Saturday, July 12, 2025

Matahari, Bulan dan Ibadah umat Islam


Penciptaan Matahari dan Bulan 

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui. (Yunus : 5) 

Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai dalil dan waktu shalat terkait matahari:

1. Al-Quran:

اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا

"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."  Surat Al-Isra ayat 78:

Ayat ini secara umum menunjukkan waktu-waktu shalat yang dimulai dari tergelincirnya matahari (waktu zuhur) hingga gelap malam (waktu isya) dan shalat subuh. 

Firman Allah :

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيْلِ ۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ

"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam." 

Ayat ini juga mengisyaratkan waktu-waktu shalat, termasuk waktu pagi (subuh), petang (zuhur dan asar), dan permulaan malam (maghrib dan isya). Surat Hud ayat 114:

2. Hadits:

حديث أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: هذا جبريل عليه السلام جاءكم يعلمكم دينكم، فصلى الصبح حين طلع الفجر، وصلى الظهر حين زاغت الشمس، ثم صلى العصر حين رأى الظل مثله، ثم صلى المغرب حين غربت الشمس وحل فطر الصائم، ثم صلى العشاء حين ذهب شفق الليل، ثم جاءه الغد فصلى به الصبح حين أسفر قليلا، ثم صلى به الظهر حين كان الظل مثله، ثم صلى العصر حين كان الظل مثليه، ثم صلى المغرب بوقت واحد حين غربت الشمس وحل فطر الصائم، ثم صلى العشاء حين ذهب ساعة من الليل، ثم قال: الصلاة ما بين صلاتك أمس وصلاتك اليوم. رواه النسائي.

Hadis lainnya

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – وَقْتُ اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَطِ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ

اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa waktu shalat zuhur dimulai ketika matahari tergelincir dan berakhir saat bayangan suatu benda sama panjangnya dengan benda tersebut. 

Waktu shalat asar dimulai setelah waktu zuhur berakhir hingga matahari menguning. 

Waktu shalat maghrib dimulai saat matahari terbenam hingga hilangnya mega merah. 

Waktu shalat isya dimulai saat mega merah hilang hingga pertengahan malam. 

Waktu shalat subuh dimulai saat terbitnya fajar hingga terbitnya matahari. 


عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – وَقْتُ اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَطِ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

3. Larangan Shalat:

Ada lima waktu terlarang untuk shalat. Hal ini perlu dipahami supaya kita tidak melakukan shalat di sembarang waktu.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah shalat Shubuh sampai matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah shalat ‘Ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Bukhari, no. 586 dan Muslim, no. 827)

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Ada tiga waktu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat atau untuk menguburkan orang yang mati di antara kami yaitu: (1) ketika matahari terbit (menyembur) sampai meninggi, (2) ketika matahari di atas kepala hingga tergelincir ke barat, (3) ketika matahari  akan tenggelam hingga tenggelam sempurna.”  (HR. Muslim, no. 831)

Terdapat beberapa waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalat, terutama saat matahari terbit hingga meninggi dan saat matahari terbenam hingga tenggelam sempurna.

Larangan ini bertujuan untuk menghindari menyerupai penyembah matahari dan juga untuk menjaga keutamaan waktu-waktu shalat lainnya.

Ibadah berdasar bulan 

- puasa Ramadhan

- puasa Asyura

- kapan wukuf

- puasa ayamul bidh

Sebagaimana adan larangan sholat, juga terdapat larangan puasa, seperti larangan puasa di hari  Idul Fitri, Idul Adha dan hati tasyiq. 

Semua tidak lagi dilakukan secara langsung dengan mengamati matahari dan atau bulan, tetapi dapat diketahui melalui perhitungan sebagaimana perintah Allah dalam surat Yunus : 5.

Friday, July 11, 2025

Coach H. D. Iriyanto : Kerja sebagai panggilan jiwa


Orang bekerja bisa dibagi menjadi *3 level.* 

~ Paling bawah, bekerja dalam rangka _melaksanakan tugas._

~ Yang tengah, bekerja dalam rangka _membangun karir._ 

~ Paling atas, bekerja dalam rangka _panggilan jiwa._ 


Bekerja sebagai *panggilan jiwa* memiliki ciri-ciri berikut ini :

1. Merasa *bahagia* ketika bekerja

2. Terpanggil untuk *melayani sesama*

3. *Tidak mudah menyerah* ketika menghadapi tantangan dan kesulitan

4. Merasa *damai* dan *penuh makna*

5. Menularkan *energi positif* kepada orang-orang di sekelilingnya


Dengan kelima ciri di atas, bekerja tidak lagi jadi beban. Melainkan menjadi bagian dari *ibadah seorang hamba kepada Sang Khaliq.* Dilakukan dengan _sepenuh hati, istiqomah dalam kebaikan,_ serta _didedikasikan untuk mengabdi kepada Allah SWT, Tuhan YME._


Bagaimana dengan kondisi Anda saat ini? 

*Semoga sudah berada pada level ini.* 


Salam Metamorfosa, Salam Perubahan

_*Coach HD. IRIYANTO, CPC, CHt*_

Saturday, June 21, 2025

Pergantian tahun, muhasabah : Menghitung waktu, amal dan dosa




Pergantian waktu dari detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu, minggu ke bulan, bulan ke tahun merupakan sunnatullah. Hal itu terjadi karena diciptakannya Matahari dan bulan sebagaimana firman Allah dalam surat yunus : 5 

 هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (5)


Dengan peredaran masing masing pada manzilah/orbit (garis edar) yang bersifat konstan, maka dapat dilakukan perhitungan sehingga kita mendapati hitungan hari, bulan dan tahun. 


Terkait bulan dan tahun, dalam surat At taubah  36 Allah berfirman :

 إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36)

Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa satu tahun kalender terdiri dari 12 bulan. Dan nama nama bulan itu bukan nama baru, melainkan nama nama bulan yang sudah ada dan biasanya dikaitkan dengan kondisi, cuaca maupun aktifitas masyarakat. 


Dalam kalender Hijriyah, 12 bulan tersebut adalah :

1. Muharram; karena diharamkan berperang. 

2. Shofar; tempat yang kosong (karena ditinggal bepergian/perang) 

3. Rabiulawal; orang berdiam diri, tidak keluar rumah. 

4. Rabiul akhir

5. Jumadil ula; air mengering/mengeras.

6. Jumadil Tsani

7. Rajab; diagungkan= ta'dhim

8. Sya'ban; berpecah/berpisahnya qobilahm

9. Ramadhan; panas/menyengat

10. Syawwal; menggerakkan (ekor) untuk mulai berjalan, meningkat

11. Dzulqo'dah; duduk, diam, tidak pergi berperang. 

12. Dzulhijjah; orang berhaji. 


Allah dan Rasulullah menyatakan bahwa dari 12 bulan tersebut ada 4 bulan harom (mulia) yaitu : Dzulqo'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. sebagaimana sabda nabi Muhammad : 


 عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : { إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا ، منها أربعة حرم : ثلاث متواليات : ذو القعدة ، وذو الحجة ، والمحرم ; ورجب } . وفي رواية : { ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان } .

Larangan mendzolimi diri sendiri dan berperang pada dasarnya berlaku disepanjang tahun, namun pada 4 bulan harom tersebut dosanya lebih besar dibanding ketika di bulan yang lain. 


Memahami At taubah ayat 36 ini terdapat dua pendapat, pertama bahwa larangan perangkat masih berlaku, tetapi pendapat kedua menyatakan bahwa dengan ayat ini larangan perang itu telah dimansukh, setidaknya ketika diserang/dimusuhi, maka harus "dibalas ". Dari sini Islam sebetulnya bersifat defensif, bukan ofensif sebagaimana dituduhkan para pembenci Islam. 


Dengan matahari dan bulan, umat islam dapat menetapkan waktu waktu ibadah. Sholat didasarkan pada peredaran matahari, sedangkan, puasa dan haji didasarkan pada peredaran bulan.

Meskipun pergantian waktu merupakan sunnatullah yang selalu terjadi, bagi kita umat yang beriman mesti memaknai pergantian tersebut dengan melakukan muhasabah, introspeksi dan mawas diri. 

Ini penting agar kita tidak menjadi pribadi yang rugi karena tidak mampu mengisi hari dengan ketaatan. Allah berfirman Al Hasyr ayat 18 :


يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلۡتَـنۡظُرۡ نَـفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ​ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ‏ 



حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَيَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ وَتَقَارَبَا فِي اللَّفْظِ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ الْبَلْدَةَ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ فَلَا تَرْجِعُنَّ بَعْدِي كُفَّارًا أَوْ ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُونُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ ثُمَّ قَالَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالَ ابْنُ حَبِيبٍ فِي رِوَايَتِهِ وَرَجَبُ مُضَرَ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي

Friday, June 6, 2025

Masjid Darul Muttaqien Purwomartani : Kurban, bahagia berbagi kebahagiaan


Hari ini, jumat 6 Juni 2025, bertepatan tanggal 10 Dzulhijjah 1446 Hasjid Darul Muttaqien Purwomartani laksanakan proses penyembelihan kurban. 

Kurban dilaksanakan langsung setelah melaksanakan sholat id di halaman kalurahan Purwomartani. 

Takmir masjid Darul Muttaqien Purwomartani (Al Rubaian) bersama panitia kurban dan relawan "mengeksekusi" penyembelihan kurban sebanyak 6 ekor sapi dan 6 ekor kambing dari 48 shohibul kurban. 

Total 6 sapi yang disembelih menghasilkan 820 Kg daging dibagikan kepada 430 penerima manfaat yang terdiri dari jamaah, warga sekitar dan panti asuhan. 

Dari kegiatan tersebut terwujud kebersamaan dan keakraban jama'ah dalam satu kalimat pendek "bahagia berbagi kebahagiaan." (ran)


Wednesday, June 4, 2025

Khutbah Idul Adha 1446 H : Kurban dan Ketahanan Keluarga I Raden Agung Nugraha

 


KURBAN DAN KETAHANAN KELUARGA

Oleh : H.R. Agung Nugraha, S.Ag., M.A.

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ قَال اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ  اَمَّا بَعْدُ  فَيَاعِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Allahu Akbar 2x, …. wa lillahi al-hamd

Hari ini, seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia merayakan hari raya idul adha, mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil diikuti kegiatan penyembelihan hewan kurban. Sementara para jamaah haji melaksanakan rangkain wajib haji, yaitu melontar Jumroh Aqobah.

Kaum Muslimin, yang dimulyakan Allah.,

Dalam Surat At-Taubah (9): 36, dijelaskan bahwa diantara 12 bulan perhitungan tahun hijriyah, ada empat bulan hurum (mulia), yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram.

Pada bulan Dzulhijjah, ada beberapa ibadah utama, yaitu rangkaian ibadah haji, memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil, pelaksanaan puasa ‘Arofah, Sholad Idul Adha, dan penyembelihan qurban. Satu dengan  lainnya saling terkait. Meski demikian tidak berarti saling menegasikan. Artinya, jamaah haji (bahkan) tidak melaksanakan puasa arofah dan sholat Id, orang yang tidak berkurban tetap sah  puasa ‘arofahnya, tidak sholat id bukan berarti kurbannya tidak diterima.

Rangkaian ibadah tersebut tentu mempunyai makna dan hakikat yang sepatutnya dijadikan rujukan dan pedoman bagi setiap umat Islam dalam menapaki kehidupan sehari-hari..

Hakikat Takbir, Tahmid dan Tahlil

Diantara ibadah yang dituntunkan adalah memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil sejak tanggal 9 sampai 13 Dzulhijjah.

Kalimat takbir, Allahu Akbar, yang dikumandangkan adalah pernyataan, ikrar dan pengakuan hamba bahwa Allah adalah dzat yang maha besar dan maha kuasa. Ikrar ini juga mengandung pengakuan bahwa kekuasaan yang kita emban sesungguhnya adalah milik Allah. Allahlah pemilik kekuasaan sesunguhnya, Allah yang memberi jabatan dan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki, dan mencabut kekuasaan tersebut dari siapa saja yang dikehendaki. (Ali Imron : 26)

Setelah menetapkan tauhid kepada Allah, kalimat tahlil, la ilaha illa Allah, yang kita ucapkan adalah pernyataan bahwa tidak ada dzat yang berhak disembah dan diibadahi selain Allah. Hanya kepada Allah kita menyembah, berserah diri dan meminta pertolongan.

Adapun kalimat tahmid, wa lillaahi al-hamd, merupakan pernyataan tulus dari hati yang paling dalam bahwa semua nikmat yang telah kita terima, baik berupa harta, kesejahteraan dan kebahagian keluarga serta seluruh kenikmatan hidup ini semua berasal dari Allah. Oleh karenanya, kita kita senantiasa bersyukur seraya memuji Allah setiap pagi maupun petang (bukratan wa ashilan).

Takbir, tahlil dan tahmid yang kita kumandangkan tidak lain adalah ungkapan taqwa yang terhunjam dalam hati kita. Allah SWT berfirman : “Demikianlah, barangsiapa mengagungkan nama Allah, sesungguhnya itu adalah ekspresi dari ketaqwaan hati”. (QS Al Hajj (22): 32).

Meneladani Keluarga dan Kepemimpinan Ibrahim

Nabi Ibrahim merupakan bapak seluruh nabi dan pemimpin bagi seluruh manusia. Pada diri dan keluarganya, terdapat pelajaran berharga yang sepatutnya menjadi perhatian kita.

Allah berfirman :“ Dan Ingatlah, ketika Ibrahim diuji tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Allah berfirman : Sesungguhnya aku menjadikan engka sebagai pemimpin bagi seluruh manusia. Dia berkata : dan (juga) dari anak cucuku?”, Allah berfirman : (benar, tetapi) janjiku tidak berlaku bagi orang-orang zalim’ (Al Baqarah (2) : 124).

Apabila kita menyimak sejarah nabi Ibrahim, akan kita dapati pelajaran berharga yang dapat kita petik, serta beberapa hikmah yang dapat kita ambil dan dapat kita jadikan sebagai panduan kita menjalani kehidupan, baik dalam perspektif pribadi, keluarga maupun dalam aspek kepemimpinan.

Diantara pelajaran dan hikmah tersebut  antara lain :

1.      Tauhid yang kokoh.

Dalam surat al An’am (6) : 74-77 tergambar bahwa perjuangan  mencari kebenaran sudah dimulai sejak ibrahim muda. Ia hidup dari lingkungan yang tidak bertauhid. Ayah Ibrahim, Azar merupakan pembuat patung sekaligus penyembah berhala. Akal dan naluri ibrahim menolak, kemudian bimbang, hingga akhirnya  meyakini bahwa  aktifitas menyembah berhala merupakan tindakan yang tidak benar. Dan keyakinan bahwa menyembah berhala adalah kesesatan ia sampaikan kepada ayahnya, Azar.

Pencarian tuhan terus berjalan, hingga ketika ibrahim menemukan bintang dianggap sebagai tuhan, bintang berganti bulan, bulan berganti matahari. Semuanya datang dan pergi dan tidak mampu meyakinkan Ibrahim hingga akhirnya ‘putus asa”, lalu akhirnya berdoa : Sesungguhnya jika tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Akhirnya Ibrahim mendapatkan keimanan yang kokoh. .

Begitulah gambaran proses pencarian tuhan hingga ibrahim mendapatkan keyakinan yang benar dan kokoh terhunjam dalam hatinya.

2.      Sabar

Nabi Ibrahim adalah contoh pribadi yang sabar. Kesabaran Ibrahim mempertahankan aqidah mendapatkan berbagai penentangan. Tentangan tersebut terus berlanjut hingga menghadapi Raja Namrut yang membakar Ibrahim. Kesabaran Ibrahim dilandasi keimanan yang kuat dan kepasrahan total kepada Allah   menghadirkan pertolongan dari Allah. Api yang semestinya membakar Ibrahim menyelisihi hukum alam. Dengan kuasa Allah, api terasa dingin bagi Ibrahim, dan dia selamat dari keganasan siksa Namrut. (QS Al Anbiya (21) : 69).

3.      Visioner dan tidak egois

Ketika Allah menyampakain akan menjadikan Ibrahim sebagai pemimpin atas seluruh manusia, Nabi Ibrahim tidak egois. Beliau berfikir visioner. Ia meminta kepada Allah agar bukan hanya dirinya, namun keluarga dan umatnya juga menjadi pemimpin. Permohonan itu diijabah oleh Allah, sehingga nabi-nabi setelahnya adalah anak keturunan yang mempunyai silsilah sanad sampai kepada nabi Ibrahim. (Al Baqarah (2) : 124)

4.      Demokratis

Nabi Ibrahim merupakan sosok ideal dan merupakan pemimpin yang demokratis. Mimpi berupa perintah menyembelih Ismail yang beberapa kali dialaminya mengokohkan keyakinannya bahwa hal itu adalah  perintah Allah. Keyakinan akan perintah Allah tidak “membutakan” dirinya dan tidak serta-merta menjadi otoriter. Ibrahim tidak tiba-tiba menyembelih anaknya, melainkan “mendiskusikan” mimpinya dan meminta pendapat Ismail. Ia mendengar pendapat. Dan karena Ismail adalah anak sholeh, maka jawaban Ismail semakin membenarkan dan menguatkan keyakikan ayahnya dan siap melaksanakan hingga akhirnya diganti dengan sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat (37) : 102)

5.      Keluarga yang taat kepada Allah

Kisah terkait kokohnya keimanan keluarga Ibrahim sangat tergambar dari peristiwa kesediaan Ismail ketika hendak disembelih berdasarkan mimpi (ru’yan shadiqan) sang ayah, Ibrahim. Dengan penuh keyakinan bahwa itu adalah perintah Allah, Ismail menyediakan diri (pasrah kepada Allah) sehingga berkata, “wahai ayahku, lakukan (perintah Allah tersebut), maka engkau akan mendapatiku termasuk golongan orang yang bersabar”. (As-Shaffat (37) : 102). Ketataan dan kepasrahan Ibrahim, Hajar dan Ismail ini merupakan gambaran keluarga ideal, dimana ayah, ibu dan anak semuanya adalah pribadi yang baik, bertakwa kepada Allah. Dalam keterangan lain, peristiwa godaan syetan terhadap Ibrahim, ibu Hajar dan Ismail tersebut diabadikan pada kegiatan lempar jumroh (ula, wustha dan ‘aqabah) dalam rangkain ibadah haji.

6.      Syukur

Dalam surat Ibrahim (14): 7, Allah berfirman “Dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingari (nikmat-Ku), maka azab-KU sangat pedih’

Ayat ini menunjukkan juga bahwa kepasrahan dan rasa syukur akan berbuah manis. Totalitas kepasrahan Ibrahim dan Ismail berbuah ganti berupa seekor domba gemuk. Disembelih dan menjadi syariat kurban hingga saat ini.

 

Dari beberapa uraian diatas, kita semestinya mampu mengambil I’tibar bahwa Kurban tidak sekedar “rutinitas pesta daging” tetapi ada   keteguhan dan taudhid yang kokoh, kesabaran yang paripurna, visi yang jauh melampaui zaman, keluarga keluarga yang demokratis dan taat beribadah serta selalu bersyukur Sekali lagi, Keluarga Ibrahim merupakan contoh ideal bagi kita dalam membentuk keluarga yang tangguh.

 

Mari kita akhiri dengan berdoa, memohon kepada Allah semoga diberi kekuatan lahir batin mewujudkan keluarga sakinah dengan senantiasa meneladani keluaarga Nabi Ibrahim.


 اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ  اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا   اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ   رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


Friday, April 18, 2025

Tidak putus asa terhadap rahmat Allah


Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali mengkisahkan. Saat Nabi bersemangat cerita tentang hari kiamat bahwa ada hisab yang sangat detail dan jlimet sehingga tidak akan ada manusia yang lepas. Si badui interupsi. “ Ya Rasulullah, siapa yang menghisab ?”

Lengkap hadisnya sebagai berikut:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ يُحَاسِبُ الْخَلْقَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُ، فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ: بِنَفْسِهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِنَفْسِهِ، فَضَحِكَ الْأَعْرَابِيُّ وَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِمَ الِابْتِسَامُ يَا أَعْرَابِيُّ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْكَرِيمَ إِذَا قَدَرَ عَفَا، وَإِذَا حَاسَبَ سَامَحَ! قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقُهَ الْأَعْرَابِيُّ.


Seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata:

"Wahai Rasulullah, siapa yang akan menghisab makhluk pada hari kiamat?"

Rasulullah ﷺ menjawab:

"Allah."

Orang Arab Badui itu bertanya lagi:

"Sendiri?"

Nabi ﷺ menjawab:

"Sendiri."

Maka orang Arab Badui itu tertawa dan berkata:

"Ya Allah, segala puji bagi-Mu."

Lalu Nabi ﷺ bersabda:

"Mengapa engkau tersenyum, wahai Arab Badui?"

Orang Arab Badui itu menjawab:

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah yang  mulia jika berkuasa pasti memaafkan, dan jika menghisab, pasti memberi kelonggaran!"

Nabi ﷺ bersabda:

"Orang Arab Badui ini benar-benar cerdas."

Pada riwayat lain si badui itu gembira seraya berkata. “ kita selamat “. Lalu Nabi saw bertanya, mengapa kamu bisa begitu yakin. Si badui enteng saja menjawab "Sesungguhnya Allah yang mulia, jika berkuasa, pasti memaafkan.".

Di mata badui, urusan dengan Allah itu gampang. Dan memang begitu faktanya. Allah itu Maha Pengampun. Rahmatnya lebih luas daripada murkanya.  Kasih sayangnya mengalahkan marahnya. Sebagaimana sabda Nabi berikut:

صحيح البخارى - (ج 11 / ص 333)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لَمَّا قَضَى اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِى كِتَابِهِ ، فَهْوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِى غَلَبَتْ غَضَبِى»


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: "Ketika Allah selesai menciptakan makhluk, Dia menulis dalam kitab-Nya — dan kitab itu berada di sisi-Nya di atas Arsy  'Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.'" (HR. al-Bukhari)

Hari ini Allah itu kasih sayangnya tak terbilang maka di akherat juga demikian adanya. Rahmat Allah lebih luas dari segalanya. Di dunia maupun di akherat.

Fakta kasih sayang Allah di alam itu sangat banyak. Harun Yahya berhasil merekam macam-macam kelakuan binatang yang sangat unik  dan menakjubkan. Orang ateis akan mengatakan, “ ya memang begitu alam semesta”. Tetapi orang beriman  berujar “ Rabbana ma khalaqta hazda batila (wahai Tuhan sungguh Engkau tidak menciptakan semua ini sia-sia”.

Orang badui yang hidup di padang pasir dengan mudah merasakan rahmat Allah. Di alam yang begitu keras dan ganas Allah ciptakan oase di tengahnya. Sehingga manusia, hewan dan tumbuhan tetap bisa bertahan hidup. Mereka merasa tidak berdaya menghadapi kerasnya alam, tetapi tetap yakin atas rahmat Allah sehingga tetap gembira dalam hidupnya.

Logika orang badui sederhana. Jika Allah sekarang rahmatnya banyak. Kasih sayangnya kepada makhluk tak terbilang. Maka di akherat juga tidak berubah. Alur pikir seperti itu cocok dengan sabda Nabi saw, bahwa semua orang beriman nanti masuk surga. Seberapapun kecilnya iman si hamba, Allah akan memasukkannya ke surga.

 Adapaun neraka itu hanya untuk orang-orang kafir. Kalaupun orang beriman mampir ke sana, itu hanya laundry. Untuk membersihkan dosa yang pernah diperbuat di dunia. Semakin banyak dosa semakin lama ia dicuci di neraka. Sebagaimana sabda Nabi berikut ini.

صحيح البخارى - (ج 1 / ص 46)

عنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ . فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا قَدِ اسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِى نَهَرِ الْحَيَا - أَوِ الْحَيَاةِ ، شَكَّ مَالِكٌ - فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِى جَانِبِ السَّيْلِ ، أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً » . 

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Penduduk surga akan masuk surga, dan penduduk neraka akan masuk neraka. Kemudian Allah Ta‘ala berfirman, 'Keluarkanlah dari neraka orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari iman.' Maka mereka dikeluarkan dari neraka, sementara tubuh mereka telah hangus (menjadi hitam legam), lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai kehidupan — atau sungai hidup (perawi Malik ragu) — maka mereka tumbuh kembali sebagaimana biji tumbuh di tepi aliran air. Tidakkah kamu lihat bagaimana biji itu tumbuh berwarna kuning dan melengkung?" (Hr. Bukhari)

Merujuk keterangan hadits diatas, Sesulit apapun keadaan yang kita alami jangan pernah putus asa dari rahmat Allah. Di antara kita mungkin ada yang sakit parah, mungkin ada pula yang terlilit hutang atau susah mencari uang. Tetaplah optimis, karena rahmat Allah akan diberikan kepada setiap hambanya.  Itulah nasehat nabi Ya’kub kepada putra-putranya. 

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ


“ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan Jangalah putus asa dari rahmat Allah, karena yang putus asa hanyalah orang-orang kafir”.

 Semoga rahmat dan kasih sayang Allah itu terus kita terima, baik saat hidup ini maupun sesudah kita mati. Sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan nyaman dan di akherat mendapatkan ampunan.

Sunday, April 13, 2025

Dikukuhkan, Takmir Masjid Latifah Al Jabbar 2025-2028


Subuh Ahad, 13 April 2025 Yayasan Darul Muttaqien Medari mengukuhkan takmir masjid Latifah Al Jabbar masa bakti 2025-2028.

Prof. Dr. Suji Munadi kembali menjadi ketua takmir sekaligus wakil Nadzir dalam melakukan pengadninistrasian, pengelaan dan pengamanan atas tanah wakaf dari Keluarga H. Mardjono yang diamanahkan kepada Yayasan. 

Sebelum pengukuhan, R. Agung Nugraha sebagai ketua yayasan menyampaikan riwayat amanah wakaf dari H. Mardjono. Selanjutnya bahwa dalam melaksanakan tugas pengelolaan tanah wakaf berupa tanah untuk di bangun masjid yang diamanahkan kepada Yayasan Darul Muttaqien Medari, yayasan membentuk takmir dengan beberapa prinsip dan perlu dipahami oleh seluruh jama'ah. 

Diantara yang menjadi prinsip yayasan adalah takmir masjid haruslah berasal dari jama'ah inti yang setiap hari melaksanakan sholat berjamaah di masjid sekurang kurangnya dua atau tiga kali dalam sehari. Misalnya maghrib, isya dan atau subuh. 

Selanjutnya Agung menekankan tugas takmir masjid adalah mengurus masjid dalam tiga aspek, Idaroh (administratif), imaroh (kemakmuran) dan ri'ayah (peliharaan sarana prasarana). (ran).


Saturday, March 29, 2025

Khutbah Idul Fitri 1446 H : Membangun Karakter Muslim melalui pemahaman hakikat dan pelestarian amaliah Ramadhan

 



MEMBANGUN KARAKTER MUSLIM

MELALUI PEMAHAMAN HAKIKAT DAN PELESTARIAN AMALIAH RAMADHAN

Oleh : H. R. Agung Nugraha, S.Ag., M.A.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى  أَمَـرَنَـا أَنْ نُـقِيـْمَ الإِجْتِـمَـاعَ وَالإِتِّـحـَادَ وَالـتَّـوَدُّدَ بَـيْـنَ الْـعِبـَادِ وَنَهـَانـَا عَـنِ الـتَّـفَرُّقِ وَالتَّبَـاغُضِ وَالإبْتِعَـادِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ إِلَهٍ أَعَادَ اْلأَعْيَادَ، وَادَّخَرَهَا بِكُلِّ عَمَلٍ  فى يَـوْمِ الْـمَعَـادِ، وَأَطَالَ الأَجَالَ إِلَيْهَــا لِيَنَالـُوْا بِفَضْلِهَــا الْجَزَاءَ الْمُـؤَبَّـدَ.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ اْلـفَـْردُ الـصَّـمَــدُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْحَـائِزُ الشَّـرَفَ فَـوْقَ اْلـعِبَـادِ، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّـذِى أَرْشَـدَنَـا اِلَى سَـبِيْـلِ الـرَّشَـادِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ كَانُوا يَعْـتَـصِـمُـْونَ  بِشَـرِيـْعَـتِـهِ حَقَّ الْإِعْـتِمَـادِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا  كَثِيْرًا إِلَى يَوْمِ الْـمَعَـادِ ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا مَعَاشِرَ الْحَاضِرِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقُاتِهِ وِلا تَمُوْتُنَّ إِّلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ  اللهَ قال فى القُرءانِ العَظيمِ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ فإن الجنة هي المأوي

 وَاعْلَمُوْا أَيضاً أَنَّ  يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ  وَعِيْدٌ مُبَارَكٌ سَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أُحِلَّ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامُ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامُ.

يَا

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

Jama’ah shalat Id Rahimakumullah, marilah bersama kita panjatkan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan ridha-NYa kita telah diperkenankan bertemu bulan Ramadhan 1446 H, berkesempatan melaksanakan serangkaian ibadah didalamnya hingga pada akhirnya kita akhiri dengan membayar zakat dan melaksanakan Shalat IDul Fitri dipagi yang berbahagia ini. Semoga seluruh ibadah yang telah kita laksanakan diterima dan dicatat sebagai wujud taqwa kita kepada Allah. Amien..

            Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, insyaallah termasuk kita semua yang hadir di majelis yang mulia ini.

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

Kita tentu bersyukur dan bergembira karena telah diberikan kesempatan menyelesaiakan rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini. Namun bersamaan dengan itu tentu kita merasa sedih, karena kesempatan meraup rahmat dan ampunan Allah akan segera  meninggalkan kita semua, terlebih perayaan idul fitri tahun ini tidak dapat kita rayakan secara bersamaan. Betapapun, marilah kita sikapi dengan sikap toleran dan penghargaan terhadap perbedaan serta kita kembalikan bahwa didalam setiap peristiwa pasti ada hikmah dibalik semua kejadian.

Pertanyaannya ialah, apakah dengan berakhirnya Ramadhan, habiskah kesempatan kita untuk menangguk pahala dan ridha Allah?  Jawabnya ternyata tidak…

Ramadhan hanyalah proses pelatihan, Puasa merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan Allah. Tujuan perintah puasa, dan ibadah – ibadah yang lain, tidak lain adalah agar kita menjadi manusia yang semakin hari semakin meningkat ketaqwaannya. Untuk mewujudkan hal itu, maka kita harus mampu meningkatkan kualitas ibadah kita. Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang mampu terinternalisasi dalam diri seorang hamba dan tercermin dalam diri dan kepribadian seseorang diluar konteks ibadah itu sendiri.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara agar ibadah yang dilakukan dapat berkualitas sehingga terinternalisasi dan terimplementasi dalam denyut kehidupan kita dan bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan ?

Allahu Akbar 2 x, walillahilhamd

Agar ibadah yang kita kerjakan semakin berkualitas dan sesuai dengan kehendak Allah dan tuntunan Rasul. Ada tiga hal yang harus kita perhatikan, yaitu :

1.    Mengerti dan memahami kaifiyah ibadah

Untuk meningkatkan kualitas suatu ibadah, kita harus senantiasa mempelajari, mengerti dan memahami kaifiyah ibadah yang akan kita lakukan, baik yang berupa ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya. Disinilah kemudian kita harus selalu berusaha menggali ketentuan-ketentuan yang terkait dengan ibadah yang kita lakukan. Dalam hal puasa, misalnya, dari sisi fiqh, pengertian puasa adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun Puasa adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’ (hubungan suami istri).  Apabila kita mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu telah gugur (tertunaikan).

Lebih dari itu, kita juga harus mengerti dan paham bahwa selain menahan makan, minum dan hubungan suami istri, seorang yang berpuasa disunnahkan untuk makan sahur dan mengakhirkannya, mendahulukan berbuka dengan yang manis (kurma), memperbanyak dzikir, sholat sunnat, tadarus al-qur’an, shodaqah, dst.

Kita juga harus mengetahui larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, serta tindakan dan perilaku yang dapat membatalkan ibadah puasa atau yang akan mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa.

Ketentuan, tata cara, syarat dan rukun puasa tersebut harus selalu kita kaji dan secara bertahap dan terus menerus kita tingkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan larangan-larangan tersebut harus terus-menerus kita hindarkan.

Apabila kita telah mampu memahami dan melakukan puasa sesuai dengan kaifiyah tersebut, maka kita telah mampu mengamalkan ibadah tersebut secara baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah dan sunnah Rasul.

Lihat : Yuk Wakaf untuk Masjid Darul Muttaqien

2.    Mengerti dan memahami ruh (esensi) dari ibadah yang diperintahkan

Setelah mengetahui dan memahami ketentuan, tata cara, syarat dan rukun ibadah, maka tahap selanjutnya kita harus selalu berusaha memahami ruh (esensi) dari  ibadah tersebut. Artinya, meski kita telah melakukan sebuah ibadah sesuai dengan kaifiyah yang dituntunkan, hal itu belum sempurna apabila kita belum memahami esensi dari ibadah yang kita lakukan. Hal ini penting agar setiap kita berusaha menggali rahasia dibalik ibadah yang disyari’atkan.

Berikut beberapa hakikat dari amaliyah Ramadhan yang dapat kita ambil hikmahnya:

-          Puasa yang kita lakukan pada dasarnya adalah proses pelatihan kesabaran, menahan/mengendalikan hawa nafsu, melatih kejujuran,

-          Puasa juga menjadi sarana melatih mengelola waktu dengan meninggalkan perilaku sia-sia (laghwi, tidak produktif), kata-kata kotor (rofasy), mencela dan menjelek-jelekkan orang lain (syatam)

-         من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فاليقل خيرا او ليصمت

-          “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik-baik, atau (kalau tidak bisa, lebih baik) diam”.

-          Masih banyak hal lain yang harus dihindari oleh orang berpuasa agar puasanya mempunyai makna dan tidak sekedar mendapat lapar dan dahaga sebagaimana sabda Nabi :

كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والظمأ، وكم من قائم ليس له من قيامه إلا السهر والعناء،

 

“betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu selain lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan sholat malam, tetapi tidak mendapatkan apa apa kecuali ngantuk”.

-          Sholat Tarawih yang kita kerjakan, hakekatnya adalah usaha kita untuk senantiasa mengasah kemampuan dan efektifitas komunikasi kita dengan Allah

-          Zakat, infaq, shodaqah, maupun ta’jil yang kita keluarkan, substansinya adalah secara vertikal menunjukkan kemauan kita untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Sedang secara horizontal, hal tersebut menjadi bukti seberapa besar tingkat kepedulian kita kepada sesama yang dalam batas tertentu sedang mengalami keterbatasan-keterbatasan, khususnya dalam akses ekonomi.

-          Sholat Jama’ah yang kita lakukan, hakekatnya adalah simbul dari proses penyatuan umat dalam jama’ah umat yang sebenarnya, baik dalam kemasyarakatan, ekonomi, social, budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya

-          Tadarus Al Qur’an pada dasarnya adalah wujud dari kesungguhan kita untuk senantiasa menggali dan memahami atas apa yang dikehendaki Allah sehingga dapat menerapkan fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk (huda wal furkon).

Dengan demikian, meskipun setiap tahun selama sebulan penuh kita mampu melaksanakan puasa, memperbanyak Sholat Sunah, membayar zakat dan bersedekah, berjamaah, membaca Al Qur’an, namun bila  tidak memahami esensinya, kita akan selalu kembali melakukan tindakan-tindakan yang diluar pengendalian diri tersebut.

Lihat Juga : Wakaf Klinik HD PKU Muhammadiyah Pakem

3.    Adanya atsar dari ibadah

Setelah melaksanakan seluruh rangkaian ibadah Ramadhan sesuai ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya serta mengetahui dan memahami ruh dari perintah ibadah tersebut, maka sebuah ibadah akan sempurna dan berkualitas apabila menghasilkan atsar (bekas) berupa kesalehan kita diluar ibadah. Artinya, kesalehan seseorang tidak sekedar diukur dengan terlaksananya sebuah ibadah, lebih dari itu ibadah akan berkualitas dan optimal apabila orang yang melakukan ibadah tersebut mampu menginternalisasikan ruh ibadah dan mengimplementasikannya disepanjang kehidupan.

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

            Jamalah, sholat Id rahimakumullah.

            Dalam konteks inilah tampaknya kita masih harus terus melakukan muhasabah / perenungan yang dalam apakah ibadah puasa dan amaliah ramadhan yang sudah bertahun-tahun kita laksanakan itu sudah terinternalisasi dan menjadi ruh didalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam kenyataannya, bahkan di bulan Ramadhan ini, Kita masih mendengar, membaca, melihat betapa kata kata kasar, caci maki, ejekan, hinaan kebohongan, ketidakjujuran dan korupsi ternyata masih mewarnai bangsa kita. 

Dengan demikian agar ibadah seluruh rangkaian ibadah kita itu berbekas dan tidak sekedar menjadi rutinitas tahunan, sudah seharusnya kita memancangkan niat didalam diri kita untuk melestarikan amaliah ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan. Pelestarian yang kami maksudkan mencakup dua hal,

-          Pertama, ialah secara personal lahiriah masing-masing kita perlu melanjutkan kegiatan ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan, seperti puasa wajib kita lanjutkan dengan puasa sunnah, shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat malam, tadarus ramadhan dilanjutkan dengan tadarus harian setelah maghrib atau setelah subuh dsb. Adapun yang bersifat kolektif/Jama’ah kita dapat melestarikan amaliah ramadhan dengan memudawamahkan memakmurkan masjid melalui kegiatan shalat jama’ah, menghidupkan dan menggairahkan pengajian rutin.dan yang lainnya.

-          Kedua, mengimplementasikan hakekat ibadah ramadhan didalam gerak langkah dan denyut nadi kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan terus mengupayakan dua hal tersebut, insyaAllah pesan-pesan Ramadhan akan membuahkan karakter Muslim dan muttaqien sejati.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd

Mengakhiri khutbah ini, khatib sampaikan sebuah kata bijak :

ليس العيد من لبس الجديد انم العيد من تقوالله تزيد

Hakikat Idul Fitri bukanlah orang yang bajunya baru, Sesungguhnya, Idul Fitri  ialah orang taqwanya bertambah.

Meski barangkalu tidak untuk meneruskan seluruh amaliah ramadhan diluar Ramadhan, jangan sampai kita tinggalkan semua. Ma laa Yudraku kulluh, laa yutraku kulluh. Setidaknya ada satu atau dua amaliah ramadhan yang dapat terus kita mudawamahkan,

خير الامور ادوامها و ان قل

Sebaik-baik urusan adalah yang langgeng (terus-menerus) meskipun sedikit (kuantitasnya)

marilah kita bermohon kepada Allah, agar seluruh ibadah yang kita laksanakan selama Ramadhan diterima dan mendapatkan balasan terbait disisi-Nya, serta mampu kita jaga dan implementasikan didalam setiap langkah kehidupan kita.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَّنَا آتِنَا فيِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فيِ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ، وَ الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِينَ

 

 

 

R. Agung Nugraha : HHWH vs KHGT

 


HHWH vs KHGT

Oleh : R. Agung Nugraha

Setelah subuh pagi ini, ahad 30 Maret 2025, saya buka WAG. Diantara yang ramai adalah kenapa Muhammadiyah 'merevisi' jadwal puasa dari 29 hari menjadi 30 hari, sehingga berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkan hari ini Idul fitri. 

Diantara komen yang menyuak adalah tudingan hitungan pak Oman (MTT PPM) meleset. 

Bagi saya, peristiwa ini justru ada hikmah, menjadikan mudah menerangkan perbedaan antara Hisab Hakiki Wujudul Hilal (HHWH) dengan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) yang baru akan diterapkan oleh Muhammadiyah per 1 Muharrom 1447 H. 

Untuk itu, mari kita pahami perbedaan HHWH dengan KHGT dengan pendekatan sederhana. 

Sebetulnya keduanya sama sama didasarkan pada perhitungan (hisab), hanya saja HHWH menggunakan standar matla' lokal, sedangkan KHGT menggunakan matla' global. 

Dalam kasus ini, ramadhan 1446 H ini muhammadiyah masih menggunakan HHWH dimana terikat ketentuan wilayatul hukmi Indonesia. Berdasarkan perhitungan, ijtima' jelang syawwal/akhir ramadhan (29 Ramadhan) 1446 H ini terjadi pukul dengan demikian saat maghrib hilal masih dibawah ufuk (minus 1 derajat 59 menit 16 detik), sehingga hilal belum wujud. Karenanya Ramadhan ditetapkan menjadi 30 hari sehingga 1 Syawwal jatuh pada tanggal 31 Maret 2025. 

Menjadi 'masalah' karena ijtima' terjadi hanya beberapa menit setelah matahari terbenam (ghurub). 

Wakaf yuk

Dari sini mari kita memahami KHGT. 

KHGT merupakan hasil kesepakatan dalam Konggres Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah yang dilaksanakan di Istambul Turki 28-30 Mei 2016. Hal ini didasari keinginan terjadinya kesatuan Kalender umat Islam. 

Intinya, KHGT 'sepakat' meninggalkan matla' lokal menuju matla' global.

Hasil kesepakatan tersebut antara lain :

1. Seluruh muka bumi adalah satu matla' (tidak lagi lokal) 

2. Bulan baru dimulai apanila terjadi imkanurrukyat dengan ketinggian 5 derajat dan elongasi 8 derajat (IR 5+8) di suatu tempat manapun dimuka bumi sebelum pukul 00.00 UTC (GMT). 

3. Bulan baru tetap dimulai meski IR 5+8 terjadi setelah pukul 00.00 GMT dengan ketentuan (a) IR 5-8 itu mencapai benua Amerika dan (b) Ijtima' di zona waktu timur terjadi sebelum fajar. 

Kasus tahun ini, khususnya di Indonesia, ketika maghrib (matahari terbenam) belum terjadi ijtima', namun setelah maghrib ijtima' kemudian terjadi, sehingga bila mengikuti KHGT hari ini telah masuk bulan baru. Tetapi karena masih menggunakan HHWH maka ramadhan disempurnakan/digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. 

Pertanyaannya, bila Muhammadiyah benar benar akan menerapkan KHGT mulai 1447 H, apakah tidak akan terjadi perbedaan di kemudian hari? 

Jawabnya, selama belum semua sepakat menggunakan KHGT, tetap saja potensi perbedaan itu ada.

Mungkin dengan negara lain yang berada di sebelah barat (misalb : arab saudi) akan sangat minim, namun  potensi perbedaan ditingkat lokal yang menggunakan metode rukyat dengan matla' lokal sangat mungkin terjadi. 

Dengan demikian, tampaknya kesatuan umat -(dalam hal ini kalender Islam)- sebagaimana yang disebut dalam QS 21 : 93 dan QS 23 : 52 tampaknya belum dapat diwujudkan dan masih menjadi PR bersama.

Akhirnya, kembali pada pameo : kita sudah biasa berbeda, mari kita nikmati dengan gembira.