Monday, September 30, 2019

Investasi akhirat

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَهْبِ بْنِ عَطِيَّةَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا مَرْزُوقُ بْنُ أَبِي الْهُذَيْلِ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَغَرُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wahb bin 'Athiyyah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Marzuq bin Abu Hudzail berkata, telah menceritakan kepadaku Az Zuhri berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Al Aghar dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 
"Sesungguhnya kebaikan yang akan mengiringi seorang mukmin setelah ia meninggal adalah ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan dan Al Qur`an yang ia wariskan, atau masjid yang ia bangun, atau rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, atau sungai yang ia alirkan (untuk orang lain), atau sedekah yang ia keluarkan dari harta miliknya dimasa sehat dan masa hidupnya, semuanya akan mengiringinya setelah meninggal." 

HR. Ibnu Majah: 238 @ensiklopedi hadis. Derajat Hasan.

Lihat :rumah tahfidz Darul Muttaqien

Ibrah:
Hadis ini derajatnya Hasan. Menerangkan tentang beberapa amal yang pahalanya akan terus mengalir meski seseorang telah meninggal dunia.
Amal tersebut antara lain ;
1. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat, baik terkait dengan Aqidah, ibadah maupun muamalah, dan ilmu tersebut terus disebarkan dan dikembangan serta diamalkan karena kemanfaatannya kepada manusia.
2. Anak Sholih yang senantiasa berbuat baik dan mendoakan kedua orang tuanya.
3. Belajar dan kemudian mengajarkan Al Qur'an. Termasuk dalam hal ini wakaf mushaf Al Qur'an.
4. Membangun masjid, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang lain (menyumbang pembangunan masjid).
5. Menyediakan tempat untuk Ibnu Sabil berupa pesantren, rumah tahfidz termasuk TPA, madrasah/sekolah dimana ditempat tersebut menjadi pusat kegiatan tafaqquh fid-diin (mendalami agama).
6. Mengalirkan air untuk keperluan minum bagi orang yang membutuhkan, termasuk didalamnya wakaf sumur.
7. Infaq/Sedekah pada umumnya.

_Allahu a'lam_

Thursday, September 26, 2019

Amaliah ringan yang menguntungkan

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالصَّلَاةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami Habban bin Hilal telah menceritakan kepada kami Aban telah menceritakan kepada kami Yahya bahwa Zaid telah menceritakan kepadanya, bahwa Abu Sallam telah menceritakan kepadanya dari Abu Malik al-Asy'ari dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Bersuci adalah setengah dari iman, alhamdulillah memenuhi timbangan, subhanallah dan alhamdulillah keduanya memenuhi, atau memenuhi ruang antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah petunjuk, kesabaran adalah sinar, dan al-Qur'an adalah hujjah bagimu atau bumerang bagimu. Setiap manusia berangkat di pagi hari, maka ada yang menjual dirinya sehingga membebaskannya atau membinasakannya."

HR. Muslim: 328

Ibrah :
Keutamaan mendawamkan wudhu agar selalu dalam keadaan suci, membiasakan lafal subhanallah dan alhamdulillah, menjaga shalat, serta sabar.

Hal tersebut mampu memenuhi timbangan (kebaikan) yang akan menjadi bekal pada hari akhir.

_Allahu a'lam_
Musibah sebagai penghapus dosa

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَلْحَلَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin 'Amru telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad dari Muhammad bin 'Amru bin Halhalah dari 'Atha` bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri dan dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya."

HR. Bukhari: 5210

Ibrah :
Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Kondisi, situasi yang menurut kita tidak menyenangkan seringkali langsung kita sikapi sebagai 'kemarahan' Allah, lalu kita menyalahkan Allah. Padahal bisa jadi penyakit, keletihan, kekhawatiran, kesedihan, kesusahan yang kita alami itu sebetulnya adalah bentuk cinta Allah kepada kita.

Teruslah muhasabah dan berpikir positif terhadap setiap kejadian. Barangkali itulah cara Allah menghapus dosa atau kesalahan kita.

Disinilah kita dituntut syukur dan sabar, atau sabar dan syukur.

_Allahu a'lam_

Monday, September 23, 2019

Implementasi berislam


حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya bin Sa'id Al Qurasyi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami bapakku berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah dari Abu Burdah dari Abu Musa berkata: 'Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama?", Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya".

HR. Bukhari: 10@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Islam sebagaimana namanya adalah (menebar) keselamatan. Namun ada beberapa karakter orang dalam mengejawantahkan keislamannya.

Seorang muslim yang utama adalah ketika lisan dan tangannya mampu memberikan kesejukan, bukan justru menjadikan orang lain merasa terganggu dengan Lisan dan tangan tersebut. Lisan yang baik ialah lisan yang terjaga dari mengumpat, mencaci, menggunjing, dan lainnya. Sementara tangan yang menyelematkan dapat bermakna sangat luas seperti tidak memukul, membunuh termasuk tidak mengurangi atau mengambil hak orang lain. Termasuk didalamnya tidak korupsi. Karena korupsi berakibat pada kesengsaraan masyarakat.

_Allahu a'lam_




Monday, September 16, 2019

Bertanyalah kepada hatimu
Gambaran hati yang bersih

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ الزُّبَيْرِ أَبِي عَبْدِ السَّلَامِ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مِكْرَزٍ عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ قَالَ
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ لَا أَدَعَ شَيْئًا مِنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ إِلَّا سَأَلْتُهُ عَنْهُ وَإِذَا عِنْدَهُ جَمْعٌ فَذَهَبْتُ أَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَالُوا إِلَيْكَ يَا وَابِصَةُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْكَ يَا وَابِصَةُ فَقُلْتُ أَنَا وَابِصَةُ دَعُونِي أَدْنُو مِنْهُ فَإِنَّهُ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ أَنْ أَدْنُوَ مِنْهُ فَقَالَ لِي ادْنُ يَا وَابِصَةُ ادْنُ يَا وَابِصَةُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ حَتَّى مَسَّتْ رُكْبَتِي رُكْبَتَهُ فَقَالَ يَا وَابِصَةُ أُخْبِرُكَ مَا جِئْتَ تَسْأَلُنِي عَنْهُ أَوْ تَسْأَلُنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخْبِرْنِي قَالَ جِئْتَ تَسْأَلُنِي عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ قُلْتُ نَعَمْ فَجَمَعَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهَا فِي صَدْرِي وَيَقُولُ يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ قَالَ سُفْيَانُ وَأَفْتَوْكَ

Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Zubair Abu Abdus Salam dari Ayyub bin Abdullah bin Mikraz dari Wabishah bin Ma'bad ia berkata, "Saya datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan saya ingin agar tidak ada sesuatu baik berupa kebaikan atau keburukan kecuali aku telah menanyakannya pada beliau. Saat itu di sisi beliau terdapat sekelompok sahabat, maka saya pun melangkahi mereka hingga mereka berkata, "Wahai Wabishah, menjauhlah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, menjauhlah wahai Wabishah!" Saya berkata, "Saya adalah Wabishah, biarkan aku mendekat padanya, karena ia adalah orang yang paling aku cintai untuk berdekatan dengannya." Maka beliau pun bersabda: "Mendekatlah wahai Wabishah, mendekatlah wahai Wabishah." Saya mendekat ke arahnya sehingga lututku menyentuh lutut beliau, kemudian beliau bersabda: "Wahai Wabishah, aku akan memberitahukan (jawaban) kepadamu sesuatu yang menjadikanmu datang kemari." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah padaku." Maka beliau pun bersabda: "Kamu datang untuk bertanya mengenai kebaikan dan keburukan (dosa)." Saya berkata, "Benar." Beliau lalu menyatukan ketiga jarinya dan menepukkannya ke dadaku seraya bersabda: "Wahai Wabishah, mintalah petunjuk dari jiwamu. Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menentramkan hati dan jiwa. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun manusia membenarkanmu." Sufyan menyebutkan, "Dan manusia memberimu fatwa (membenarkan)." (HR. Ahmad: 17315)

https://www.keluargamuttaqien.com/2019/02/laporan-donasi-masjid-darul-muttaqien.html?m=1

Ibrah :
Hati yang bersih, sering kita menyebutnya sebagai hati nurani, merupakan petunjuk kebenaran. Apabila ada kebimbingan dalam diri kita, maka tanyakan kepada hati nurani.

Hati nurani akan mampu memberikan petunjuk /bimbingan ketika hati kita asah dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.


Sunday, September 15, 2019

Taubat membersihkan hati


حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ وَالْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ
{ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dan Walid bin Muslim keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ajlan dari Al Qa'qa' bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka akan ada titik hitam di dalam hatinya, jika ia bertaubat, meninggalkannya serta meminta ampun maka hatinya akan kembali putih, namun jika ia menambah (dosanya) maka akan bertambah (titik hitam), maka itulah penutup (hati) yang di sebutkan dalam firman Allah dalam kitab-Nya; "Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS Al Muthafifin; 14).

HR. Ibnu Majah: 4.234 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menjelaskan ayat 11 Surat Al Muthafifin; perbuatan dosa atau maksiat akan menutupi hati sebagaimana kaca tertutup oleh debu. Apabila terus-menerus maka akan semakin tertutup dan sulit dihilangkan. Sebaliknya ketika berbuat dosa kemudian bertobat, maka noda debu itu akan hilang dan hati menjadi bersih.

_Allahu a'lam_

Friday, September 13, 2019

Pilih-pilihlah teman bergaul

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala` telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya."

HR. Bukhari: 5.108 ensiklopedi hadis

Ibrah :
Teman atau lingkungan pergaulan sangat berpengaruh terhadap seseorang. Temannyang baik akan banyak mempengaruhi kita pada kebaikan. Sebaliknya, lingkungan yang tidak baik berpotensi menjadikan kita terpengaruh hal-hal yang tidak baik.

Karenanya, pilih-pilihlah teman dan atau lingkungan pergaulan yang dapat mendukung dan memberikan aura positif bagi kita.

_Allahu a'lam_


Wednesday, September 11, 2019

Agung Nugraha : Menyikapi kehidupan


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Artinya : Wahai orang -orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah memberikan batas antara seseorang dengan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Qs. Al Anfal : 24)


Setiap yang diperintahkan maupun yang dilarang oleh Allah, pasti mengandung hikmah dan bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia secara keseluruhan. Seperti kewajiban shalat, meskipun perintah tersebut bersifat pribadi, setidaknya dari sisi lahiriyah hanya merupakan interaksi antara pribadi dengan tuhannya, tetapi apabila dicermati akan tampak hikmah yang terkandung dalam perintah sholat tersebut ternyata ditujukan menghasilkan implikasi sosial diluar sholat yang terangkum pada keselamatan orang lain dari perbuatan buruk orang yang melakukan shalat.
Demikian juga dengan kehidupan ini. Seorang mukmin yang menggunakan intuisi keimanannya, maka ia akan selalu berfikir bahwa kehidupan ini tidaklah berhenti di dunia, tetapi juga akan berakhir dengan kehidupan akhirat yang lebih penting dan lebih panjang jangkauan waktunya. Karena di akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.

Pepatah Arab mengatakan :
الكيس من دان تفسه وعمل لما بعد الموت
"Orang yang bijaksana ialah orang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan mengutamakan amal untuk kehidupan setelah ia mati."

Demikian pentingnya kebijaksanaan dan pemahaman terhadap hakekat kehidupan ini akan menjadikan hidup manusia tidak sia-sia, bahkan mampu memberikan kemanfaatan yang lebih banyak bagi orang lain. Namun, idealitas makna kehidupan tersebut ternyata tidak sejalan bahkan terkadang berbanding terbalik dengan realitas kehidupan masyarakat. Hal ini dapat ditinjau dari kecenderungan-kecenderungan manusia, yang secara garis besar terbagi kedalam dua kecenderungan.
Dalam tinjauan psikologi, ahli psikoanalisis menyimpulkan bahwa pada dasarnya manusia terbagi kedalam dua macam kecenderungan : yaitu homo celebrolis dan homo abdominalis. Kedua tipologi inilah yang mewarnai kehidupan di dunia ini.
Celebro berarti akal dan/atau hati nurani. Homo celebrolis ialah kecenderungan manusia yang menganut paham, bahwa ukuran keberhasilan hidupnya ialah apabila ia mampu memberi manfaat bagi orang lain dan lingkungannya. Orang dalam katagori ini bersemboyan agar dirinya dapat bermanfaat, bahkan berperan, dalam kehidupan masyarakat. Hati mereka baru merasa puas dan tenteram apabila dirinya berguna bagi masyarakat. Kecenderungan kedua, ialah homo abdominalis. Abdominal berarti perut. Kelompok ini menjadikan kepemilikan/kekayaan sebagai ukuran keberhasilan pribadi. Dengan demikian tipe ini berpedoman bahwa parameter kesuksesan ialah apabila ia secara lahiriyah memiliki harta yang banyak, kedudukan yang tinggi maupun status social lain yang bersifat assesories, seperti kepemilikan rumah, mobil, maupun harta benda lainnya. Dalam batas tertentu, keinginan untuk memiliki harta, pangkat, jabatan dan kedudukan adalah sifat dasar manusia, namun demikian apabila kecenderungan tersebut telah menjadi ukuran keberhasilannya, maka akan sangat berbahaya dan merugikan banyak pihak. Hal ini terjadi karena kecenderungan tersebut telah mengalahkan akal dan hati nuraninya sehingga akhirnya cenderung menghalalkan segala macam cara dan melupakan norma-norma sosial, bahkan agama.
Saat ini, tampaknya sifat dan kecenderungan manusia yang suka terhadap kemegahan dan kemewahan duniawi seraya melupakan norma-norma susila dan agama merupakan fenomena yang lebih menonjol dibanding keinginan seseorang untuk berguna dan memberi manfaat kepada sesama. Lihatlah betapa banyak orang yang dalam kehidupannya hanya memburu kemulyaan yang diukur dengan pemenuhan kebutuhan perut dan gemerlap kemewahan duniawi. Hal ini sesuai dengan prediksi Nabi Muhammad 15 abad yang lalu, yang menyatakan :

سياء ت على الناس زمان همتهم بطونهم و شرافهم متاعهم و قبلتهم نساءهم و دينهم دراهيمهم

“Akan datang suatu masa, dimana perhatian utamanya ialah urusan perut, kemulyaan diukur dengan kepemilikan harta, perhatian (qiblat) mereka adalah wanita dan uang menjadi agamanya.” (HR. Ad-Dailamy & Thabraniy)


Dari hadits ini dapat diketahui bahwa kecenderungan manusia yang lebih mementingkan kemewahan duniawi telah menjadi fenomena umum dan melalaikan norma-norman susila dan agama. Maraknya korupsi, perampokan, pencurian, pelacuran dan fenomena social lainnya adalah bukti kebenaran hadits tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa hakekat pembinaan kehidupan beragama sampai saat ini belum berhasil, kalau tidak boleh dikatakan gagal. Agama hanya merupakan formalitas dan ritual, dan belum menjadi akhlaq manusia. Ajaran agama hanya dilaksanakan terbatas pada masjid dan ruang-ruang terbatas lainnya, dan tidak merasuk kedalam sanubari pemeluknya sehingga mampu mewarnai kehidupan mereka.
Ketika ditanya oleh seseorang tentang ajaran Islam yang paling berat dan paling ringan, Rasulullah menjawab :

الينه اشهد ان لا اله الا الله و ان محمدا عبده و رسوله و اشده يا اخا العالية الامانة انه لا دين لمن لا امانة له و لا صلاة ولا زكاة له

“Sebagian ajaran Islam yang ringan adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan persaksian bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Adapun ajaran yang berat ialah menjada dan menunaikan amanah. Sesungguhnya tidak  disebut beragama orang yang tidak amanah, tidak sholat dan tidak zakat.” (HR. Al Bazzar)

Menjaga kepercayaan (amanah) mempunyai cakupan yang sangat luas, mulai dari lingkup terkecil didalam keluarga, pekerjaan, jabatan, dan masyarakat sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Integritas moral terhadap pengemban kepercayaan inilah yang sekarang masih kronis melanda masyarakat dan bangsa kita. Pejabat dan pemegang amanah tidak lagi menjadikan jabatan yang dipercayakan kepadanya sebagai sebuah tanggungjawab yang harus ditunaikan melainkan lebih menganggap jabatan, pangkat dan kedudukan yang diperoleh adalah hasil kerja keras dan usahanya sendiri, sehingga ia menganggap semua adalah miliknya sendiri. Dari sinilah awal kurupsi dan berbagai penyimpangan terjadi. Dalam sebuah khutbahnya, Abu Bakar Ash-shiddiq menyinggung kecenderungan buruk manusia, khususnya para pejabat :

اتخد الفيء دولا و الامانة مغنما و اللزكاة مغرما
harta Negara menjadi rebutan, kepercayaan/amanah rakyat/Negara dilupakan dan tidak terurus dan enggan membayar zakat karena merasa kehilangan” ( Atsar Riwayat At-Tirmidzi)

Demikianlah, betapa kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri, mengejar kesuksesan diri dengan mengesampingkan atau bahkan menyikut orang lain telah menjadi kecenderungan umum bangsa ini, oleh karena itulah sudah saatnya kita melakukan introspeksi dan mawas diri untuk menjadi seorang yang mampu memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan mengikis dan mengendalikan kecenderungan kenikmataan sesaat yang lebih bersifat assesories duniawi.
Marilah kita kembali kepada Hadits Nabi yang sangat masyhur ;

خير الناس انفعهم للناس
“Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”.

Apabila kita cermati hadits ini, maka sebetulnya dalam kehidupan ini akan terjadi harmoni dan keselarasan dalam masyarakat sehingga akan terwujud masyarakat yang tenang dan tenteram lahir dan bathin, tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan adanya pihak-pihak yang dirugikan. Apabila kita mampu menyikapi kehidupan ini dengan baik, maka kebahagiaan dunia akhirat pasti akan dapat kita raih. Semoga…

Monday, September 9, 2019

Tuntunan dan doa shalat hajat atau shalat istikharah

حَدَّثَنَا مُطَرِّفُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَبُو مُصْعَبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَالسُّورَةِ مِنْ الْقُرْآنِ إِذَا هَمَّ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

Telah menceritakan kepada kami Mutharif bin Abdullah Abu Mush'ab telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abu Al Mawal dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengajarkan istikharah kepada kami untuk setiap perkara, sebagaimana mengajarkan surat dari Al Qur'an. (Sabdanya): "Jika salah seorang dari kalian menginginkan sesuatu maka hendaknya ia ruku' (mengerjakan shalat) dua raka'at lalu ia mengucapkan: ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI 'ILMIKA WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA WA AS'ALUKA MIN FADLIKAL ADZIMI FAINNAKA TAQDIRU WALA AQDIRU WA TA'LAMU WALA A'LAMU WA ANTA A'LAMUL GHUYUB, ALLAHUMMA FAIN KUNTA TA'LAMU HADZAL AMRA (maka ia menyebutkan hajat yang ia inginkan) KHAIRAN LII FII DIENIE WA MA'AASYII WA 'AQIBATI AMRI -atau berkata; FII 'AAJILI AMRII WA AAJILIHI- FAQDURHU LI WA IN KUNTA TA'LAMU ANNA HAADZAL AMRA SYARRAN LI FI DIINII WA MA'AASYII WA 'AAQIBATI AMRII -atau berkata; FII 'AAJILI AMRII WA AAJILIHI- FASHRIFHU 'ANNI WASHRIFNI 'ANHU WAQDURLIIL KHAIRA HAITSU KAANA TSUMMA RADDLINI BIHI. (Ya Allah saya memohon pilihan kepada Engkau dengan ilmu-Mu, saya memohon penetapan dengan kekuasaan-Mu dan saya memohon karunia-Mu yang besar, karena Engkaulah yang berkuasa sedangkan saya tidak berkuasa, Engkaulah yang Maha mengetahui sedangkan saya tidak mengetahui apa-apa, dan Engkau Maha mengetahui dengan segala yang ghaib. Ya Allah jikalau Engkau mengetahui urusanku ini (ia sebutkan hajatnya) adalah baik untukku dalam agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku -atau berkata; baik di dunia atau di akhirat- maka takdirkanlah untukku serta mudahkanlah bagiku dan berilah berkah kepadaku, sebaliknya jikalau Engkau mengetahui bahwa urusanku ini (ia menyebutkan hajatnya) buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku, -atau berkata; baik di dunia ataupun di akhirat- maka jauhkanlah aku daripadanya, serta takdirkanlah untukku yang baik baik saja, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.) " Lalu ia menyebutkan hajatnya.

HR. Bukhari: 5.903@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menjadi landasan pelaksanaan sholat hajat dan atau sholat istikharah.

Pelaksanaannya dua rakaat, dan tidak diterangkan waktu khusus.

Allahu a'lam

Sunday, September 8, 2019

Anjuran puasa Asyura meski sudah terlanjur makan


حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَاتِمٌ يَعْنِي ابْنَ إِسْمَعِيلَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَأَمَرَهُ أَنْ يُؤَذِّنَ فِي النَّاسِ مَنْ كَانَ لَمْ يَصُمْ فَلْيَصُمْ وَمَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ صِيَامَهُ إِلَى اللَّيْلِ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Yazid bin Abu Ubaid dari Salamah bin Al Akwa' radhiyallahu 'anhu, bahwa ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seorang laki-laki suku Aslam pada hari 'Asyura`dan memerintahkan padanya untuk mengumumkan kepada orang banyak;
"Siapa yang belum puasa di hari ini, hendaklah ia berpuasa. Dan siapa yang telah terlanjur makan, hendaklah ia juga menyempurnakan puasanya sampai malam tiba." 

HR. Muslim: 1918@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menjelaskan keutamaan puasa Asyura, sampai sampai orang yang belum niat berpuasa atau bahkan sudah terlanjur makan pada hari Asyura tersebut disarankan untuk berpuasa. 

_Allahu a'lam_
Puasa Tasu'a dan puasa Asyura

و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا غَطَفَانَ بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُا
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dan Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Hulwani telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Umayyah bahwa ia mendengar Abu Ghathafan bin Tharif Al Murri berkata, saya mendengar Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat.

HR. Muslim: 1 916 @ensiklopedi hadis

Ibrah :
Hadis ini menjadi dalil keutamaan puasa Asyura (tanggal 10 Muharrom).

Keutamaan puasa Asyura ialah (doa Rasulullah) dihapuskan dosa satu tahun yang telah lalu.

Disamping itu, juga menjadi dalil puasa Tasu'a (tanggal 9 Muharram) meski Rasulullah belum sempat melaksanakannya.

_Allahu a'lam_

Friday, September 6, 2019

Tahun baru 1441 H: Belajar dari kekalahan perang Uhud
Bukit Uhud


اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗۗ وَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ

Artinya :
_Jika kamu mendapat luka, maka mereka pun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim._ (QS. Ali Imran [3] : 140)

Ibrah :
Qarh atau qurh, artinya ialah penderitaan disebabkan luka dan sebagainya. 

Ayat ini merupakan petunjuk Allah sekaligus motivasi dari Allah kepada kaum muslimin yang merasa bersedih hati karena terluka dan mengalami kekalahan pada perang Uhud. Allah memberikan pemahaman bahwa kaum kafir Quraisy juga pernah mengalami luka dan kekalahan pada perang badar. Dengan ini diharapkan kaum muslimin tidak berlarut dalam kesedihan bahkan putus asa.

Kemenangan kaum kafir pada perang Uhud bukan berarti Allah cinta kepada mereka.

Yang mesti dilakukan adalah mengambil hikmah dan memetik pelajaran positif bahwa kejadian tersebut akan semakin mengokohkan keimanan. Kalaupun ada yang meninggal, itu merupakan cara Allah memberikan  kesempatan dan menjadi sebab seseorang syahid mempertahankan tauhid dan dakwah.

Allah jadikan waktu dan kejadian tersebut untuk melihat apa yang akan dilakukan kemudian. Apakah tetap beriman dan mempertahankan aqidah ? atau sebaliknya, menyerah kalah dan tidak mengambil hikmah sedikitpun.

Dalam perspektif pergantian tahun 1441 H,  kalaupun tahun lalu kita merasa mendapatkan berbagai "kekalahan" dan kondisi yang tidak menyenangkan, ambil hikmahnya, dan pancangkan niat untuk dapat survive bahkan lebih baik dimasa yang akan datang.

_Allahu a'lam_


Syariat puasa Dawud, puasa Senin Kamis, puasa putih, puasa tasu'a, puasa Asyura, Puasa Arofah,


و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ جَمِيعًا عَنْ حَمَّادٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ
رَجُلٌ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَيْفَ تَصُومُ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَأَى عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ غَضَبَهُ قَالَ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ غَضَبِ اللَّهِ وَغَضَبِ رَسُولِهِ فَجَعَلَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُرَدِّدُ هَذَا الْكَلَامَ حَتَّى سَكَنَ غَضَبُهُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الدَّهْرَ كُلَّهُ قَالَ لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ أَوْ قَالَ لَمْ يَصُمْ وَلَمْ يُفْطِرْ قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمَيْنِ وَيُفْطِرُ يَوْمًا قَالَ وَيُطِيقُ ذَلِكَ أَحَدٌ قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا قَالَ ذَاكَ صَوْمُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمَيْنِ قَالَ وَدِدْتُ أَنِّي طُوِّقْتُ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi dan Qutaibah bin Sa'id semuanya dari Hammad - Yahya berkata- telah mengabarkan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ghailan dari Abdullah bin Ma'bad Az Zimani dari Abu Qatadah bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya, "Bagaimanakah Anda berpuasa?" Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam marah. Dan ketika Umar menyaksikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam marah, ia berkata, "Kami rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul. Kami berlindung kepada Allah, dari murka Allah dan Rasul-Nya." Umar mengulang ucapan tersebut hingga kemarahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam reda. Kemudian ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang berpuasa sepanjang tahun?" Beliau menjawab: "Dia tidak berpuasa dan tidak juga berbuka." -atau beliau katakan dengan redaksi 'Selamanya ia tak dianggap berpuasa dan tidak pula dianggap berbuka-- Umar bertanya lagi, "Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari?" beliau menjawab: "Itu adalah puasa Dawud 'Alaihis Salam." Umar bertanya lagi, "Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka dua hari?" beliau menjawab: "Aku senang, jika diberi kekuatan untuk itu." kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Puasa tiga hari setiap bulan, puasa dari Ramadhan ke Ramadhan sama dengan puasa setahun penuh. Sedangkan puasa pada hari Arafah, aku memohon pula kepada Allah, agar puasa itu bisa menghapus dosa setahun penuh sebelumnya dan setahun sesudahnya. Adapun puasa pada hari 'Asyura`, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya."

HR. Muslim: 1976@ensiklopedi hadis

Ibrah :
Larangan puasa terus menerus dalam satu tahun.

Sunnahnya puasa Dawud, puasa Senin Kamis, puasa Ayyamul bidh, puasa arofah, puasa Asyura.

Masing-masing puasa tersebut ada Fadhilah/keutamaan.


Thursday, September 5, 2019

Ikuti Kajian Psikologi Islam: Merawat Cinta dalam keluarga

Islam mengatur segala sendi kehidupan, termasuk dalam berkeluarga. Melalui firman-Nya dalam Al Qur'an dan Sunnah Rosulullah, Islam  memberikan landasan etis, sosiologis, dan psikologis tentang bagaimana idealnya sebuah keluarga itu dibangun.

Cinta yang merupakan benih ikatan hubungan seorang pria dan wanita pada awalnya terasa begitu misterius. Acapkali kita tak pernah tahu dengan siapa kita akan bertemu dan berpasangan. Karena itulah, Al Qur'an menyebut cinta sebagai salah satu tanda kekuasan Allah. Dan ketika hubungan itu telah dideklarasikan dalam ikatan mahligai rumah tangga, maka cinta itu perlu dirawat agar membuahkan kebahagiaan bagi keduanya.

Sayangnya tak setiap pasangan piawai menjaga cintanya. Emosi itu mudah luruh seiring masalah yang datang silih berganti. Alhasil, suasana keluarga yang semula hangat menjadi beku dan setiap pasangan hanya menjalankan perannya secara mekanistik. 

Saya yakin bukan keluarga yang seperti ini yang Anda dambakan. Anda ingin keluarga Anda tetap menjadi sumber kebahagiaan otentik yang selalu memberikan energi baru bagi setiap anggotanya.

Acara ini GRATIS dan didedikasikan untuk MUSLIM/MUSLIMAH YANG SIAP BERUMAHTANGGA maupun YANG SUDAH BERUMAHTANGGA. 

Ajaklah pasangan, sahabat, atau kenalan Anda. Jangan lupa BAWALAH INFAQ TERBAIK agar acara ini terus bergulir dan semakin banyak orang yang merasakan manfaatnya

SALAM PERUBAHAN !

#MasjidLatifahalJabbar
#Yayasandarulmuttaqienmedari
#MQFM

Wednesday, September 4, 2019

Bagaimana hukum selamatan 3, 7, 40 hingga 1000 hari kematian


Tanya :
Ustadz, di keluarga suami saya masih berjalan kegiatan 3 hari, 7 hari, 40 hari, satu tahun sampai 1.000 hari. Bagaimana seharusnya sikap saya dan sikap suami saya? Serta bagaimana hukumnya?

Jawab :
Ibu, dalam masyarakat umum, kegiatan 3 hari, 7 hari, 40 hari, satu tahun, dua tahun, hingga 1.000 hari adalah aktifitas yang dikaitkan dengan kematian seseorang. Sering disebut dengan istilah “selametan”. Biasanya, kegiatan tersebut berupa baca membaca surat yasin, doa/dzikir bersama, dan tentu saja disertai sedekah berupa hidangan makanan bagi yang datang. Bahkan terkadang ditambah dengan ‘berkat’ untuk dibawa pulang dan/atau amplop sebagai bentuk terimakasih karena sudah mendoakan si mayit.

Berkenaan dengan hal tersebut, berikut saya sampaikan bagaimana Islam memberikan bimbingan terkait kematian seseorang. Ada beberapa dalil, baik berupa perintah ataupun larangan terkait kematian.

1. Memandikan dan mengkafani jenazah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
بَيْنَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ أَوْ قَالَ فَأَقْعَصَتْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ أَوْ قَالَ ثَوْبَيْهِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُلَبِّي

Dari Ibnu ‘Abbas ra., iba berkata : “ada seorang laki-laki ketika sedang wukuf bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di 'Arafah terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga ia terinjak" atau dia Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Hingga orang itu mati seketika". Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Mandikanlah dia dengan air dan (air) yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain, Atau kata Beliau: dengan dua helai pakaian (ihram) nya dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena dia nanti Allah akan membangkitkannya pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah". (HR. Bukhari: 1717)

2. Mensholatkan dan menguburkan

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ


Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam: "Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyolatkannya maka baginya pahala satu qirath, dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menguburkannya maka baginya pahala dua qirath". Ditanyakan kepada Beliau; "Apa yang dimaksud dengan dua qirath?" Beliau menjawab: "Seperti dua gunung yang besar". (HR. Bukhari: 1240)

3. Membuatkan makanan untuk keluarga mayit/yang sedang berduka.
Bagi tetangga orang yang meninggal dunia disunnahkan untuk memberikan makanan kepada keluarga mayit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan untuk berbuat baik pada keluarga Ja’far,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ

Dari Abdullah bin Ja'far, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Buatkan makanan untuk keluarga Ja'far, sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka." (HR. Abu Daud: 2.725)

4. Larangan Niyahah
Niyahah adalah meratapi mayit, menangis dengan suara keras dan atau menampar pipi/menyakiti diri sendiri dalam rangka meratapi kepergian mayit atau meratap karena di antara kemewahan dunia yang ia miliki lenyap. 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: A"empat perkara jahiliyah yang masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya: Membatidakan kedudukan, mencela nasab (garis keturunan), meminta hujan dengan bintang-bintang, dan niyahah (meratapi mayit)." Dan beliau bersabda: "Orang yang meratapi mayit, jika ia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai baju panjang yang berwarna hitam dan memakai tameng dari pedang yang sudah karatan." (HR. Muslim: 1550)

Sebagian ulama mempersamakan kegiatan 3, 7, 40, 100, setahun hingga 1.000 hari masuk dalam katagori niyahah. Pendapat tersebut diantaranya didasarkan pada riwayat dari Jarir bin ‘Abdillah Al Bajaliy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كُنَّا نَعُدُّ الاِجْتِمَاعَ إِلَى أهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ
“Kami menganggap berkumpul di kediaman si mayit dan makanan yang dibuat (oleh keluarga mayit) setelah penguburannya merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” 

5. Ta’ziyah dibatasi tiga hari
Disunnahkan bagi seorang muslim berta’ziyah kepada saudara muslim lain yang sedang terkena musibah. Ta’ziyah yang dianjurkan ialah memberi semangat kepada keluarga yang sedang berkabung karena ditinggal oleh anggota keluarga untuk bersabar menerima taqdir Allah, dan mendo’akan agar dengan kesabarannya tersebut keluarga mendapatkan rahmat dan pahala Allah. 
Secara umum, masa berkabung cukup tiga hari kecuali berkabungnya istri ketika ditinggal mati suami. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491). 

dalam kitabnya Al Umm, Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
وَأَكْرَهُ النِّيَاحَةِ عَلَى الْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَأَنْ تَنْدَبَهُ النَّائِحَةُ عَلَى الْاِنْفِرَادِ لَكِنْ يُعْزَى بِمَا أَمَرَ اللّٰهُ عَزَّوَجَلَّ مِنَ الصَّبْرِ وَالْاِسْتِرْجَاعِ وَأَكْرَهَ الْمَأْتَمِ وَهِىَ الْجَمَاعَةِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمّ بُكَاءٍ فَإِنَّ ذٰلِكَ يُجَدِّدُ الْحَزَنْ
“Aku tidak suka niyahah (peratapan) pada mayit setelah kematiannya, begitu juga aku tidak suka jika bersedih tersebut dilakukan seorang diri. Seharusnya yang dilakukan adalah seperti yang Allah Ta’ala perintahkan yaitu dengan bersabar dan mengucapkan istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi rooji’un). Aku pun tidak suka dengan acara ma’tam yaitu berkumpul di kediaman si mayit walau di sana tidak ada tangisan. Karena berkumpul seperti ini pun hanya membuat keluarga mayit mengungkit kesedihan yang menimpa mereka. ” (Al Umm, 1: 318).

Kesimpulan
Tidak ada dalil khusus baik didalam Al-Qur’an maupun hadis yang dapat dijadikan hujjah atas kegiatan shodaqoh, dzikir/doa, bacaan suarat/ayat al Qur’an dikaitkan dengan 3, 7, 40, 100, hingga 1.000 hari kematian seseorang sebagaimana yang ibu tanyakan. 

Amaliyah shodaqah memang sangat dianjurkan. Dalil yang paling kuat terkait perintah shodaqah ialah 1) bershodaqah dalam keadaan lapang ataupun sempit, 2) shodaqah diwaktu pagi. Demikian juga doa/dzikir, kita dituntunkan untuk 1) memperbanyak berdoa/berdzikir kepada Allah, terlebih diwaktu pagi dan petang. Kita juga diperintahkan membaca Al qur’an setiap hari. Namun, tidak ada dalil khusus yang memerintahkan shodaqah, doa/dzikir, baca al Qur’an pada waktu-waktu tersebut.

Dengan demikian, kegiatan tersebut bukan merupakan syari’at, melainkan adat/budaya yang hidup di masyarakat dan tidak boleh dihukumi sebagai kewajiban yang harus dilakukan atas kematian seseorang. Apalagi hingga meyakini bahwa meninggalkannya berdosa (atau bahkan diyakini bisa kualat, misalnya). Terhadap hal demikian, sudah sepatutnya kita menjaga diri. 

Allahu a’lam

Sunday, September 1, 2019

Hukum badal umroh

Tanya :
Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh.
Ustadz, ada yang bertanya ke saya terkait badal Umroh.
Sebelum kapundhut, Ibunya berniat Umroh, tetapi berencana dana tersebut digunakan untuk pergi umroh salah seorang putranya yang belum pernah ke Tanah suci.
Bagaimana pendapat Ustadz.

Jika bisa, apakah yang membadalkan mesti sudah haji.
Maturnuwun, jazakumulloh khoiron katsiro

Jawab :
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Sejauh yang saya ketahui, tidak ada dalil khusus terkait badal umroh.

Yang ada adalah badal haji.

Pertama, hadis yang bersumber dari Ibnu 'Abbas tentang seorang wanita dari suku Juhainah yang datang menghadap Rasulullah SAW sebagai berikut :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

Artinya :
Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ada seorang wanita dari suku Juhainah datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata:
"Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji namun dia belum sempat menunaikannya hingga meninggal dunia, apakah boleh aku menghajikannya?". Beliau menjawab: "Tunaikanlah haji untuknya. Bagaimana pendapatmnu jika ibumu mempunyai hutang, apakah kamu wajib membayarkannya?. Bayarlah hutang kepada Allah karena (hutang) kepada Allah lebih patut untuk dibayar".  (HR. Bukhari: 1.720)

Kedua, hadis dari Ibnu 'Abbas tentang badal haji atas nama  syubrumah.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Artinya :
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang mengucapkan; LABBAIKA 'AN SYUBRUMAH (ya Allah, aku memenuhi seruanmu untuk Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud: 1.546)

Dua hadis diatas merupakan dalil  spesifik terkait badal haji. Bahwa niat atau nadzar kebaikan dan ketaatan kepada Allah, dalam hal ini hajji, semestinya ditunaikan oleh ahli waris.

Sedang dalil yang khusus membicarakan badal umroh, sejauh ini belum kami temukan.

Karenanya, ulama juga membawa hukum badal haji ini kepada hukum badal umroh melalui metode _qiyas_, dengan beberapa kekhususan diantara para imam madzhab.

Menurut ulama Syafi’iyah, qiyas ialah,

حَمْلُ غَيْرُ مَعْلُوْمٌ عَلَى مَعْلُوْمٍ فِىْ إِثْبَاتِ الْحُكْمِ لَهُمَا أَوْ نَفْيِهِ عَنْهُمَا بِأَمْرٍ جَامِعٍ بَيْنَهُمَا مِنْ حُكْمٍ أَوْ صِفَةٍ

“Membawa (hukum) yang belum diketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, disebabkan sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat.

Berangkat dari itu, saya berpendapat bolehnya badal umroh. Namun kebolehan tersebut berlaku bagi orang yang telah haji /umroh untuk dirinya sendiri.

Dalam kasus ini, anak tersebut bisa membadalkan umroh setelah dia umroh dan haji terlebih dahulu.

Prakteknya, pada musim haji, ketika dia ada porsi berangkat haji,  dia berangkat untuk umroh dan atau haji (bisa tamattu' atau qiran) untuk dirinya sendiri.

Setelah selesai rangkaian haji tersebut. Baru dia mengambil miqot/ihrom untuk umroh bagi ibunya. (Sebelum pulang di musim haji tersebut).

Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa (sebaiknya) pulang dulu, baru tahun berikutnya/waktu lain  membadalkan umroh. Ini didasarkan pada keumuman riwayat bahwa nabi hanya satu kali umroh dalam satu perjalanan.

_Allalu a'lam_