Tuesday, February 6, 2007

Sikap Muslim terhadap Al Qur'an

SIKAP MUSLIM TERHADAP AL QUR’AN*
( Drs. H.A. Juraidi, MA.)





Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, falsafah, ketentuan yang mengatur tingkah laku dan tata cara kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kehadiran Al Qur’an mestinya disyukuri sebagai perwujudan kasih sayang Allah kepada manusia, bahkan terhadap alam semesta. Al Qur’an menjelaskan yang haq dan yang bathil, mengeluarkan manusia dari kegelapan (kesesatan) kepada cahaya (petunjuk) yang jelas. Namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak menyenangi kehadiran Al Qur’an dan berpaling dari ajarannya, bahkan saat ini terdapat indikasi yang sangat memprihatinkan dengan surutnya perhatian generasi muda Islam di Indonesia terhadap budaya membaca Al Qur’an, sehingga dalam kesehariannya mereka merasa asing terhadap Al Qur’an.
Al Qur’an adalah Kitab Suci Umat Islam. Oleh karena itu sebagai muslim seharusnya mempunyai tanggungjawab moral terhadap kitab Sucinya tersebut dengan mengimani, mempelajari, memahami, menghayati, mencintai, mengamalkan dan melestarikan / menjaga kemurnian Al Qur’an.
Sebagai kitab suci yang terkahir, Al Qur’an memang telah dijamin Allah kelestarian dan kemurniannya, sebagaimana yang tercantum dalam Surat Al-Hijr (15) : 9 :

إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون


‘Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al Qur’an) dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya”.

Maklumat Allah dalam ayat tersebut menarik untuk diperhatikan. Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan dirinya dengan KAMI (  نحن ) bukan dengan kata AKU (  انا ). Padahal kita semua maklum bahwa Allah adalah Maha Esa (Tunggal), tidak berbilang (jamak), lalu kenapa mesti menggunakan kata KAMI?  Tentu ada maksud yang dikehendaki. Sebagian Mufassir (ahli tafsir) menjelaskan bahwa manakala Allah menyebut diri-Nya dengan kata KAMI (نحن  ) yang dalam istilah Ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) disebut dengan dhamir mutakallim ma’al ghair, mengandung maksud bahwa Allah menghendaki keterlibatan makhluk-Nya dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Dalam hal menurunkan Al Qur’an, Allah melibatkan malaikat Jibril, jadi bukan Allah sendiri. Begitu pula dalam hal memelihara Al Qur’an, Allah menghendaki keterlibatan makhluq-Nya terutama kita yang mengimani Al Qur’an tersebut. Tanpa keterlibatan kita atau tanpa ada upaya menjaga kemurnian dan kelestarian Al Qur’an, jangan berharap Al Qur’an tetap terpelihara, bisa jadi Al Qur’an hanya tinggal sebuah nama atau rasam-nya (tulisannya) saja, sebab bukankah sudah banyak usaha memalsukan Al Qur’an? Mereka ingin memadamkan Cahaya Allah ini, sebagaimana telah disinyalir Allah dalam Surah Ash-Shaff (61) : 8 ;

يريدون ليطفؤوا نور الله بأفواههم والله متم نوره ولو كره الكافرون

“mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci”.

Dalam menjaga kemurnian nur ilahi (Al Qur’an) ini, Allah memudahkan Al Qur’an untuk dipelajari bahkan dihafal, banyak sekali para hafidz (penghafal Al Qur’an) sejak masa Rasulullah, sehingga kalau ada yang mencoba menambah atau mengurangi ayat Al Qur’an walau hanya satu huruf, dengan segera akan diketahui. Kemudahan yang Allah berikan dalam mempelajari Al Qur’an tersebut terdapat dalam Surah Al Qamar (54) : 17, 22, 32, dan 40 (empat kali diulang) Allah menjamin bahwa Al Qur’an mudah untuk dipelajari, tergantung apakah mau atau tidak?  Sebagaimana firman Allah yang artinya :

ولقد يسرنا القرآن للذكر فهل من مدكر
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”

Banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang memotivasi kita untuk mengimani, mempelajari, memahami, dan mengamalkan Al Qur’an.  Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang membaca Al Qur’an. Beliau bersabda :
“ Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an adalah seperti bunga utrujah, baunya harum dan rasanya lezat, orang mukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, tidak begitu harum tetapi manis rasanya. Orang munafik yang membaca Al Qur’an, ibarat sekuntum bunga berbau harum tetapi  pahit rasanya, dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali”.

Rasulullah juga menerangkan bagaimana besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca Al Qur’an di rumah-rumah peribadatan (masjid, mushalla, surau, dll). Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang masyhur dan shahih, yang berbunyi :
“kepada kaum yang suka berjama’ah dirumah-rumah peribadatan, membaca Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesamanya akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu mengingat mereka”. (diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah).

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda , artinya : “Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur’an), maka dia akan memperoleh  sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif, Laam, Miim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf, Miim satu huruf”.

Rasulullah juga menegaskan bahwa Al Qur’an yang dibaca akan menjadi syafa’at (pembela) bagi para pembacanya dihari kiamat kelak, sebagaimana hadits Nabi : “ Bacalah olehmu Al Qur’an, karena sesungguhnya ia (Al Qur’an) akan datang pada hari kiamat sebagai syafaat (pembela) bagi para pembacanya”.

Dengan Hadits diatas, nyatalah bahwa membaca Al Qur’an baik mengetahui artinya atau tidak adalah termasuk ibadah dan  amal shaleh, terlebih apabila kita mampu mengetahui dan memahami maksudnya, ia (Al Qur’an) tersebut akan lebih membawa rahmat dan manfaat  serta memberi cahaya kedalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga, rumahtangga tempat al Qur’an itu dibaca, dan lebih dari itu akan menjadi syafa’at di hari kiamat.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Anas ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sinarilah rumah tanggamu dengan sholat dan dengan bacaan Al Qur’an”.

Dalam kesempatan lain Rasulullah menyatakan tentang memberi cahaya rumahtangga dengan membaca Al Qur’an itu. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari Anas ra ; Rasulullah memerintahkan, “Perbanyaklah membaca Al Qur’an di rumahmu. Sesungguhnya didalam rumah yang tak ada orang membaca Al Qur’an, akan sedikit sekali dijumpai kebaikan di rumah itu dan banyak sekali kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan susah”.
Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud meminta nasihat, katanya : “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat menjadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan pikiranku kusut, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak”. Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya : “Kalau penyakit ini yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu : ketempat orang membaca Al Qur’an, atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya, atau engkau pergi ke majlis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, seperti ditengah malam, saat orang sedang tertidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah agar diberi-NYa hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu”. Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkannya nasehat Ibnu Mas’ud. Dia pergi mengambil  wudlu, kemudian diambilnya Al Qur’an, terus dia baca dengan hati yang khusus. Selesai membaca Al Qur’an, terobatilah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang sakinah dan tenteram, pikirannya tenang, kegelisahannya hilang.
Rasulullah  SAW telah mencontohkan kepada umatnya bagaimana mestinya seorang muslim bersikap terhadap Al Qur’an. Beliau membaca, menghafal, memahami, mengamalkan dan mendakwahkan Al Qur’an, bahkan warisan beliau yang utama kepada anak, keluarga dan sahabat serta kita semua tidak lain adalah Al Qur’an. Pertanyaannya : Sudahkah kita berusaha meneladani rasulullah dalam  bersikap terhadap Al Qur’an? Dan sudahkan kita menyiapkan warisan yang utama kepada generasi penerus kita? Semoga….!!

* Dikutip, dengan beberapa tambahan seperlunya, dari majalah Nasehat Perkawinan Nomor 402, 2005
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: