berupa kebodohan dan kesesatan (dzulumat al jahiliyyah) menuju cahaya
dan tuntunan Islam (nur al Islam).
Tahun Hijriah tidaklah sekedar system kalender yang hanya
berfungsi untuk mengetahui pergantian hari, bulan dan tahun. Lebih dari itu,
tahun Hijriyah sangat erat terkait dengan system dan pola peribadatan umat
Islam seperti kapan kita harus berpuasa dan tanggal berapa saja kita diharamkan
berpuasa, kapan kita dapat mengunjungi Baitullah.
Dengan demikian, maka dalam memasuki tahun baru Hijriyah, sudah seharusnya kita mencanangkan target pada diri kita
masing-masing agar ditahun yang akan datang kita mampu senantiasa melakukan instrospeksi
diri terhadap apa yang telah kita lakukan, mengambil hikmah dari setiap
peristiwa yang telah terjadi.
Kita
songsong fajar Hijriyah dengan semangat persatuan dan kebersamaan
sebagaimana tergambar dari ibadah haji, serta kemauan kita dalam bersyukur atas
nikmat dan karunia Allah untuk kemudian berbagi kepada sesama dengan satu
tujuan utama, yaitu mendekatkan diri hanya kepada Allah.
Hanya dengan
semangat Haji dan Qurban disertai dengan keberanian kita untuk berubah (HIJRAH),
kita masih bisa berharap agar musibah demi musibah yang silih berganti menerpa
bangsa kita segera berakhir dan digantikan dengan berlimpahnya berkah dan
kemakmuran dari sisi Allah SWT. Sebagaimana janji Allah : “Apabila penduduk
suatu negeri beriman dan bertaqwa, niscaya akan kami bukakan pintu rahmat dan
barokah dari langit dan bumi”.
Semoga Allah
memberikan kekuatan kepada kita semua …Amien.
0 comments: