Tanya :
Assalamu'alaikum warohmatullohi wa barokatuh.
Ustadz, ada yang bertanya ke saya terkait badal Umroh.
Sebelum kapundhut, Ibunya berniat Umroh, tetapi berencana dana tersebut digunakan untuk pergi umroh salah seorang putranya yang belum pernah ke Tanah suci.
Bagaimana pendapat Ustadz.
Jika bisa, apakah yang membadalkan mesti sudah haji.
Maturnuwun, jazakumulloh khoiron katsiro
Jawab :
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Sejauh yang saya ketahui, tidak ada dalil khusus terkait badal umroh.
Yang ada adalah badal haji.
Pertama, hadis yang bersumber dari Ibnu 'Abbas tentang seorang wanita dari suku Juhainah yang datang menghadap Rasulullah SAW sebagai berikut :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Artinya :
Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ada seorang wanita dari suku Juhainah datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata:
"Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk menunaikan haji namun dia belum sempat menunaikannya hingga meninggal dunia, apakah boleh aku menghajikannya?". Beliau menjawab: "Tunaikanlah haji untuknya. Bagaimana pendapatmnu jika ibumu mempunyai hutang, apakah kamu wajib membayarkannya?. Bayarlah hutang kepada Allah karena (hutang) kepada Allah lebih patut untuk dibayar". (HR. Bukhari: 1.720)
Kedua, hadis dari Ibnu 'Abbas tentang badal haji atas nama syubrumah.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ
Artinya :
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang mengucapkan; LABBAIKA 'AN SYUBRUMAH (ya Allah, aku memenuhi seruanmu untuk Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud: 1.546)
Dua hadis diatas merupakan dalil spesifik terkait badal haji. Bahwa niat atau nadzar kebaikan dan ketaatan kepada Allah, dalam hal ini hajji, semestinya ditunaikan oleh ahli waris.
Sedang dalil yang khusus membicarakan badal umroh, sejauh ini belum kami temukan.
Karenanya, ulama juga membawa hukum badal haji ini kepada hukum badal umroh melalui metode _qiyas_, dengan beberapa kekhususan diantara para imam madzhab.
Menurut ulama Syafi’iyah, qiyas ialah,
حَمْلُ غَيْرُ مَعْلُوْمٌ عَلَى مَعْلُوْمٍ فِىْ إِثْبَاتِ الْحُكْمِ لَهُمَا أَوْ نَفْيِهِ عَنْهُمَا بِأَمْرٍ جَامِعٍ بَيْنَهُمَا مِنْ حُكْمٍ أَوْ صِفَةٍ
“Membawa (hukum) yang belum diketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya, disebabkan sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat.
Berangkat dari itu, saya berpendapat bolehnya badal umroh. Namun kebolehan tersebut berlaku bagi orang yang telah haji /umroh untuk dirinya sendiri.
Dalam kasus ini, anak tersebut bisa membadalkan umroh setelah dia umroh dan haji terlebih dahulu.
Prakteknya, pada musim haji, ketika dia ada porsi berangkat haji, dia berangkat untuk umroh dan atau haji (bisa tamattu' atau qiran) untuk dirinya sendiri.
Setelah selesai rangkaian haji tersebut. Baru dia mengambil miqot/ihrom untuk umroh bagi ibunya. (Sebelum pulang di musim haji tersebut).
Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa (sebaiknya) pulang dulu, baru tahun berikutnya/waktu lain membadalkan umroh. Ini didasarkan pada keumuman riwayat bahwa nabi hanya satu kali umroh dalam satu perjalanan.
_Allalu a'lam_
0 comments: