MENYONGSONG TAHUN 1428 HIJRIYAH
"Dialah Allah yang menciptakan matahari bersinar dan bulan yang
memantulkan cahaya dan Dia tentukan tempat peredaranya masing-masing agar kami
semua mengetehui perhitungan tahun dan perhitungan yang lain, tidaklah Allah
menciptakan itu semua kecuali dengan haq (kebenaran) untuk menerangkan ayat
(tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui"(Yunus (10) : 5 )
Secara berturut-turut kita baru saja
melewati peristiwa besar muktamar umat Islam, yaitu ibadah haji Haji, perayaan
Idul Adha yang desertai pelaksanaan Ibadah Qurban, dan pergantian tahun Masehi
2006 ke 2007 dan akan segera disusul dengan pergantian tahun baru 1428
Hijriyah.
Menyongsong datangnya tahun baru Hijriyah, ada baiknya kita merenung
sejenak untuk merefleksikan kembali apa saja yang telah terjadi atau kita
perbuat, hikmah apa yang dapat kita ambil dan bagaimana mewarnai hari-hari yang
akan dating agar perjalanan hidup kita semakin bermakna dan diridhai Allah. Berikut
beberapa catatan penting yang diharapkan dapat menjadi acuan agar kita tidak
gamang dalam menatap fajar baru tahun 1428 Hijriyah.
HAKIKAT PERGANTIAN WAKTU
Pergantian waktu dari detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun pada
dasarnya adalah runitinas yang sudah pasti hingga datangnya qiyamat nanti. Perjalanan
waktu dapat bermakna bagi diri kita apabila kita mampu melalui dengan baik,
tetapi juga bisa tidak berarti apa-apa ketika perjalanan waktu itu kita
sia-siakan. Yang banyak kita lakukan selama ini barang kali adalah yang kedua.
Artinya kita tidak pernah menjadikan perjalanan dan pergantian waktu sebagai
sebuah tonggak untuk melakukan refleksi dan evaluasi untuk kemudian menata dan
memperbaiki diri. Yang terjadi kemudian adalah hura-hura, pesta pora dan banyak
hal lain yang seharusnya dapat kita hindari ketika kita mampu merumuskan tujuan
hidup kita.
Apabila kita cermati isi Surat Yunus (10) : ayat 5, maka pergantian
siang dan malam yang ditandai dengan bersinarnya matahari dan pantulan
cahayanya melalui bulan yang terjadi akibat peredaran bumi dan bulan
mengelilingi matahari, maka ada dua pesan penting yang seharusnya kita tangkap,
pertama, bahwa peredaran tersebut merupakan sumber utama bagi
kita untuk mengetahui perhitungan tahun yang pada intinya dalah berjalannya waktu
dalam menempuh kehidupan, dan kedua, dengan mengetahui
perhitungan waktu itu kita seharusnya mampu melakukan perhitungan (muhasabah)
kepada diri kita dalam melalui perjalanan hidup kita.
Dengan demikian, ketika kita mampu menyadari bahwa kehidupan ini
terus berjalan seiring dengan perjalanan waktu dan kita mampu mengisi dan
mewarnai kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, maka kita sudah mampu menangkap
hakikat pergantian waktu. Dan orang yang mampu menangkap hakikat pergantian
waktu, ia akan senantiasa berusaha menjadikan waktu dan hari-harinya lebih baik
dari waktu dan hari-hari yang telah dilalui. Orang yang semacam ini akan
menjadi orang yang beruntung, baik dunia maupun akhirat. Sebagaimana Sabda Nabi
: barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang
yang beruntung.
ESENSI IBADAH
HAJI & SHALAT IDUL ADHA
Ibadah Haji dan penyembelihan Hewan Qurban, meski merupakan dua
ibadah yang secara lahiriyah berbeda, namun merupakan dua peristiwa yang
mempunyai kaitan yang sangat sangat erat dan mengandung makna yang sangat
penting dalam mengisi perjalanan hidup umat Islam.
Ibadah Haji merupakan pilar Islam, ia merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang
harus ditegakkan. Haji merupakan muktamar Umat Islam dari seluruh penjuru dunia.
Jama’ah Haji berasal dari berbagai penjuru dunia, dengan latar belakang yang
berbeda, baik bahasa, warna kulit, adat istiadat, pangkat dan derajat yang
berbeda, akan tetapi mereka melaksanakan ibadah yang sama, dengan cara yang
sama dengan tujuan yang sama, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah
SWT.
Allah berkenan mengumpulkan mereka
semua, hanya dengan satu dasar, yaitu Iman. Dengan keimanan itulah kaum
muslimin berbondong-bondong memenuhi panggilan Allah meski harus menempuh
perjalanan yang jauh, beratnya medan
dan aktifitas fisik serta biaya yang tidak sedikit. Hal ini menunjukan kebenaran
Firman Allah dalam Surat Al Hajj : 27: "Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan Hajji, niscaya mereka akan dating kepadamu dengan berjalan
kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang dating dari segenap penjuru yang
jauh".
Oleh karena itu, ikrar yang
senantiasa diucapkan oleh seluruh jama'ah haji muncul dari kedalaman jiwa yang
didasari kuatnya iman dan akidah sehingga apabila kita resapi maknanya akan
membuat hati bergetar. Secara bersamaan mereka senantiasa mengucapkan kalimat
talbiyah.
"Aku
datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu sesungguhnya pujian, kenikmatan, kekuasaan
adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu" (CD
Muslim : 2031)
Adapaun Shalat Idul Adha, ialah muktamar/berkumpul umat Islam yang
tidak sedang menunaikan ibadah haji ditempat-tempat shalat yang luas dan
terbuka diseluruh dunia. Sebagaimana bersatunya jama'ah haji, maka jama'ah
Shalat Idul Adha juga harus dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan serta
akidah yang lurus dengan tujuan mengagungkan asma Allah dan syi'ar Islam, sebagaimana
firman Allah dalam surat
Al Hajj 32 : "Demikianlah (perintah Allah), barang siapa mengagungkan
syi'ar (agama) Allah, maka yang demikian itu merupakan tanda hati yang
bertaqwa".
MAKNA DAN
HAKEKAT QURBAN
Yang
dapat kita petik dari perintah Kurban, diantaranya adalah :
1.
Kemampuan
Bersyukur
Hakekat Kemampuan dalam konteks
ini, sebetulnya lebih terletak pada kemampuan seseorang untuk bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Orang yang mempunyai
kesadaran bahwa Allah telah memberikan nikmatnya yang sangat banyak dan tak
terhitung, akan lebih ringan menyisihkan sebagian nikmat itu untuk menunaikan
seruan kurban; meski pada saat itu secara financial sedang kurang. Sebaliknya,
orang yang secara materi cukup, namun kemampuannya untuk bersyukur
kurang, maka sangat berat menyisihkan hartanya untuk berkurban. Dengan
demikian, "kemampuan" seseorang untuk berkurban pada
hakekatnya lebih ditentukan oleh pribadi kaum muslimin, karena mereka sendiri
yang lebih mengetahui tentang diri mereka sendiri.
2.
Makna
Qurban
Qurban dalam pengertian Nahr dan Dhahha yang
berarti menyembelih mengandung dua makna sekaligus, yakni : Hakiki dan
Majazi. Dengan demikian secara hakiki kita diperintahkan untuk
"secara nyata" menyembelih binatang kurban. Lebih dari itu makna Majazi
dari Menyembelih ialah : Kemampuan dan keberanian seseorang untuk 'menyembelih'
sifat dan karakter kebinatangan, seperti tamak, rakus, egoisme serta sifat dan
karakter lainya yang berujung pada kepentingan diri, kelompok, dan golongan
sehingga jauh dari Allah. Sifat dan karakter itu'disembelih'
untuk kemudian menuju kepada hakekat Qurban, yaitu mendekatkan diri kepada
Allah dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan
Allah.
3.
Hubungan
horizontal dan vertical
Adha berarti penyembelihan hewan dan
Qurban berarti pendekatan diri. Dengan demikian, pelaksanaan
ibadah qurban mempunyai dua implikasi sekaligus, horizontal kepada sesama dan vertical
kepada Allah. Menyembelih Kambing atau Lembu kemudian dibagi-bagikan mengandung
maksud kemauan mengorbankan kepemilikan financial material baik berupa binatang
sembelihan ataupun sebagian harta dan kekayaan untuk kesejahteraan umat sebagai
wujud hubungan horizontal dan pada saat bersamaan kita canangkan dalam diri
kita kemauan untuk senantiasa ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada
Allah) sebagai refleksi hubungan vertical makhluk dengan sang Khaliq.
KATA
KUNCINYA: HIJRAH
Tahun
Hijriah, adalah system kalender yang didasarkan pada peredaran bulan.
Perhitungannya dimulai sejak Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah. Pemicunya
ialah, setelah wafatnya rosul, banyak umat Islam yang mulai 'kurang bergairah'
melaksanakan Ajaran Islam dan bahkan 'menyimpang' dari praktek ajaran Nabi.
Untuk memberikan semangat kepada ummat dan untuk meluruskan ajaran Islam yang
menyimpang, akhirnya khalifah secara resmi memerintahkan untuk memperingati
Hijrah Nabi dan menetapkannya sebagai perhitungan Tahun Islam. Dipilihnya
Peristiwa Hijrah sebagai tonggak, karena hakekat dari Hijrah Nabi adalah
semangat kuat untuk meninggalkan masa suram berupa kebodohan dan kesesatan (dzulumat
al jahiliyyah) menuju cahaya dan tuntunan Islam (nur al Islam).
Tahun Hijriah tidaklah sekedar
system kalender yang hanya berfungsi untuk mengetahui pergantian hari, bulan
dan tahun. Lebih dari itu, tahun Hijriyah sangat erat terkait dengan system dan
pola peribadatan umat Islam seperti kapan kita harus berpuasa dan tanggal
berapa saja kita diharamkan berpuasa, kapan kita dapat mengunjungi Baitullah.
Dengan demikian, maka dalam memasuki
tahun baru 1428 Hijriyah, sudah seharusnya kita mencanangkan target pada diri
kita masing-masing agar ditahun yang akan datang kita mampu senantiasa
melakukan instrospeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan, mengambil
hikmah dari setiap peristiwa yang telah terjadi.
Kita songsong fajar 1428 Hijriyah dengan semangat persatuan dan
kebersamaan sebagaimana tergambar dari ibadah haji, serta kemauan kita dalam bersyukur
atas nikmat dan karunia Allah untuk kemudian berbagi kepada sesama dengan satu
tujuan utama, yaitu mendekatkan diri hanya kepada Allah.
Hanya dengan semangat Haji dan Qurban disertai dengan keberanian
kita untuk berubah (HIJRAH), kita masih bisa berharap agar musibah demi musibah
yang silih berganti menerpa bangsa kita segera berakhir dan digantikan dengan
berlimpahnya berkah dan kemakmuran dari sisi Allah SWT. Sebagaimana janji Allah
: “Apabila penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, niscaya akan kami
bukakan pintu rahmat dan barokah dari langit dan bumi”. Dengan demikian
KATA KUNCINYA ADALAH HIJRAH. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua
…Amien.
0 comments: