عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW :
"Wahai Rasulullah, shadaqah mana yang lebih utama?" Beliau menjawab: "Kamu bershadaqah ketika kamu dalam keadaan sehat dan rakus, kamu berangan-angan jadi orang kaya dan takut menjadi faqir. Maka janganlah kamu menunda-nundanya hingga ketika nyawamu berada di tenggorakannmu (kamu baru mau bershadaqah), lalu kamu berkata untuk si fulan segini dan si fulan segini padahal harta itu telah menjadi milik si fulan".
HR. Bukhari: 2.543 @ensiklopedi hadis
Ibrah :
Shadaqah dianjurkan baik dalam keadaan luang maupun dalam keadaan sempit. Meski demikian, ada masa dimana shadaqah akan memiliki nilai optimal sebagai shadaqah terbait.
Kesempatan itu ialah ketika seseorang dalam kondisi sehat dan sedang bersemangat mencari harta kemudian dengan keikhlasan dan penuh kesadaran menyisihkan hartanya untuk bersedekah.
Untuk bershodaqah semestinya tidak perlu menunggu saat seseorang sudah tidak butuh lagi harta seperti ketika sakit atau bahkan saat telah meninggal (melalui wasiat).
Meskipun (wasiat) shadaqah setelah kematian adalah sesuatu yang dibolehkan, namun kondisi demikian tidak termasuk ibadah yang terbaik.
Allahua'lam
0 comments: