Monday, August 27, 2007

Menyongsong Tahun 1428 Hijriyah

MENYONGSONG TAHUN 1428 HIJRIYAH





"Dialah Allah yang menciptakan matahari bersinar dan bulan yang memantulkan cahaya dan Dia tentukan tempat peredaranya masing-masing agar kami semua mengetehui perhitungan tahun dan perhitungan yang lain, tidaklah Allah menciptakan itu semua kecuali dengan haq (kebenaran) untuk menerangkan ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui"(Yunus (10) : 5 )

            Secara berturut-turut kita baru saja melewati peristiwa besar muktamar umat Islam, yaitu ibadah haji Haji, perayaan Idul Adha yang desertai pelaksanaan Ibadah Qurban, dan pergantian tahun Masehi 2006 ke 2007 dan akan segera disusul dengan pergantian tahun baru 1428 Hijriyah.
Menyongsong datangnya tahun baru Hijriyah, ada baiknya kita merenung sejenak untuk merefleksikan kembali apa saja yang telah terjadi atau kita perbuat, hikmah apa yang dapat kita ambil dan bagaimana mewarnai hari-hari yang akan dating agar perjalanan hidup kita semakin bermakna dan diridhai Allah. Berikut beberapa catatan penting yang diharapkan dapat menjadi acuan agar kita tidak gamang dalam menatap fajar baru tahun 1428 Hijriyah.

HAKIKAT PERGANTIAN WAKTU
Pergantian waktu dari detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun pada dasarnya adalah runitinas yang sudah pasti hingga datangnya qiyamat nanti. Perjalanan waktu dapat bermakna bagi diri kita apabila kita mampu melalui dengan baik, tetapi juga bisa tidak berarti apa-apa ketika perjalanan waktu itu kita sia-siakan. Yang banyak kita lakukan selama ini barang kali adalah yang kedua. Artinya kita tidak pernah menjadikan perjalanan dan pergantian waktu sebagai sebuah tonggak untuk melakukan refleksi dan evaluasi untuk kemudian menata dan memperbaiki diri. Yang terjadi kemudian adalah hura-hura, pesta pora dan banyak hal lain yang seharusnya dapat kita hindari ketika kita mampu merumuskan tujuan hidup kita.
Apabila kita cermati isi Surat Yunus (10) : ayat 5, maka pergantian siang dan malam yang ditandai dengan bersinarnya matahari dan pantulan cahayanya melalui bulan yang terjadi akibat peredaran bumi dan bulan mengelilingi matahari, maka ada dua pesan penting yang seharusnya kita tangkap, pertama, bahwa peredaran tersebut merupakan sumber utama bagi kita untuk mengetahui perhitungan tahun yang pada intinya dalah berjalannya waktu dalam menempuh kehidupan, dan kedua, dengan mengetahui perhitungan waktu itu kita seharusnya mampu melakukan perhitungan (muhasabah) kepada diri kita dalam melalui perjalanan hidup kita.
Dengan demikian, ketika kita mampu menyadari bahwa kehidupan ini terus berjalan seiring dengan perjalanan waktu dan kita mampu mengisi dan mewarnai kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, maka kita sudah mampu menangkap hakikat pergantian waktu. Dan orang yang mampu menangkap hakikat pergantian waktu, ia akan senantiasa berusaha menjadikan waktu dan hari-harinya lebih baik dari waktu dan hari-hari yang telah dilalui. Orang yang semacam ini akan menjadi orang yang beruntung, baik dunia maupun akhirat. Sebagaimana Sabda Nabi : barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung.

ESENSI IBADAH HAJI & SHALAT IDUL ADHA
Ibadah Haji dan penyembelihan Hewan Qurban, meski merupakan dua ibadah yang secara lahiriyah berbeda, namun merupakan dua peristiwa yang mempunyai kaitan yang sangat sangat erat dan mengandung makna yang sangat penting dalam mengisi perjalanan hidup umat Islam.
Ibadah Haji merupakan pilar Islam, ia merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang harus ditegakkan. Haji merupakan muktamar Umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Jama’ah Haji berasal dari berbagai penjuru dunia, dengan latar belakang yang berbeda, baik bahasa, warna kulit, adat istiadat, pangkat dan derajat yang berbeda, akan tetapi mereka melaksanakan ibadah yang sama, dengan cara yang sama dengan tujuan yang sama, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT.
            Allah berkenan mengumpulkan mereka semua, hanya dengan satu dasar, yaitu Iman. Dengan keimanan itulah kaum muslimin berbondong-bondong memenuhi panggilan Allah meski harus menempuh perjalanan yang jauh, beratnya medan dan aktifitas fisik serta biaya yang tidak sedikit. Hal ini menunjukan kebenaran Firman Allah dalam Surat Al Hajj : 27: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Hajji, niscaya mereka akan dating kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang dating dari segenap penjuru yang jauh".
            Oleh karena itu, ikrar yang senantiasa diucapkan oleh seluruh jama'ah haji muncul dari kedalaman jiwa yang didasari kuatnya iman dan akidah sehingga apabila kita resapi maknanya akan membuat hati bergetar. Secara bersamaan mereka senantiasa mengucapkan kalimat talbiyah.



"Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah tidak ada sekutu  bagi-Mu sesungguhnya pujian, kenikmatan, kekuasaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu" (CD Muslim : 2031)
Adapaun Shalat Idul Adha, ialah muktamar/berkumpul umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji ditempat-tempat shalat yang luas dan terbuka diseluruh dunia. Sebagaimana bersatunya jama'ah haji, maka jama'ah Shalat Idul Adha juga harus dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan serta akidah yang lurus dengan tujuan mengagungkan asma Allah dan syi'ar Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hajj 32 : "Demikianlah (perintah Allah), barang siapa mengagungkan syi'ar (agama) Allah, maka yang demikian itu merupakan tanda hati yang bertaqwa".

MAKNA DAN HAKEKAT QURBAN
            Yang dapat kita petik dari perintah Kurban, diantaranya adalah :
1.      Kemampuan Bersyukur
Hakekat Kemampuan dalam konteks ini, sebetulnya lebih terletak pada kemampuan seseorang untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Orang yang mempunyai kesadaran bahwa Allah telah memberikan nikmatnya yang sangat banyak dan tak terhitung, akan lebih ringan menyisihkan sebagian nikmat itu untuk menunaikan seruan kurban; meski pada saat itu secara financial sedang kurang. Sebaliknya, orang yang secara materi cukup, namun kemampuannya untuk bersyukur kurang, maka sangat berat menyisihkan hartanya untuk berkurban. Dengan demikian, "kemampuan" seseorang untuk berkurban pada hakekatnya lebih ditentukan oleh pribadi kaum muslimin, karena mereka sendiri yang lebih mengetahui tentang diri mereka sendiri.

2.      Makna Qurban
Qurban dalam pengertian Nahr dan Dhahha yang berarti menyembelih mengandung dua makna sekaligus, yakni : Hakiki dan Majazi. Dengan demikian secara hakiki kita diperintahkan untuk "secara nyata" menyembelih binatang kurban. Lebih dari itu makna Majazi dari Menyembelih ialah : Kemampuan dan keberanian seseorang untuk 'menyembelih' sifat dan karakter kebinatangan, seperti tamak, rakus, egoisme serta sifat dan karakter lainya yang berujung pada kepentingan diri, kelompok, dan golongan sehingga jauh dari Allah. Sifat dan karakter itu'disembelih' untuk kemudian menuju kepada hakekat Qurban, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah.

3.      Hubungan horizontal dan vertical
Adha berarti penyembelihan hewan dan Qurban berarti pendekatan diri. Dengan demikian, pelaksanaan ibadah qurban mempunyai dua implikasi sekaligus, horizontal kepada sesama dan vertical kepada Allah. Menyembelih Kambing atau Lembu kemudian dibagi-bagikan mengandung maksud kemauan mengorbankan kepemilikan financial material baik berupa binatang sembelihan ataupun sebagian harta dan kekayaan untuk kesejahteraan umat sebagai wujud hubungan horizontal dan pada saat bersamaan kita canangkan dalam diri kita kemauan untuk senantiasa ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) sebagai refleksi hubungan vertical makhluk dengan sang Khaliq.

KATA KUNCINYA: HIJRAH
            Tahun Hijriah, adalah system kalender yang didasarkan pada peredaran bulan. Perhitungannya dimulai sejak Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah. Pemicunya ialah, setelah wafatnya rosul, banyak umat Islam yang mulai 'kurang bergairah' melaksanakan Ajaran Islam dan bahkan 'menyimpang' dari praktek ajaran Nabi. Untuk memberikan semangat kepada ummat dan untuk meluruskan ajaran Islam yang menyimpang, akhirnya khalifah secara resmi memerintahkan untuk memperingati Hijrah Nabi dan menetapkannya sebagai perhitungan Tahun Islam. Dipilihnya Peristiwa Hijrah sebagai tonggak, karena hakekat dari Hijrah Nabi adalah semangat kuat untuk meninggalkan masa suram berupa kebodohan dan kesesatan (dzulumat al jahiliyyah) menuju cahaya dan tuntunan Islam (nur al Islam).
            Tahun Hijriah tidaklah sekedar system kalender yang hanya berfungsi untuk mengetahui pergantian hari, bulan dan tahun. Lebih dari itu, tahun Hijriyah sangat erat terkait dengan system dan pola peribadatan umat Islam seperti kapan kita harus berpuasa dan tanggal berapa saja kita diharamkan berpuasa, kapan kita dapat mengunjungi Baitullah.
            Dengan demikian, maka dalam memasuki tahun baru 1428 Hijriyah, sudah seharusnya kita mencanangkan target pada diri kita masing-masing agar ditahun yang akan datang kita mampu senantiasa melakukan instrospeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan, mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang telah terjadi.
Kita songsong fajar 1428 Hijriyah dengan semangat persatuan dan kebersamaan sebagaimana tergambar dari ibadah haji, serta kemauan kita dalam bersyukur atas nikmat dan karunia Allah untuk kemudian berbagi kepada sesama dengan satu tujuan utama, yaitu mendekatkan diri hanya kepada Allah.

Hanya dengan semangat Haji dan Qurban disertai dengan keberanian kita untuk berubah (HIJRAH), kita masih bisa berharap agar musibah demi musibah yang silih berganti menerpa bangsa kita segera berakhir dan digantikan dengan berlimpahnya berkah dan kemakmuran dari sisi Allah SWT. Sebagaimana janji Allah : “Apabila penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, niscaya akan kami bukakan pintu rahmat dan barokah dari langit dan bumi”. Dengan demikian KATA KUNCINYA ADALAH HIJRAH. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua …Amien.
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: