PENDAHULUAN
Ketika Jama'ah
Haji tengah berjuang menjalankan prosesi ibadah haji, maka kita yang berada di
tanah air disunahkan untuk melakukan beberapa ibadah seperti Puasa Arofah,
memperbanyak Takbir, tahmid, Tahlil sejak Waktu Ashar hari Arofah (tgl 9
Dzulhijjah) sampai tasyriq hari ketiga (tgl. 13 Dzulhijjah) serta menyembelih
qurban. Berikut beberapa hal yang perlu kita perhatikan bersama.
PUASA AROFAH
Pada tanggal 9 Dzulhijjah, ketika Jama'ah
Haji sedang menjalankan Wuquf di padang
'Arofah, kita disunahkan untuk melaksanakan puasa; dari Abu Qotadah :
Rasulullah bersabda : "Puasa
'Arafah itu dapat menghapus (dosa) selama dua tahun; tahun yang lalu dan tahun
yang akan datang" [1]
(HR. Jama’ah, kecuali Bukhari.
HARAM PUASA
Diharamkan puasa pada hari Raya Idul Adha
dan tiga hari tasyriq, karena hari itu adalah hari raya makan. Dari Uqbah bin
‘amir, Rasulullah bersabda : “hari arofah, hari nahr dan hari tasyriq hari raya
kita, yaitu hari makan dan minum’. HR. Imam lima , kecuali ibnu Majjah.[2]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “
Rasulullah melarang puasa (pada hari) arofah”.[3]
TAKBIR, TAHMID & TAHLIL
SHOLAT IDUL ADHA
Setelah berpuasa
satu hari pada hari 'Arofah, selanjutnya pada tanggal 10 Dzulhijjah, Kita disunatkan
untuk bertakbir, tahlil, tahmid, menunaikan shalat ied dan berqurban.
Sebagaimana Idul
Fitri, maka dalam Idul Adh-ha Kaum Muslimin juga disunahkan untuk berdandan
sebagus mungkin sebelum shalat; seperti mandi, berpakaian rapi dan memakai
wangi-wangian.
“Dari hasan
as-sibthi : Rasulullah memerintahkan kepada kami didalam dua hari raya untuk
berpaikan terbaik yang ada, berdandan (berhias), dan berkurban dengan harga
terpantas yang kami miliki”. (HR. Hakim) Diantara rawi hadits ini adan
ishaq bin barzakh, yang oleh al azadiy dianggap dhaif, tetapi olhe ibnu hibban
dinilai tsiqah (dapat dipercaya).[4]
Ibnu Qoyim
berkata : Bahwa Rasulullah pada kedua (hari raya) berpakaian dengan yang terbaik”[5]
Perbedaan antara
shalat Idul Fitri dengan Idul Adh-ha adalah, sebelum shalat Idul Fitri
disunatkan untuk makan, sedangkan sebelum shalat Idul Adh-ha disunatkan untuk
tidak makan.
Buraidah RA
berkata: "Nabi SAW tidak pernah pergi shalat Idul Fitri sehingga beliau
makan. Dan beliau tidak makan pada Idul Adh-ha, sehingga beliau pulang"
(HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Ahmad).[6]
Setelah itu,
segeralah bergerak menuju tempat pelaksanaan shalat Ied.[7]
Lebih utama dilakukan di tanah lapang. Hal ini didasarkan pada hadits Bahwa
Rasulullah (selalu sholat Id) di musholla[8]
tidak di masjidnya.
[aBila matahari
mulai terbit, maka kumandangkanlah takbir sambil tetap berjalan menuju lokasi.
Dan sebelum imam memulai shalat, maka takbir disunahkan untuk tetap
dikumandangkan. "Ibnu Umar biasa pergi pada pagi hari menuju tempat
shalat pada hari Raya. Apabila matahari telah terbit, maka dia bertakbir sampai
tiba di tempat shalat. Kemudian dia terus bertakbir ditempat itu, sampai imam
duduk; barulah dia berhenti bertakbir" (HR Asy Syafi'I).
Setiap shalat
Ied, seluruh Kaum muslimin disunahkan untuk menghadirinya, sekalipun tengah
Haidh bagi seorang wanita. Tentu saja mereka yang berhalangan syar'i semacam
itu, sekedar menghadiri saja tanpa menjalankan shalat. Mereka berada pada shaf
paling belakang dan diperbolehkan ikut mengumandangkan takbir untuk mengagungkan nama Allah dan
menyemarakkan syiar Islam. "Sedang wanita-wanita yang haidh hendaknya
berada di belakang orang banyak sambil bertakbir bersama mereka" (HR.
Muslim)
HARI TASYRIQ.
Tiga hari
setelah Idul Adh-ha (11-13 Dzulhijjah) disebut sebagai hari Tasyriq. Pada hari
itu Kaum Muslimin masih disunahkan untukDalam tiga hari tasyriq itu, kaum
muslimin masih disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban, bagi yang belum
melaksanakannya pada tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari raya Idul Adh-ha, kaum muslimin
diharamkan berpuasa. Demikian juga pada hari Tasyriq sebagaimana sabda
Rasulullah SAW "Hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan shalat. Maka tidak boleh seorangpun berpuasa pada hari tersebut" (Ashhabus Sunan).
PENGERTIAN QURBAN
Secara lughawi
(bahasa) نحر berarti menyembelih sama
dengani kata ضَحَّى yang berarti menyembelih
di waktu dhuha atau penyembelihan ( الاضحية) atau binatang sembelihan (الضحية). Idul Adh-ha berarti Hari raya penyembelihan. Karena pada hari
itu (dan tiga hari sesudahnya) kita disunnahkan untuk menyembelih hewan
sembelihan (kurban). Disamping itu, Idul Adha, juga sering disebut sebagai hari
Nahr (النحر يوم)
Idul Adh-ha juga sering disebut dengan Idul
Qurban
, berasal dari kata قرب -- يقرب -- قربانا yang berarti mendekatkan/pendekatan diri; karena pada hari itu
diperingati, betapa besar pengurbanan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan
putranya (Ismail) demi kecintaannya kepada Allah dan demi mendekatkan diri
kepada-Nya.
Hukum asal dari
Kurban ialah sunnah muakkad. Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa
mempunyai kemampuan, tetapi tidak mau menyembelih qurban, maka jangan
sekali-kali mendekati tempat shalatku" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Penekanan untuk tidak mendekati tempat shalat dalam hadits diatas dapat dipahami
betapa ibadah qurban sangat dianjurkan. Bahkan Imam Dawud Adh-dhahiri
menyatakan bahwa hukum qurban adalah wajib berdasarkan dhahir nash Al Qur’an, yang berupa kata perintah (fiil Amr), yaitu (وَانْحَرْ) yang berdasarkan kaidah
Ushul Fiqh, pengertian dari setiap perintah berarti wajib (للوجوب الامر في الاصل )
kecuali ada pengecualiaan tertentu.
Syarat
untuk binatang qurban adalah sehat; maksudnya adalah tidak cacat dan tidak pula
dalam keadaan sakit. Rasulullah SAW bersabda : "Ada empat macam binatang yang tidak boleh
dipergunakan untuk qurban; yaitu binatang yang buta dan tampak jelas
kebutaannya, binatang yang sakit dan tampak jelas sakitnya, binatang yang
pincang dan kelihatan bengkoknya serta
binatang yang lemah tidak bersumsum" (HR Imam yang lima )
Sebaiknya mereka
yang berqurban, mereka itu pulalah yang menyembelih qurbannya. Dan jangan lupa
tajamkan terlebih dahulu pisau yang hendak dipakai untuk menyembelih. Sebelum
menyembelih binatang qurban hendaklah membaca Basmalah dan takbir. Bisa juga ditambah
dengan do'a seperti do'a iftitah dalam shalat. Anas bin Malik berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
"Nabi Muhammad Saw berkurban dengan
dua (2) ekor kibas (Kambing/domba gibas) gemuk; aku melihat Nabi menginjakkan
kakinya diatas perutnya, Menyebut Nama Allah, bertakbir dan menyembelih
keduanya dengan tangannya sendiri". (CD
Bukhari No. 5132)
MAKNA DAN HAKIKAT KURBAN
Yang dapat kita petik dari perintah Kurban,
diantaranya adalah :
1. Kemampuan
Bersyukur
"Kemampuan"
seseorang untuk berkurban pada hakekatnya lebih ditentukan oleh pribadi kaum
muslimin, bukan sekedar pandangan orang lain. Karena mereka sendiri yang lebih
mengetahui tentang diri mereka sendiri. Hakekat Kemampuan dalam konteks ini,
sebetulnya lebih terletak pada kemampuan bersyukur atas nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya. Orang yang mempunyai kesadaran bahwa Allah
telah memberikan nikmat yang sangat banyak dan tak terhitung, akan lebih ringan
menyisihkan sebagian nikmat itu untuk menunaikan seruan kurban; meski pada saat
itu secara finansial sedang kurang. Sebaliknya, orang yang secara materi cukup,
namun kemampuannya untuk bersyukur kurang, maka sangat berat menyisihkan
sebagian hartanya untuk berkurban.
2. Menyembelih
dan Bekurban
Nahr
dan Dhahha mengandung dua makna sekaligus, yakni : Hakiki dan Majazi.
Makna hakiki dari kata Nahr adalah menyembelih dan Dhahha berarti
menyembelih diwaktu Dhuha. Dengan demikian kita diperintahkan untuk "secara
nyata" binatang kurban (الضحية) . Adapun
Makna Majazi dari Menyembelih ialah kemampuan dan keberanian untuk
'menyembelih' sifat dan karakter kebinatangan, seperti tamak, rakus, egoisme
serta sifat dan karakter lainnya yang berujung pada kepentingan diri, kelompok,
golongan. Sifat dan karekter itu 'disembelih" untuk kemudian menuju kapada
hakekat dari ajaran Islam, yang jujur, amanah, pengasih, penyayang, sabar dan
laiinya yang terangkum dalam kalimat Rahmatan lil 'Alamin.
3. Idul
Adha dan Idul Qurban
Adha berarti penyembelihan hewan dan
Qurban berarti pendekatan diri. Dengan demikian, Pada Hari raya itu, kita
mencanangkan dua hal secara bersamaan. Menyembelih Kambing atau Lembu kemudian
dibagi-bagikan mengandung maksud kemauan mengorbankan kepemilikan finansial
material baik berupa binatang sembelihan ataupun sebagian harta dan kekayaannya
untuk kesejahteraan umat sebagai wujud hubungan horisontal (hablun minannas ) dan pada saat yang bersamaan kita
canangkan dalam diri kita kemauan untuk senantiasa bertaqarrub (mendekatkan
diri kepada Allah) sebagai refleksi hubungan vertikal makhluk dengan sang
khaliq (hablun minallah).
Akhirnya,
barangkali secara harfiah kita bisa membedakan antara Idul Adha dan Idul
Qurban, namun untuk menjadi manusia sempurna (Insan Kamil) maka keduanya secara
terus-menerus perlu kita usahakan secara sinergis. Kita rubah pola pikir dan
semangat ‘pesta’ (yang negative / hura-hura) menjadi semangat yang lebih baik,
yaitu ‘Qurban’ (mendekatkan diri). Sehingga kegiatan menyembelih binatang
qurban tidak terhenti sebagai sekedar ritual tahunan tetapi merupakan terminal
dari proses evaluasi pendekatan diri kita kepada Allah. Semoga…
[1] CD Muslim, hadits No. 1.977; Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid
1 Bab Shiyam Tathawwu’, Hal. 380.
[2] Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jili1 1, Bab Shiyam
Tathawwu, Hal. 380.
[3] Ibib
[4] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 1, Bab Sholat Idain,
hal 267.
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Sebaiknya dilakukan di tanah lapang atau suatu tempat yang luas.
Hal ini didasarkan pada riwayat bahwa nabi tidak sholat di masjidnya (masjid
Nabawi) tetapi keluar ke Mushalla (suatu tempat dipintu/luar kota Madinah berupa tanah
Lapang). Dalam riwayat lain, Nabi pernah shalat di Masjid karena hujan. Apabila
sangat jauh dari tanah lapang atau ada udzur, maka boleh dimasjid yang besar
yang mampu menampung banyak jama’ah. Karena disamping ibadah personal, Idul
Adha merupakan hari Raya sebagai syiar umat Islam.
[8] Musholla, suatu tempat di luar Madinah berupa tanah lapang. Hal ini
dikaitkan bahwa Shalat Id merupakan hari raya dan menjadi syiar Islam.
0 comments: