Saturday, March 29, 2025

Khutbah Idul Fitri 1446 H : Membangun Karakter Muslim melalui pemahaman hakikat dan pelestarian amaliah Ramadhan

 



MEMBANGUN KARAKTER MUSLIM

MELALUI PEMAHAMAN HAKIKAT DAN PELESTARIAN AMALIAH RAMADHAN

Oleh : H. R. Agung Nugraha, S.Ag., M.A.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى  أَمَـرَنَـا أَنْ نُـقِيـْمَ الإِجْتِـمَـاعَ وَالإِتِّـحـَادَ وَالـتَّـوَدُّدَ بَـيْـنَ الْـعِبـَادِ وَنَهـَانـَا عَـنِ الـتَّـفَرُّقِ وَالتَّبَـاغُضِ وَالإبْتِعَـادِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ إِلَهٍ أَعَادَ اْلأَعْيَادَ، وَادَّخَرَهَا بِكُلِّ عَمَلٍ  فى يَـوْمِ الْـمَعَـادِ، وَأَطَالَ الأَجَالَ إِلَيْهَــا لِيَنَالـُوْا بِفَضْلِهَــا الْجَزَاءَ الْمُـؤَبَّـدَ.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ اْلـفَـْردُ الـصَّـمَــدُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْحَـائِزُ الشَّـرَفَ فَـوْقَ اْلـعِبَـادِ، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّـذِى أَرْشَـدَنَـا اِلَى سَـبِيْـلِ الـرَّشَـادِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ كَانُوا يَعْـتَـصِـمُـْونَ  بِشَـرِيـْعَـتِـهِ حَقَّ الْإِعْـتِمَـادِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا  كَثِيْرًا إِلَى يَوْمِ الْـمَعَـادِ ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا مَعَاشِرَ الْحَاضِرِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقُاتِهِ وِلا تَمُوْتُنَّ إِّلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ  اللهَ قال فى القُرءانِ العَظيمِ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ فإن الجنة هي المأوي

 وَاعْلَمُوْا أَيضاً أَنَّ  يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ  وَعِيْدٌ مُبَارَكٌ سَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أُحِلَّ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامُ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامُ.

يَا

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

Jama’ah shalat Id Rahimakumullah, marilah bersama kita panjatkan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan ridha-NYa kita telah diperkenankan bertemu bulan Ramadhan 1446 H, berkesempatan melaksanakan serangkaian ibadah didalamnya hingga pada akhirnya kita akhiri dengan membayar zakat dan melaksanakan Shalat IDul Fitri dipagi yang berbahagia ini. Semoga seluruh ibadah yang telah kita laksanakan diterima dan dicatat sebagai wujud taqwa kita kepada Allah. Amien..

            Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, insyaallah termasuk kita semua yang hadir di majelis yang mulia ini.

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

Kita tentu bersyukur dan bergembira karena telah diberikan kesempatan menyelesaiakan rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini. Namun bersamaan dengan itu tentu kita merasa sedih, karena kesempatan meraup rahmat dan ampunan Allah akan segera  meninggalkan kita semua, terlebih perayaan idul fitri tahun ini tidak dapat kita rayakan secara bersamaan. Betapapun, marilah kita sikapi dengan sikap toleran dan penghargaan terhadap perbedaan serta kita kembalikan bahwa didalam setiap peristiwa pasti ada hikmah dibalik semua kejadian.

Pertanyaannya ialah, apakah dengan berakhirnya Ramadhan, habiskah kesempatan kita untuk menangguk pahala dan ridha Allah?  Jawabnya ternyata tidak…

Ramadhan hanyalah proses pelatihan, Puasa merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan Allah. Tujuan perintah puasa, dan ibadah – ibadah yang lain, tidak lain adalah agar kita menjadi manusia yang semakin hari semakin meningkat ketaqwaannya. Untuk mewujudkan hal itu, maka kita harus mampu meningkatkan kualitas ibadah kita. Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang mampu terinternalisasi dalam diri seorang hamba dan tercermin dalam diri dan kepribadian seseorang diluar konteks ibadah itu sendiri.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara agar ibadah yang dilakukan dapat berkualitas sehingga terinternalisasi dan terimplementasi dalam denyut kehidupan kita dan bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan ?

Allahu Akbar 2 x, walillahilhamd

Agar ibadah yang kita kerjakan semakin berkualitas dan sesuai dengan kehendak Allah dan tuntunan Rasul. Ada tiga hal yang harus kita perhatikan, yaitu :

1.    Mengerti dan memahami kaifiyah ibadah

Untuk meningkatkan kualitas suatu ibadah, kita harus senantiasa mempelajari, mengerti dan memahami kaifiyah ibadah yang akan kita lakukan, baik yang berupa ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya. Disinilah kemudian kita harus selalu berusaha menggali ketentuan-ketentuan yang terkait dengan ibadah yang kita lakukan. Dalam hal puasa, misalnya, dari sisi fiqh, pengertian puasa adalah menahan makan, minum dan hubungan antara suami istri sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai niat karena Allah. Sehingga rukun Puasa adalah pertama niat dan kedua, menahan makan, minum dan jima’ (hubungan suami istri).  Apabila kita mampu memenuhi dua rukun tersebut, maka dari sisi fiqh kewajiban puasa itu telah gugur (tertunaikan).

Lebih dari itu, kita juga harus mengerti dan paham bahwa selain menahan makan, minum dan hubungan suami istri, seorang yang berpuasa disunnahkan untuk makan sahur dan mengakhirkannya, mendahulukan berbuka dengan yang manis (kurma), memperbanyak dzikir, sholat sunnat, tadarus al-qur’an, shodaqah, dst.

Kita juga harus mengetahui larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, serta tindakan dan perilaku yang dapat membatalkan ibadah puasa atau yang akan mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa.

Ketentuan, tata cara, syarat dan rukun puasa tersebut harus selalu kita kaji dan secara bertahap dan terus menerus kita tingkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan larangan-larangan tersebut harus terus-menerus kita hindarkan.

Apabila kita telah mampu memahami dan melakukan puasa sesuai dengan kaifiyah tersebut, maka kita telah mampu mengamalkan ibadah tersebut secara baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah dan sunnah Rasul.

Lihat : Yuk Wakaf untuk Masjid Darul Muttaqien

2.    Mengerti dan memahami ruh (esensi) dari ibadah yang diperintahkan

Setelah mengetahui dan memahami ketentuan, tata cara, syarat dan rukun ibadah, maka tahap selanjutnya kita harus selalu berusaha memahami ruh (esensi) dari  ibadah tersebut. Artinya, meski kita telah melakukan sebuah ibadah sesuai dengan kaifiyah yang dituntunkan, hal itu belum sempurna apabila kita belum memahami esensi dari ibadah yang kita lakukan. Hal ini penting agar setiap kita berusaha menggali rahasia dibalik ibadah yang disyari’atkan.

Berikut beberapa hakikat dari amaliyah Ramadhan yang dapat kita ambil hikmahnya:

-          Puasa yang kita lakukan pada dasarnya adalah proses pelatihan kesabaran, menahan/mengendalikan hawa nafsu, melatih kejujuran,

-          Puasa juga menjadi sarana melatih mengelola waktu dengan meninggalkan perilaku sia-sia (laghwi, tidak produktif), kata-kata kotor (rofasy), mencela dan menjelek-jelekkan orang lain (syatam)

-         من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فاليقل خيرا او ليصمت

-          “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik-baik, atau (kalau tidak bisa, lebih baik) diam”.

-          Masih banyak hal lain yang harus dihindari oleh orang berpuasa agar puasanya mempunyai makna dan tidak sekedar mendapat lapar dan dahaga sebagaimana sabda Nabi :

كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والظمأ، وكم من قائم ليس له من قيامه إلا السهر والعناء،

 

“betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu selain lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan sholat malam, tetapi tidak mendapatkan apa apa kecuali ngantuk”.

-          Sholat Tarawih yang kita kerjakan, hakekatnya adalah usaha kita untuk senantiasa mengasah kemampuan dan efektifitas komunikasi kita dengan Allah

-          Zakat, infaq, shodaqah, maupun ta’jil yang kita keluarkan, substansinya adalah secara vertikal menunjukkan kemauan kita untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Sedang secara horizontal, hal tersebut menjadi bukti seberapa besar tingkat kepedulian kita kepada sesama yang dalam batas tertentu sedang mengalami keterbatasan-keterbatasan, khususnya dalam akses ekonomi.

-          Sholat Jama’ah yang kita lakukan, hakekatnya adalah simbul dari proses penyatuan umat dalam jama’ah umat yang sebenarnya, baik dalam kemasyarakatan, ekonomi, social, budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya

-          Tadarus Al Qur’an pada dasarnya adalah wujud dari kesungguhan kita untuk senantiasa menggali dan memahami atas apa yang dikehendaki Allah sehingga dapat menerapkan fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk (huda wal furkon).

Dengan demikian, meskipun setiap tahun selama sebulan penuh kita mampu melaksanakan puasa, memperbanyak Sholat Sunah, membayar zakat dan bersedekah, berjamaah, membaca Al Qur’an, namun bila  tidak memahami esensinya, kita akan selalu kembali melakukan tindakan-tindakan yang diluar pengendalian diri tersebut.

Lihat Juga : Wakaf Klinik HD PKU Muhammadiyah Pakem

3.    Adanya atsar dari ibadah

Setelah melaksanakan seluruh rangkaian ibadah Ramadhan sesuai ketentuan, tata cara, syarat dan rukunnya serta mengetahui dan memahami ruh dari perintah ibadah tersebut, maka sebuah ibadah akan sempurna dan berkualitas apabila menghasilkan atsar (bekas) berupa kesalehan kita diluar ibadah. Artinya, kesalehan seseorang tidak sekedar diukur dengan terlaksananya sebuah ibadah, lebih dari itu ibadah akan berkualitas dan optimal apabila orang yang melakukan ibadah tersebut mampu menginternalisasikan ruh ibadah dan mengimplementasikannya disepanjang kehidupan.

Allahu Akbar 2 x Walillahillhamd

            Jamalah, sholat Id rahimakumullah.

            Dalam konteks inilah tampaknya kita masih harus terus melakukan muhasabah / perenungan yang dalam apakah ibadah puasa dan amaliah ramadhan yang sudah bertahun-tahun kita laksanakan itu sudah terinternalisasi dan menjadi ruh didalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam kenyataannya, bahkan di bulan Ramadhan ini, Kita masih mendengar, membaca, melihat betapa kata kata kasar, caci maki, ejekan, hinaan kebohongan, ketidakjujuran dan korupsi ternyata masih mewarnai bangsa kita. 

Dengan demikian agar ibadah seluruh rangkaian ibadah kita itu berbekas dan tidak sekedar menjadi rutinitas tahunan, sudah seharusnya kita memancangkan niat didalam diri kita untuk melestarikan amaliah ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan. Pelestarian yang kami maksudkan mencakup dua hal,

-          Pertama, ialah secara personal lahiriah masing-masing kita perlu melanjutkan kegiatan ramadhan tersebut diluar bulan ramadhan, seperti puasa wajib kita lanjutkan dengan puasa sunnah, shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat malam, tadarus ramadhan dilanjutkan dengan tadarus harian setelah maghrib atau setelah subuh dsb. Adapun yang bersifat kolektif/Jama’ah kita dapat melestarikan amaliah ramadhan dengan memudawamahkan memakmurkan masjid melalui kegiatan shalat jama’ah, menghidupkan dan menggairahkan pengajian rutin.dan yang lainnya.

-          Kedua, mengimplementasikan hakekat ibadah ramadhan didalam gerak langkah dan denyut nadi kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan terus mengupayakan dua hal tersebut, insyaAllah pesan-pesan Ramadhan akan membuahkan karakter Muslim dan muttaqien sejati.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd

Mengakhiri khutbah ini, khatib sampaikan sebuah kata bijak :

ليس العيد من لبس الجديد انم العيد من تقوالله تزيد

Hakikat Idul Fitri bukanlah orang yang bajunya baru, Sesungguhnya, Idul Fitri  ialah orang taqwanya bertambah.

Meski barangkalu tidak untuk meneruskan seluruh amaliah ramadhan diluar Ramadhan, jangan sampai kita tinggalkan semua. Ma laa Yudraku kulluh, laa yutraku kulluh. Setidaknya ada satu atau dua amaliah ramadhan yang dapat terus kita mudawamahkan,

خير الامور ادوامها و ان قل

Sebaik-baik urusan adalah yang langgeng (terus-menerus) meskipun sedikit (kuantitasnya)

marilah kita bermohon kepada Allah, agar seluruh ibadah yang kita laksanakan selama Ramadhan diterima dan mendapatkan balasan terbait disisi-Nya, serta mampu kita jaga dan implementasikan didalam setiap langkah kehidupan kita.

 

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَّنَا آتِنَا فيِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فيِ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَ سَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ، وَ الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِينَ

 

 

 

R. Agung Nugraha : HHWH vs KHGT

 


HHWH vs KHGT

Oleh : R. Agung Nugraha

Setelah subuh pagi ini, ahad 30 Maret 2025, saya buka WAG. Diantara yang ramai adalah kenapa Muhammadiyah 'merevisi' jadwal puasa dari 29 hari menjadi 30 hari, sehingga berbeda dengan Arab Saudi yang menetapkan hari ini Idul fitri. 

Diantara komen yang menyuak adalah tudingan hitungan pak Oman (MTT PPM) meleset. 

Bagi saya, peristiwa ini justru ada hikmah, menjadikan mudah menerangkan perbedaan antara Hisab Hakiki Wujudul Hilal (HHWH) dengan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) yang baru akan diterapkan oleh Muhammadiyah per 1 Muharrom 1447 H. 

Untuk itu, mari kita pahami perbedaan HHWH dengan KHGT dengan pendekatan sederhana. 

Sebetulnya keduanya sama sama didasarkan pada perhitungan (hisab), hanya saja HHWH menggunakan standar matla' lokal, sedangkan KHGT menggunakan matla' global. 

Dalam kasus ini, ramadhan 1446 H ini muhammadiyah masih menggunakan HHWH dimana terikat ketentuan wilayatul hukmi Indonesia. Berdasarkan perhitungan, ijtima' jelang syawwal/akhir ramadhan (29 Ramadhan) 1446 H ini terjadi pukul dengan demikian saat maghrib hilal masih dibawah ufuk (minus 1 derajat 59 menit 16 detik), sehingga hilal belum wujud. Karenanya Ramadhan ditetapkan menjadi 30 hari sehingga 1 Syawwal jatuh pada tanggal 31 Maret 2025. 

Menjadi 'masalah' karena ijtima' terjadi hanya beberapa menit setelah matahari terbenam (ghurub). 

Wakaf yuk

Dari sini mari kita memahami KHGT. 

KHGT merupakan hasil kesepakatan dalam Konggres Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah yang dilaksanakan di Istambul Turki 28-30 Mei 2016. Hal ini didasari keinginan terjadinya kesatuan Kalender umat Islam. 

Intinya, KHGT 'sepakat' meninggalkan matla' lokal menuju matla' global.

Hasil kesepakatan tersebut antara lain :

1. Seluruh muka bumi adalah satu matla' (tidak lagi lokal) 

2. Bulan baru dimulai apanila terjadi imkanurrukyat dengan ketinggian 5 derajat dan elongasi 8 derajat (IR 5+8) di suatu tempat manapun dimuka bumi sebelum pukul 00.00 UTC (GMT). 

3. Bulan baru tetap dimulai meski IR 5+8 terjadi setelah pukul 00.00 GMT dengan ketentuan (a) IR 5-8 itu mencapai benua Amerika dan (b) Ijtima' di zona waktu timur terjadi sebelum fajar. 

Kasus tahun ini, khususnya di Indonesia, ketika maghrib (matahari terbenam) belum terjadi ijtima', namun setelah maghrib ijtima' kemudian terjadi, sehingga bila mengikuti KHGT hari ini telah masuk bulan baru. Tetapi karena masih menggunakan HHWH maka ramadhan disempurnakan/digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. 

Pertanyaannya, bila Muhammadiyah benar benar akan menerapkan KHGT mulai 1447 H, apakah tidak akan terjadi perbedaan di kemudian hari? 

Jawabnya, selama belum semua sepakat menggunakan KHGT, tetap saja potensi perbedaan itu ada.

Mungkin dengan negara lain yang berada di sebelah barat (misalb : arab saudi) akan sangat minim, namun  potensi perbedaan ditingkat lokal yang menggunakan metode rukyat dengan matla' lokal sangat mungkin terjadi. 

Dengan demikian, tampaknya kesatuan umat -(dalam hal ini kalender Islam)- sebagaimana yang disebut dalam QS 21 : 93 dan QS 23 : 52 tampaknya belum dapat diwujudkan dan masih menjadi PR bersama.

Akhirnya, kembali pada pameo : kita sudah biasa berbeda, mari kita nikmati dengan gembira.

Wednesday, March 26, 2025

"Keliling Surga" Bersama Muhammadiyah Pakem


Dalam rangka mengambil hikmah dan melestarikan amaliyah Ramadhan 1446 H, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pakem akan mengajak umat Islam di kapanewon Pakem untuk "Keliling Surga" bersama Muhammadiyah Pakem setelah Ramadhan nanti. 

Keliling surga adalah akronim dari keliling subuh bersama keluarga. Hal ini disampaikan oleh R. Agung Nugraha, di Masjid Al Faruq PKU Muhammadiyah Pakem pada hari selasa 25 Maret 2025 dalam kegiatan buka bersama menutup rangkaian safari tarawih keliling Ramadhan 1446 H yang dilaksanakan sebanyak 7 putaran. 

Sebagaimana diketahui, PCM Pakem bersama ortom, Majelis/Lembaga, PRM dan Pimpinan AUM setiap tahun melaksanakan program tarawih keliling ke seluruh ranting yang ada di cabang Pakem. 

Kegiatan Safari diawali pengajian jelang buka bersama di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bersama guru, karyawan, dokter dan para medis. Setelah jama'ah maghrib kemudian dilanjutkan safari tarawih ke masjid-masjid binaan Muhammadiyah. 

Untuk melestarikan semangat Ramadhan tersebut, PCM Pakem akan melanjutkan silaturahmi, juga memotivasi warga dan simpatisan untuk berjama'ah dan memakmurkan masjid. 

Kegiatan Safari tarawih yang mendapat sambutan baik dari jama'ah akan dilanjutkan dengan keliling subuh bersama keluarga Muhammadiyah. Agung Menambahkan, kegiatan ini diharapkan dapat lebih menguatkan semangat berjama'ah, terlebih subuh merupakan waktu yang baik untuk memulai aktivitas. (ran)

Sunday, March 23, 2025

M. Husnaini : Ibadah itu diamalkan, bukan diperdebatkan

 


Tadarus Ramadan #24

Ibadah Itu Diamalkan, Bukan Diperdebatkan

Oleh: M. Husnaini

Masih saja ditemukan pengajian-pengajian yang membahas panjang lebar masalah khilafiah ibadah. Isinya adalah pemaparan tentang ibadah yang sesuai sunah dan yang bukan, kemudian ujung-ujungnya, yang benar adalah praktik ibadahnya, sementara yang lain adalah bidah atau salah tuntunan.

Mendalami masalah ibadah itu baik. Tetapi, ibadah untuk diamalkan, bukan diperdebatkan. Setelah paham ilmunya, kerjakanlah suatu ibadah sesuai dalil yang kita yakini tersebut secara ikhlas dan istikamah. Jangan suka memprotes, apalagi menyalahkan, praktik ibadah orang lain yang berbeda dari kita.

Kita manusia biasa yang belum tentu benar. Kecuali Nabi yang memang maksum, setiap kita punya potensi salah dan benar dalam menjalankan ibadah. Fokus pada kualitas diri sendiri lebih bagus daripada sibuk mengoreksi orang lain. Kita toh tidak pernah tahu siapa di antara kita yang ibadahnya diterima Allah.

Banyak persoalan lebih penting dan produktif. Islam penuh dengan ajaran-ajaran hebat dan mulia. Bagaimana membumikan itu semua dalam realitas. Kita perlu ulama/ilmuwan yang fasih menerjemahkan kandungan Al-Qur'an dan hadis menjadi teknologi dan inovasi untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

KH Ahmad Dahlan, seorang alim dari Kauman, Yogyakarta, misalnya, mengkaji surah Al-Maun kemudian melahirkan rumah sakit. Kajian beliau tentang surah Al-Ashr selama 7 bulan juga melahirkan organisasi yang kelak bernama Muhammadiyah. Banyak lagi, dan silakan baca sendiri dalam buku-buku sejarah.

Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari juga demikian. Mendalami ayat Allah dan sabda Nabi tentang jihad dan cinta tanah air, beliau mengeluarkan Resolusi Jihad. Sejarah mencatat, fatwa itu berhasil membakar semangat arek-arek Suroboyo dalam pertempuran mengusir penjajah pada 10 November 1945. 

Tentu di zaman sekarang juga banyak ulama/ilmuwan yang dari kajian-kajian mereka terhadap ajaran Islam, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an dan hadis, kemudian menelurkan teori-teori ilmiah, dan bahkan lembaga atau amal usaha yang sangat nyata dirasakan manfaatnya oleh lapisan masyarakat luas.

Dengan demikian, Islam tidak berhenti sebagai doa dan fatwa. Kajian Islam semacam itulah yang lebih kita butuhkan, dan bukan pengajian yang selalu mengorek-ngorek persoalan variasi praktik ibadah dan hal-hal kontroversial lain, sehingga pada urutannya hanya menyulut api kebencian dan permusuhan di antara sesama.

Saturday, March 22, 2025

M. Husnaini : Membangun semangat berkarya tulis


Tadarus Ramadan #23

Membangun Semangat Berkarya Tulis

Oleh: M. Husnaini

Berkarya tulis masih menjadi tantangan yang berat dijawab. Karena itu, jika tidak menulis, minimal kita mau membaca.

Kesibukan kerap kali menjadi dalih untuk tidak berkarya tulis. Padahal, semua karya tulis hebat lahir dari orang sibuk. Penganggur tidak pernah melahirkan karya.

Jelas, karya tulis adalah tanda intelektualitas seseorang, bukan gelar pendidikan. Menulis adalah aktivitas yang mencerdaskan. Menuliskan rangkuman atau ringkasan ide-ide bagus, misalnya, dapat mendorong kita berpikir, meneliti, atau menggali sesuatu yang lebih mendalam. 

Prof Ahmad Syafii Maarif, guru bangsa yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998–2005, pernah mengatakan bahwa membaca, berpikir, meneliti, dan menulis adalah aktivitas yang sangat penting, dan sebaiknya ditekuni sepanjang hidup. Ijazah Pendidikan ibarat SIM yang tidak bermakna apa-apa tanpa ditopang dengan keempat aktivitas ilmiah di atas.

Pesan Buya Syafii Maarif tersebut mengingatkan saya pada ungkapan Prof Imam Suprayogo, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Periode 1997-2013. Menurut Prof Imam, ciri khas seorang doktor adalah selalu berpikir dan berkreasi tentang pembaruan. Seorang doktor tidak pernah berhenti berpikir. Tatkala dia berhenti berpikir, terang Prof Imam, yang tersisa hanya gelarnya. Sedangkan substansinya sudah kembali jadi manusia biasa atau sama dengan orang yang tidak bergelar doktor.

Senada dengan itu adalah Prof Mulyadhi Kartanegara. Berikut ini kalimat-kalimat yang saya kutip secara verbatim dari akun Facebook milik filsuf dan cendekiawan Muslim Indonesia tersebut.

“Pohon kesarjanaan boleh rindang, tapi tanpa menghasilkan karya, ia bagai pohon tak berbuah. Pengetahuan autentik bukanlah yang kita pelajari dari karya para cendekia, tapi justru yang kita peras dan sarikan dari berbagai pengalaman panjang hidup kita.”

“Potensi manusia ibarat hujan lebat, di mana apa yang telah manusia tulis hanyalah beberapa percikan darinya. Membaca dengan fasih karya seseorang adalah satu perkara. Menuliskan pikiran sendiri dalam sebuah karya adalah perkara yang lain.”

“Ketika aku mulai nulis sebuah karya, ada orang yang bertanya, "Ah apa ada orang yang bakal tertarik padanya?" Aku pun menjawab, "Aku berkarya tidak untuk tujuan yang lain kecuali menyampaikan kebenaran dan kebaikan. Sisanya aku serahkan pada Tuhan."”

“Alhamdulillah, ia telah menjadikan karyaku menarik banyak orang. Nasihatku, kalau mau berkarya, pasang niat yang tulus, bertawakal dan minta petunjuk-Nya, dan menulislah dengan ringan tanpa beban.”

“Ketika aku menuliskan pikiranku di sebuah buku, aku seperti menitipkan bagian dari jiwaku untuk tinggal di sana selama-lamanya, dalam keabadian. Percaya diri dapat membantu menumbuhkan banyak potensi yang tersembunyi. Dengannya kita bisa merentangkan sayap diri lebih lebar dan tinggi lagi.”

“Kekaguman yang berlebihan terhadap seorang atau beberapa tokoh dapat menutup pintu-pintu kreativitas kita. Siapa yang bisa bebas dari kungkungan mereka, dialah sang genius.”

Demikianlah, dan nasihat-nasihat itulah di antara yang melecut semangat saya untuk terus berkarya tulis. Syukur jika tradisi mulia ini juga diikuti banyak orang. Namun, jangan sampai kesibukan memotivasi orang lain untuk menulis menyebabkan kita lupa untuk berkarya tulis. Semoga kita tidak seperti lilin yang menerangi sekitar tapi diri sendiri habis terbakar.

Friday, March 21, 2025

M. Husnaini : Akar kebahagiaan

 


Tadarus Ramadan #22

Akar Kebahagiaan

Oleh: M. Husnaini

Kebahagiaan itu berakar pada kebaikan. Tidak ada perbuatan baik, sekecil apa pun, yang sia-sia. Di bawah ini saya kutipkan beberapa kalimat motivasi dari berbagai sumber. 

Sengaja tidak disertakan sumbernya, supaya kita dapat memahami dan mengamalkannya tanpa harus terlebih dahulu mempermasalahkan siapa pengucapnya.

________

"Jika waktu kita tidak disibukkan dengan kebaikan, pasti hari-hari kita akan diribetkan dengan keburukan."

"Tidak perlu menjelaskan tentang diri kita kepada siapa pun. Karena, yang menyukai kita tidak butuh itu, dan yang membenci kita tidak percaya itu."

"Orang yang mengolok-olok kita itu sesungguhnya sama sekali tidak membuka kejelekan kita. Dia hanya sedang membeberkan aibnya sendiri."

"Apabila kita diremehkan atau direndahkan, jangan pernah membalas dengan ucapan yang kasar pula, tetapi marilah kita jawab dengan karya nyata." 

"Tiga hal dalam hidup yang tidak akan pernah kembali ialah waktu, ucapan, dan kesempatan."

"Jagalah pikiran kita ketika kita sendirian, tetapi hati-hatilah dengan ucapan kita ketika kita sedang bersama banyak orang."

"Sulit sekali mengubah hati orang lain untuk berbaik sangka kepada kita. Namun, kita bisa melatih hati kita untuk berbaik sangka kepada orang lain."

"Jangan kita terlalu pintar menilai orang lain, dan berubah menjadi teramat bodoh ketika menilai diri kita sendiri." 

"Sakit itu asalnya dari mulut. Kalau tidak salah makan, pasti salah ngomong."

"Ilmu itu ada tiga tahapan. Jika seseorang baru memasuki tahap pertama, dia akan sombong. Jika memasuki tahap kedua, dia akan rendah hati. Dan, jika memasuki tahap ketiga, dia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya."

Saturday, March 15, 2025

6 Hal yang perlu disegerakan


Secara umum, kita dilarang tergesa-gesa, dalam bahasa jawa kesusu. Mengapa? Karena tergesa gesa itu tidak baik dan cenderung grusa-grusu.

Namun perlu dipahami bahwa, 'tergesa-gesa' tidak sama dengan "segera". 

Ada beberapa hal dalam Islam yang perlu disegerakan. Berikut 6 hal yang perlu disegerakan dan penjelasannya : 

1. Menikahkan anak

قوله ﷺ: إذا خطب إليكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير وفي لفظ: فساد عريض.

Rasulullah bersabda : jika (anakmu) dilamar oleh seseorang yang kamu ketahui baik agama dan akhlaqnya, maka segera nikahkan. Bila tidak engkau lakukan bisa menjadi fitnah  dan kerusakan besar dimuka bumi. 


2. Menguburkan jenazah


Suatu saat, Rasulullah SAW datang menjenguk Thalhah bin Baraa' RA yang sakit.


Kemudian, beliau bersabda,


إنِّي لا أَرَى طَلْحَةَ إِلا قَدْ حَدَثَ فِي الْمَوْت فَاذَنُونِي بِهِ وَعَجِلُوا، فَإِنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِحِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ


Artinya: "Aku sungguh melihat bahwa Thalhah sudah benar-benar meninggal maka berilah waktu kepadaku (mensholatkan) dan percepatlah proses penguburannya! Tidak selayaknya mayat seorang muslim untuk dipertahankan di tengah-tengah keluarga." (HR Abu Dawud)


Dalam riwayat lain yang bersumber dari Abu Hurairah RA pernah menjelaskan sabda Rasulullah SAW berikut, "Segerakan membawa jenazah (ke kuburan), karena jika ia salah maka itu adalah kebaikan yang kamu persembahkan untuknya, dan jika ia selain dari itu maka itu adalah kejahatan yang kamu letakkan dari lehermu." (HR Muttafaq 'alaih) 


3. Membayar hutang

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا، أَدَّاهَا اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلَافَهَا، أَتْلَفَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلّ


Artinya,“Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut,” (HR. Ibnu Majah).

4. Istighfar/taubat


فَمَن تَابَ مِنۢ بَعْدِ ظُلْمِهِۦ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Barangsiapa bertaubat setelah berbuat dhalim, kemudian memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah memberikan taubat (ampunan/maaf) kepada orang tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha penyayang. 


5. Menjamu tamu


عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ( من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليقل خيرا أو ليصمت ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم جاره ، ومن كان يؤمن بالله    واليوم الآخر ، فليكرم ضيفه ) رواه البخاري ومسلم .


 Dari Abu Hurairah ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau bahkan lebih baik dia. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangga. 


Dalam hadis lain Rasullulah bersabda ;


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ مِثْلَهُ وَزَادَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ


Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya, tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.” (Kitab Bukhari no. 5670).

6. Haii/umroh


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى


Artinya : dari [Abu Hurairah] hingga sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh, kecuali ke tiga Masjid. Yaitu: Masjidku ini (Masjid Madinah), Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjid Al Aqsha."

Bersyukur

Oleh : Fathurrahman

Assalamualaikum wr.wb

Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan beberapa hal tentang bersyukur

Kita sebagai manusia ciptaan Allah SWT harus selalu senantiasa mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT baik itu berupa nikmat yang kecil maupun nikmat yang besar.

Tanpa kita sadari setiap harinya kita selalu menerima nikmat dari Allah SWT seperti nikmat berupa nikmat islam, nikmat kesehatan, dan nikmat kita telah diberikan anggota tubuh yang lengkap dan sempurna

Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 152, yang berbunyi:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Bagaimana cara bersyukur? bersyukur dapat dilakukan dengan cara:

1. Dengan Hati

Meyakini dengan sungguh-sungguh di dalam hati bahwa semua nikmat yang kita peroleh semua dari Allah SWT. Baik itu nikmat kesehatan, harta benda, jabatan, atau pangkat, semuanya dari Allah SWT.

2. Dengan Lisan

Mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Allah, seperti "Alhamdulillah"

Menggunakan lisan untuk menyebarkan kebaikan

Berbicara dengan sopan dan menghindari perkataan yang buruk

3. Dengan Menjaga dan Mengamalkan

Dengan melakukan perintah2nya dan menjauhi larangan2nya

Menjaga nikmat yang telah diberikan Allah

Meningkatkan ketaatan kepada Allah

Jangan sampai kita menjadi orang yang mengingkari nikmat karena kurang bersyukur. Semoga kita semua termasuk mereka yang pandai mensyukuri segala nikmat yang ada Tuhan telah memberi kita.

Sekian yang dapat saya sampaikan

Wassalamu'alaikum wr.wb

Friday, March 14, 2025

Laku hidup seorang Mukmin


Tadarus Ramadan #14

Laku Hidup Seorang Mukmin 

Oleh: M. Husnaini

Muslim, menurut Rasulullah, adalah pribadi yang mulut dan tangannya, termasuk keputusannya, menjamin keselamatan semua orang di sekitarnya. Jika tidak demikian, berarti bukan muslim. Jadi, Islam itu kata kerja, doing thing. Menjalankan Islam berarti menyelamatkan tanah, menyelamatkan sungai, menyelamatkan daun, menyelamatkan sesama manusia, menyelamatkan semua makhluk, dan seterusnya. 

Pokoknya, metabolisme dan ekosistem kehidupan kita pelihara sedemikian rupa, itulah Islam. Produknya adalah salam. 

Sementara mukmin itu senjatanya iman, tujuannya untuk membuat aman, doanya diakhiri amin. Mukmin adalah orang yang, kalau ada dia, amanlah harta semua orang, amanlah nyawa seluruh orang, dan amanlah kehormatan setiap orang. Laku mukmin itu amanah, sehingga orang di sekelilingnya merasa uman (kebagian). 

Menjadi mukmin tidak cukup dengan ikrar lisan, namun harus dikonfirmasi dengan perbuatan. Ada tuntutan dan larangan yang harus dikerjakan dan ditinggalkan seorang mukmin. Sebanyak 89 kali seruan Allah untuk orang beriman dalam Al-Quran, seluruhnya diawali dengan kalimat “Ya ayyuhalladzina amanu”, dan ditambah satu yang langsung “Ayyuhal mu’minun.”

Silakan buka Al-Quran dan pelajari satu per satu. Dari seruan-seruan itu, kita menjadi tahu apa sesungguhnya yang dikehendaki dan tidak dikehendaki Allah dari pribadi mukmin. Sudah pula ada buku terbitan Zaman yang mengupas, yaitu “Seruan Tuhan untuk Orang-Orang Beriman” karya Dr Nurul Huda Maarif.

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin,” puji Rasulullah, “seluruh urusannya baik. Ini tidak terdapat kecuali pada diri mukmin. Apabila menerima kesenangan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, dia bersabar, dan itu juga baik baginya.” 

Kehebatan seorang mukmin, jika mengacu hadis di atas, karena dua perkara. Satu, sabar dan yang kedua, syukur. Boleh kita sebut syukur dulu, baru sabar. Tergantung situasi dan kondisi.

Yang jelas, kemampuan bersyukur berbanding sama dengan tingkat kebahagiaan. Semakin kita tidak mampu bersyukur, semakin kita tidak bahagia. Ada orang naik mobil satu miliar, karena tanpa rasa syukur, dia tidak bahagia. Ada orang naik motor, tapi karena sibuk sekali dengan rasa syukur, dia merasakan bahagia luar biasa.

Demikian pula sabar. Besar atau kecilnya derita ketika ditimpa masalah itu sangat tergantung sejauh mana kualitas kesabaran kita. Ibarat sakit gigi, semakin kita meradang, semakin sakit gigi menjadi-jadi. Namun, ketika kita mampu berdamai dengan keadaan, biasanya rasa sakit berangsur nyaman.

Setiap mukmin harus terus belajar syukur dan sabar. Melampiaskan itu bertentangan dengan nilai puasa, dan hasil dari kebiasaan melampiaskan pastilah stres, galau, frustrasi, dan seterusnya.

Monday, March 10, 2025

M. Husnaini : Puasa dan Korupsi

 


Tadarus Ramadan #11

Puasa dan Korupsi

Oleh: M. Husnaini

Monyet berebut makanan hanya ketika merasa lapar. Tetapi manusia tega merampas hak-hak sesama meskipun dalam kondisi sangat kaya dan jaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kerakusan bukan sekadar dorongan biologis, melainkan sifat mental yang tidak mengenal batas.

Puasa mengajarkan kita untuk mencukupkan diri sesuai kebutuhan. Ketika berpuasa, kita menahan diri dari makan dan minum, bukan karena tidak mampu, tetapi karena ingin melatih kesadaran akan kecukupan. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan juga mengendalikan hawa nafsu, termasuk sifat rakus dan tamak.

Sayangnya, dalam realitas sosial, kita sering menjumpai orang-orang yang tidak pernah merasa cukup. Kasus korupsi yang terus terungkap belakangan ini menjadi bukti nyata. Banyak pejabat dan pengusaha yang sudah kaya raya, tetapi tetap tergoda untuk menyelewengkan uang rakyat. Mereka lebih memilih mengejar sesuatu yang belum dimiliki daripada mensyukuri dan menikmati apa yang telah ada.

Sifat tamak ini menciptakan ketidakadilan. Harta yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama justru dikuasai oleh segelintir orang. Akibat perilaku koruptif, kesenjangan sosial semakin lebar, dan rakyat kecil semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Puasa menawarkan solusi moral atas masalah korupsi. Dengan berlatih menahan diri, kita diajarkan untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain dan lebih bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan. Jika semangat puasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kita akan lebih mudah merasa cukup dan terhindar dari sikap rakus yang merugikan banyak orang.

Selain itu, puasa juga menanamkan nilai-nilai empati dan solidaritas. Saat merasakan lapar dan haus, kita dapat memahami bagaimana perjuangan orang-orang yang kurang beruntung dalam kehidupan sehari-hari. Ini seharusnya menumbuhkan kesadaran untuk lebih peduli dan berbagi dengan sesama. Dalam Islam, berbagi dengan yang membutuhkan, seperti melalui zakat dan sedekah, menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan ketimpangan sosial.

Jika nilai-nilai yang diajarkan dalam puasa benar-benar diterapkan, maka kita akan memiliki masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Orang-orang tidak akan lagi berlomba-lomba menumpuk kekayaan dengan cara korupsi, tetapi justru mencari keberkahan dalam berbagi dan membantu sesama. Dengan begitu, puasa bukan hanya menjadi ibadah pribadi, tetapi juga menjadi solusi sosial yang nyata.

Akhirnya, kepuasan sejati bukanlah pada seberapa banyak yang kita miliki, tetapi pada seberapa besar kita bisa bersyukur dan berbagi. Puasa mengajarkan kita bahwa hidup bukan soal mengumpulkan harta, tetapi tentang bagaimana kita menggunakan harta untuk kebaikan bersama. Jika kita berhasil menerapkan esensi puasa dalam kehidupan, maka kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis.

Sunday, March 9, 2025

M. Husnaini : Memaknai Hujan

 


Tadarus Ramadan #9

Memaknai Hujan

Oleh: M. Husnaini

Sudah beberapa bulan terakhir Yogyakarta kerap diguyur hujan cukup lebat. Hujan deras yang mengguyur wilayah Sleman dari siang hingga sore hari awal Januari lalu bahkan sempat menyebabkan jembatan bulevar di kampus Universitas Islam Indonesia Pusat ambles. Sebagian wilayah di Indonesia juga sampai dilanda banjir bandang.

Hujan merupakan fenomena alam sehari-hari. Zaman masih kecil dulu, hati saya girang kala melihat hujan. Sambil berlari keluar rumah, mata saya berusaha memandang ke langit. Dalam pikiran awam waktu itu, langit akan terbuka ketika hujan turun dan segera tertutup kembali manakala hujan reda.

Saintis dan ilmuwan juga mengkaji hujan. Setelah radar cuaca atau weather surveillance radar (WSR) ditemukan, manusia jadi tahu bahwa proses terjadinya hujan dimulai dari awan. Awan cumulonimbus terbentuk ketika angin mendorong sejumlah awan kecil menjadi gumpalan awan, dan terjadilah hujan. 

Namun, jauh sebelum itu, Al-Qur'an telah menjelaskan proses hujan turun. Dalam surah Ar-Rum ayat 48, Allah berfirman, "Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira."

Penjelasan Al-Qur'an tersebut persis sesuai dengan pemantauan radar cuaca. Jadi, hujan terjadi melalui tiga tahap. Pertama, pembentukan hujan dijelaskan lewat "Allah, Dialah yang mengimkan angin..." Tahap kedua dijelaskan dalam "...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..." Tahap ketiga, "... lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya." 

Sungguh Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu.

Dalam bahasa Arab, kata hujan mempunyai dua redaksi utama, yaitu "al-mathar" dan "al-ghaits". Dua istilah itu berbeda namun bermakna sama, yaitu hujan atau air hujan. Perbedaan di antara keduanya ialah bahwa al-mathar itu bentuk tunggal, namun berkonotasi pada hal-hal yang negatif, yakni hujan yang berdampak mendatangkan kerusakan seperti banjir, longsor, dan sejenisnya. 

Bahkan, pada beberapa ayat dalam Al-Qur'an, al-mathar dimaknai sebagai azab, yakni berupa hujan batu yang ditimpakan kepada umat yang berbuat zalim (dosa). 

"Wa amtharna 'alaihim matharan (dan Kami hujani mereka dengan hujan batu). Maka, perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu." (QS Al-A'raf [7]: 84).

Simak pula terjemahan ayat senada berikut: "Maka, ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata: Inilah awan mumthiruna (yang akan menurunkan hujan kepada kita). (Bukan) Tetapi itulah azab yang kamu minta disegerakan datangnya." (QS Al-Ahqaf [46]: 24).

Berbeda dengan itu, al-ghaits dimaknai sebagai bentuk jamak dari al-mathar, namun al-ghaits dikategorikan sebagai hujan yang membawa berkah, misalnya kesuburan tanaman atau disebut pula dengan hujan rahmat. 

Perhatikan terjemahan firman Allah di bawah ini: "Dan Dia-lah yang menurunkan ghaits (hujan) setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah yang Maha Pelindung, Maha Terpuji." (QS Asy-Syura [42]: 28).

Firman Allah yang lain: "Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi ghaits (hujan) (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)." (QS Yusuf [12]: 49).

Demikian pemaparan singkat tentang hujan. Semoga bermanfaat. Mudah-mudahan pula setiap hujan yang turun kepada kita adalah hujan yang senantiasa membawa berkah dan rahmat.

Saturday, March 8, 2025

M. Husnaini : Ngerem ngegas

 


Tadarus Ramadan #8

Mengendalikan Yes, Melampiaskan No

Oleh: M. Husnaini

Inti dari puasa adalah mengendalikan. Tidak main-main, ini diperlukan latihan yang luar biasa. Sebab, mengendalikan jelas lebih susah ketimbang melampiaskan.

Jika dikasih uang sejuta, kemudian disuruh menghabiskan sehari, siapa yang tidak bisa? Namun, jika diminta untuk merasa cukup kebutuhan hanya dengan belanja seratus ribu di sebuah supermarket, tentu butuh pengendalian ekstra. Silakan buktikan sendiri, jika tidak yakin.

Karena itu, kegagalan dalam hidup ini sering disebabkan karena manusia gagal mengendalikan. Bukan hanya kita. Para manusia mulia pun setali tiga uang. 

Nabi Adam, misalnya, diturunkan dari surga karena tidak mampu mengendalikan nafsu untuk memakan buah larangan. Nabi Musa tidak lulus belajar kepada Nabi Khidir karena tidak tahan mengendalikan protes dan selalu gagal paham atas setiap sikap sang guru misterius itu. Nabi Yunus dihukum di perut ikan nun karena tidak kuat mengendalikan rasa ngambek atas kedurhakaan kaumnya. 

Contoh-contoh lain bisa ditambahkan. Atau barangkali justru dari pengalaman kita sendiri. 

Yang jelas, kemampuan untuk mengendalikan ini luar biasa penting. Dan, sekali lagi, perlu latihan sekaligus pembiasaan. Lain dengan perilaku melampiaskan, yang anak kecil atau, bahkan, orang tidak waras pun mampu melakukan.

Benarlah kalimat menarik dari Emha Ainun Nadjib dalam buku Hidup Itu Harus Pintar Ngegas & Ngerem: Nasihat-Nasihat Kearifan. Kata budayawan kondang itu, "Jangan memasuki suatu sistem yang membuat Anda melampiaskan diri. Tapi dekat-dekatlah dengan sahabat yang membuat Anda mengendalikan diri. Karena Islam itu mengendalikan, bukan melampiaskan. Hidup itu harus bisa ngegas dan ngerem."

Karena itu, Ramadan harus menjadi bulan penuh kesederhanaan, bukan momen pelampiasan dengan berbelanja aneka makanan dan pakaian demi kepuasan.

Sebaliknya, Ramadan harus menjadi madrasah ruhaniah bagi kita untuk berlatih memperbanyak ibadah dan amal utama. Jika Ramadan tidak juga membuat kita rajin beribadah dan beramal mulia, lantas momen apa yang mampu mendorong kita mau mendekat kepada Sang Pencipta?

Thursday, March 6, 2025

M. Husnaini : Puasa dan rokok

 


Tadarus Ramadan #7

Puasa dan Rokok

Oleh: M. Husnaini


Puasa mengajarkan tentang batas supaya manusia menikmati segala yang ada. Setiap manusia diberikan nikmat, kendati tidak semua mampu menikmatinya. Puasa, dengan demikian, mengajarkan manusia untuk menikmati segala yang dibutuhkan tanpa harus berlebih-lebihan.

Karena itu, puasa memang menyehatkan sekaligus menyelamatkan. Pasalnya, sumber dosa dan salah yang paling besar bermula dari urusan perut dan syahwat. Kesenangan juga sebenarnya kerap bermula dari “pintu atas” dan “pintu bawah” itu. Perut dan syahwat perlu dikendalikan.

Bagi teman-teman perokok yang ingin berhenti, misalnya, puasa adalah cara tepat untuk berhenti merokok. Status kehalalan rokok memang diperbantahkan para ulama, tetapi tidak seorang pun yang bilang merokok itu baik. Makruh hingga haram itu letaknya ada di barisan larangan agama.

Mampukah kita melakukannya? Tinggal keinginan dan kemauannya. Puasa, dalam arti menahan keinginan perut dan syahwat, sebenarnya tidak berat. Yang berat adalah menundukkan ego untuk taat pada tuntunan syariat. Berhenti merokok juga tentang pengendalian diri saja.

Di situlah yang berat. Tidak ada orang sakit atau mati gara-gara berhenti merokok. Buktinya, ketika sedang berpuasa, kita kuat seharian tanpa rokok. Sekali lagi, puasa paling berat memang mengendalikan diri dari bersikap, berucap, dan bahkan berpikir muspra. Puasa bukan sekadar menjaga perut dan syahwat.

Puasa yang melampaui sekadar urusan perut dan syahwat akan mendatangkan hikmah. Di antara hikmah puasa adalah menanamkan rasa syukur. Kebiasaan bersyukur menjadikan nikmat yang sedikit terasa banyak. Kufur nikmat dapat menjadikan hidup dan kehidupan ini terasa berat dan melarat.

Kurangi perdebatan saat berpuasa, termasuk ketika membaca tulisan ini. Satu-satunya konsumsi tidak menyehatkan yang selalu dipertahankan oleh para penikmatnya dengan berbagai dalih & dalil adalah rokok. Tetapi, awas, jangan sampai perbantahan tentang rokok justru mengurangi nilai pahala puasa di bulan mulia yang kita telah bersusah payah mengumpulkannya.

Agama mengajarkan kemampuan mengendalikan diri, bukan melampiaskan. Pengendalian diri itulah inti ajaran puasa sebulan penuh selama Ramadan. Termasuk bagaimana mengendalikan diri untuk tidak merokok bagi para pecandu tembakau yang sudah niat berhenti. Mulailah sejak membaca tulisan sederhana ini.

Umar : Syukur

 


Assalamualaikum Wr. Wb.

Kaum muslimin rahimakumullah.

Nikmat Allah Swt. yang diberikan kepada kita sangatlah berlimpah.

Bahkan, terkadang tanpa kita minta, Allah tetap menganugerahkan nikmat yang sangat banyak.

Mulai dari nikmat sehat, nikmat pancaindera, nikmat akal, nikmat Islam, dan masih banyak lagi.

Maka dari itu, tidak ada yang lebih patut untuk dilakukan selain bersyukur atas limpahan rahman dan rahim-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran:

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Swt.

Secara bahasa syukur adalah pujian kepada yang telah berbuat baik atas apa yang dilakukan kepadanya.

Syukur merupakan kebalikan dari kufur.

Sementara menurut istilah, syukur adalah penggunaan seluruh nikmat Allah SWT. oleh seorang hamba, baik dalam bentuk pendengaran, penglihatan, hati, maupun yang lainnya, sesuai dengan tujuan penciptanya.

Wednesday, March 5, 2025

M. Husnaini : Kenapa harus dengan lapas dan haus?

 


Tadarus Ramadan #6

Kenapa Harus dengan Lapar dan Haus?

Oleh: M. Husnaini


Kita sudah memasuki puasa hari ke-6 di bulan Ramadan tahun ini. Puasa, menurut Emha Ainun Nadjib, adalah pilihan untuk "tidak" atas sesuatu yang sewajarnya "ya", atau keputusan untuk "ya" terhadap sesuatu yang halal untuk "tidak". Pahala besar dijanjikan untuk yang berpuasa.

Namun, tidak mudah mengaplikasikan nilai puasa. Sekadar menahan diri dari makan, minum, dan seks sepanjang siang, banyak orang mampu. Bagaimana dengan mengendalikan diri untuk tidak marah, tidak galau, tidak jorok, dan tidak berbuat jahat sejak terbit fajar hingga petang hari.

“Betapa banyak orang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga,” kata Nabi. Mengacu pada hadis itu, hampir pesimis bahwa puasa kita benar-benar berbuah pahala. Puasa perut mungkin berhasil, tetapi belum tentu puasa badan, puasa pikiran, apalagi puasa hati. 

Sepanjang umur, kita harus berjuang untuk mencapai hakikat puasa, yaitu pengendalian. Jangan memasuki suatu sistem yang membuat kita melampiaskan. Islam itu sesungguhnya mengendalikan, bukan melampiaskan. Hidup, kata bijak bestari, harus mampu ngegas dan ngerem.

Kebiasaan sebar hoaks, postingan atau komentar bernada kebencian dan fitnah, mulai sekarang dan seterusnya, harus kita setop. Ayo manfaatkan media sosial untuk silaturahmi dan saling tebar manfaat antarsesama. Kendalikan diri untuk tidak gemar mengunggah sampah di dunia maya.

Kenapa kita diperintahkan berpuasa dari makanan dan minuman? Saya ingin berbagi kisah yang saya simak dari kultum seorang mubalig. Bagi yang sudah pernah mendengar atau membaca, supaya tidak lupa. Yang baru membaca di sini, semoga mendapat inspirasi.

Tujuan puasa, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran, adalah supaya kita menjadi orang bertakwa. Lalu kenapa membentuk takwa harus dengan puasa?

Mubalig kita kemudian berkisah. Di zaman azali, ketika Allah hendak menciptakan manusia, Dia memberikan dua peranti canggih. Yang pertama bernama akal. Akal itu ibarat software. Tidak terlihat dan tidak terdeteksi secara kasat mata, namun ter-install dalam otak.

Ketika hendak dipasang ke otak manusia, akal ditanya oleh Allah, "Siapa aku dan siapa kamu?" Akal menjawab tegas, "Engkau adalah Tuhanku, sementara hamba ini kawula-Mu."

Tidak heran, ketika manusia hidup selalu berpedoman kepada akal, hidup manusia niscaya berada dalam kebenaran. Akal mampu memilah antara benar dan salah.

Software kedua yang diberikan Allah kepada kita adalah nafsu. Nafsu itu sumber segala rasa. Ketika hendak disematkan ke jiwa manusia, nafsu ditanya oleh Allah sebagaimana pertanyaan yang diajukan ke akal. Tiba-tiba nafsu menjawab, "Kamu ya kamu, sementara aku adalah aku." 

Allah kemudian memasukkan nafsu ke dalam neraka. Setelah disiksa beberapa lama, kembali nafsu ditanya oleh Allah. Jawabannya tetap sama. Segera nafsu dibawa balik ke neraka, dan dibakar ulang sampai gosong. Ketika ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama, eh jawaban nasfu tetap sama. 

Belum juga mau mengakui kebesaran Allah, lagi-lagi nafsu dilemparkan ke neraka. Tetapi, kali ini dengan jenis siksaan berupa lapar dan haus. Jadi, siksaan yang diberikan sekarang adalah tidak diberikan makan dan minum. Apa yang terjadi? 

Ternyata nafsu menyerah, luruh. Dengan kata lain, ketika dientaskan dari neraka lapar dan haus itu, lantas ditanya ulang oleh Allah dengan pertanyaan yang masih sama, barulah nafsu tunduk dan menjawab, "Engkau adalah Tuhanku, sementara aku adalah kawula-Mu."

Terjawab sudah kenapa membentuk takwa harus dengan puasa. Semoga setiap puasa kita benar-benar mampu membekuk jalangnya nafsu, dan berhasil menjadikannya bersedia sujud dan patuh di hadapan kedigdayaan Allah.

Tuesday, March 4, 2025

M. Husnaini : Sudahkah kita bertadarus

 


Tadarus Ramadan #5

Sudahkah Kita Bertadarus?

Oleh: M. Husnaini


Al-Quran adalah pedoman utama bagi umat Islam. Namun, sejauh mana kita benar-benar berinteraksi dengan kitab suci ini? Ada empat model interaksi yang bisa kita lakukan terhadap Al-Quran: tilawah, qiraah, tadarus, dan tadabur. Semakin tinggi tingkat interaksi kita, semakin besar manfaat yang bisa kita peroleh dalam kehidupan sehari-hari.

Ya, ada empat model interaksi kita dengan Kitab Suci Al-Quran. Yang pertama adalah tilawah. Tilawah merupakan tahap paling dasar dalam berinteraksi dengan Al-Quran, yaitu sekadar melafalkan ayat-ayat suci tanpa memahami maknanya. Meskipun tilawah memiliki pahala tersendiri, jika tidak diiringi dengan pemahaman, maka manfaatnya tidak optimal. 

Tingkatan interaksi di atas itu ialah qiraah, yaitu membaca Al-Quran dengan memahami maknanya melalui terjemahan. Ini merupakan langkah awal untuk menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk hidup. Dengan memahami arti ayat-ayat yang dibaca, seseorang dapat mulai menghubungkan pesan Al-Quran dengan kehidupan sehari-hari.

Yang lebih tinggi derajatnya dari dua model di atas adalah tadarus. Model interaksi yang ketiga ini tidak cukup dengan menengok terjemahannya, tetapi juga meneliti tafsir dan sebab turun ayat. Interaksi pada tahap ini membuat Al-Quran terasa lebih relevan dengan kehidupan. Ayat-ayat yang turun 14 abad lalu di Makkah terasa seperti baru saja diwahyukan untuk kita saat ini.

Kemudian, yang paling keren adalah tadabur. Inilah tingkat interaksi tertinggi, yaitu mencari jawaban atas berbagai persoalan hidup melalui Al-Quran. Tadabur mengajak kita untuk menggali hikmah di balik setiap ayat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Jika umat Islam mampu mencapai tahap ini, maka Al-Quran akan benar-benar menjadi way of life yang membimbing setiap langkah hidup.

Kebanyakan umat Islam baru sampai pada model interaksi tingkat pertama, yaitu tilawah. Tidak heran jika Al-Quran belum menjadi way of life. Di antara penyebabnya barangkali karena kurangnya motivasi untuk memahami makna Al-Quran. Banyak orang merasa cukup hanya dengan membaca tanpa berusaha memahami isinya. 

Keterbatasan akses terhadap tafsir juga faktor lain. Artinya, tidak semua orang Islam memiliki kesempatan untuk belajar tafsir, terutama yang berbahasa Arab. Yang tidak boleh lupa disebut juga ialah kebiasaan membaca Al-Quran tanpa mau berpikir. Sebagian besar orang Islam ini, tidak disangkal, membaca Al-Quran hanya sebagai ritual tanpa mencoba merenungkan maknanya. Yang penting mendapatkan pahala.

Lebih parah lagi, masih ada orang Islam yang bahkan buta huruf Al-Quran. Dengan kata lain, baru pada tingkat tilawah atau sekadar melafalkan bacaan Al-Quran saja, belum semua kita bisa.

KH Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, memberikan kiat praktis dalam mempelajari Al-Quran. Yaitu ambillah beberapa ayat, bacalah dengan tartil, kemudian dikaji: Bagaimana arti ayat tersebut? Bagaimana tafsirnya? Apa maksudnya? Apakah ayat tersebut berisi perintah atau larangan? Jika itu perintah, apakah sudah dikerjakan? Jika larangan, apakah sudah ditinggalkan?

Metode ini sangat praktis dan bisa diterapkan oleh siapa saja. Terlebih lagi, saat ini sudah banyak kitab tafsir dan buku asbabun nuzul yang tersedia dalam bahasa Indonesia, bagi yang tidak mampu mengakses kitab-kitab tafsir berbahasa Arab.

Sudah saatnya umat Islam meningkatkan kualitas interaksi dengan Al-Quran. Jangan hanya puas dengan tilawah, apalagi jika membacanya dengan terburu-buru dan tidak fasih. Mulailah dengan qiraah, lanjutkan ke tadarus, dan berusahalah mencapai tadabur. Dengan demikian, Al-Quran akan menjadi sumber inspirasi dalam menjalani kehidupan.

Jangan sampai generasi kita hanya sekadar bisa melafalkan Al-Quran, tetapi tidak memahami isinya. Ajaklah keluarga, teman, dan masyarakat untuk bersama-sama mendekatkan diri kepada Al-Quran dengan pemahaman yang lebih mendalam. Sebab, Al-Quran bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga untuk direnungkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.