Thursday, October 25, 2018

Sekali Lagi tentang Khusyuk yang Perlu Kita Upayakan


Mungkin kita telah menyadari betapa pentingnya khusyuk bagi kontrol dan kendali diri. Namun dalam praktiknya khyusuk itu tidaklah mudah untuk kita dapatkan. Khusyuk membutuhkan komitmen dan konsistensi kuat, diikuti dengan  upaya dan langkah-langkah strategis agar mental khusyuk itu bisa tertanam dengan baik. 

Menurut al-Qur’an, diantara prasyarat menjadi orang yang bermental khusyuk “(yaitu) orang yang menduga keras bahwa mereka akan menemui Tuhan mereka dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 46).

“Menduga keras” merupakan salah satu cara aktivasi keimanan agar fungsional dalam pengendalian diri. Kembali kepada Allah adalah kepastian, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memastikan akan bertemu dengan-Nya dalam keadaan diterima dan disambut dengan jamuan yang membahagiakan, kecuali orang-orang yang mendapatkan ridla-Nya.

Sementara itu, ridla Allah hanya akan diberikan kepada orang-orang yang ridla pula dalam menerima dan menjalankan semua beban dan ujian yang diberikan kepadanya. Baban dan ujian itu dapat diterima dan dijalani dengan ringan apabila diselimuti harapan yang besar dan menduga keras akan adanya kepastian menerima ganjaran dari Allah SWT. Salam Yansur.
[06:26, 10/26/2018] Yayan Suryana: Walaupun Niat Menolong tetapi Hati-Hati Jangan sampai Menolong untuk Membenarkan yang Salah dengan  menyalahi Hukum dan Peraturan

Tidak ada manusia yang sempurna. Pada suatu saat kita  akan menghadapi masalah yang penyelesaiannya membutuhkan bantuan orang lain. Oleh sebab itu, agama sangat menganjurkan hidup saling tolong menolong, dan tolong menolong yang dianjurkan hanyalah  dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. (QS. Al-Maidah : 2).

Tolong menolong terjadi  ketika menghadapi masalah yang bisa diselesaikan melalui hubungan sosial biasa. Namun, jika masalahnya sudah berat, harus melibatkan pihak-pihak  yang memiliki kekuasaan  namanya  bukan lagi  tolong-menolong, tetapi disebut syafa’at. Sebab harapan mendapatkan pertolongan itu tidak bisa diperoleh kecuali dari pemilik kekuasaan yang  mampu memberi rasa takut, segan atau bisa memberikan imbalan.

Karena itu,  istilah syafa’at identik dengan kehidupan di akhirat  yang tidak akan ada lagi saling tolong menolong. Betapapun terhormatnya dan diseganinya seseorang saat berada di dunia, di akhirat tidak lagi bisa ditolong ataupun menolong karena pertolongan hanya datang dari Allah SWT.

Di dunia pun kata syafa’at sering juga digunakan untuk mengungkapkan perasaan senang yang tak terhingga  karena mendapatkan pertolongan yang tidak disangka sehingga dirinya bisa terselamatkan dari permasalahan besar yang bisa menyusahkan atupun menghinakan. Syafa’at di dunia biasanya digunakan dalam memberi pertolongan untuk membenarkan yang salah dengan menyalahi hukum dan peraturan.

Namun hati-hatilah dengan hal demikian, karena perbuatan yang melawan hukum semacam itulah yang diancam tidak akan mendapatkan pertolongan (syafa’at) dari pemilik  syafa’at yang sesungguhnya di akhirat kelak. “Dan jagalah diri kamu dari satu hari (di mana) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun, dan tidak juga diterima syafa’at dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong”. (QS. Al-Baqarah : 48) Salam Yansur.
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: