Oleh : Agung Nugraha
Dari sisi fiqh, pengertian
puasa adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit
fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun
Puasa adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’
(hubungan suami istri). Apabila kita
mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu
telah gugur (tertunaikan).
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah,
adakah puasa Rasulullah terbatas pada pemenuhan dua rukun tersebut. Jawabnya
ternyata tidak. Dari berbagai riwayat dapat dipahami bahwa banyak hal yang
mesti kita lakukan agar puasa kita lebih bermakna dan mendekati kepada tuntunan
Rasul. Hal itulah yang semestinya secara terus menerus kita gali, agar dengan
berjalannya waktu, kita akan betul-betul menjadi manusia muttaqien sebagaimana
tujuan utama perintah puasa.
Memaknai Puasa
Agar puasa kita lebih bermakna, maka ada
beberapa hal yang mesti kita perhatikan. Jangan sampai kita termasuk orang yang
berpuasa, akan tetapi tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga.
Sebagaimana sabda nabi :
كم من صائم ليس له من
صيامه الا الجوع و العطس
“betapa banyak orang yang berpuasa,
tetapi ia tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga”.
Dengan memahami hadits ini, kita tentu
kemudian tersadar bahwa tidak cukup kita memenuhi dua rukun puasa sebagaimana dirumuskan
dalam pengertian fiqh diatas. Lebih dari itu, tarnyata ada beberapa hal yang
harus kita lakukan disamping “sekedar” menahan makan, minum dan jima’.
Diantara yang harus kita hindari, terlebih
di bulan Ramadhan, adalah sebagai berikut :
1.
Berbuat
yang tidak perlu (laghwi)
Puasa tidak berarti membolehkan seseorang melakukan
sesuatu yang tidak perlu seperti sendau gurau dan bermain-main. Meski berpuasa,
setiap kita dianjurkan untuk tetap produktif baik dalam bekerja maupun dalam
beramal dan beribadah kepada Allah. Oleh karena itu tidak dibenarkan, karena alasan
puasa kemudian kita menghabiskan waktu untuk tidur, bersandau gurau, nonton TV,
nongkrong dan kongkow-kongkow. Tidur yang bernilai ibadah disisi Allah ialah
tidur yang dilakukan untuk menghindari maksiat, atau karena ngantuk akibat
malamnya digunakan untuk menghidupkan malam-malam ramadhan dengan tadarus,
qiyam al-lail dsb. Itupun tidak berarti membolehkan tidur dengan berlebihan.
2.
Berkata
yang jelek, menggunjing dan mengumpat (rofas)
Disamping dilarang melakukan tindakan yang
mubadzir dan tidak produktif, kita juga diperintahkan untuk menghindari ucapan
yang jelek dan/atau tidak bermanfaat. Kata-kata yang jelek harus dihindarkan
oleh setiap muslim, terlebih ketika berpuasa. Dalam konteks ini pula Rasul
bersabda :
من
كان يؤمن بالله واليوم الاخر فاليقل خيرا او ليصمت
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka berkatalah yang baik-baik, atau (kalau tidak bisa, lebih baik) diam”.
3.
Mengumpat (Syatam)
Kecenderungan manusia ialah mengumpat,
mencela dan menjelek-jelekkan orang lain seraya mengunggulkan diri sendiri. Hal
ini terkait dengan sifat ujub (sombong) yang selalu didengungkan oleh syetan
kepada manusia, sebagaimana syetan telah berlaku sombong dihadapan Allah
terkait dengan penciptaan manusia (adam), dengan pernyataannya : Engkau
(Allah) telah menciptakan aku dari neraka, sedang Adam (Engkau –Allah) ciptakan
dari tanah. Sehingga ia tidak mau bersujud kepada Adam.
4.
Menuduh (zina)
tanpa dasar (qadf)
Menuduh (zina) tanpa bisa membuktikan adalah
sesuatu yang sangat dilaknat oleh Allah. Karena dengan tuduhan itu disamping
akan merusak dan merendahkan martabat seseorang, juga dapat memicu permusuhan
dan retaknya rumahtangga (bila yang dituduh itu orang yang sudah berumah
tangga). Oleh sebab itu acara-acara yang memberi peluang untuk itu harus
dihindarkan. Inilah barangkali salah satu alasan mengapa Nahdhatul Ulama (NU) mengeluarkan
fatwa haram terhadap acara infotainment yang dari berbagai tinjuan berakibat
kontra produktif.
Atas dua hal tersebut, Mengumpat dan Menuduh
zina, Rasulullah menyebut orang yang demikian sebagai orang yang pailit dihari
akhir. Sebagaimana sabdanya :
هل
تدرون من المفلس قالوا الله ورسوله اعلم
قال ان المفلس من امتي من ياتي يوم القيامة بصيام و صلاة و زكاة و ياءتي قد
شتم عرض هدا و قدف هدا و اكل مال هدا
Tahukah kamu, siapa orang yang merugi(bangkrut)?.
Jawab shahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Nabi bersabda : Orang
yang bangkrut/pailit dari umatku ialah yang datang pada hari kiamat dengan
pahala puasa, pahala shalat dan pahala zakat, akan tetapi (ketika di dunia) ia mencela
dan menjelek-jelekkan saudaranya serta menuduh orang lain berzina, ( dan tidak
dapat membuktikan, Dia pernah memakan
harta orang lain, ….”
ِAkhirnya,
bahwa bila kita mua berfikir. Bulan Ramadhan yang setiap dating tidak bias kita
pahami sekedar sebuah rutinitas. Melainkan harus kita pahami dan kita isi
Ramadhan ini dengan berbagai aktifitas yang lebih baik dari Ramadhan
sebelumnya, sehingga Ramadhan yang selalu kita jumpai tersebut menjadi lebih
bermakna.
Agar Ramadhan itu tetap bermakna, maka
sudah seharusnya kita menetapkan target-target yang harus kita capai, baik
secara individu maupun kolektif terhadap prioritas ibadah yang akan kita
kerjakan. Hanya dengan prioritas dan target yang jelas tersebut, kita mampu
menjadikan ramadhan tahun ini lebih bermakna dari ramadhan yang telah kita
lakukan. Kita canangkan dalam diri kita bahwa kita akan memprioritaskan salah
satu amalan ramadhan yang akan lebih kita pahami maknanya kemudian diniatkan
untuk terus-menerus dilakukan dan dimudawamahkan diluar bulan Ramadhan. Semoga…
0 comments: