Wednesday, April 21, 2021

Hukum suami marah kepada istri yang tidak ijin untuk melakukan sesuatu

 


Tanya:

Assalamu’alaikum wr wb

Ustadz, Apakah saya salah kalau marah kepada istri yang tidak ijin dulu kepada suami  untuk melakukan sesuatu. Seperti pergi ke salon untuk potong rambut, membelikan anak sesuatu, atau menengok ibunya (mertua saya). Padahal kalua bilang ke saya, bahkan saya siap mengantar.

Jawab:

Wa’alaikumussalam wr wb.

Dalam Islam, kedudukan suami atas istri memang sangat tinggi. Bahkan seandainya tidak dilarang, Rasul pernah akan istri sujud kepada suami. Sebagaimana hadis berikut :

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Artinya : “Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)

Bahkan setelah menunaikan kewajiban sholat dan puasa, kesungguhan istri menjaga kehormatannya dan ketaatannya kepada suami dapat mengantarkan seorang istri masuk surga tanpa melakukan ibadah-ibadah sunnah sekalipun.

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

Artinya : “Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ibnu Hibban)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Muhammad Saw menjelaskan tentang sifat wanita penghuni Surga,

وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛ اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

Artinya : “dan wanita-wanita (istri) kalian yang menjadi penghuni surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” (HR. Tabrani)

Dari tiga hadis diatas, sekilas kita bisa menyimpulkan bahwa apapun yang dilakukan istri harus atas persetujuan/ridha suami. Dan apabila suami tidak ridha, (seolah) akan menjadikan marah disisi Allah.

Klik disini untuk : Pelajari produk-produk wakaf uang 

Meski demikian, disisi lain banyka juga keterangan yang memerintahkan kepada suami untuk selalu bersikap lemah lembut kepada istrinya serta tidak mudah marah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)

 Untuk bersama merayakan idul fitri 1442 H klik : Ramadhan Berbagi

Menurut Ibnul ‘Arabi, maksud dari firman Allah : “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19), ialah “Jika seseorang mendapati pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan perbuatan fahisyah (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap gangguannya dan sedikitlah berbuat adil karena bisa jadi seperti itu lebih baik baginya.” (Ahkam Al-Qur’an, 1: 487)

Berdasarkan riwayat imam Bukhari yang bersumber dari abu Hurairah, Rasulullah juga bersabda

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, )ya Rasullah) “Berilah aku wasiat”. Rasulullah menjawab, “Engkau jangan marah!”. Orang itu mengulangi permintaannya beberapa kali, dan Nabi menjawab: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].

Dengan memahami secara utuh keterangan diatas, ijin dan ridha dari suami memang sangat penting, namun tidak harus dipahami secara leterlek bahwa setiap saat istri harus ijin kepada suami. Saya sarankan anda komunikasikan kepada istri tentang hal-hal apa yang boleh dilakukan tanpa harus ijin karena sesuatu yang sifatnya rutin dan biasa dan tidak dalam kerangka maksiat, melainkan masih untuk kepentingan keluarga. Demikian juga perlu disepakati hal-hal mana yang harus dimintakan ijin kepada suami.

Misalnya, untuk aktifitas belanja ke pasar, mengantar anak ke sekolah, ke salon untuk menjaga penampilan dihadapan suami boleh tanpa harus ijin. Atau setidaknya cukup pemberitahuan. Sedang untuk hal-hal yang penting harus disepakati Bersama.

Bangun komunikasi yang baik dan pupuk rasa saling percaya. Semoga Allah selalu menjaga keluarga kita tetap Sakinah dan menjadikan kita hamba yang senantiasa bersabar. Aamiin

Klik disini untuk : Konsultasi Agama dan seputar wakaf



Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: