Friday, May 26, 2023

Jendral Sudirman : Panglima tentara itu santri tulen



Oleh : Muh. Nursalim 


Sudirman diangkat menjadi   panglima  usia 29. Sangat muda untuk ukuran pemimpin militer. Di manapun. Kecuali di Korut.  Kim Jong Un dikasih pangkat oleh bapaknya. Langsung bintang empat. Saat usinya baru 26 tahun.


Sudirman bermula prajurit karir. Dari tentara PETA (Pembela Tanah air) yang dibentuk Jepang. Saat itu pangkatnya kolonel.


Setelah proklamasi kemerdekaan RI. Pasukan bersenjata itu ada tiga kelompok besar. Eks PETA (Pembela Tanah Air)  yang bentukan Jepang. Eks KNIL (Koninklij Nederlansch-Indische Leger) bentukan Belanda dan laskar-laskar yang tersebar di berbagai daerah.


Dalam sebuah rapat di Gondokusuman Yogyakarta. Dihadiri oleh pimpinan satuan-satuan militer. Agendanya adalah reorganisasi tentara yang juga disisipi pemilihan pimpinan tentara.  Saat itu Sudirman terpilih menjadi panglima. Mengalahkan Oerip Sumoharjo yang lebih senior. Itu terjadi tanggal 12 November 1945.


Banyak analis sejarah yang mengkaji ini. Mengapa Sudirman bisa terpilih. Padahal dari segi kepangkatan, senioritas, pengalaman di bawah pesaingnya. Di samping itu, acara tersebut adalah maunya pemerintah RI yang  baru berdiri. Dan dari pihak pemerintah mengutus Jenderal Oerip Sumoharjo. Ibaratnya, forum itu hanya tinggal ketok palu. Sang jenderal jadi panglima.  


Ternyata rapat menentukan lain. Wakil dari divisi Sumatra membawa enam suara. Semua diberikan ke Sudirman. Dari divisi Jawa Tengah seluruhnya ke Sudirman. Padahal peserta dari Jateng paling banyak. Divisi Jawa Timur tidak mengirimkan utusan, sebab sedang sibuk menghadapi agresi Belanda di Surabaya.    Praktis yang memilih Oerip hanya beberapa dari Jabar. Ini menurut Anwar Gonggong.


Menurut Ulf Sundhaussen dalam bukunya Road to power: Indonesian military politics 1945-1967, lain lagi. Sejarawan Belanda itu menyoroti dari sosok Sudirman itu sendiri. Dia itu santun, intelek, agamis dan toleran. Sifat-sifat itu lebih disukai peserta rapat. Di samping itu jenderal Oerip itu bekas KNIL. Laskar dan tentara belum seratus persen percaya nasionalisme sang jenderal. 


Seperti banyak ditulis oleh sejarawan. Tidak sedikit tokoh-tokoh nasional yang didekati Belanda. Untuk mendukung negeri penjajah itu melanggengkan kekuasaannya di Indonesia. Bahkan dalam perjanjian Renvill utusan Belanda itu dipimpin oleh orang Indonesia,R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo. 


Tapi menurut Abdul Haris Nasution. Yang turut hadir dalam acara tersebut. Tidak ada persaingan antara Sudirman dengan Oerip Sumoharjo. Bahkan saat itu tidak ada usulan siapa yang memimpin tentara. Baru kemudian muncul enam nama. Lalu mengerucut kepada Sudirman dan Oerip. Dia sendiri mengaku milih Oerip, karena lebih senior. 


Entahlah. Yang pasti Allah menghendakil Sudirman menjadi panglima tentara. Memimpin militer Indonesia yang baru berumur tiga bulan. Seusia jagung yang belum siap di panen.


Seperti kata Ulf Sundhaussen. Kepribadian Sudirman yang menonjol itu, sangat pas memimpin tentara Indonesia di awal kemerdekaan. Ratusan laskar yang berserak dapat ia satukan. Sehingga berhasil mengalahkan Belanda yang ingin kembali menguasai nusantara.  


Secara politik RI sudah habis, saat agresi militer ke dua di Yogyakarta. Semua pemimpin politik ditangkap,dan dibawa ke Belanda. Tetapi secara militer masih eksis. Sang panglima tidak menyerah. Bersama pasukannya melakukan gerilya. Padahal saat itu  ia sedang sakit keras. Paru-parunya bermasalah. Dokter bilang pak Dirman kena TBC.


Menyusuri pulau Jawa bagian selatan. Mulai dari Yogyakarta – Bantul – Gunung Kidul – Wonogiri – Ponorogo –Trenggalek – Tulung Agung – Kediri. Kemudian putar balik ke barat dan berakhir di Sobo, Kabupaten Pacitan. Perjalanan panjang itu dimulai tanggal 19 Desember 1948 hingga  1 April 1949. Di tempat ini beliau tinggal selama tiga bulan. Sobo menjadi markas militer sementara sampai anggal 7 Juli 1949.


Firasat Jenderal Sudirman itu sangat kuat. Ia selalu lolos dari sergapan musuh. Mengetahui akan datangnya lawan. Juga paham di mana akan dihadang. Maka sering kali, jalur yang sudah direncanakan berubah arah. Atau rencana bermalam di desa A tiba-tiba berganti ke B. 


Menurut Muhammad Teguh Sudirman, salah satu putra sang jenderal. Kuatnya firasat bapak karena ia dekat kepada Allah. Beliau selalu dalam keadaan suci. Apabila batal wudhu langsung memperbaharui. Bahkan selama gerilya ada satu orang yang bertugas membawa kendi. Tempat air dari tanah yang biasa untuk minum. Air kendi itu dipakai panglima untuk berwudhu di setiap kali batal wudhunya. 


Mungkin pak Dirman belajar dari perilaku Bilal bin Rabah ini.


 Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw berkata kepada Bilal ketika akan sholat subuh. “Wahai bilal, ceritakan kepadaku amal yang kau tangguhkan untuk kamu kerjakan dalam Islam. Karena aku mendengar (dalam mimpi) trompahmu mendahuluiku di surga ?”. Bilal menjawab, “Aku tidak pernah menangguhkan amal, hanya saja aku selalu berwudhu baik di malam atau siang hari. Lalu aku sholat  yang diwajibkan dengan wudhu tersebut”. (HR. Bukhari)   


Pak Dirman dilindungi  Allah karena beliau dekat kepada sang Khaliq. Kata Teguh. Pada musium Jenderal Sudirman di Yogyakarta. Ada ruangan khusus yang biasa untuk sholat panglima tersebut. Juga sajadah dan alat sholat yang pernah beliau kenakan. 


Iman mantab di hati pak Dirman. Sehingga petunjuk Allah selalu menyertainya. Sebagaimana Sabda Nabi.


Dari Abi Said Al Khuzri ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Hati-hatilah firasat orang mukmin karena ia melihat dengan cahaya Allah. Kemudian beliau membaca ayat 74 surat Al hijr. Sesungguhnya  yang demikian itu menjadi tanda-tanda bagi orang yang punya firasat”. (HR. Tirmizi)


Petinggi tentara ini orang sholih. Begitu tulis banyak sejarawan. Beliau  memang aktifis Islam. Sebelum masuk tentara PETA. Masa  kecil ngaji al quran pada KH. Qahar. Ketika ikut pamannya di Cilacap, ia mendalami agama kepada Kyai Saidun dan Moh. Kholil Marto Saputro, seorang da’i Muhamadiyah. Kemudian masa remaja disibukkan menjadi pegiat Hizbul Wathan. Kepanduan yang ada di bawah Muhammadiyah.  Bahkan akhirnya menjadi guru dan kepala Sekolah Muhammadiyah. Beliau memang santri tulen.


“Hijrah” adalah kata yang dipilih Jenderal Sudirman saat mematuhi perjanjian Renvill. Perjanjian antara Indonesia dengan Belanda ini isinya. Bahwa Belanda hanya mengakui wilayah RI itu Yogyakarta, Jawa Tengah dan sebagian Sumatra. Karena itu tentara Indonesia harus keluar dari wilayah yang dikuasai Belanda.


Sang jenderal tidak memilih kata eksodus, pindah atau migrasi. Untuk memobilisasi tentara dari Jawa Barat menuju Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tetapi “hijrah”. Karena beliau mengikuti sunnah Rasulullah saw. Hijrah itu bukan hanya pindah. Tetapi hijrah adalah panggilan ilahi untuk kemenangan di kemudian hari.


Tanggal 24 Januari kemarin milad Jenderal Sudirman ke 103. Nanti tanggal 29 Januari khaul ke 69. Beliau lahir tanggal 24 Januari  1916 dan wafat tanggal 29 Januari 1950. Usianya pendek. Hanya 34 tahun. Tapi jasanya luar biasa. Jasa seorang santri kepada ibu pertiwi. Negara Republik Indonesia. 


Itu baru kisah satu pejuang. Kebetulan aktifis Muhammadiyah. Dari kalangan NU tidak kalah jumlahnya. Bila ditulis kisah perjuangan mereka, pasti akan memenuhi rak buku di perpustakaan.


Urusan menanam saham untuk tegaknya Indonesia, umat Islam tidak perlu disangsikan. Kalau Indonesia itu sebuah perusahaan. Kaum muslimin menjadi penerima terbanyak devidennya. 


Tapi para pahlawan itu ikhlas. Tidak mengharap balas jasa. Buat diri sendiri maupun anak turunnya. Hanya satu yang mungkin mereka harap. Negeri ini tetap lestari. Tidak  dijajah kembali. Oleh negara asing manapun. Baik secara militer maupun ekonomi.


Wallahu’lam

Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: