Friday, April 10, 2020

Covid-19, Bahtera Nabi Nuh, Ramadhan dan Mudik lebaran, serta Haji 2020


Dalam surat Hud ayat 25 sampai 49, Allah kisahkan betapa Dakwah Nabi Nuh yang penuh tantangan. Akhirnya Allah murka dan hendak menghancurkan umat pada waktu itu. Allah perintahkan Nabi Nuh membuat kapal, padahal tempatnya adalah di gurun pasir yang tandus, karenanya Nabi Nuh semakin dicemooh dan bahkan dianggap gila. Singkat cerita, setelah kapal jadi, Allah wahyukan kepada nabi Nuh agar mengajak umatnya naik kapal termasuk dengan membawa beraneka ragam binatang dan apapun yang perlu diselamatkan. Jangan hairaukan juga umat yang dhalim kepada Allah, menentang dakwah nabi Nuh.

Setelah semua masuk, Nabi nuh mencari istrinya ternyata tidak ada dan tidak mau diajak naik kapal karena terpengaruh omongan orang bahwa Nuh gila. Demikian juga anaknya, Kan'an, ia tidak mau menuruti perintah dan ajakan ayahnya. Ia akan tetap tinggal dan yakin pasti selamat. Ketika Nabi Nuh menyampaikan tidak akan ada yang selamat selain yang di kapal, Kan'an masih yakin dan bahkan pongah karerna ia akan memanjat pohon atau gunung tertinggi kalau memang benar-benar terjadi air bah/banjir.

Istri dan anak Nabi Nuh akhirnya tenggelam bersama umat yang tidak mau mendengar seruan dakwah dan tidak bersedia "menyelamatkan diri" dengan naik perahu yang dibuat nabi Nuh.

Kisah Nabi Nuh ini mungkin bisa kita ambil ibrah atau hikmah.

Merebaknya pandemi virus corona (Covid-19) awalnya hanya terjadi di sebuah kota kecil di Cina bernama Wuhan. Sebabnyapun sepele, yaitu kebiasaan masyarakat mengkonsumsi Ular dan Kelelawar serta binatang liar lain, sesuatu yang secara umum mesinya tidak dikonsumsi oleh manusia pada umumnya. Karena itulah lalu orang mencibir dan membuat stigma negatif terhadap perilaku warga Wuhan tersebut. 
Dan memang, semua yang terjadi di muka bumi ini adalah karena perbuatan tangan (kesalahan) kesahalan manusia. Allah berfirman dalam qs. Asy-Syura (42) : 30

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).


Tidak berhenti di Wuhan, virus Corona akhirnya menyebar keseluruh penjuru dunia hingga WHO, Organisasi Kesehatan Dunia menetapkannya sebagai pandemi. Saat itu kita masih santai dan percaya diri bahwa tidak akan sampai ke Indonesia. Kenapa? banyak alasan bisa kita sebut, dari secara geografis karena kita jauh dari Wuhan Cina, karena kita tidak mengkonsumsi ular dan kelelawar, karena kita betaqwa, karena kita dekat dengan tuhan dan berbagai alibi bisa kita buat. 
Kita lupa bahwa ketika Allah menguji manusia, semua akan diuji. Kita lupa bahwa Allah tidak bisa kita batasi. Dimana Allah memilih tempat, kemana virus itu akan menyebar, kepada siapa virus itu akan hinggap sampai terpapar, bahkan siapa saja yang akan sembuh dan atau siapa yang meninggalpun telah tertulis disisi Allah. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al Hadid (57) : 22

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah


Lalu kita masih merasa 'jumawa' sehingga tetap saja "berbondong-bondong" keluar rumah, ke Mall, ke pasar, ke restaurant, bahkan ke masjid dengan 'mengabaikan' anjuran Pemerintah untuk memakai masker, tinggal dirumah, hindari kerumuman bahkan anjuran untuk sementara tidak berjamaah di masjid, bahkan menghentikan sementara jamaah sholat jumat dan tetap melakukanberibadah dirumah. Fatwa lembaga keagamaan semacam MUI, Muhammadiyah, NU dan para ulama kita yang dapat dikatakan merepresantatsi umara dan ulama. tetap saja kita 'abaikan'. Alasannyapun logis, justru kita harus mendekat kepada Allah, dan tempat yang terbaik adalah masjid, serta alasan lain.

Baca juga : Pahala rukhshoh Sam dengan pahala amal biasanya

Bukan pesimis, tetapi apabila kita tetap 'pongah' merasa diri dekat dengan Allah. Dan memang kita harus terus mendekat kepada Allah. Tetapi Allah sendiri memerintahkan kita untuk mendahulukan menghindari mafsadat (kerusakan) daripada mengambil manfaat. Jangan sampai kita seperti Kan'an yang tidak mau mendengar. Ingatlah bahwa Allah telah berfirman dalam Qs. Al Anfal (8): 25

وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةًۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.

Oke, kalaupun kita terkena bukan karena kedhaliman yang kita lakukan, tetapi janganlah pula kita mati konyol tanpa berikhtiar menjauh dan menyeleamatkan diri dari ujian ini. 

Mari belajar kepada para nabi, rasul dan sahabat, selain Nabi Nuh yang harus membuat kapal padahal ditengah padang pasir tandus dan gersang, masih banyak ibrah lainnya. Sebutlah  Nabi Ibrahim, beliau kuat aqidahnya dan tentu orang yang takwa, tetapi ia tetap saja "menghindar" dari kekejaman raja Namrud. atau Nabi Musa bersama umatnya yang harus lari dari kejaran fir'aun meski akhirnya fir'an yang ditenggelamkan oleh Allah di sungai Nil. Demikian juga. Nabi Muhammad yang harus bersembunyi di gua Tsur hingga akhirnya sampai madinah, adalah karena menghindar dari kebrutalan kamu kafir quraiys. Abubakar yang sangat pemberanipun ternyata juga "menghindar' dari penyakit Thaun. 
Itu semua bukan karena takut mati, melainkan untuk tetap bertahan hidup dan mempertahankan akidah dan dakwah.

Lalu, siapa kita? Nabi?, bukan, Rasul?, bukan, Sahabat?, bukan, Ulama?, juga bukan. Kita hanyalah umat yang ingin selalu dekat kepada Allah. 
Yuk kita membuka diri. ikuti protokol pemerintah. Pakai masker, cuci tangan dengan sabun, tidak keluar rumah, bahkan untuk sementara waktu mencukupkan sholat jama'ah dan sholat jumat di rumah. Terakhir bahwakan pemerintah sampai mengeluarkan kebijakan tidak usah mudik dahulu.

Ayuk kita patuhi. Semua demi mempertahankan keberlangsungan kehidupan kita. Hal  itu merupakan syariat dharuriyat agar kita masih dapat terus beribadah kepada Allah dan semakin bertaqwa kepada-Nya sebagai bekal menghadap Allah dengan khusnul khatimah. 

Semoga Allah berikan kesehatan kepada kita semua, keluarga kita, tetangga kita, sanak saudara kita, bangsa kita dan segera Allah sirnakan Covid-19 ini dari seluruh belahan dunia.
Selamat tinggal covid-19, selamat datang Ramadhan 1441 H dan Labbailallahumma labaik, Aku penuhi panggilan haji-Mu ya Allah.

Kalaupun kami harus mudik tidak di bulan syawwal, tidak mengapa ya Allah. yang penting masih Engkau berikan kesempatan kepada kami untuk bersilaturahmi dan berjabat tangan erat dengan saudara dan tetangga kami dalam keadaan aman. Kabulkan pinta kami ya Allah....

Agung Nugraha
Lereng Merapi
Subuh, 11 April 2020 

Lihat versi video :

Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: