SIKAP
MUSLIM TERHADAP AL
QUR’AN*
(
Drs. H.A. Juraidi, MA.)
Al Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan
keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, falsafah, ketentuan yang mengatur tingkah
laku dan tata cara kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun
sebagai makhluk sosial agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kehadiran Al Qur’an mestinya disyukuri sebagai
perwujudan kasih sayang Allah kepada manusia, bahkan terhadap alam semesta. Al
Qur’an menjelaskan yang haq dan yang bathil, mengeluarkan manusia
dari kegelapan (kesesatan) kepada cahaya (petunjuk) yang jelas. Namun pada
kenyataannya ada manusia yang tidak menyenangi kehadiran Al Qur’an dan
berpaling dari ajarannya, bahkan saat ini terdapat indikasi yang sangat
memprihatinkan dengan surutnya perhatian generasi muda Islam di Indonesia
terhadap budaya membaca Al Qur’an, sehingga dalam kesehariannya mereka merasa
asing terhadap Al Qur’an.
Al Qur’an adalah Kitab Suci Umat Islam.
Oleh karena itu sebagai muslim seharusnya mempunyai tanggungjawab moral
terhadap kitab Sucinya tersebut dengan mengimani, mempelajari, memahami,
menghayati, mencintai, mengamalkan dan melestarikan / menjaga kemurnian Al
Qur’an.
Sebagai kitab suci yang terkahir, Al
Qur’an memang telah dijamin Allah kelestarian dan kemurniannya, sebagaimana
yang tercantum dalam Surat Al-Hijr (15) : 9 :
إنا نحن نزلنا الذكر
وإنا له لحافظون
‘Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al Qur’an) dan
sesungguhnya kami benar-benar menjaganya”.
Maklumat Allah dalam ayat tersebut menarik
untuk diperhatikan. Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan dirinya dengan KAMI (
نحن ) bukan dengan
kata AKU ( انا ). Padahal kita semua maklum bahwa Allah adalah Maha Esa
(Tunggal), tidak berbilang (jamak), lalu kenapa mesti menggunakan kata
KAMI? Tentu ada maksud yang dikehendaki.
Sebagian Mufassir (ahli tafsir) menjelaskan bahwa manakala Allah
menyebut diri-Nya dengan kata KAMI (نحن ) yang dalam istilah
Ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) disebut dengan dhamir mutakallim ma’al
ghair, mengandung maksud bahwa Allah menghendaki keterlibatan makhluk-Nya
dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Dalam hal menurunkan Al Qur’an, Allah
melibatkan malaikat Jibril, jadi bukan Allah sendiri. Begitu pula dalam hal
memelihara Al Qur’an, Allah menghendaki keterlibatan makhluq-Nya terutama kita
yang mengimani Al Qur’an tersebut. Tanpa keterlibatan kita atau tanpa ada upaya
menjaga kemurnian dan kelestarian Al Qur’an, jangan berharap Al Qur’an tetap
terpelihara, bisa jadi Al Qur’an hanya tinggal sebuah nama atau rasam-nya
(tulisannya) saja, sebab bukankah sudah banyak usaha memalsukan Al Qur’an? Mereka
ingin memadamkan Cahaya Allah ini, sebagaimana telah disinyalir Allah dalam
Surah Ash-Shaff (61) : 8 ;
يريدون ليطفؤوا نور
الله بأفواههم والله متم نوره ولو كره الكافرون
“mereka ingin memadamkan cahaya Allah
dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya,
meskipun orang-orang kafir benci”.
Dalam menjaga kemurnian nur ilahi (Al
Qur’an) ini, Allah memudahkan Al Qur’an untuk dipelajari bahkan dihafal, banyak
sekali para hafidz (penghafal Al Qur’an) sejak masa Rasulullah, sehingga
kalau ada yang mencoba menambah atau mengurangi ayat Al Qur’an walau hanya satu
huruf, dengan segera akan diketahui. Kemudahan yang Allah berikan dalam
mempelajari Al Qur’an tersebut terdapat dalam Surah Al Qamar (54) : 17, 22, 32,
dan 40 (empat kali diulang) Allah menjamin bahwa Al Qur’an mudah untuk
dipelajari, tergantung apakah mau atau tidak?
Sebagaimana firman Allah yang artinya :
ولقد يسرنا القرآن
للذكر فهل من مدكر
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan
Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”
Banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang
memotivasi kita untuk mengimani, mempelajari, memahami, dan mengamalkan Al
Qur’an. Didalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan
martabat dan keutamaan orang membaca Al Qur’an. Beliau bersabda :
“ Perumpamaan orang mukmin yang membaca
Al Qur’an adalah seperti bunga utrujah, baunya harum dan rasanya lezat, orang
mukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, tidak
begitu harum tetapi manis rasanya. Orang munafik yang membaca Al Qur’an, ibarat
sekuntum bunga berbau harum tetapi pahit
rasanya, dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an tak ubahnya seperti
buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali”.
Rasulullah juga menerangkan bagaimana
besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca Al Qur’an di
rumah-rumah peribadatan (masjid, mushalla, surau, dll). Hal ini dikuatkan oleh
sebuah hadits yang masyhur dan shahih, yang berbunyi :
“kepada kaum yang suka berjama’ah dirumah-rumah
peribadatan, membaca Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap
sesamanya akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah
kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu
mengingat mereka”. (diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Hurairah).
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda
, artinya : “Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur’an),
maka dia akan memperoleh sepuluh
kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif, Laam, Miim itu satu huruf, tetapi Alif
satu huruf, Laam satu huruf, Miim satu huruf”.
Rasulullah juga menegaskan bahwa Al Qur’an
yang dibaca akan menjadi syafa’at (pembela) bagi para pembacanya dihari
kiamat kelak, sebagaimana hadits Nabi : “ Bacalah olehmu Al Qur’an, karena
sesungguhnya ia (Al Qur’an) akan datang pada hari kiamat sebagai syafaat
(pembela) bagi para pembacanya”.
Dengan Hadits diatas, nyatalah bahwa
membaca Al Qur’an baik mengetahui artinya atau tidak adalah termasuk ibadah dan
amal shaleh, terlebih apabila kita mampu
mengetahui dan memahami maksudnya, ia (Al Qur’an) tersebut akan lebih membawa
rahmat dan manfaat serta memberi cahaya
kedalam hati yang membacanya sehingga terang benderang, juga memberi cahaya kepada
keluarga, rumahtangga tempat al Qur’an itu dibaca, dan lebih dari itu akan
menjadi syafa’at di hari kiamat.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari
dari Anas ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sinarilah rumah tanggamu dengan
sholat dan dengan bacaan Al Qur’an”.
Dalam kesempatan lain Rasulullah menyatakan
tentang memberi cahaya rumahtangga dengan membaca Al Qur’an itu. Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari Anas ra ; Rasulullah
memerintahkan, “Perbanyaklah membaca Al Qur’an di rumahmu. Sesungguhnya
didalam rumah yang tak ada orang membaca Al Qur’an, akan sedikit sekali
dijumpai kebaikan di rumah itu dan banyak sekali kejahatan, serta penghuninya
selalu merasa sempit dan susah”.
Pada suatu ketika datanglah seseorang
kepada sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas’ud meminta nasihat, katanya : “Wahai
Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat menjadikan obat bagi jiwaku yang sedang
gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan
pikiranku kusut, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak”. Maka Ibnu Mas’ud
menasehatinya, katanya : “Kalau penyakit ini yang menimpamu, maka bawalah
hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu : ketempat orang membaca Al Qur’an, atau
engkau dengar baik-baik orang yang membacanya, atau engkau pergi ke majlis
pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah, atau engkau cari waktu dan
tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, seperti ditengah
malam, saat orang sedang tertidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat
malam meminta dan memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran dan
kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau
minta kepada Allah agar diberi-NYa hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai
itu bukan lagi hatimu”. Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkannya
nasehat Ibnu Mas’ud. Dia pergi mengambil
wudlu, kemudian diambilnya Al Qur’an, terus dia baca dengan hati yang
khusus. Selesai membaca Al Qur’an, terobatilah kembali jiwanya, menjadi jiwa
yang sakinah dan tenteram, pikirannya tenang, kegelisahannya hilang.
Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada umatnya bagaimana
mestinya seorang muslim bersikap terhadap Al Qur’an. Beliau membaca, menghafal,
memahami, mengamalkan dan mendakwahkan Al Qur’an, bahkan warisan beliau yang
utama kepada anak, keluarga dan sahabat serta kita semua tidak lain adalah Al
Qur’an. Pertanyaannya : Sudahkah kita berusaha meneladani rasulullah dalam bersikap terhadap Al Qur’an? Dan sudahkan
kita menyiapkan warisan yang utama kepada generasi penerus kita? Semoga….!!
0 comments: