Monday, December 31, 2018

Yansur : Desa yang menentramkan
Tinggal Di Desa yang Tenang dan Menentramkan

Lebih dari seminggu menemani anak-anak berlibur di kampung halaman. Merasakan suasana alam yang masih asli. Hamparan tanah pesawahan yang  terbentang luas berwarna kuning kecoklatan, tanda baru selesai dibajak dan telah siap ditanami kembali. 

Pesawanan itu bukan milik satu orang, melainkan milik banyak orang. Setiap kepemilikan dibatasi oleh pematang  yang dari kejauhan nampak seperti garis-garis tidak beraturan namun tidak mengurangi keserasian. Apalagi dibajak dan ditanami dalam waktu yang hampir  bersamaan sehingga pesawahan nampak menghampar menjadi satu kesatuan.

Saat waktu tanam tiba pemilik sawah akan mendatangi tetangga kanan kiri, mengabari bahwa sawahnya besok pagi akan ditanami. Keesokan harinya,  tetangga yang sudah dihubungi pun datang untuk membantu. Umumnya tidak sampai tengah hari, menanam padi sudah selesai, tergantung luas sawah dan jumlah tetangga yang ikut menanam.

Pemilik sawah tidak harus memikirkan uang untuk upah tetangga yang bekerja. Imbalan saat menanam cukup dengan menyediakan sarapan pagi yang disantap bersama di pinggir sawah. Pekerja tidak pulang membawa uang, tetapi hanya membawa harapan. Pada waktu panen nanti mereka akan diminta kembali untuk memanen, dan saat itulah tetangga yang bekerja akan membawa pulang dua ember padi (bawon) seukuran dengan 12 kg. sebagai imbalan.

Demikian pola hidup rukun dan sederhana di kampung yang tenang dan menentramkan. Pekerjaan tidak selalu diukur dan dibayar dengan uang. Rupanya pekerjaan bisa selesai dengan semangat gotong royong dan kebersamaan. Mereka bukan menabung uang tetapi menabung harapan yang disediakan oleh alam anugrah dan rahmat Allah yang Maha Rahman. Salam yansur.

Saturday, December 29, 2018

Yansur: Tukang bubur, tetap produktif di malam tahun baru
Penjual Bubur Ayam yang Memilih tetap Produktif di Malam Pergantian Tahun

Setelah joging hari kemarin, sempat mampir ke warung bubur ayam. Baru saja duduk, langsung diberi hidangan obrolan hangat antara penjual bubur dengan pelanggan lain yang sudah datang lebih awal.

Mereka sedang terlibat dalam perbincangan hangat sekitar tahun baru. “Mas, tahun baruannya kemana?, tanya salah seorang pelanggan kepada penjual bubur. “Akumah wong Islam, tidak tahun baruan pak, mending jualan bubur, jelas manfaatnya”. Jawab penjual bubur singkat, sambil menyajikan bubur kepada penanya.

Sekilas terbersit pertanyaan dalam benak, apakah jawaban penjual bubur ayam tadi  merupakan jawaban natural yang menggambarkan kebiasaannya untuk memilih berjualan dari pada berhura-berhura merayakan momentum pergantian tahun baru ataukah karena efek dari “kampanye anti perayaan tahun baru” yang jauh hari telah beredar di medsos?

Naluri pedagang memang akan mendorongnya untuk tetap berjualan, sebab semakin banyak orang, termasuk saat pergantian malam tahun baru, merupakan peluang tersendiri. Persediaan pun pasti akan ditambah, mengingat orang yang keluar pasti akan lebih banyak bila dibanding dengan malam-malam biasa.  Waktunya juga  akan lebih panjang, minimal sampai tengah malam bahkan bisa sampai  jelang dinihari.

Namun jika memperhatikan jawaban penjual bubur yang menyebut kata “akumah wong Islam” yang menggambarkan sentimen keagamaan, bisa jadi merupakan pengaruh dari kempanye anti merayakan  pergantian tahun baru masehi. Dalam kampanye itu diserukan bahwa tahun baru masehi bukan tahun Islam sehingga ummat Islam tidak layak untuk menyambut dan merayakan malam pergantiannya.

Jika penjual bubur ayam demikian, bagaimana dengan kita…..?

Friday, December 28, 2018

Agung Nugraha : Niat dan komitmen membayar hutang
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu".

HR. Bukhari: 2.212@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Apabila seseorang berhutang dan punya komitmen untuk membayar/melunasi, maka Allah akan memberikan jalan kemudahan untuk membayar hutang tersebut.

Sebaliknya, ketika tidak ada iktikad baik untuk membayar, ia akan memperoleh kesulitan.

Allahu a'lam
Yansur: Keajaiban dan kekuasaan Allah
Selalu Ada Aspek  di Luar Nalar Manusia dan Menjadi Wilayah Kebijaksanaan Allah Semata untuk Mengendalikan Alam Semesta

Bagi orang yang telah mempercayakan dirinya (tawakkal) kepada Allah, tidak ada lagi perasaan khawatir. Sebab Allah akan selalu mencurahkan anugrah-Nya untuk kelangsungan alam semesta, termasuk kelangsungan kehidupan ummat manusia.

Meskipun Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk melakukan apapun yang diinginkannya, tetapi apabila perbuatan itu sudah melampaui batas dari kewajaran sesuai dengan kehendak-Nya, maka Allah pun akan turun tangan untuk mencegahnya.

Allah berkuasa untuk menolak keganasan manusia atas sebagian manusia yang lain. “…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai anugrah (yang dicurahkan) atas semesta alam”. Demikian  salah satu firman-Nya yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 251.

Allah berkuasa menghadirkan kejadian alam yang berada di luar jangkauan prediksi nalar manusia. Allah pun sangat kuasa untuk menggerakkan orang-orang yang mau berjuang walaupun harus mengorbankan harta dan jiwanya untuk menegakkan keadilan dan memperjuangkan kebenaran. Kendati berasal dari tengah-tengah orang yang ambisi terhadap jabatan dan kekuasaan, serta ambisius dalam mengumpulkan harta dan kekayaan guna kepentingan hidup perorangan.

Tidak susah bagi-Nya untuk memalingkan seorang dengan orang yang lain. Tidak pula susah memenangkan yang kecil walaupun berhadapan dengan kelompok yang besar lagi kuat. Sebab, tidak semua persoalan akan sejalan dengan perhitungan nalar manusia. Selalu ada sisi  yang semata-mata menjadi wilayah  kebijaksanaan-Nya untuk mengendalikan alam semesta ini sesuai dengan kehendak mutlak-Nya. Salam Yansur.

Thursday, December 27, 2018

Yansur: Kualifikasi pemimpin
Untuk Kemakmuran Negeri Pilih Pemimpin atas Dasar Kualifikasi Ilmu, Kesehatan, Keshalihan dan Keakrabannya dengan Allah.

Setiap anak bangsa pasti mengharapkan negerinya makmur,  penuh kedamaian dan ketentraman. Untuk mencapai hal itu  tidak cukup dengan mengandalkan  potensi sumber daya alamnya saja, tetapi harus didukung dengan sumber daya  manusia, terutama para pemimpinnya. Jika negeri ini dipimpin oleh  orang yang memiliki kompetensi, jujur, adil, dan amanah, tentu negeri ini akan semakin berkemajuan.

Islam sangat menghargai pemimpin, dan kaum muslimin wajib taat kepada pemimpinnya. Tentu, setelah taat kepada Allah dan utusan-Nya. Seorang pemimpin memiliki wewenang untuk memerintah bukan atas dasar keturunan, tetapi atas dasar pengetahuan dan kesehatan jasmani, serta memiliki keshalihan dan hubungan yang sangat akrab dengan Allah swt.

Karenanya, apabila hendak memilih seorang pemimpin jangan terperdaya oleh keturunan, kedudukan sosial, popularitas, apalagi terperdaya oleh harta benda yang digunakan untuk membutakan mata. Tetapi pilihlah atas dasar kepemilikan sifat-sifat dan kualifikasi yang dapat menunjang tugas yang akan dibebankan kepada orang yang kita pilih itu.

Jangan sampai seperti orang Yahudi yang dijelaskan dalam  al-Qur’an bahwa, “Nabi mereka mengatakan, sesungguhnya Allah telah mengutus untuk kamu Thalut menjadi raja. Mereka menjawab, bagaimana (mungkin) dia memerintah kami, padahal kami lebih berhak (mengendalikan) pemerintahan dari padanya, sedang dia pun tidak diberi kelapangan dalam harta? (Nabi mereka) berkata, sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kamu dan melebihkan untuknya keluasan dalam ilmu dan (keperkasaan) dalam jasmani. Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 247). Salam Yansur.

Wednesday, December 26, 2018

Yansur: Kokohkan doa dan tekad menggapai kemenangan
Panjatkan Do’a agar Dikukuhkan Hati, Diberi Kekuatan dan  Kesabaran untuk Mencapai Kemenangan 

Setelah berketetapan hati, bahwa hanya akan menentukan pilihan dan mengikuti pemimpin yang sungguh-sungguh komitmen pada kebenaran dan kejujuran, konsisten dalam  menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa,  maka serahkan semuanya pada kehendak dan kekuasaan Allah.

Kemudian panjatkan do’a agar dikuatkan pandangan dan ditetapkan  pilihan sehingga  tidak tergoyahkan oleh berbagai ujian  yang bisa  merusak prinsip dan pilihan, baik karena uang maupun iming-iming jabatan. Kita juga memohon agar dikukuhkan hati sehingga tidak lari ketika menghadapi tantangan yang bisa merubah pendirian, dan semoga mendapatkan kemenangan karena kemenangan yang sesungguhnya hanya berasal dari-Nya.

Sebagaimana do’a yang dipanjatkan oleh tentara Thalut ketika menghadapi pasukan Jalut, “Rabbanaa afrigh ‘alainaa shabraa wa tsabbit aqdaamanaa wanshurnaa ‘alal qaumil kaafiriiin” sebab do’a  merupakan salah satu sumber kekuatan bagi kita untuk mengukuhkan diri pada saat menghadapi suatu perjuangan. 

Sebagaimana dikemukakan dalam Kitab Suci, “Tatkala mereka tampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun berdo’a, Wahai Tuhan kami, peliharalah kami lahir dan batin, jasmani dan ruhani, tuangkanlah kesabaran/ketabahan atas diri kami, dan kukuhkanlah kaki kami dan menangkanlah kami terhadap orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah; 250). Salam Yansur.

Tuesday, December 25, 2018

Yansur :Pemberian tulus akan dilipatgandakan
Pemberian yang Tulus untuk Kebaikan Orang Lain Sebagai Pinjaman Kepada Allah yang Pengembaliannya akan Dilipatgandakan

Jika kita melakukan transaksi bisnis, tujuannya tentu agar meraih keuntungan. Namun tidak semua bisnis berbuah keuntungan, sebab banyak juga yang berujung pada kerugian.  Transaksi yang tidak akan mengalami kerugian adalah memberi pertolongan kepada orang lain.  Sebab, memberi pertolongan pada orang lain pada dasarnya kita sedang bertransaksi dengan Allah. 

Kendati secara material berkurang tetapi secara substansial justru mengalami penambahan yang akan memberi keuntungan. Pemberian yang tulus kepada orang lain sesungguhnya akan dikembalikan dengan tambahan yang belipat ganda.

Allah mengumpamakan pemberian seseorang dengan tulus untuk kebaikan orang lain sebagai pinjaman kepada-Nya. Allah menjamin bahwa pinjaman yang dipinjamkan itu aman dan pasti akan dikembalikan dengan  pengembalian yang akan dilipatgandakan.

Hal demikian ditegaskan dalam Kitab Suci bahwa, “Siapakah yang memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Baqarah: 245). Salam Yansur.

Monday, December 24, 2018

Agung Nugraha : Shadaqah terbaik

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ

Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW :
"Wahai Rasulullah, shadaqah mana yang lebih utama?" Beliau menjawab: "Kamu bershadaqah ketika kamu dalam keadaan sehat dan rakus, kamu berangan-angan jadi orang kaya dan takut menjadi faqir. Maka janganlah kamu menunda-nundanya hingga ketika nyawamu berada di tenggorakannmu (kamu baru mau bershadaqah), lalu kamu berkata untuk si fulan segini dan si fulan segini padahal harta itu telah menjadi milik si fulan".

HR. Bukhari: 2.543 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Shadaqah dianjurkan baik dalam keadaan luang maupun dalam keadaan sempit. Meski demikian, ada masa dimana shadaqah akan memiliki nilai optimal sebagai shadaqah terbait.

Kesempatan itu ialah ketika seseorang dalam kondisi sehat dan sedang bersemangat mencari harta kemudian dengan keikhlasan dan penuh kesadaran menyisihkan hartanya untuk bersedekah.

Untuk bershodaqah semestinya  tidak perlu menunggu saat seseorang sudah  tidak butuh lagi harta  seperti ketika sakit  atau bahkan saat telah meninggal (melalui wasiat).

Meskipun (wasiat) shadaqah setelah kematian adalah sesuatu yang dibolehkan, namun kondisi demikian tidak termasuk ibadah yang terbaik.

Allahua'lam
Yansur : Jangan takut mati, takutlah akan keadaan setelah mati
Kita tidak Harus Takut dengan Kematian tetapi Takutlah Menghadapi Keadaan yang Akan Menimpa Sesudah Kematian

Al-Qur’an menjelaskan sepenggal kisah tentang sekelompok orang yang meninggalkan kampung halamannya disebabkan karena takut kematian. Tetapi justru Allah menetapkan kematian mereka dengan seketika dan kemudian dihidupkan-Nya kembali. Kejadian itu untuk menjelaskan betapa besar kuasa dan anugerah Allah kepada ummat manusia. (QS/2: 243).

Kematian merupakan prerogatif Allah yang tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Kematian adalah kepastian masa depan yang seharusnya menguatkan komitmen dan menjauhkan keraguan  dalam  melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan yang telah Allah tetapkan.

Kita tidak harus takut dengan kematian, tetapi takutlah menghadapi keadaan yang akan menimpa sesudah kematian. Diantara cara untuk menghindarkan diri dari perasaan takut terhadap kematian adalah dengan komitmen dan khusyuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Semakin menjauh dari Allah, semakin besar perasaan takut akan kematian dan kehilangan.

Kematian tidak hanya dimaknai secara hakiki, tetapi  bisa juga dimaknai dalam arti kiasan. Kematian bisa  diartikan  sebagai kehilangan semangat hidup atau matinya eksistensi yang meruntuhkan kesatuan dan keutuhan ummat.

Jika kita menghendaki semangat, eksistensi dan kemerdekaan dalam  hidup maka mendekatkan diri kepada Allah adalah keniscayaan. Dengan mendekat kepada-Nya, maka kita akan mendapatkan perlindungan-Nya dari segala hal, termasuk dari hal yang menakutkan. Takut kekurangan, kehilangan, dan takut akan kematian. Salam Yansur.

Sunday, December 23, 2018

Yansur: Jaga sholat, sholat akan menjagamu
Sungguh-sungguh Memelihara Shalat maka Shalat pun Sungguh-sungguh Memelihara Kita

Shalat dalam Islam adalah tiang bagi tegaknya agama. Menegakkan shalat berarti menegakkan agama. Meninggalkan shalat berarti meruntuhkan agama. Karena itu, Allah memerintahkan kepada ummat Islam untuk memelihara dan menegakkan shalat agar Islam sebagai agama tetap tegak.

Perintah tersebut, kita temukan dalam Kitab Suci, bahwa  “Saling peliharalah dengan sungguh-sungguh segala shalat dan (demikan juga) shalar wustha. Laksanakanlah secara sempurna lagi bersinambung dan khusyuk demi karena Allah” (QS. Al-Baqarah: 238).

Secara legal formal, memelihara shalat berarti melaksanakan dengan tekun, sungguh-sungguh, dan berkesinambungan sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh pembawa ajaran Islam.  Jangan sampai sedikitpun ada ketentuan yang tertinggal baik syarat, rukun, maupun sunnah-sunnahnya.

Jika kita teguh dalam  menjaga shalat, maka shalat akan menjadi penjaga kita. Shalat  akan menjadi pemelihara jiwa sehingga tidak terjerumus ke dalam dosa dan menjadi penawar segala ujian dan cobaan. Shalat juga akan menjadi bukti keshalehan yang akan memelihara kita di Hari Kemudian. Salam Yansur.

Saturday, December 22, 2018

Yansur: Ibu, sosok tak tergantikan
Ibu Sosok Istimewa yang tidak akan Pernah Tergantikan

Ibu adalah oase kehidupan. Setiap orang, umumnya pasti pernah merasakan sentuhan kelembutannya.  Ibu juga menjadi sumber kearifan, keteladanan, dan kasih sayang. Ibu juga sosok yang memiliki jiwa pengorbanan dan ketangguhan. Di saat membesarkan anaknya, seorang ibu sering tidak perduli dengan dirinya sendiri. Ia rela tidak makan asalkan anaknya dapat makan, lebih memilih begadang asalkan anaknya dapat tidur dengan tenang. 

Tidak ada yang dapat menyaingi keunggulan seorang ibu di mata anak-anaknya. Tidak ada yang memiliki kasih sayang setulus ibu. Dekat dengannya,  yang akan kita rasakan adalah ketenangan dan kenyamanan. Kemanapun  pergi untuk mencari kebahagiaan, ibu adalah sebaik-baik tempat kita pulang, tempat berlabuh segala keluh dan menjadi muara kebahagiaan. Ibu adalah sosok yang sangat istimewa yang tiak akan pernah tergantikan

Rasulullah saw. pun  menegaskan  betapa mulianya kedudukan seorang ibu. “Pernah seorang datang kepada Rasulullah saw lalu ia bertanya: "Siapa orang yang lebih berhak untuk kusantuni?" Beliau menjawab; "ibumu", Ia bertanya lagi: Kemudian siapa? Beliau masih menjawab: "Ibumu", Tetapi ia  masih bertanya lagi: Kemudian setelah itu siapa? Beliau tetap mejawab: "Ibumu". Ia masih tetap bertanya lagi, setelah itu kemudian siapa? Barulah beliau menjawab: "Bapakmu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan dalam kesempatan lain, Rasul menyatakan bahwa  "surga itu di bawah telapak kaki ibu.". Suatu penghargaan yang tidak hanya diletakkan dalam konteks sosial-kebudayaan, tetapi telah menjadi bagian dalam ajaran keagamaan.  Salam Yansur.

Friday, December 21, 2018

Agung Nugraha : Larangan gratifikasi
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ
اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَسْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ قَالَ عَمْرٌو وَابْنُ أَبِي عُمَرَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا لِي أُهْدِيَ لِي قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ مَا بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ فَيَقُولُ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَنَالُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ

Dari Abu Junaid as-Sa'idiy, ia berkata :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku Al Asad bernama Ibnu Luthbiyah -Amru dan Ibnu Abu 'Umar berkata- untuk mengumpulkan harta sedekat (zakat). Ketika menyetorkan zakat yang dipungutnya, dia berkata, "Zakat ini kuserahkan kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku." Abu Humaid berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berpidato di atas mimbar, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: "Ada seorang petugas yang aku tugaskan memungut zakat, dia berkata, 'Zakat ini yang kuberikan (setorkan) kepada anda, dan ini pemberian orang kepadaku.' Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ibu bapaknya menunggu orang mengantarkan hadiah kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangannya, tidak ada seorangpun di antara kalian yang menggelapkan zakat ketika ia ditugaskan untuk memungutnya, melainkan pada hari kiamat kelak dia akan memikul unta yang digelapkannya itu melenguh-lenguh di lehernya, atau sapi (lembu) yang melenguh, atau kambing yang mengembek-embek." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau bersabda: 'Ya Allah, telah aku sampaikan.' Beliau mengatakannya dua kali."

HR. Muslim: 3413@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Larangan menerima gratifikasi.
Gratifikasi adalah pemberian yang diberikan oleh seorang kepada "pejabat" dan pemberian itu diberikan terkait dengan jabatannya.

Pernyataan Rasul, apakah kalau kamu duduk dirumah lalu ada orang yang datang memberi; mengisyaratkan bahwa Rasul mengaitkan pemberian tersebut karena tugas sebagai Amil.

Dalam perkembangan sekarang, persoalan gratifikasi telah diatur lebih rinci. Dengan beberapa batasan jumlah.

Meski demikian, pesan penting dari hadis ini ialah jangan1 sampai seseorang menerima pemberian dan dengan pemberian tersebut dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil.

Allahu a'lam

Thursday, December 20, 2018

Agung Nugraha : Ekspresi berIslam
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Dari Abu Musa, ia berkata : 'Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya".

HR. Bukhari: 10 ensiklopedi hadis

Ibrah :
Islam bukan sekedar pernyataan lisan. Lebih dari itu, keislaman seseorang semestinya tergambar dalam sikap dan kepribadian setiap muslim.

Sikap dan Kepribadian tersebut antara lain berupa kemampuan menjaga lisan agar tidak menebarkan hoax dan menjaga tangannya agar tidak membuat kerusakan.

Allahu a'lam
Yansur: Rizki untuk digunakan, bukan ditumpuk
Rezeki itu Bukan yang Dikumpulkan tetapi yang Dipakai, Dimakan dan yang Disedekahkan

Setiap orang pasti menghendeki rezeki yang cukup. Bahkan kalau bisa  melimpah sehingga bisa diwariskan untuk anak cucu. Namun rupanya tidak semua orang memiliki definisi atau pemaknaan yang tepat atas rezeki tersebut.

Sebagian orang ada yang mengira yang dimaksud rezeki   adalah segala barang, meliputi harta benda yang berada di bawah kepemilikannya. Sehingga dia terus berusaha mengumpulkan  asset sebanyak-banyaknya untuk dicatatkan sebagai miliknya walau belum tentu bisa dinikmatinya.

Sebagian yang lain memahami bahwa rezeki adalah apapun yang memberi manfaat yang telah dihalalkan Allah untuknya. Bisa berupa makanan, pakaian, rumah,  istri atau suami, anak,  kesehatan,  dan pendengaran, termasuk suasana lingkungan yang memberinya ketentraman.

Namun ada  yang memaknai  rezeki itu sebagai sesuatu yang dimakan, dipakai, dan disedekahkan. Di luar yang dimakan, dipakai dan disedekahkan, seberapapun banyaknya dan apapun jenisnya, bukan termasuk rezeki, melainkan hanya  titipan yang sebentar lagi akan digilirkan kepada orang lain. Orang yang secara legal tercatat memiliki berbagai  kepemilikan,  belum tentu bisa dinikmati dan akan menjadi rezekinya secara keseluruhan.

Jika menghendaki apa yang berada dalam kepemilikan kita  berubah setatusnya menjadi rezeki, mengingat apa yang mungkin kita makan dan pakai  sangat dibatasi oleh kapasitas dan kewajarannya, maka  bersedekah merupakan cara epektif merubah hak milik menjadi rezeki untuk sangu di akhirat nanti. Salam Yansur.

Wednesday, December 19, 2018

Yansur: Cari Rizki dengan dasar keikhlasan
Untuk Rejeki Terbaik Lakukan Segalanya dengan yang  Terbaik Serta Landasi dengan Kekuatan Iman dan Keikhlasan

Amal usaha yang kita lakukan akan selalu terkait dengan  hal mencari dan menjemput rejeki yang menjadi penopang kebutuhan hidup sehari-hari. Berusaha mencari rejeki itu wajib hukumnya, apalagi bagi seorang kepala keluarga yang memiliki tanggungjawab menjaga kelangsungan hidup seluruh aggota keluarganya. 

Jika diperhatikan, rejeki yang kita dapatkan sesungguhnya tidak selalu bersumber dari kegiatan yang bersifat bisnis. Sebab banyak juga yang diperoleh  melalui  aktivitas sosial sehari-hari. Memang, nampaknya rejeki tidak selalu berbanding lurus dengan modal kerja maupun investasi usaha. Apalagi kalau  kita pahami bahwa rejeki tidak selalu bermakna materi. Kesehatan, ketenangan, dan ketentraman juga merupakan rejeki yang harus disyukiri.

Banyak hal sederhana yang kita lakukan dan sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan mendapatkan  imbalan  sebab diletakan dalam konteks hubungan sosial,  tiba-tiba  mendapatkan peluang dan imbalan rejeki yang besar. Bahkan jika dihitung secara matematik tidak sebanding antara yang  dikeluarkan dengan yang kita dapatkan.

Ya, tugas kita hanya melakukan yang terbaik. Melakukan yang terbaik dalam kondisi dan keadaan apapun, dengan siapapun, dan  dalam konteks apapun baik bersifat bisnis maupun kegiatan sosial. Landasi semua aktivitas itu dengan iman dan keikhlasan, kemudian  serahkan semuanya kepada prerogatif Ilahi yang Maha Berkuasa memberi segala sesuatu dari ruang dan waktu, serta   jumlah kedatangannya yang tidak bisa kita duga. Salam Yansur.

Tuesday, December 18, 2018

Yansur: Berdamai dengan diri dan dengan pasangan

Berdamai dengan diri dan Pasangan adalah Salah Satu Kunci mendapatkan Ketentraman dan Kasih Sayang

Pasangan hidup itu anugerah Allah agar bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain sehingga mendapatkan ketenangan dan ketentraman bersama. Berbahagialah saudaraku yang mendapatkan anugerah itu, sebab masih bisa saling menasihati untuk beramal kebaikan dan mengingatkan  ketika akan terjebak pada keburukan.

Jika ditemukan kekurangan padanya, di sana  tempat dan tugas kita untuk menutupinya supaya menambah kecocokan dan keserasian. Apabila menemukan kelebihan, di sana kesempatan kita menggali, belajar dari kelebihannya, dalam akhlak, ilmu, maupun ketaatannya kepada Allah.

Namun memang tak mungkin dipungkiri, bahwa hubungan dalam kehidupan rumah tangga tidak semudah yang diduga. Ia berbeda dengan interaksi sosial lainnya, tidak mudah diprediksi dan tidak bisa dibatasi. Perbedaan pendapat, bahkan percekcokan, sangat mungkin terjadi. Jika tidak memiliki kesiapan diri dan kerelaan hati dalam menerima keberadaan pasangan, maka ketentraman yang diharapkan  tidak akan mudah kita rasakan.



Tugas kita memang berbuat kebaikan, berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, terlebih berdamai dengan pasangan sendiri. Kemampuan berdamai dapat mengurangi ketegangan.  Jangan sampai perbedaan pendapat atau mungkin sedikit  percekcokan menjadi penghalang untuk menumpahkan kasih sayang terhadap pasangan. Salam Yansur.

Monday, December 17, 2018

Agung Nugraha : Niat talaq belum jatuh
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ
قَالَ قَتَادَةُ إِذَا طَلَّقَ فِي نَفْسِهِ فَلَيْسَ بِشَيْءٍ

Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Hisyam Telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang dikatakan oleh hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya." Qatadah berkata, "Bila ia menceraikan dengan suara hatinya saja, maka hal itu tidaklah berpengaruh sedikit pun."

HR. Bukhari: 4.864 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Segala sesuatu tergantung pada niat. Niat yang baik, apabila belum dilakukan sudah mendapat pahala. Sementara niat jelek, belum berdosa apabila belum dilakukan.

Talak adalah sesuatu yang jelek (dibenci oleh Allah) karenanya niat talaq belum dihukumi jatuh ketika tidak diucapkan/diikrarkan.

Meski demikian, hindari berpikir/berniat cerai.

Allahu a'lam
Yansur: Rambu memilih pasangan
Tentukan Pasangan atas Dasar Keimanan yang Kuat Sebab Pasangan Bisa Turut Mempengaruhi Kualitas Keimanan dan Hidup Kita

Jika membaca lembaran Kitab Suci Al-Qur’an, kita akan menemukan batasan yang sangat ketat kepada orang beriman ketika menentukan pasangan  hidup. Bahwa jangan sampai kita menikahi seseorang  yang berlainan kepercayaan, baik dari kalangan orang yang tidak percaya  atau kafir kepada Allah maupun dari orang yang menyekutukan-Nya. 

Menikahi orang yang berlainan iman berarti menikah dengan orang yang  sama sekali berlainan dalam prinsip. Perbedaan dalam keimanan akan mengganggu bahkan merusak keharmonisan dalam keluarga. Berbeda selera makanan, kesukaan dalam warna pakaian, atau  berbeda dalam metode mendidik anak saja tidak jarang  menimbulkan masalah, apalagi berbeda dalam keimanan.

Iman merupakan hal yang paling fundamental, khususnya dalam sistem keyakinan agama Islam.  Iman bukan hanya sebatas kepercayaan, tetapi juga  sebagai sistem nilai  yang bisa mewarnai pikiran dan tingkah laku. Iman tidak bisa dikompromikan atau dinegosiasikan  apalagi digadaikan dengan kompensasi apapun karena sifatnya sangat prinsip.

Iman  wajib dilestarikan dan diteruskan sampai ke anak cucu. Jangan sampai rusak karena silau dan kagum dengan status sosial, harta kekayaan, kekuasaan dan jabatan, termasuk kekaguman pada kecantikan dan ketampanan ketika menentukan pasangan. Sekali iman rusak maka rusak pula segala sistem dan tatanan kehidupan kita, terutama rusak dalam kehidupan akhirat kita.

Menikahi orang yang berbeda iman sangat mungkin dapat  menyelewengkan iman dan nilai perilaku kita.  Ucapan dan perilaku pasangan  akan mengajak kita dan anak-anak dari buah perkawinan itu ke dalam neraka. Sedangkan Allah mengajak kita dan siapa pun menuju amalan yang dapat mengantar ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Hal tersebut dapat dirujuk dalam QS. Al-Baqarah: 221. Salam Yansur.

Sunday, December 16, 2018

Agung Nugraha : Sedekah sebagai sebab datangnya rejeki
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah berfirman;
"Wahai Ibnu Adam berinfaklah, niscaya kalian juga akan aku beri rezeki."

HR. Bukhari: 4.933 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini termasuk hadis Qudsi, yaitu pernyataan dari Allah yang tidak termasuk Al Qur'an.

Dalam hadis ini Allah -melalui Rasulullah- memerintahkan hamba-Nya untuk berinfaq.

Ketika umat bersedia dan ikhlas berinfaq, Allah 'berjanji' akan membalasnya dengan  memberikan Rejeki.

Allahu a'lam

Yansur: Tingkatkan ilmu keislaman
Peningkatan Ilmu Keislaman Ummat Seharusnya Lebih Bisa Mendorong untuk Merasakan Menjadi Bagian dari Ummat Islam.

Kita harus bersyukur bahwa pengetahuan ummat tentang Islam belakangan ini mengalami  kemajuan. Media sosial memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan pengetahuan ummat ini.  Meskipun ada sementara orang menyangsikan validitas keilmuan yang diperoleh melalui media sosial tersebut karena dianggap ilmunya tidak bersanad.

Media sosial telah menjadi kultur baru dalam mendapatkan  ilmu agama. Mengenai  validitas, jangankan melalui media sosial, ilmu pengetahuan hasil riset ilmiyah sekalipun tidak luput dari falsifikasi. Biarlah ummat yang melakukan verifikasi sendiri, membandingkan berbagai tulisan maupun video yang beredar. Sebab nyatanya banyak juga narasumber yang menyebutkan rujukan dalam tulisan maupun ceramah-ceramahnya yang bisa  dipertanggungjawabkan keabsahannya. 

Namun demikian, menguatnya pengetahuan agama ternyata tidak berbading lurus dengan perasaan dan komitmen menjadi bagi dari ummat. Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia, belum menunjukkan sebagai ummat yang utuh. Bahkan cenderung mudah sekali di kota-kotak dan diadu domba. Padahal menurut Kutowijoyo, ketika menyebut ummat Islam seharusnya lebih dari segalanya dalam merasa menjadi bagian dari komunitas Islam.

Peran kita boleh jadi berbeda-beda dan memang seharusnya demikian,  supaya sumber daya ummat  menyebar di segala bidang. Ada yang  menjadi ilmuwan, budayawan, ideolog, birokrat, wirausahawan, politisi, dan lainnya. Tetapi peran-peran sektoral tersebut suatu waktu harus bisa merepresentasikan ummat secara keseluruhan tanpa mengedepankan  ego sektoral masing-masing.

Persaudaraan di tengah ummat harus lebih dikedepankan. Sementara sikap  saling bermusuhan dan membenci semaksimal maungkin kita redam, sebab sama sekali tidak menguntungkan bagi ummat dan juga bangsa. Ummat Islam merupakan mayoritas di negeri ini. Keutuhan ummat Islam menjadi penyangga bagi keutuhan bangsa dan negera secara keseluruhan. 

Jika sudah demikian, sungguh kita telah mengimplementasikan pernyataan Kitab Suci bahwa “Ummat Islam adalah ummat terbaik yang dilahirkan di tengah manusia untuk berbuat kebajikan, mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali ‘Imran: 110). Salam Yansur.

Saturday, December 15, 2018

Agung Nugraha : Mengambil harta suami untuk keluarganya
حَدَّثَنَا ابْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
جَاءَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ مِسِّيكٌ فَهَلْ عَلَيَّ حَرَجٌ أَنْ أُطْعِمَ مِنْ الَّذِي لَهُ عِيَالَنَا قَالَ لَا إِلَّا بِالْمَعْرُوفِ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Muqatil Telah mengabarkan kepada kami Abdullah Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab Telah mengabarkan kepadaku Urwah bahwa Aisyah radliallahu 'anha berkata; Hindun binti Utbah datang seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Shufyan adalah seorang laki-laki yang pelit. Berdosakah aku, bila aku memberi makan keluarga kami dari harta benda miliknya?" beliau menjawab: "Tidak. Kecuali kamu mengambilnya secara baik/wajar."

HR. Bukhari: 4.940 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Etika seorang istri dalam menggunakan harta  suami untuk keluarganya.

Dalam hal harta itu merupakan harta pribadi milik istri (termasuk yang sumbernya berupa nafkah dari suami), maka tidak mengapa memberi kepada keluarganya. Namun apabila harta tersebut adalah harta suami, semestinya dilakukan dengan cara yang baik, yaitu meminta ijin suami.

Persoalan seperti ini apabila tidak dimusyawarahkan dapat berpotensi menimbulkan konflik antar suami istri.

Allahu a'lam
Iman jamin kesejahteraan sosial
Agar Jaminan Sosial Kaum Papa dapat Terjaga Percayakan kepada Orang Mukmin untuk Mengatasinya sebab dalam Pribadi Mukmin Tertanam Jiwa  Kesetiakawanan Sosial pada Sesama

Islam tidak melarang ummatnya untuk memiliki kekayaan yang banyak. Di masa Rasulullah saw. pun sudah ada orang kaya seperti Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin ‘Auf. Keduanya sosok orang kaya yang hartanya, setelah digunakan untuk kepentingan dirinya dalam kesederhanaan,   banyak  digunakan untuk membantu orang lain dan kemanfaatan umum.

Yang dilarang adalah memperoleh harta dan menggunakannya dalam kegiatan yang tidak berguna. Apalagi kalau sampai menimbulkan hal-hal yang merusak diri dan orang lain, seperti hilangnya keseimbangan akal pikiran, gangguan kesehatan, penipuan, kebohongan, permusuhan yang dapat mengganggu keharmonisan sosial.

Itu sebabnya mengapa memproduksi barang yang memabukan dan mengkonsumsinya, serta  melakukan perjudian, merupakan  perbuatan yang dilarang dalam Islam.  Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Suci bahwa, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…”  (QS. Al-Baqarah : 219).

Konon, khamr itu berawal dari kelebihan korma atau anggur yang tidak dimakan dan tidak pula dihadiahkan kepada orang lain sehingga mendorong untuk membuat minuman keras. Seandainya buah-buahan itu habis dibagikan tidak akan dibuat minuman keras. Demikian komentar prof. Quraish ketika menjelaskan ayat di atas.

Memperkuat iman dan menumbuhkan semangat keislaman merupakan cara agar terhindar dari mental menumpuk kekayaan yang dapat memotivasi kita dari membelanjakannya secara berlebih-lebihan dan  tidak perduli terhadap orang yang kekurangan, sebab dalam pribadi mukmin tertanam jiwa kesetiakawanan sosial pada sesama.  Salam Yansur.

Friday, December 14, 2018

Agung Nugraha : Kecenderungan memilih perawan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ لَوْ نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا وَوَجَدْتَ شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا فِي أَيِّهَا كُنْتَ تُرْتِعُ بَعِيرَكَ قَالَ فِي الَّذِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا تَعْنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا

Dari Aisyah ra. Berkata, aku bertanya kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, bagaimanakah sekiranya Anda singgah di suatu lembah, dan di dalam lembah itu terdapat pohon yang buahnya telah dimakan, lalu Anda mendapatkan satu pohon yang buahnya belum di makan, maka pada pohon manakah Anda akan menambatkan Unta Anda?" belia pun menjawab: "Pada pohon yang belum dijamah." Maksudnya, adalah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam belum pernah menikahi gadis selainnya.

HR. Bukhari: 4.687@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menggambarkan kecenderungan pria adalah menikahi wanita yang belum pernah menikah/perawan.

Meski demikian, hadis ini juga mengandung pelajaran, bahwa Rasulullah "memilih" perawan terkait dengan pertanyaan sindiran  yang diajukan oleh 'Aisyah kepada Rasulullah untuk  menggembirakan istrinya yang sedang kecewa.

Ini dimaksudkan untuk menjaga perasaan istrinya agar tidak cemburu.

Allahu a'lam
Yansur : Agar mendapat Rahmat Allah
Beriman dan Beramal Shalih Saja Belum Cukup untuk Mendapat Curahan Rahmat Allah Apalagi Bagi yang tidak Beriman dan tidak Memiliki Investasi Amal

Beriman bukan hanya percaya, tetapi juga mengharap. Yakni mengharap limpahan rahmat Allah.  “Sesunggunya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah mereka itu mengharap rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 218).

Dalam harap juga tersirat rasa cemas. Namun  kecemasan orang beriman bukan cemas dengan kehidupannya di dunia sebab keimanan telah cukup memberinya bekal ketenangan. Namun yang dicemaskan adalah rahmat Allah yang curahannya merupakan  wewenang-Nya sendiri.

Seorang yang telah beriman, beramal shalih dan berjuang di jalan Allah,  kedalaman imannya mendorong untuk khawatir apakah iman dan amalnya telah sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan mungkin dapat diterima-Nya? Sebab, berdasarkan sabda Rasul, “Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surge, dan menyelamatkannya dari api neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim)

Karena itu semakin kuat iman seseorang akan semakin hati-hati dan bersungguh-sungguh dalam berusaha menjalankan amal kebaikannya. Sebab, beriman dan beramal shalih, serta berjuang di jalan Allah saja masih belum bisa menjamin mendapatkan curahan rahmat Allah. Apalagi bagi orang yang tidak memiliki keimanan dan tidak memiliki investasi amal.  Salam Yansur.

Thursday, December 13, 2018

Agung Nugraha : Adab Mengusun Jenazah
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ أَنَّ ابْنَ جُرَيْجٍ أَخْبَرَهُمْ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ قَالَ حَضَرْنَا مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ جِنَازَةَ مَيْمُونَةَ بِسَرِفَ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ هَذِهِ زَوْجَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَفَعْتُمْ نَعْشَهَا فَلَا تُزَعْزِعُوهَا وَلَا تُزَلْزِلُوهَا وَارْفُقُوا فَإِنَّهُ كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعٌ كَانَ يَقْسِمُ لِثَمَانٍ وَلَا يَقْسِمُ لِوَاحِدَةٍ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Yusuf bahwa Ibnu Juraij telah mengabarkan kepada mereka, ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Atha` ia berkata; Kami pernah menghadiri jenazah Maimunah bersama Ibnu Abbas di Sarifa, lalu Ibnu Abbas berkata, "Ini adalah salah seorang isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Jika kalian mengangkat usungannya, maka janganlah kalian menggoncangkannya dengan keras, kokohkanlah dengan sempurna. Sesungguhnya di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ada sembilan orang isteri, beliau membagi (hari-hari) kepada delapan orang, sementara kepada yang satu orang tidak."

HR. Bukhari: 4.679@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menerangkan adab mengusung jenazah. Meskipun sudah meninggal, kita dituntunkan untuk berbuat baik kepada orang yang sudah meninggal dunia.

Sebagaimana kita diminta berhati-hati dalam memandikan jenazah, juga dituntunkan untuk tidak menggoncang jenazah ketika diusung/dipanggul.

Meskipun secara teks hadis ini dikaitkan dengan istri nabi, namun juga berlaku untuk semua jenazah.

Allahu a'lam
Yansur : Murnikan iman dan ibadaj, wujudkan kesejahteraan
Murnikan Iman dan Peribadatan tetapi Negosiasikan Kehidupan Sosial untuk Keadilan dan Keharmonisan.

Kehidupan beragama, terutama dalam masyarakat yang heterogen, meliputi  banyak agama maupun kelompok keagamaan yang berbeda-beda, kita sering dihadapkan pada hal-hal yang sensitif.  Istilah-istilah normatif agama yang diekspresikan dalam ranah sosial dapat menimbulkan ketersinggungan penganut agama maupun kelompok keagamaan lain.

Menyebutkan istilah kafir, musyrik, bid’ah, munafiq, fasiq dan sejenisnya, kerap dianggap sebagai bentuk umpatan yang dapat menyinggung pihak-pihak tertentu sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan sosal keagamaan. Sejatinya, istilah tersebut bukan sebagai umpatan, dan tidak pantut pula  dijadikan umpatan, maupun justifikasi, tetapi merupakan komparasi perbandingan dalam konteks pengendalian keimanan.

Istilah-istilah tersebut digunakan dalam konteks penguatan  keimanan dan keislaman. Digunakan sebagai simpulan sejumlah  kategori yang harus dihindari karena akan  merusak iman dan tertolaknya amal perbuatan.  Sebab iman dan beribadatan suatu agama tidak bisa dikompromikan dengan sistem keyakinan dan amal peribadatan agama maupun kelompok keagamaan yang lain.

Iman dan peribadatan bukan merupakan ranah analog dan ijtihadiyah yang memungkinkan munculnya sinkretis, tetapi ranah yang disyaratkan kemurniannya.  Lain halnya dengan  ranah kehidupan sosial, seorang mukmin-muslim dituntut bernegosiasi dengan siapapun  tidak memandang agama, suku, dan ras manapun untuk keadilan  dan keharmonisan hidup bersama. Salam Yansur.

Wednesday, December 12, 2018

Agung Nugraha : Haram menikahi karena sebab sepersusuan
 عَنْ عَلِيٍّ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ تَنَوَّقُ فِي قُرَيْشٍ وَتَدَعُنَا فَقَالَ وَعِنْدَكُمْ شَيْءٌ قُلْتُ نَعَمْ بِنْتُ حَمْزَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِي إِنَّهَا ابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ

Wahai Rasulullah, kenapa anda sangat mengutamakan wanita-wanita Quraisy dan meninggalkan wanita-wanita kami?" Beliau balik bertanya: "Adakah wanita dari kalian yang pantas bagiku?" Dia menjawab; "Ya, yaitu putrinya Hamzah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya dia tidak halal bagiku, karena dia adalah putri saudaraku dari sepersusuan."

HR. Muslim: 2623 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menerangkan halangan/larangan menikahi wanita.

Larangan menikahi wanita-wanita tersebut disebabkan karena adanya hubungan sepersusuan.

Wanita yang haram dinikahi karena persusuan ialah :
1. Ibu yang menyusuinya.
2. Saudara sepersusuan.
3. Anak-anak dari saudara susu.

Larangan ini berlaku selamanya.

Allahu a'lam
Yansur : kebaikan dibalik yang tidak kita sukai
Tetap Optimis Menghadapi Hal yang tidak Disukai sebab Dibaliknya Ada Hal yang  Baik Bagi Kita.

Setiap orang pasti dihadapkan pada dua sikap, yaitu meyenangi dan membenci. Sesuatu yang kita anggap baik,  kita menyenanginya dan kalau  kita anggap buruk kita  pun membencinya. Hal demikian adalah wajar, sebab setiap orang pasti hanya menghendaki hal yang baik dan sebisa mungkin terhindar dari hal-hal yang buruk.

Namun sebenarnya apa yang kita senangi itu  tidak selalu berbanding lurus dengan  kebaikan. Begitu pula dengan hal yang kita benci, tidak selalu berujung pada keburukan. Justru bisa sebaliknya, yang kita benci itu  sebenarnya yang mengandung kebaikan dan yang disenangilah yang  mengandung keburukan.

Hal tersebut ditegaskan dalam Kitab suci bahwa, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang tidak kamu senangi. Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagi kamu, dan bisa jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagi kamu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Jika demikian, yang kita hadapi setiap hari sesungguhnya adalah ketidakpastian disebabkan keterbatasan kemampuan.  Karena itu tidak ada lagi jalan bagi kita kecuali  pandai-pandai menyandarkan diri kepada Dzat Yang Maha Memberi Kepastian, Allah swt. Dengan cara itu, optimisme dan harapan akan tetap tumbuh kendati sering dihadapkan pada hal-hal yang tidak disukai karena dibalik itu terkandung hal yang baik bagi kita. Salam Yansur.

Tuesday, December 11, 2018

Yansur : ungkapkan kasih sayang kepada orang tua dengan memberi
Memberi Kepada Orang Tua Bukan karena Alasan Kekurangan tetapi sebagai Ungkapan Kasih Sayang

Betapa indahnya ajaran Islam ini. Soal harta pun diaturnya sedemikian rupa, sehingga kita mengetahui bagaimana seharusnya  mendapatkan harta  dan bagaimana pula mendistribusikannya. Dalam memperoleh harta jangan sampai melanggar hak orang lain dan distribusainya pun hanya boleh digunakan dalam hal-hal yang baik dan benar serta disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya

Selain untuk kepentingan sendiri, dalam harta yang kita miliki terdapat bagian untuk orang lain. Menurut  Kitab Suci Al-Qur’an, bahwa orang-orang yang berhak turut serta merasakan harta yang kita miliki adalah orang yang terdekat dengan kita yaitu,  orang-tua dan kerabat, ditambah dengan anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. [QS.2: 215].

Pesan tersebut di luar kewajiban mengeluarkan zakat yang terkait dengan jumlah dan waktu yang sudah ditentukan [QS:9:60]. Namun merupakan anjuran yang pelaksanaannya bisa sewaktu-waktu serta besaran jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Memberi kepada orang tua bukan karena alasan kekurangan tetapi sebagai salah satu ungkapan kasih sayang kepada orang yang berjasa mendidik dan membesarkan kita. Karenanya, orang tua tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat tetapi  berhak menerima pemberian  anaknya dalam  waktu serta besaran jumlah yang tidak dibatasi.   Salam Yansur.

Monday, December 10, 2018

Agung Nugraha : Pentingnya kedudukan pemimpin

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa."

HR. Muslim: 3.428 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pemimpin dan mempunyai peran strategis didalam membina dan mengarahkan rakyatnya.

Pemimpin harus tampil didepan menjadi contoh baik dalam menghadapi musuh maupun dalam segala kebaikan.

Ketika pemimpin memandu dan memerintahkan rakyatnya kejalan takwa dan memerintah dengan adil, ia akan mendapat pahala besar dari Allah SWT.

Demikian Sebaliknya, bila pemimpin memberi contoh bahkan memerintah kepada selain Allah ia akan mendapatkan balasan (dosa).

Allahu a'lam

Sunday, December 9, 2018

Yansur : Kemuliaan bukan karena harta, tapi imam dan taqwa
Derajat Kemuliaan Manusia tidak Diukur dari Jumlah Harta tetapi dari Kualitas Iman dan Taqwanya  Kepada Allah.

Ketika pikiran sudah terisi penuh dengan pandangan hidup keduniaan, maka perspektif hidupnya akan didominasi oleh material duniawi dan kesenangan yang bersifat sementara. Keduniaan akan menjadi ukuran utama dalam menentukan kadar kesuksesan hidupnya. Kehidupan dunia akan terasa sangat indah  sebab sudah menyatu dan mendarah daging dalam jiwanya.

Hal-hal yang bernuansa spiritual keagamaan akan dipandangnya  kuno dan ketinggalan jaman. Ketaatan hidup beragama dinafikan, bahkan dianggapnya terbelakang dan ‘ndeso’ sebab tidak akan bisa menopang kesuksesan. Berkumpul dengan orang-orang  yang komitmen agamanya tinggi dianggap akan mengurangi dan  merusak harga dirinya.

Memang Kitab Suci telah menegaskan bahwa , “Kehidupan dunia akan dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir. Mereka terus-menerus merendahkan orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang yang bertaqwa itu di atas mereka (lebih mulia dari mereka) pada Hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki secara terus-menerus kepada yang dikehendaki-Nya tanpa batas (QS. Al-Baqarah: 212).

Berdasarkan ayat tersebut, justru orang-orang yang beriman dan memiliki komitmen keagamaan yang kuatlah yang kedudukannya lebih tinggi. Bahkan tidak hanya mendapatkan kedudukan tinggi di akhirat, dalam kehidupan di dunia saat ini pun dia tinggi dan mulia.

Orang yang taat agama adalah pengelola dan penguasa atas alam raya ini. Sementara orang yang bergelimang dalam kehidupan duniawi, pada hakekatnya adalah budak dunia sebab dia rela mengorbankan dirinya untuk mengejar harta yang sejatinya telah ditundukkan Allah untuknya.  Salam Yansur.

Saturday, December 8, 2018

Yansur : Islam kaffah, buahnya kedamaian
Masuk dan Jadilah Muslim secara Total agar Bisa Merasakan Kedamaiannya

Islam adalah agama damai. Damai dengan dirinya, keluarganya, damai dengan sesama manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitarnya. Jika masih dirasakan ada kegelisahan dan ketegangan dalam kehidupan Muslim, itu bukan gambaran agamanya, tetapi kelemahan orang yang menganutnya.

Hal demikian menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya menjadi muslim. Bisa jadi kita baru mengerti atau mengamalkan sebagiannya saja  dari keseluruhan ajaran. Atau jika sudah mengetahui banyak hal tentang Islam, tetapi kita masih pilih-pilih dalam melaksanakan pesan-pesannya. Dalam masalah ritual mungkin sudah  konsisten, tetapi bidang sosial diabaikan, atau sebaliknya. 

Belum lagi dengan kedalaman aspek spiritualnya. Bisa jadi kita belum mampu menyelaminya. Sekalipun pernah, mungkin  masih sangat dangkal  sehingga spirit kedamaian bersama dengan Allah belum dapat kita rasakan. Kesadaran kita masih dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat material.

Padahal sumber ketegangan, kegelisahan, dan konflik, selain karena gangguan musuh yang selalu merong-rong kita yakni setan,  datang pula dari masalah material tersebut. Oleh sebab itu, menjadi muslim harus kaffah, yakni menyeluruh tanpa kecuali. Jangan hanya percaya dan mengamalkan sebagian ajaran dan menolak atau mengabaikan sebagian yang lain.

Karenanya Allah berpesan dalam Kitab Suci, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 208). Salam Yansur.

Friday, December 7, 2018

Haram menikah sebab sepersusuan
Oleh : Agung Nugraha

*Haram menikahi karena sebab sepersusuan*

 عَنْ عَلِيٍّ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ تَنَوَّقُ فِي قُرَيْشٍ وَتَدَعُنَا فَقَالَ وَعِنْدَكُمْ شَيْءٌ قُلْتُ نَعَمْ بِنْتُ حَمْزَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِي إِنَّهَا ابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ

Wahai Rasulullah, kenapa anda sangat mengutamakan wanita-wanita Quraisy dan meninggalkan wanita-wanita kami?" Beliau balik bertanya: "Adakah wanita dari kalian yang pantas bagiku?" Dia menjawab; "Ya, yaitu putrinya Hamzah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya dia tidak halal bagiku, karena dia adalah putri saudaraku dari sepersusuan."

HR. Muslim: 2623 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menerangkan halangan/larangan menikahi wanita.

Larangan menikahi wanita-wanita tersebut disebabkan karena adanya hubungan sepersusuan.

Wanita yang haram dinikahi karena persusuan ialah :
1. Ibu yang menyusuinya.
2. Saudara sepersusuan.
3. Anak-anak dari saudara susu.

Larangan ini berlaku selamanya.

_Allahu a'lam_
_______________
Pentingnya kedudukan pemimpin
Oleh : Agung Nugraha

*Pentingnya kedudukan pemimpin*

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa."

HR. Muslim: 3.428 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pemimpin dan mempunyai peran strategis didalam membina dan mengarahkan rakyatnya.

Pemimpin harus tampil didepan menjadi contoh baik dalam menghadapi musuh maupun dalam segala kebaikan.

Ketika pemimpin memandu dan memerintahkan rakyatnya kejalan takwa dan memerintah dengan adil, ia akan mendapat pahala besar dari Allah SWT.

Demikian Sebaliknya, bila pemimpin memberi contoh bahkan memerintah kepada selain Allah ia akan mendapatkan balasan (dosa).

_Allahu a'lam_
_______________
*Yayasan Darul Muttaqien Medari*
_Cerdas & Menggembirakan_

Yansur: Ariflah, jangan sombong
Hati-hati dengan Kekaguman yang Disertai Kekuasaan sebab dapat Melemahkan Kearifan dan Membangkitkan Kesombongan

Orang yang sudah dikuasai oleh rasa kagum, baik kagum terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain, akal kritisnya akan tumpul. Kekaguman akan membalut seluruh keburukan sehingga seolah-olah nampak baik. Apalagi kalau kekaguman itu telah berbuah kekuasaan, akan berubah menjadi mental korup, selalu merasa benar dan akan bertindak sewenang-wenang.

Orang yang berkuasa atau yang merasa berkuasa, standar kearifannya cenderung akan mengalami penurunan, karena akalnya sudah dikuasai oleh hasrat berkuasa. Apalagi kalau kekuasaan sudah memberi ‘kenyamanan’, yang diperjuangkan bukan lagi kebenaran, kebaikan, dan keadilan, tetapi kekuasaan itu sendiri. 

Jika keadaannya sudah demikian, saran dan kritik tidak akan didengar. Terlebih kalau saran dan kritik itu datangnya dari pihak yang dianggap lawan. Alih-alih menerima, malah justru akan membangkitkan kesombongannya.

“Apabila dikatakan kepadanya, “Bertaqwalah kepada Allah, bangkit dalam dirinya kesombongan yang menyebabkan ia berbuat dosa (lebih banyak lagi), maka cukuplah baginya Jahannam sebagai seburuk-buruk tempat tinggal”.  Demikian firman Allah di QS. Al-Baqarah : 206).

Karena itu, kaum mukmin harus berhati-hati dan harus terus berupaya untuk  saling menasehati, menegur dan mengingatkan, serta membuka topeng-topeng kemunafikan, agar tidak terperdaya oleh kemasan bahasa dan program yang nampak begitu indah tetapi akan menyengsarakan. Salam Yansur.

Thursday, December 6, 2018

Cara turunnya wahyu
*Cara turunnya Wahyu kepada Rasulullah*

عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا

dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."

HR. Bukhari: 2
Yansur : Melecehkan Agama merusak kemanusiaan
Merusak Tanaman Saja Allah Tidak Suka Apalagi Melecehkan Agama Sebab Melecehkan Agama Sama Dengan Merusak Manusia

Membuat isu negatif untuk membangkitkan kebencian dan bertutur kata manis untuk menutupi keburukan supaya menimbulkan kekaguman, keduanya sama-sama merupakan kebohongan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kehancuran karir hidup sendiri dan orang lain, bahkan merusak dan menghancurkan sendi kehidupan masyarakat.

Orang yang pandai berbicara, memoles keburukan menjadi nampak baik, menawarkan program-program yang menakjubkan hingga akhirnya terpilih menjadi penguasa, tetapi kemudian tidak lagi memerhatikan apa yang telah diucapkannya, bahkan ia melecehkan sebagian yang menjadi elemen penyangga bangsanya, dialah salah satu yang dimaksud dengan pelaku kerusakan yang tidak disukai Allah.

Merujuk pada Kitab suci, perbuatan yang dianggap merusak itu adalah merusak tanaman dan bintang ternak,  “Apabila ia berpaling (meninggalkan kamu) dia berusaha  membuat jejak kerusakan di muka bumi, merusak tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai pengrusakan”.(QS. Al-Baqarah: 205).

Jika merusak tanaman dan binatang ternak saja sudah tidak disukai Allah, apalagi kalau yang dirusak itu manusia, dengan melecehkan wanita dan mempermainkan generasi muda.  Kemudian bagaimana kalau yang dilecehkan dan dirusak itu agama? Tentu Allah bukan saja tidak suka tetapi bisa murka, sebab agama merupakan sendi utama dalam menjamin kesejahteraan hidup manusia. Salam Yansur.

Wednesday, December 5, 2018

Rahasia ranjang
Oleh : Agung Nugraha

*Rahasia ranjang*

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْأَمَانَةِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
وَقَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ إِنَّ أَعْظَمَ

Dari Abdurrahman bin Sa'd dia berkata; Saya mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya diantara amanat yang paling besar di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah seseorang yang
 bersetubuh dengan istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian dia (suami) menyebarkan rahasianya."

Ibnu Numair berkata; "Sesungguhnya (amanat) yang paling besar."

HR. Muslim: 2.598@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hubungan suami istri merupakan hal yang sangat pribadi dan harus menjadi rahasia didalam keluarga. Hal tersebut tidak semestinya diceritakan kepada siapapun.

Diantara sebab banyaknya kasus perceraian dan atau selingkuh ialah ketidakmampuan seorang menjaga privasi keluarganya.

_Allahu a'lam_
_______________
*Yayasan Darul Muttaqien Medari*
_Cerdas & Menggembirakan_
Yansur :Waspada dari tipu daya manusia
Kewaspadaan itu Niscaya Agar Terhindar dari Bahaya Orang yang Pandai Menutupi  Kejahatan dengan Kemasan yang Mengagumkan

Sikap waspada dan hati-hati dalam menjalani hidup di dunia sangat penting kita miliki agar tidak mudah dikelabui dan tertipu oleh pihak-pihak yang tidak sejalan dengan semangat kejujuran dan keterbukaan.

Sebab meskipun kita sudah berusaha  membatasi diri hanya berteman dengan orang-orang yang jujur dan baik saja, tetapi berinteraksi dalam lingkungan sosial tidak mungkin kita batasi. Dan tidak mungkin pula kita bisa melarang dan menghalangi orang lain supaya tidak melakukan kecurangan dan kebohongan.

Apalagi kalau kita menghadapi orang yang pandai bertutur kata, disertai  analisis yang baik, menggunakan dalil-dalil yang mengagumkan, pandai menutupi niat jahatnya karena dibungkus  dalam kemasan yang sangat indah sehingga berhasil menciptakan kekaguman. Dalam keadaan seperti itu, alih-alih mampu menghindar, tetapi besar kemungkinan  justru kita  juga ikut terperdaya karenanya.

“Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hati kamu, dan dipersaksikan Allah atas isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras”. Demikian firman Allah  dalam QS. Al-Baqarah : 204.

Selain waspada, sebaiknya kita tingkatkan kepasrahan diri kepada Allah agar mendapatkan perlindungan-Nya dari reka perdaya orang yang pandai mengelabui dan mengemas kebusukan hatinya di dunia dengan hal-hal yang mengagumkan. Sebab pada saatnya nanti di akhirat, kekaguman itu akan sirna ketika kedok kebohongnnya terbongkar dan  niat busuk yang ada di hatinya akan terpampang dengan jelas. Salam Yansur.

Tuesday, December 4, 2018

Siapa membantu akan dibantu
Oleh : Agung Nugraha

*Siapa membantu saudaranya, akan dibantu oleh Allah*

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Al Qur'an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.'

HR. Muslim: 4.867 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa setiap kebaikan yang kita berikan/ lakukan, akan kembali untuk diri kita sendiri.

Dengan ijin dan Ridha Allah, membebaskan kesulitan orang lain, memberikan kemudahan urusan orang lain, menutup aib saudara, serta menolong sesama akan kembali kepada kita berupa kemudahan dan kelancaran berbagai urusan, dan  terhindar dari aib.

Dengan logika terbalik, ketika kita menghendaki kebaikan pada diri sendiri, Maka semestinya kita berbuat baik kepada orang lain.

Terlepas dari perbedaan pendapat yang  ada, mungkin hal ini sering disebut dalam bahasa keseharian sebagai "hukum karma".

Hadis ini juga menunjukkan keutamaan menuntut ilmu/taklim. Orang yang berada di masjid dan atau majelis ilmu akan mendapatkan Rahmat dan ketenangan dari sisi Allah SWT.

_Allahu a'lam_
_______________
*Yayasan Darul Muttaqien Medari*
_Cerdas & Menggembirakan_
Jangan meminta jabatan
Oleh : Agung Nugraha

*Larangan meminta jabatan*

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man Muhammad bin Fadhl telah menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim telah menceritakan kepada kami Al Hasan telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Wahai Abdurrahman bin Samurah, Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika engkau diberi (jabatan) karena meminta, kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tidak meminta, kamu akan ditolong, dan jika kamu melakukan sumpah, kemudian kamu melihat suatu yang lebih baik, bayarlah kaffarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik."

HR. Bukhari: 6.132 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Adab dalam perusahaan/birokrasi agar tidak meminta jabatan. Karena prinsip utama terkait jabatan adalah amanah (kepercayaan).

Hadis ini tidak berarti menutup peluang seorang karyawan untuk berkarir didalam perusahaan/instansinya. Apabila seorang ingin berkarir, yang seharusnya dilakukan ialah dengan menunjukkan integritas, profesionalitas dan kompetensi. Bukan melalui kasak kusuk 'menjilat' dan 'cari muka' sementara tidak ada prestasi yang disumbangkan kepada perusahaan/instansinya.

Hadis ini juga memberikan petunjuk  kepada pimpinan untuk menempatkan  seseorang berdasarkan kapasitas dan kompetensi, bukan karena "permintaan".

Disamping meminta jabatan, hadis ini juga memberikan norma terkait meminta pekerjaan. Keduanya berpotensi terhadap suap yang dilarang didalam Islam.

Tidak sedikit kita mendengar berita banyaknya kasus suap-menyuap terjadi terkait penempatan dan pengangkatan pejabat. Suap juga terjadi pada kasus ketika pengusaha meminta pekerjaan (proyek) yang pada akhirnya berpengaruh kepada buruknya kinerja dan atau hasil pekerjaan (proyek).

_Allahu a'lam_
_______________
*Yayasan Darul Muttaqien Medari*
_Cerdas & Menggembirakan_
Yansur : Makna hidup ialah ketika bermanfaat untuk manusia
Kebermaknaan Hidup Terletak Pada Amal Baik yang Diridlai Allah dan Dirasakan oleh Sesama Manusia

Doktrin penting yang diajarkan Islam adalah perintah agar kita selalu berbuat baik. Jika tidak melakukan kebaikan kita terancam kehilangan nilai positif yang memberi makna pada setiap amal  yang kita lakukan. Hidup yang tercerabut dari nilai-nilai positif, keberadaan kita akan dianggap tidak ada.

Orang yang berkecukupan harta, kebaikannya diperoleh dengan membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebab membelanjakan harta di jalan Allah akan dilipatgandakan (QS. 2: 261). Jika yang dimiliki berupa tenaga dan  keterampilan, maka kebaikannya berada pada tenaga dan keterampilan yang digunakannya  untuk menolong dan meringankan beban kesusahan orang lain.

Kalau yang dimilikinya berupa ilmu pengetahuan, kebaikannya diperoleh melalui  ilmu pengetahuan yang digunakannya untuk mencerahkan orang lain. Bukan untuk mengelabui dan menyesatkannya, sebab mengelabui dan menyesatkan orang lain pada dasarnya sedang mengelabui dan menyesatkan dirinya sendiri.

Berbuat baik dalam segala hal, sesuai kemampuan dan kapasitas masing-masing. Jika kita tidak melakukan kebaikan kita akan jatuh dalam kebinasaan. “Dan belanjakanlah (harta dan kemampuan yang kamu miliki) di jalan Allah  dan janganlah kamu menjatuhkan tangan (diri) kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QW. Al-Baqarah : 195). Salam Yansur.

Monday, December 3, 2018

Yansur : Rekayasa sosial untuk kebaikan beragama
Rekayasa Sosial untuk Kebaikan Umat Beragama Bisa Dibenarkan tetapi Merekayasa Agama untuk Kepentingan Sosial tidak dapat Diterima

Setiap Muslim pasti mengakui bahwa Islam mengandung ajaran  dan nilai kebenaran dan kebaikan yang harus dijadikan pegangan dan rujukan dalam kehidupan, terutama dalam aktivitas ritual. Namun tidak cukup dengan pengakuan saja, melainkan harus diikuti dengan pengetahuan yang memadai sehingga yang diamalkan itu benar-benar relevan dengan ajarannya yang otentik.

Sebab dalam sejarah hidup manusia, kerap terjadi klaim keagamaan terhadap suatu perbuatan agar mendapatkan legitimasi kebenaran. Perbuatan yang sebenarnya hanya merupakan rekayasa sosial, bahkan mungkin praktik spekulatif semata yang  diklaim sebagai ajaran agama. Seperti kebiasaan buruk orang musyrikin Mekkah dahulu, sepulang ibadah haji meraka tidak memasuki pintu depan rumahnya, tetapi masuk dengan membuat lubang dari belakangnya.

Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, “…Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (QS. Al-Baqarah: 189)

Memang, terlarang melakukan kegiatan dengan mengatasnamakan agama atau ritual ibadah yang tidak diajarkan. Dalam soal ibadah, sama sekali terlarang melakukan suatu ritual   kecuali yang dizinkan Allah atau Rasul-Nya. “Setiap amal ibadah yang tidak berdasarkan pada petunjuk kami, ia tertolak. Demikian sabda Rasulullah saw.  Salam Yansur.

Sunday, December 2, 2018

Jangan merekayasa Agama untuk kepentingan sosial
Rekayasa Sosial untuk Kebaikan Umat Beragama Bisa Dibenarkan tetapi Merekayasa Agama untuk Kepentingan Sosial tidak dapat Diterima

Setiap Muslim pasti mengakui bahwa Islam mengandung ajaran  dan nilai kebenaran dan kebaikan yang harus dijadikan pegangan dan rujukan dalam kehidupan, terutama dalam aktivitas ritual. Namun tidak cukup dengan pengakuan saja, melainkan harus diikuti dengan pengetahuan yang memadai sehingga yang diamalkan itu benar-benar relevan dengan ajarannya yang otentik.

Sebab dalam sejarah hidup manusia, kerap terjadi klaim keagamaan terhadap suatu perbuatan agar mendapatkan legitimasi kebenaran. Perbuatan yang sebenarnya hanya merupakan rekayasa sosial, bahkan mungkin praktik spekulatif semata yang  diklaim sebagai ajaran agama. Seperti kebiasaan buruk orang musyrikin Mekkah dahulu, sepulang ibadah haji meraka tidak memasuki pintu depan rumahnya, tetapi masuk dengan membuat lubang dari belakangnya.

Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, “…Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (QS. Al-Baqarah: 189)

Memang, terlarang melakukan kegiatan dengan mengatasnamakan agama atau ritual ibadah yang tidak diajarkan. Dalam soal ibadah, sama sekali terlarang melakukan suatu ritual   kecuali yang dizinkan Allah atau Rasul-Nya. “Setiap amal ibadah yang tidak berdasarkan pada petunjuk kami, ia tertolak. Demikian sabda Rasulullah saw.  Salam Yansur.
Cintai Qur'an : hidupmu tenang dan tentram
Semakin Akrab dan Cinta terhadap Kitab Suci Al-Qur’an Hidup Semakin Tenang dan Semakin Tentram

Ahad pagi ini, tanggal 2 Desember 2018, Kajian Wedang Kopi sessi terakhir di tahun 2018 mengangkat tajuk tentang bagaimana “Memperbaiki, Meningkatkan Hafalan dan Memahami Al-Qur’an Sebagai Wujud Cinta Pada Rasulullah saw”. Tema tersebut diangkat untuk memberi warna dalam napak tilas kelahiran Muhammad Rasulullah saw.  Sebab, karena Al-Qur’an, salah satunya, nama Muhammad menjadi seorang yang sangat terkenal, menjadi panutan ummat Islam di seluruh dunia. 

Seperti biasa, Forum Kajian Wedang Kopi lebih banyak mengeksplorasi keunikan pengalaman masing-masing jama’ah. Setiap jama’ah, mengikuti waktu yang tersedia, diberi kesempatan untuk menyampaikan pengalaman masing-masing yang sesuai dengan topik kajian. 

Terkait dengan tema pagi ini, sebagian jama’ah menuturkan bahwa akrab dengan Al-Qur’an, membaca dan menghafalkannya setiap hari, hidupnya merasa lebih tenang dan lebih tentram. Kontrol dirinya semakin ketat sehingga tidak mudah melakukan hal-hal maksiat dan menjadi motivasi yang kuat untuk beramal kebaikan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Sebagian yang lain mengatakan, bahwa semakin akrab dengan al-Qur’an, semakin tumbuh pula kecintaan terhadapnya, dan semakin banyak pula rahasia yang terungkap baik rahasia kandungan al-Qur’an, maupun rahasia kearifan hati yang berpengaruh pula terhadap pola kehidupannya. Memang, Allah sendiri berfirman di dalamnya, “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk palajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17).

Demikian salah satu alternatif cara yang dipilih oleh Jama’ah Kajian Wedang Kopi, bagaimana  mengisi, memaknai dan menghormati bulan dilahirkannya Rasulullah Muhammad saw. seorang yang terpilih menjadi utusan Allah, sebagai penerima wahyu yang kemudian beliau teruskan kepada ummat manusia tanpa sedikitpun ada yang ditambah dan dikuranginya. Salam Yansur.

Saturday, December 1, 2018

Hukum Qishos : cara Islam melokalisir kejahatan
Hukum Qishash Merupakan Pendekatan dalam Pranata Sosial Islam untuk Melokalisir Kejahatan

Mendengar kata qishah, yang segera terlintas dalam pikiran adalah hukuman yang kejam, tidak wajar, bertentangan dengan hak asasi manusia dan semangat kemanusiaan yang seharusnya saling mengasihi dan menyayangi. Hukuman qishash dianggap sebabagi hukum yang mengakomodir sikap balas dendam.

Namun jika melihat bagaimana tradisi yang hidup pada saat hukuman ini diperkenalkan dan diwajibkan berdasarkan wahyu yang diterima oleh Rasulullah, tentu tidak akan berpandangan demikian.

Hukum yang berlaku pada saat itu,  apabila ada seorang yang dibunuh, maka keluarga ataupun kelompok suku yang terbunuh akan membalas dengan melakukan pembantaian yang tak terukur. Siapapun yang ditemui, tanpa memperhatikan apakah si pembunuh atau bukan, asalkan berasal dari  keluarga atau sukunya maka akan menjadi korban pembalasan sehingga jumlah korban akan semakin banyak lagi.

Seperti budaya premanisme atau tawuran antar geng atau suku yang masih bisa kita  saksikan di zaman sekarang ini. Para pelaku tidak mampu mengidentifikasi siapa yang bersalah dan yang tidak, yang penting keinginan membalas dapat terlampiaskan. Sehingga yang terluka dan yang terbunuh bisa dipastikan bukan orang yang benar-benar melukai atau yang membunuh dan korbannya pasti lebih banyak.

Itu sebabnya mengapa dalam Kitab Suci dijelaskan, “Dan dalam hukum qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 179.

Jika dilihat dari perspektif maqashid, hukum qishash kiranya  tidak hanya dipandang sebagai hukum materiil yang akan menimbulkan efek jera semata, tetapi juga bisa dilihat dan dijadikan sebagai pendekatan. Bahwa dalam hal kejahatan dan keburukan harus ada upaya hukum yang bisa melokalisir dampaknya supaya tidak meluas. Sementara untuk kebaikan dianjurkan agar disebarluaskan  supaya dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Salam Yansur.
Agung Nugraha : Siapa membantu saudaranya, akan dibantu oleh Allah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Al Qur'an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.'

HR. Muslim: 4.867 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa setiap kebaikan yang kita berikan/ lakukan, akan kembali untuk diri kita sendiri.

Dengan ijin dan Ridha Allah, membebaskan kesulitan orang lain, memberikan kemudahan urusan orang lain, menutup aib saudara, serta menolong sesama akan kembali kepada kita berupa kemudahan dan kelancaran berbagai urusan, dan  terhindar dari aib.

Dengan logika terbalik, ketika kita menghendaki kebaikan pada diri sendiri, Maka semestinya kita berbuat baik kepada orang lain.

Terlepas dari perbedaan pendapat yang  ada, mungkin hal ini sering disebut dalam bahasa keseharian sebagai "hukum karma".

Hadis ini juga menunjukkan keutamaan menuntut ilmu/taklim. Orang yang berada di masjid dan atau majelis ilmu akan mendapatkan Rahmat dan ketenangan dari sisi Allah SWT.

Allahu a'lam