
I. Masalah waris adalah salah satu syariat Islam yang telah diatur
secara rinci didalam Islam. Berikut ini kajian singkat terkait hukum waris.
Dasar-dasar hukum waris
Al-Baqarah [2] : 180-182
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ
اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًاۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ
وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَۗ
“Diwajibkan
atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan
harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik,
(sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa”. (Qs.
Al-Baqarah[2] : 180)
فَمَنْۢ
بَدَّلَهٗ بَعْدَ
مَا سَمِعَهٗ فَاِنَّمَآ
اِثْمُهٗ عَلَى
الَّذِيْنَ يُبَدِّلُوْنَهٗۗ اِنَّ
اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۗ
“Barang
siapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya
hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui”. (Al-Baqarah[2] : 181)
فَمَنْ خَافَ مِنْ مُّوْصٍ جَنَفًا اَوْ اِثْمًا فَاَصْلَحَ
بَيْنَهُمْ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Tetapi
barang siapa khawatir bahwa pemberi wasiat (berlaku) berat sebelah atau berbuat
salah, lalu dia mendamaikan antara mereka, maka dia tidak berdosa. Sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (Al-Baqarah[2] : 182)
Qs.
An-Nisa [4] :7 - 14
لِلرِّجَالِ
نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ
مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَۗ
نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
“Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya,
dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-Nisa'[4]
: 7)
وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ اُولُوا الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى
وَالْمَسٰكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِّنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
“Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. (An-Nisa'[4] : 8)
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً
ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا
سَدِيْدًا
“Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (An-Nisa'[4]
: 9)
اِنَّ
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ
بُطُوْنِهِمْ نَارًاۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا
“Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)”. (An-Nisa'[4] : 10)
يُوْصِيْكُمُ
اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۚ فَاِنْ
كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۚ وَاِنْ كَانَتْ
وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا
السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ
مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ اٰبَاۤؤُكُمْ
وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًاۗ فَرِيْضَةً
مِّنَ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Allah
mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari
dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia
(anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia
(yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (An-Nisa'[4]
: 11)
وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ
لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ
لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ
مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَاِنْ
كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا
اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى
بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ
عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ
“Dan
bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu)
itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah
dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi)
wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang
meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu)
atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah
(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan
tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha
Mengetahui, Maha Penyantun’. (An-Nisa'[4] : 12)
تِلْكَ
حُدُوْدُ اللّٰهِۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ
فِيْهَاۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
“Itulah
batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, Dia
akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung”. (An-Nisa'[4]
: 13)
وَمَنْ
يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ
“Dan
barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar batas-batas
hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di
dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan”. (An-Nisa'[4]
: 14)
II.
PENGERTIAN
1.
Hukum kewarisan adalah
hokum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
masing-masing.
2.
Pewaris adalah orang yang
pada saat meninggal atau dinyatakan meninggal berdasar putusan pengadian,
beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
3.
Ahli waris adalah orang
yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam dan tidak berhalangan karena hokum untuk menjadi ahli waris.
4.
Harta peninggalan adalah
harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk
keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah
(tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
5.
Wasiat adalah pemberian
suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain atau
lembaga setelah pewaris meninggal dunia.
6.
Hibah adalah pemberian
suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain atau
lembaga yang hasih hidup untuk dimiliki.
7.
Anak angkat adalah anak
yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan
sebagainya beralih tanggungjawabnya dari dari orang tua asal kepada orang tua
angkat berdasarkan putusan pengadilan.
8.
Harta Warisan adalah harta
pewaris dikurang biaya-biaya, pembayaran hutang, hibah/wasiat untuk kemudian
dibagi kepada ahli waris.
9.
Baitul Maal adalah Balai
Harta Keagamaan.
1.
Bagi ahli waris yang belum
dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya
diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usul anggota keluarga. (pasal 184)
2.
Ahli waris yang meninggal
lebih dahulu dari pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya,
kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173 KHI. B. Bagian ahli waris
pengganti tidak boleh melebihi bagian dari ahli waris yang sederajat dengan
yang diganti (pasal 185)
3.
Bagi pewaris yang beristri
lebih dari seorang, maka masing-masing istri berhak mendapat bagian atas
gono-gini dari rumahtangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian
pewaris adalah menjadi hak pasa ahli waris. (Pasal 190 KHI)
4.
Bila pewaris tidak
meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada
tidak adanya, maka harta tersebut atas putusan pengadilan agama diserahkan
penguasaannya kepada baitul mal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan
umum. (Pasal 191 KHI)
Contoh lembar konsultasi waris untuk memetakan siapa saja ahli waris yang berhak dan yang tidak berhak mendapatkan waris :
0 comments: