![]() |
R. Agung Nugraha, MA |
Assalamu’alaikum wr wb
Selamat malam pak agung, mohon
ijin untuk bertnya ๐๐
Bagaimana hukumnya jika ibu hamil
trimester pertama tidak melakukan puasa ramadhan ya pak? Mengingat baru
kehamilan pertama, kalau keadaan ibu sehat namun takut mempengaruhi keadaan
janin nantinya. Jika memutuskan untuk membayar fidyah itu bagaimana ya hitungan
dalam sehari? Kemudian setelah selesai melahirkan apakah harus menyahur puasa
jika sudah membayar fidyah. (LIstya, 3 April 2020)
Wa’alaikumussalam wr wb
Pertama saya ucapkan selamat atas
karunia Allah berupa kehamilan pertama mbak Listya. Semoga Ibu dan bayinya
senantiasa sehat hinggal lahir sempurna jasmani rohani. Aamiin Selanjutnya, untuk
menjawal pertnyaaan anda, perlu saya sampaikan beberapa hal berikut.
Dalil tentang meninggalkan
puasa Ramadhan dan penggantinya
Dasar kebolehan tidak puasa romadhan
adalah karena sakit, safar (bepergian) dan/atau lemah) sebagaimana surat Al-Baqarah[2]
: 184 :
ุงََّูุงู
ًุง ู
َّุนْุฏُْูุฏٰุชٍۗ َูู
َْู َูุงَู ู
ُِْููู
ْ ู
َّุฑِْูุถًุง ุงَْู ุนَٰูู ุณََูุฑٍ َูุนِุฏَّุฉٌ ู
ِّْู ุงََّูุงู
ٍ ุงُุฎَุฑَۗ َูุนََูู ุงَّูุฐَِْูู ُูุทَُِْْูููููٗ ِูุฏَْูุฉٌ ุทَุนَุงู
ُ ู
ِุณٍِْْูููۗ َูู
َْู ุชَุทََّูุนَ ุฎَْูุฑًุง ََُููู ุฎَْูุฑٌ َّููٗۗ َูุงَْู ุชَุตُْูู
ُْูุง ุฎَْูุฑٌ َُّููู
ْ ุงِْู ُْููุชُู
ْ ุชَุนَْูู
َُْูู
Artinya: (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Yang dimaksud “beberapa hari
tertentu” ialah 'shiyam' atau 'shaum' (berbilang) selama bulan Ramadan
sebagaimana yang akan segera datang.
Ulama sepakat bahwa sebab sakit
(yang masih mungkin sembuh) dan karena alasan safar (bepergian) wajib mengganti
puasa di hari lain dan tidak ada kewajiban membayar fidyah.
Yang berbeda pendapat diantara ulama
adalah tidakpuasa karena “berat”/‘payah” menjalankannnya ( ุงَّูุฐَِْูู
ُูุทَُِْْููููู ). Menurut sebagian ulama, ayat
tersebut berkenaan dengan orang tua baik laki-laki maupun wanita dan berkenaan
dengan orang sakit yang tidak kuat berpuasa karena secara umum keduanya berat/payah
apabila berpuasa.
Bagaimana dengan wanita hamil
dan/atau menyusui
Menurut sebagian ulama, ayat
tersebut awalnya khusus berkenaan dengan orang tua baik laki-laki maupun
wanita, dan berkenaan dengan orang sakit yang tidak kuat berpuasa.
Di masa permulaan Islam, mereka
diberi kesempatan memilih, apakah akan berpuasa atau membayar fidyah. Kemudian
hukum ini dihapus (mansukh) dengan ditetapkannya berpuasa dengan firman-Nya.
"Maka barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan, hendaklah ia
berpuasa."
Selanjutnya, apakah wanita hamil
atau wanita menyusui apabila tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, karena
khawatir terhadap bayinya harus membayar fidyah saja, atau membayar fidyah dan
mengqadla puasa sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan?
Terkait dengan hal tersebut Ibnu
Abbas berkata, Orang tua diberi rukhshah (keringanan) untuk berpuasa, dan
memberi makan seorang miskin setiap hari, tanpa mengqadla puasa. Namun ia
menambahkan "Kecuali wanita hamil dan yang sedang menyusui, jika
berbukanya itu disebabkan kekhawatiran terhadap bayi, maka membayar fidyah itu
tetap menjadi hak mereka tanpa nasakh." Dengan demikian, dari
pemahaman ini, wanita yang meninggalkan puasa karena khawatir terhadap bayi/kandungannya,
ia tetap menggganti puasa (lebih baik) dan (juga) membayar fidyah
sebagai tathawwu` atau kebaikan (lebih baik baginya).
Adapun wanita hamil dan wanita
menyusui, apabila mengkhawatirkan bagi dirinya dan anaknya, maka ia boleh
berbuka sebab hukumnya sama dengan orang yang sakit. Al Hasan al Bishriy pernah
ditanya tentang wanita hamil dan menyusui, apabila ia mengkhawatirkan terhadap
dirinya dan anaknya. Ia menjawab: kehamilan adalah lebih berat dari pada sakit,
maka ia boleh berbuka dan wajib mengqadla. (Ash Shabuniy, I: 209).
Para ulama berbeda pendapat
apakah wajib mengqadla beserta membayar fidyah atau mengqadla saja. Asy
Syafi’iy dan Ahmad berpendapat wajib mengqadla dan membayar fidyah, jika
mengkhawatirkan terhadap kesehatan anaknya saja. Jika mengkhawatirkan terhadap
kesehatan dirinya saja, atau terhadap kesehatan dirinya dan anaknya, maka ia
hanya wajib mengqadla saja. Sebab wanita hamil dan wanita menyusui tercakup
dalam ayat tersebut yakni:
َูุนََูู
ุงَّูุฐَِูู ُูุทَُُِููููู ِูุฏَْูุฉٌ ุทَุนَุงู
ُ ู
ِุณٍِْููู
Abu Hanifah berpendapat bahwa
wanita hamil dan wanita menyusui hukumnya sama dengan orang sakit, sebagaimana
dikatakan oleh al Hasan al Bishriy, bahwa kehamilan itu lebih parah dari pada
sakit. Maka ia wajib mengqadla saja.
Pendapat ini dipahami bahwa
wanita hamil dan/atau menyusui masih memiliki kesempatan mengqadlo pada
kesempatan lain. Adapun orang tua, tidak mungkin mampu mengqadla, maka ia
diperbolehkan berbuka dan menggantinya dengan fidyah, sebab tidak mungkin lagi
datang kemampuan untuk berpuasa pada hari-hari lainnya.
Memilih puasa atau fidyah
Perbedaaan terjadi terkait hokum meninggalkan
puasa Ramadhan bagi wanita hamil dan wanita menyusui. Pendapat pertama ia masih
memiliki kesempatan karenanya perlu mengqadla puasa, pendapat kedua
menggolongkan termasuk orang yang berudzur berat, maka baik hamil/atau menyusui
wajib membayar fidyah saja.
Seandainya wajib mengqadla dan
membayar fidyah, maka berarti menggabungkan dua pengganti; dan yang demikian
itu tidak boleh. Sebab mengqadla adalah pengganti puasa dan fidyah juga
pengganti puasa, maka tidaklah mungkin mengumpulkan keduanya, sebab yang wajib
hanyalah satu. (Al Qurthubiy, II: 269).
Apa fidyah orang hamil dan/atau
menyusui
Fidyah orang hamil dan/atau
menyusui sama dengan fisyahnya orang tua dan ornag sakit yang sudah tidak
mungkin lagi mengaqha puasa di hari lain. Bentuknya berupa memberi makan
seorang miskin. Yaitu sebanyak makanan seorang miskin setiap hari. Banyaknya
satu gantang/mud dari makanan pokok penduduk negeri. Menurut satu qiraat,
dengan mengidhafatkan 'fidyah' dengan tujuan untuk penjelasan. Ada pula yang
mengatakan tidak, bahkan tidak ditentukan takarannya.
Dari penjelasan di atas dapat di
tarik kesimpulan, bahwa wanita hamil dan/atau wanita menyusui hanya wajib
membayar fidyah saja sebagaimana orang yang tidak mampu berpuasa. Tentang
ukurannya tidak bisa dipastikan jumlahnya secara pasti.
Saya menyarankan bayarlah fidyah dengan
memberikan makan kepada fakir/miskin minimal satu kali makan sebagaimana biasa
kita makan, baik jumlah maupun kepantasannya seperti sayur dan lauknya. Syukur dapat
memberikan makan untuk satu hari. Sedang bila ingin mengambil keutamaan, kalau kita
biasa makan tiga kali maka baik juga kita memberi makan tiga kali sehari. Sekali
lagi ini keutamaan.
Kesimpulan
Kesimpulan
Fidyah dapat diberikan setiap
hari bersamaan kita tidak puasa dan dapat juga dibayarkan beberapa hari
sekaligus, misalnya satu bulan tidak berpuasa, sebanyak itu juga dibayarkan
sekali juga diperbolehkan.
Semoga ibu dan bayinya senantiasa
diberikan kesehatan, lahir dalam keadaan sehat, sempurna dan dari pembayaran
fidyah tersebut dapat mengambil hikmah kebiasaan berbagi/bersedekah.
Wallahu a’lam.
0 comments: