Tanya:
Assalamu’alaikum wr wb
Ustadz, Apakah saya salah kalau marah kepada istri yang
tidak ijin dulu kepada suami untuk
melakukan sesuatu. Seperti pergi ke salon untuk potong rambut, membelikan anak
sesuatu, atau menengok ibunya (mertua saya). Padahal kalua bilang ke saya, bahkan
saya siap mengantar.
Jawab:
Wa’alaikumussalam wr wb.
Dalam Islam, kedudukan suami atas istri memang sangat
tinggi. Bahkan seandainya tidak dilarang, Rasul pernah akan istri sujud kepada
suami. Sebagaimana hadis berikut :
لَوْ
كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ
تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Artinya : “Seandainya aku
boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan
seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)
Bahkan setelah menunaikan
kewajiban sholat dan puasa, kesungguhan istri menjaga kehormatannya dan ketaatannya
kepada suami dapat mengantarkan seorang istri masuk surga tanpa melakukan ibadah-ibadah
sunnah sekalipun.
إِذَا
صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا،
وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
Artinya : “Apabila seorang
isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga
kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan
masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ibnu Hibban)
Dalam hadits yang lain,
Rasulullah Muhammad Saw menjelaskan tentang sifat wanita penghuni Surga,
وَنِسَاؤُكُمْ
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛
اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا
وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
Artinya : “dan wanita-wanita (istri)
kalian yang menjadi penghuni surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak,
dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia
mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata,
‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” (HR. Tabrani)
Dari tiga hadis diatas, sekilas
kita bisa menyimpulkan bahwa apapun yang dilakukan istri harus atas
persetujuan/ridha suami. Dan apabila suami tidak ridha, (seolah) akan
menjadikan marah disisi Allah.
Klik disini untuk : Pelajari produk-produk wakaf uang
Meski demikian, disisi lain
banyka juga keterangan yang memerintahkan kepada suami untuk selalu bersikap lemah
lembut kepada istrinya serta tidak mudah marah.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ
يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ
خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya : “Hai orang-orang
yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari
apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(QS. An-Nisaa’: 19)
Menurut Ibnul ‘Arabi, maksud dari
firman Allah : “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19), ialah “Jika seseorang mendapati
pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan
perbuatan fahisyah (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap
gangguannya dan sedikitlah berbuat adil karena bisa jadi seperti itu lebih baik
baginya.” (Ahkam Al-Qur’an, 1: 487)
Berdasarkan riwayat imam Bukhari
yang bersumber dari abu Hurairah, Rasulullah juga bersabda
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ
مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata
: ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, )ya Rasullah) “Berilah aku
wasiat”. Rasulullah menjawab, “Engkau jangan marah!”. Orang itu
mengulangi permintaannya beberapa kali, dan Nabi menjawab: “Engkau jangan
marah!” [HR al-Bukhâri].
Dengan memahami secara utuh
keterangan diatas, ijin dan ridha dari suami memang sangat penting, namun tidak
harus dipahami secara leterlek bahwa setiap saat istri harus ijin kepada suami.
Saya sarankan anda komunikasikan kepada istri tentang hal-hal apa yang boleh dilakukan
tanpa harus ijin karena sesuatu yang sifatnya rutin dan biasa dan tidak dalam
kerangka maksiat, melainkan masih untuk kepentingan keluarga. Demikian juga
perlu disepakati hal-hal mana yang harus dimintakan ijin kepada suami.
Misalnya, untuk aktifitas belanja
ke pasar, mengantar anak ke sekolah, ke salon untuk menjaga penampilan
dihadapan suami boleh tanpa harus ijin. Atau setidaknya cukup pemberitahuan.
Sedang untuk hal-hal yang penting harus disepakati Bersama.
Bangun komunikasi yang baik dan pupuk rasa saling percaya. Semoga Allah selalu menjaga keluarga
kita tetap Sakinah dan menjadikan kita hamba yang senantiasa bersabar. Aamiin
Klik disini untuk : Konsultasi Agama dan seputar wakaf
0 comments: