Monday, October 9, 2006

Meluruskan qiblat


Oleh : Agung Nugraha

Dari sisi fiqh, pengertian puasa adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun Puasa adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’ (hubungan suami istri).  Apabila kita mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu telah gugur (tertunaikan).
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, adakah puasa Rasulullah terbatas pada pemenuhan dua rukun tersebut. Jawabnya ternyata tidak. Dari berbagai riwayat dapat dipahami bahwa banyak hal yang mesti kita lakukan agar puasa kita lebih bermakna dan mendekati kepada tuntunan Rasul. Hal itulah yang semestinya secara terus menerus kita gali, agar dengan berjalannya waktu, kita akan betul-betul menjadi manusia muttaqien sebagaimana tujuan utama perintah puasa.

Memaknai Puasa
Agar puasa kita lebih bermakna, maka ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan. Jangan sampai kita termasuk orang yang berpuasa, akan tetapi tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga. Sebagaimana sabda nabi :

كم من صائم ليس له من صيامه الا الجوع و العطس

“betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga”.
Dengan memahami hadits ini, kita tentu kemudian tersadar bahwa tidak cukup kita memenuhi dua rukun puasa sebagaimana dirumuskan dalam pengertian fiqh diatas. Lebih dari itu, tarnyata ada beberapa hal yang harus kita lakukan disamping “sekedar” menahan makan, minum dan jima’.  
Diantara yang harus kita hindari, terlebih di bulan Ramadhan, adalah sebagai berikut :
1.      Berbuat yang tidak perlu (laghwi)
Puasa tidak berarti membolehkan seseorang melakukan sesuatu yang tidak perlu seperti sendau gurau dan bermain-main. Meski berpuasa, setiap kita dianjurkan untuk tetap produktif baik dalam bekerja maupun dalam beramal dan beribadah kepada Allah. Oleh karena itu tidak dibenarkan, karena alasan puasa kemudian kita menghabiskan waktu untuk tidur, bersandau gurau, nonton TV, nongkrong dan kongkow-kongkow. Tidur yang bernilai ibadah disisi Allah ialah tidur yang dilakukan untuk menghindari maksiat, atau karena ngantuk akibat malamnya digunakan untuk menghidupkan malam-malam ramadhan dengan tadarus, qiyam al-lail dsb. Itupun tidak berarti membolehkan tidur dengan berlebihan.

2.      Berkata yang jelek, menggunjing dan mengumpat (rofas)
Disamping dilarang melakukan tindakan yang mubadzir dan tidak produktif, kita juga diperintahkan untuk menghindari ucapan yang jelek dan/atau tidak bermanfaat. Kata-kata yang jelek harus dihindarkan oleh setiap muslim, terlebih ketika berpuasa. Dalam konteks ini pula Rasul bersabda :
من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فاليقل خيرا او ليصمت

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik-baik, atau (kalau tidak bisa, lebih baik) diam”.

3.      Mengumpat (Syatam)
Kecenderungan manusia ialah mengumpat, mencela dan menjelek-jelekkan orang lain seraya mengunggulkan diri sendiri. Hal ini terkait dengan sifat ujub (sombong) yang selalu didengungkan oleh syetan kepada manusia, sebagaimana syetan telah berlaku sombong dihadapan Allah terkait dengan penciptaan manusia (adam), dengan pernyataannya : Engkau (Allah) telah menciptakan aku dari neraka, sedang Adam (Engkau –Allah) ciptakan dari tanah. Sehingga ia tidak mau bersujud kepada Adam.

4.      Menuduh (zina) tanpa dasar (qadf)
Menuduh (zina) tanpa bisa membuktikan adalah sesuatu yang sangat dilaknat oleh Allah. Karena dengan tuduhan itu disamping akan merusak dan merendahkan martabat seseorang, juga dapat memicu permusuhan dan retaknya rumahtangga (bila yang dituduh itu orang yang sudah berumah tangga). Oleh sebab itu acara-acara yang memberi peluang untuk itu harus dihindarkan. Inilah barangkali salah satu alasan mengapa Nahdhatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa haram terhadap acara infotainment yang dari berbagai tinjuan berakibat kontra produktif.
Atas dua hal tersebut, Mengumpat dan Menuduh zina, Rasulullah menyebut orang yang demikian sebagai orang yang pailit dihari akhir. Sebagaimana sabdanya :

هل تدرون من المفلس قالوا الله ورسوله اعلم  قال ان المفلس من امتي من ياتي يوم القيامة بصيام و صلاة و زكاة و ياءتي قد شتم عرض هدا و قدف هدا و اكل مال هدا
Tahukah kamu, siapa orang yang merugi(bangkrut)?. Jawab shahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Nabi bersabda : Orang yang bangkrut/pailit dari umatku ialah yang datang pada hari kiamat dengan pahala puasa, pahala shalat dan pahala zakat, akan tetapi (ketika di dunia) ia mencela dan menjelek-jelekkan saudaranya serta menuduh orang lain berzina, ( dan tidak dapat membuktikan,  Dia pernah memakan harta orang lain, ….”

ِAkhirnya, bahwa bila kita mua berfikir. Bulan Ramadhan yang setiap dating tidak bias kita pahami sekedar sebuah rutinitas. Melainkan harus kita pahami dan kita isi Ramadhan ini dengan berbagai aktifitas yang lebih baik dari Ramadhan sebelumnya, sehingga Ramadhan yang selalu kita jumpai tersebut menjadi lebih bermakna.
Agar Ramadhan itu tetap bermakna, maka sudah seharusnya kita menetapkan target-target yang harus kita capai, baik secara individu maupun kolektif terhadap prioritas ibadah yang akan kita kerjakan. Hanya dengan prioritas dan target yang jelas tersebut, kita mampu menjadikan ramadhan tahun ini lebih bermakna dari ramadhan yang telah kita lakukan. Kita canangkan dalam diri kita bahwa kita akan memprioritaskan salah satu amalan ramadhan yang akan lebih kita pahami maknanya kemudian diniatkan untuk terus-menerus dilakukan dan dimudawamahkan diluar bulan Ramadhan. Semoga…


Sebelumnya
Pertama

0 comments: