Friday, November 13, 2009

Tuntunan Praktis Ibadah Qurban
Oleh :  R.  Agung Nugraha, MA

PENDAHULUAN
Ketika Jama'ah Haji tengah berjuang menjalankan prosesi ibadah haji, maka kita yang berada di tanah air disunahkan untuk melakukan beberapa ibadah seperti Puasa Arofah, memperbanyak Takbir, tahmid, Tahlil sejak Waktu Ashar hari Arofah (tgl 9 Dzulhijjah) sampai tasyriq hari ketiga (tgl. 13 Dzulhijjah) serta menyembelih qurban. Berikut beberapa hal yang perlu kita perhatikan bersama.

PUASA AROFAH
Pada tanggal 9 Dzulhijjah, ketika Jama'ah Haji sedang menjalankan Wuquf di padang 'Arofah, kita disunahkan untuk melaksanakan puasa; dari Abu Qotadah : Rasulullah bersabda :  "Puasa 'Arafah itu dapat menghapus (dosa) selama dua tahun; tahun yang lalu dan tahun yang akan datang" [1] (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari.

HARAM PUASA
Diharamkan puasa pada hari Raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq, karena hari itu adalah hari raya makan. Dari Uqbah bin ‘amir, Rasulullah bersabda : “hari arofah, hari nahr dan hari tasyriq hari raya kita, yaitu hari makan dan minum’. HR. Imam lima, kecuali ibnu Majjah.[2]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “ Rasulullah melarang puasa (pada hari) arofah”.[3]

TAKBIR, TAHMID & TAHLIL

SHOLAT IDUL ADHA
Setelah berpuasa satu hari pada hari 'Arofah, selanjutnya pada tanggal 10 Dzulhijjah, Kita disunatkan untuk bertakbir, tahlil, tahmid, menunaikan shalat ied dan berqurban.
Sebagaimana Idul Fitri, maka dalam Idul Adh-ha Kaum Muslimin juga disunahkan untuk berdandan sebagus mungkin sebelum shalat; seperti mandi, berpakaian rapi dan memakai wangi-wangian.
“Dari hasan as-sibthi : Rasulullah memerintahkan kepada kami didalam dua hari raya untuk berpaikan terbaik yang ada, berdandan (berhias), dan berkurban dengan harga terpantas yang kami miliki”. (HR. Hakim) Diantara rawi hadits ini adan ishaq bin barzakh, yang oleh al azadiy dianggap dhaif, tetapi olhe ibnu hibban dinilai tsiqah (dapat dipercaya).[4]
Ibnu Qoyim berkata : Bahwa Rasulullah pada kedua (hari raya) berpakaian  dengan yang terbaik”[5]
Perbedaan antara shalat Idul Fitri dengan Idul Adh-ha adalah, sebelum shalat Idul Fitri disunatkan untuk makan, sedangkan sebelum shalat Idul Adh-ha disunatkan untuk tidak makan.
Buraidah RA berkata: "Nabi SAW tidak pernah pergi shalat Idul Fitri sehingga beliau makan. Dan beliau tidak makan pada Idul Adh-ha, sehingga beliau pulang" (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Ahmad).[6]
Setelah itu, segeralah bergerak menuju tempat pelaksanaan shalat Ied.[7] Lebih utama dilakukan di tanah lapang. Hal ini didasarkan pada hadits Bahwa Rasulullah (selalu sholat Id) di musholla[8] tidak di masjidnya.
[aBila matahari mulai terbit, maka kumandangkanlah takbir sambil tetap berjalan menuju lokasi. Dan sebelum imam memulai shalat, maka takbir disunahkan untuk tetap dikumandangkan. "Ibnu Umar biasa pergi pada pagi hari menuju tempat shalat pada hari Raya. Apabila matahari telah terbit, maka dia bertakbir sampai tiba di tempat shalat. Kemudian dia terus bertakbir ditempat itu, sampai imam duduk; barulah dia berhenti bertakbir" (HR Asy Syafi'I).
Setiap shalat Ied, seluruh Kaum muslimin disunahkan untuk menghadirinya, sekalipun tengah Haidh bagi seorang wanita. Tentu saja mereka yang berhalangan syar'i semacam itu, sekedar menghadiri saja tanpa menjalankan shalat. Mereka berada pada shaf paling belakang dan diperbolehkan ikut mengumandangkan  takbir untuk mengagungkan nama Allah dan menyemarakkan syiar Islam. "Sedang wanita-wanita yang haidh hendaknya berada di belakang orang banyak sambil bertakbir bersama mereka" (HR. Muslim)

HARI TASYRIQ.
Tiga hari setelah Idul Adh-ha (11-13 Dzulhijjah) disebut sebagai hari Tasyriq. Pada hari itu Kaum Muslimin masih disunahkan untukDalam tiga hari tasyriq itu, kaum muslimin masih disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban, bagi yang belum melaksanakannya pada tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari raya Idul Adh-ha, kaum muslimin diharamkan berpuasa. Demikian juga pada hari Tasyriq sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan shalat. Maka tidak boleh seorangpun berpuasa pada hari tersebut" (Ashhabus Sunan).

PENGERTIAN QURBAN
Secara lughawi (bahasa) نحر berarti menyembelih sama dengani kata ضَحَّى yang berarti menyembelih di waktu dhuha atau penyembelihan ( الاضحية) atau binatang sembelihan (الضحية). Idul Adh-ha berarti Hari raya penyembelihan. Karena pada hari itu (dan tiga hari sesudahnya) kita disunnahkan untuk menyembelih hewan sembelihan (kurban). Disamping itu, Idul Adha, juga sering disebut sebagai hari Nahr (النحر   يوم)
Idul Adh-ha juga sering disebut dengan Idul Qurban , berasal dari kata قرب     -- يقرب -- قربانا  yang berarti mendekatkan/pendekatan diri; karena pada hari itu diperingati, betapa besar pengurbanan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya (Ismail) demi kecintaannya kepada Allah dan demi mendekatkan diri kepada-Nya.
Hukum asal dari Kurban ialah sunnah muakkad. Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa mempunyai kemampuan, tetapi tidak mau menyembelih qurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalatku" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Penekanan untuk tidak mendekati tempat shalat dalam hadits diatas dapat dipahami betapa ibadah qurban sangat dianjurkan. Bahkan Imam Dawud Adh-dhahiri menyatakan bahwa hukum qurban adalah wajib berdasarkan dhahir nash Al Qur’an,  yang berupa kata perintah (fiil Amr), yaitu (وَانْحَرْ)  yang berdasarkan kaidah Ushul Fiqh, pengertian dari setiap perintah berarti wajib  (للوجوب الامر في الاصل ) kecuali ada pengecualiaan tertentu.
            Syarat untuk binatang qurban adalah sehat; maksudnya adalah tidak cacat dan tidak pula dalam keadaan sakit. Rasulullah SAW bersabda : "Ada empat macam binatang yang tidak boleh dipergunakan untuk qurban; yaitu binatang yang buta dan tampak jelas kebutaannya, binatang yang sakit dan tampak jelas sakitnya, binatang yang pincang  dan kelihatan bengkoknya serta binatang yang lemah tidak bersumsum" (HR Imam yang lima)
Sebaiknya mereka yang berqurban, mereka itu pulalah yang menyembelih qurbannya. Dan jangan lupa tajamkan terlebih dahulu pisau yang hendak dipakai untuk menyembelih. Sebelum menyembelih binatang qurban hendaklah membaca Basmalah dan takbir. Bisa juga ditambah dengan do'a seperti do'a iftitah dalam shalat. Anas bin Malik berkata:
 ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
"Nabi Muhammad Saw berkurban dengan dua (2) ekor kibas (Kambing/domba gibas) gemuk; aku melihat Nabi menginjakkan kakinya diatas perutnya, Menyebut Nama Allah, bertakbir dan menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri". (CD Bukhari No. 5132)

MAKNA DAN HAKIKAT KURBAN
Yang dapat kita petik dari perintah Kurban, diantaranya adalah :
1.         Kemampuan Bersyukur
            "Kemampuan" seseorang untuk berkurban pada hakekatnya lebih ditentukan oleh pribadi kaum muslimin, bukan sekedar pandangan orang lain. Karena mereka sendiri yang lebih mengetahui tentang diri mereka sendiri. Hakekat Kemampuan dalam konteks ini, sebetulnya lebih terletak pada kemampuan bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Orang yang mempunyai kesadaran bahwa Allah telah memberikan nikmat yang sangat banyak dan tak terhitung, akan lebih ringan menyisihkan sebagian nikmat itu untuk menunaikan seruan kurban; meski pada saat itu secara finansial sedang kurang. Sebaliknya, orang yang secara materi cukup, namun kemampuannya untuk bersyukur kurang, maka sangat berat menyisihkan sebagian hartanya untuk berkurban.
2.         Menyembelih dan Bekurban
            Nahr dan Dhahha mengandung dua makna sekaligus, yakni : Hakiki dan Majazi. Makna hakiki dari kata Nahr adalah menyembelih dan Dhahha berarti menyembelih diwaktu Dhuha. Dengan demikian kita diperintahkan untuk "secara nyata" binatang kurban (الضحية) . Adapun Makna Majazi dari Menyembelih ialah kemampuan dan keberanian untuk 'menyembelih' sifat dan karakter kebinatangan, seperti tamak, rakus, egoisme serta sifat dan karakter lainnya yang berujung pada kepentingan diri, kelompok, golongan. Sifat dan karekter itu 'disembelih" untuk kemudian menuju kapada hakekat dari ajaran Islam, yang jujur, amanah, pengasih, penyayang, sabar dan laiinya yang terangkum dalam kalimat Rahmatan lil 'Alamin.
3.         Idul Adha dan Idul Qurban
            Adha berarti penyembelihan hewan dan Qurban berarti pendekatan diri. Dengan demikian, Pada Hari raya itu, kita mencanangkan dua hal secara bersamaan. Menyembelih Kambing atau Lembu kemudian dibagi-bagikan mengandung maksud kemauan mengorbankan kepemilikan finansial material baik berupa binatang sembelihan ataupun sebagian harta dan kekayaannya untuk kesejahteraan umat sebagai wujud hubungan horisontal (hablun minannas  ) dan pada saat yang bersamaan kita canangkan dalam diri kita kemauan untuk senantiasa bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) sebagai refleksi hubungan vertikal makhluk dengan sang khaliq (hablun minallah).

Akhirnya, barangkali secara harfiah kita bisa membedakan antara Idul Adha dan Idul Qurban, namun untuk menjadi manusia sempurna (Insan Kamil) maka keduanya secara terus-menerus perlu kita usahakan secara sinergis. Kita rubah pola pikir dan semangat ‘pesta’ (yang negative / hura-hura) menjadi semangat yang lebih baik, yaitu ‘Qurban’ (mendekatkan diri). Sehingga kegiatan menyembelih binatang qurban tidak terhenti sebagai sekedar ritual tahunan tetapi merupakan terminal dari proses evaluasi pendekatan diri kita kepada Allah. Semoga…





[1] CD Muslim, hadits No. 1.977;   Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 1 Bab Shiyam Tathawwu’, Hal. 380.
[2] Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jili1 1, Bab Shiyam Tathawwu, Hal. 380.
[3] Ibib
[4] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 1, Bab Sholat Idain, hal 267.
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Sebaiknya dilakukan di tanah lapang atau suatu tempat yang luas. Hal ini didasarkan pada riwayat bahwa nabi tidak sholat di masjidnya (masjid Nabawi) tetapi keluar ke Mushalla (suatu tempat dipintu/luar kota Madinah berupa tanah Lapang). Dalam riwayat lain, Nabi pernah shalat di Masjid karena hujan. Apabila sangat jauh dari tanah lapang atau ada udzur, maka boleh dimasjid yang besar yang mampu menampung banyak jama’ah. Karena disamping ibadah personal, Idul Adha merupakan hari Raya sebagai syiar umat Islam.
[8] Musholla, suatu tempat di luar Madinah berupa tanah lapang. Hal ini dikaitkan bahwa Shalat Id merupakan hari raya dan menjadi syiar Islam.
Agung Nugraha : Tuntunan Qurban

Oleh : R. Agung Nugraha, MA (085743984745)

 

I. Pengertian Kurban

Qurban adalah sebutan terhadap hewan yang disembelih, berupa unta atau sapi atau kambing, pada nahr dan hari-hari tasyrik dalam rangka taqarrub kepada Allah.

 

II. Dasar syariat Kurban

1. Al Qur’an

 

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ  إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Artinya :Sungguh kami telah memberikan kepadamu nikmat yang sangat banyak, maka laksanakan sholat karena tuhanmu dan berkurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)

 

2. Hadits Rasul

Banyak hadits yang menerangkan bahwa nabi melakukan penyembelihan kurban.

 

III. Hukum kurban

1. Wajib

Sebagian ulama berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib berdasar keumuman kaidah al ashlu fil amri lil wujub. Bahwa setiap kata perintah dihukumi wajib.

2. Sunnah

Jumhur ulama menyatakan bahwa kurban hukumnya sunnah muakkad. Berdasarkan hadis nabi, 

 

اذا رأيتم هلال ذي الحجة، وأراد أحدكم أن يضحي، فليمسك عن شعره وأظفاره

“Apabila kamu melihat/mengetahui hilal dzulhijjah dan berkehendak untuk berkurban, maka biarkan rambut dan kukunya”.

 

Ulama sepakat bahwa syari’at kurban merupakan amalan mulia. Dengan demikian tidak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu berkurban tidak melakukannya.

Sayid Sabiq menyatakan bahwa kurban menjadi wajib karena 1) Nadzar dan 2) ketika menunjuk binantang dan menyatakannya sebagai kurban.

 

IV. Keutamaan kurban

Dari Aisyah ra. Nabi bersabda :

 

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

 

tidak ada amal manusia pada hari nahr yang lebih disukai oleh Allah SWT daripada mengalirkan darah (hewan kurban), sesungguhnya hal itu akan dating pada hari kiamat berikut tanduk, rambut dan kukunya (sebagai saksi), dan pahalanya sampai disisi Allah sebelum darahnya menyentuh tanah” HR. Tirmidzi.

 

V. Waktu Penyembelihan Qurban

1. Awal Waktu adalah setelah sholat ied

 

Awal waktu penyembelihan ialah sejak setelah selesai menunaikan sholat idul adha (tgl 10 Dzulhijjah).

 

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ

 

Artinya :Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim dari Ayyub dari Muhammad dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa menyembelih binatang kurban sebelum shalat (iedul adlha) hendaknya ia mengulangi kurbannya."( HR. Bukhari No, 5135)

 

2. Akhir waktu penyembelihan

Akhir waktu penyembelihan ialah hari tasyri’ terkahir (tanggal 13 Dzulhijjah) menjelang waktu maghrib.

 

VI. Syarat hewan Qurban

1. Berupa Binatang ternak,

Binatang ternak tersebut berupa Unta, Sapi atau Kambing/Domba.Hal ini sebagaimana firman Allah (artinya):

وَلِكُلّ ِأُمَّةٍجَعَلْنَامَنْسَكًالِيَذْكُرُوااسْمَ اللَّهِ عَلَى مَارَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِالْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌفَلَهُ أَسْلِمُواوَبَشِّرِالْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap terhadap rizqi yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka berupa binatang ternak, maka tuhanmu adalah tuhan yang Esa berserahdirilah kepadaNya, dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berserah diri (tunduk patuh kepada Allah)” (Al Hajj: 34)

 

2. Telah cukup umur

Harus sudah memenuhi umur tertentu, Musinnah dan atau Jadza’ah.Hal ini didasarkan sabda Nabi :

لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

Artinya :“Janganlah kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi unta, sapi dan kambing untuk disembelih, pen). Namun apabila kalian mengalami kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia yang cukup, pen) dari domba.” (H.R. Muslim)

 

Ada perbedaan pendapat tentang ketentuan syar’i atas batasan usiabinatang kurban. Akan tetapi pendapat yang paling banyak dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah: unta berusia 5 tahun, sapi berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan.

 

3. Tidak Cacat

Klasifikasi cacat sebagaimana disebutkan Nabi dalam sabdanya:

أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِيْ اْلأَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوْرُهاَ وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ضِلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ -وَفِي لَفْظٍ- اَلْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لاَ تُنْقِيْ

Artinya :“Empat bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus yang tidak bersumsum.” (H.R. Abu Dawud dan selainnya dengan sanad shahih)

 

Diutamakan untuk berkurban dengan ternak yang terbaik :

لَنْ تَنَالُواالْبِرَّحَتَّى تُنْفِقُوامِمَّاتُحِبُّونَ وَمَاتُنْفِقُوامِنْ شَيْءٍفَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kalian tidak akan meraih kebaikan sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai.” (Ali Imran : 92)

 

VII. Jumlah hewan kurban

1. Satu Kambing Mewakili Kurban Sekeluarga

Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu’anhu menuturkan: “Dahulu ada seseorang dimasa Rasulullah menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.”(H.R. At Tirmidzi dan selainnya dengan sanad shahih)

2. Satu Unta Atau Sapi Mewakili Kurban Tujuh Orang Dan Keluarganya

Hal ini dikemukakan Jabir bin Abdillah: 

 

“Kami dulu bersama Rasulullah pernah menyembelih seekor unta gemuk untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula pada tahun Al Hudaibiyyah.” (H.R. Muslim)

 

VIII. Syarat dan tata cara penyembelihan  hewan kurban

1. Menajamkan Pisau dan memperlkukan binatang dengan baik

Rasulullah bersabda (artinya):

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺘَﺐَ ﺍﻟْﺈِﺣْﺴَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﺘَﻠْﺘُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺍﻟْﻘِﺘْﻠَﺔَ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺫَﺑَﺤْﺘُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺍﻟﺬَّﺑْﺢَ ﻭَﻟْﻴُﺤِﺪَّ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺷَﻔْﺮَﺗَﻪُ ﻓَﻠْﻴُﺮِﺡْ ﺫَﺑِﻴﺤَﺖَ

 

Artinya :“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksa) sembelihannya.” (H.R. Muslim)

 

Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam.Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi.Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih. Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij z, dari Nabi n, beliau bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفْرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ

Artinya :“Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)

 

Juga perintah Rasulullah kepada Aisyah  ketika hendak menyembelih hewan qurban:

يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ

Artinya :“Wahai Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan batu.” (HR. Muslim no. 1967)

 

2. Menjauhkan pisau dari pandangan binatang yang akan disembelih

Cara ini seperti yang diceritakan Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya didekat leher seekor kambing, sedangkan dia menajamkan pisaunya.Binatang itu pun melirik kepadanya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini (sebelum dibaringkan, pen)?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)

 

 

3. Membaca Basmalah dan bertakbir

Dasarnya adalah keumuman firman Allah :

وَلَاتَأْكُلُوامِمَّالَمْ يُذْكَرِاسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Artinya :“Dan janganlah kamu memakan (binatang sembelihan) yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika menyembelihnya) yang demikian itu adalah perilaku fasiq, sesungguhnya syetan senantiasa membisiki teman-temannya untuk mengelabuhi kamu, dan apabila kamu mentaatinya maka sesungguhnya kamu termasuk golongan orang yang musyrik.” (Al-An’am: 121)

Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

 

Artinya :“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan di banding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri sambil menyebut nama Allah dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut." (Lidwa Pusaka i-shoftware , HR. Bukhari No. 5139)

Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu).Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan.Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada.

4. Memotong Wadjan hingga memancarkan darah

Memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan.Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.

 

Pada bagian leher hewan ada 4 hal (saluran) :

1-2. Al-Wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan

3. Al-Hulqum yaitu tempat pernafasan.

4. Al-Mari`, yaitu tempat makanan dan minuman.

 

Rincian hukumnya terkait dengan penyembelihan adalah:

– Bila terputus semua maka itu lebih afdhal.

– Bila terputus al-wadjan dan al-hulqum maka sah.

– Bila terputus al-wadjan dan al-mari` maka sah.

– Bila terputus al-wadjan saja maka sah.

– Bila terputus al-hulqum dan al-mari`, terjadi perbedaan pendapat. Yang rajih adalah tidak sah.

– Bila terputus al-hulqum saja maka tidak sah.

– Bila terputus al-mari` saja maka tidak sah.

– Bila terputus salah satu dari al-wadjan saja, maka tidak sah. (Syarh Bulugh, 6/52-53)

5. Merebahkan hewan kurban dan meletakkan kaki ditubuh hewan kurban

Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah :

وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِما

“Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

6. Berdoa

Lafadz doa tersebut adalah:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ

Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ

Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.” (H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih)

7. Boleh menyebut shohibul qurban

Diperbolehkan berdoa kepada Allah l agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah n, beliau berdoa:

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

Artinya :“Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah )

Tidak diperbolehkan melafadzkan niat, sebab tempatnya di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan:

اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانِ

Artinya :“Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.”

 

IX. Syarat yang menyembelih

1. Yang menyembelih harus muslim.

Qurban merupakan amalan ibadah untuk taqarrub kepada Allah, maka tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim. Sebagian ulama berpendapat bahwa sembelihan qurban tidak dipersamakan dengan sembelihan pada umumnya oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada ahli kitab.(lihat ali Imron (5) : 5)

2. Berakal

Yang menyembelih adalah orang yang berakal. Adapun orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena(rufial qalam).

 

X. Larangan atas daging kurban

1. Menjual Kulitnya

Tidak diperbolehkan menjual kulit hewan tersebut atau apapun yang ada padanya, namun untuk dishadaqahkan atau dimanfaatkan.Larangan ini berlaku untuk seorang yang berkurban, dikarenakan menjual sesuatu dari kurban tersebut keadaannya seperti mengambil kembali sesuatu yang telah disedekahkan, yang memang dilarang Rasulullah .

Beliau bersabda (artinya):

Permisalan seseorang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilatinya lalu menelannya.” (H.R. Muslim dan Al Bukhari dengan lafadz yang hampir sama)

2. Untuk membayar upah

Tidak diperbolehkan memberikan upah dari hewan tersebut apapun bentuknya kepada tukang sembelih.Namun bila diberi dalam bentuk uang atau sebagian dari hewan tersebut sebagai shadaqah atau hadiah bukan sebagai upah, maka diperbolehkan.

Dalil dari beberapa perkara di atas adalah hadits Ali bin Abi Thalib, dia berkata:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ لُـحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالـَهَا عَلَى الْـمَسَاكِينِ وَلَا أُعْطِي فِي جَزَارَتِهَا شَيْئًا مِنْهَا

Artinya “Nabi memerintahkan aku untuk menangani (penyembelihan) unta-untanya, membagikan dagingnya, kulit, dan perangkatnya kepada orang-orang miskin dan tidak memberikan sesuatu pun darinya sebagai (upah) penyembelihannya.” (HR. Al-Bukhari no. 1717 dan 1317)

 

XI. Sunnah-sunnah dalam kurban

1. Berkurban dengan Hewan terbaik

Seseorang yang mau berkurban hendaknya memberikan yang terbaik dari apa yang dia mampu dan tidak meremehkan perkara ini. Allah mengingatkan (artinya):

يَاأَيُّهَاالَّذِينَ آَمَنُواأَنْفِقُوامِنْ طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّاأَخْرَجْنَالَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَاتَيَمَّمُواالْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّاأَنْ تُغْمِضُوافِيهِ وَاعْلَمُواأَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman, berinfaklah dengan sebagian yang baik dari usaha kalian dan sebagian yang Kami tumbuhkan di bumi ini untuk kalian. Janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Al Baqarah: 267)

2. Menyembelih sendiri

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ قَالَضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

 

Artinya :“Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri."(HR. Bukhari No. 5132)

 

3. Makan sebagian dari daging kurban

Disyariatkan (sunnah) untuk memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Dalilnya adalah firman Allah :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Artinya :“Maka makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj: 28)

 

Juga tindakan Rasulullah   yang memakan sebagian dari daging hewan qurbannya. Rasulullah bersabda :

 

Artinya :“Makanlah kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri).” (H.R. Bukhari)

Adapun ketentuan jumlah yang dimakan, diinfaqkan maupun yang disimpan maka tidak ada dalil yang sah tentang hal itu. Hanya saja, alangkah mulianya apa yang pernah dikerjakan Rasulullah ketika beliau hanya mengambil sebagian saja dari kurbannya.

 

 

4. Berikan kepada orang miskin

Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah l berfirman:

 

لِيَشْهَدُوامَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوااسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَارَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِالْأَنْعَامِ فَكُلُوامِنْهَاوَأَطْعِمُواالْبَائِسَ الْفَقِيرَ

 

Artinya :“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka, dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah berikan kepada mereka berupa hewan ternak, mka makanlah sebagian darinya dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28)

 

Yang dimaksud dengan الْبَائِسَ الْفَقِيرَadalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak mengemis padahal dia sangat butuh.Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.

Adapun yang dimaksud denganالْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban.Sedangkan الْـمُعْتَرَّadalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya.Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari.

 

XII. Kebolehan dalam berkurban

1. Menyimpan Daging kurban

Diperbolehkan menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari.Beliau  bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ

Artinya :“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no. 1977 dari Buraidah)

2. Memberikan daging kepada orang kaya

Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.

 

3. Memberikan daging kepada orang non Islam

Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang non Islam  sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati.

 

XIII. Hikmah Kurban

Kurban disyari’atkan sebagai syi’ar Islam, untuk mengingat ketaatan nabi Ibrahim, dan dalam rangka memberi/berbagi kepada sesama pada hari raya. Nabi bersabda :“sesungguhnya (hari raya itu) adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah”.

 


Monday, June 15, 2009

Profil Pemimpin Islam
Oleh : R. Agung Nugraha

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّهم عَنْهممَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ *

Berkata kepada kami Ismail, berkata kepada saya Malik dari Abdullah bin Dinar, dari Abdillah bin Umar, bahwa Rasulullah bersabda : Tahukah kamu, bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya……… (HR. Bukhari; No. 6.605)

Ketika  Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dilantik menjadi khalifah, dalam pidato pelantikannya beliau menyampaikan :
"Wahai ummat manusia, aku telah diangkat menjadi khalifah, padahal aku tidaklah lebih baik dari tuan-tuan . Kalau aku berbuat baik maka bantulah aku, dan kalau aku menyeleweng, luruskanlah jalanku ! Kebenaran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat. Orang yang tertindas diantara kamu, adalah kuat dalam pandanganku, sehingga akan kuserahkan kepadanya haknya. Dan orang perkasa diantara kamu, adalah kuanggap lemah sehingga aku akan mengambil hak daripadanya insya Allah. Janganlah tuan-tuan meninggalkan jihad, sebab Allah menimpakan kehinaan kepada kaum yang tidak berjihad. Taatilah aku selama aku tetap mentaati Allah dan Rasul-NYA. Kapan aku telah mendurhakai Allah, aku tidak usah kamu taati lagi. Tunaikanlah Sholat semoga Allah akan memberi rahmat kepadamu !"
Inilah garis-garis kebijaksanaan seorang pemimpin didikan madrasah Rasulullah Saw. Dengan tegas dan lugas telah menyatakan hak-hak rakyat dan tekadnya untuk senantiasa berada di atas kebenaran. Sejak awal rakyat diharap bersikap kritis terhadap jalannya pemerintahan. Apa yang diucapkannya itu bukanlah sekedar pemanis bibir. Akan tetapi semuanya dibuktikan dengan nyata.
Berikut beberapa hal yang perlu kita cermati Profil Pemimpin Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq
1.         Rendah Hati
Khalifah atau kepala negara adalah jabatan tertinggi dalam sebuah pemerintahan yang memungkinkan setiap orang lupa diri sehingga menjadi sombong, arogan dan otoriter.  Abu Bakar telah memberikan contoh yng sangat baik dalam mendudukkan diri, sebagaimana pernyataannya : "…….padahal aku tidaklah lebih baik daru tuan-tuan….." Ia tidak lupa diri dengan jabatan yang disandang, karena mengetahui secara persis bahwa jabatan bukanlah hak, melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.
2.         Terbuka terhadap kritik
Mengawali masa kepemimpinannya, Abu Bakar telah memberikan contoh yang sangat ideal terhadap kran kebebasan menyampaikan pendapat dengan menyatakan : "…….jika aku berbuat baik maka bantulah aku, dan jika aku menyeleweng, luruskanlah jalanku…!"
Dari pernyataan ini, Umar telah menyadarkan kepada umatnya tentang perintah Amar Ma'ruf Nahi munkar (Qs. Ali Imran : 104 dan 110) serta perintah saling mengingatkan terhadap kebenaran dan kesabaran (Al Asr : 3)
3.         Keberpihakan kepada kebenaran
Kebenaran adalah amanah yang harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh sehingga tidak ada tindak dan perilaku dusta dan sifat khianat. Hanya dengan penegakan keadilan dan kebenaran, kepemimpinan akan mempunyai makna yang berarti.
4.         Peduli terhadap rakyat tertindas
Umar sangat menekankan kepedulian dan keberpihakannya kepada rakyat kecil dan tertindas. Sehingga ia memproklmirkan komitmennya untuk memberikan hak-hak rakyat dan kaum tertindas sesuai dengan proporsinya.
5.         Konsisten kepada  "Jihad" Islam
Keyakinan dan keimanan terhadap Islam. Tidak akan tergoyahkan hanya oleh pangkat dan jabatan. Bagi Abu Bakar, jabatan seharusnya dapat menjadi lapangan berjihad "membumikan" ajaran Islam, bukan sebaliknya untuk menghancurkan dan menjadikan Islam hanya sebagai olok-olok dan permainan serta caci maki.
6.         Tidak Korup
Sebagai Kepala Negara, Abu Bakar semestinya berhak untuk mendapatkan nafkah atas keluarganya dari Baitul Mal. Namun selama enam bulan hak itu tidak diambilnya. Sehingga beliau menggunakan separuh harinya untuk berdagang yang merupakan mata pencahariannya sebelum menjabat khalifah.
Setelah enam bulan, Abu Bakar merasakan bahwa tidaklah cukup apabila waktunya dipakai mengurusi pemerintahan sekaligus berdagang. Semestinya waktunya hanya dipakai untuk memimpin ummat. Dari hasil musyawarah akhirnya ditetapkan gaji sebanyak 600 dirham setahun, sekedar cukup untuk ongkos hidupnya sendiri dan keluarganya.
Demikian bertaqwanya Abu Bakar, sekalipun telah diberikan nafkah kepadanya dari harta negara dengan cara sah oleh rakyat, namun beliau berpesan kepada ahli keluarganya, agar jumlah gaji yang telah diambilnya itu dibayar kembali dengan sisa kekayaannya sebagai hutang, setelah beliau wafat nantinya. Dengan kata-kata yang terputus-putus di saat ambang wafatnya beliau berpesan kepada Aisyah RA.: 'Sesungguhnya kami semenjak diangkat menjadi khalifah, tidak pernah kami ambil barang sedinar atau sedirham pun harta kaum muslimin, tetapi kami telah memakai kain kasar mereka dan telah memakan makanan tumbuk kasar mereka. kini tidak ada lagi sisa harta fa'i padaku, kecuali seorang budak ini, seekor unta ini dan sebatang sayur qatifah ini. Kalau nanti aku telah meninggal, wahai 'Aisyah kirimkan semua ini kepada Umar sebagai pembayar hutangku,.
Khalifah Umar menerima harta peninggalan Abu Bakar sebagai penebus gaji 14 bulan dengan cucuran air mata haru. Katanya, ''Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakar. sesungguhnya almarhum telah membuat penggantinya menjadi letih. Alangkah bahagianya ummat manusia ini apabila pribadi-pribadi seperti Abu Bakar ini tampil menjadi pemimpin. Kedamaian dan ketentraman akan terwujud, kedholiman dan ketidakadilan akan lenyap.

PENGHARGAAN TERHADAP PEMIMPIN
Islam menempatkan kepemimpinan sebagai amanat, yang akan diberikan hanya kepada orang yang mampu menunaikannya. Rasulullah pernah berpesan kepada Abu Dzar ketika dia meminta jabatan.
"Hai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai amanah yang pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan kecuali orang yang dapat menunaikan hak dan kewajibannya serta memenuhi tanggungjawabnya" (HR. Muslim)
Beratnya kewajiban ini seimbang dengan besarnya hak seorang pemimpin terhadap yang dipimpinnya. Adalah menjadi kewajiban bagi seseorang yang dipimpin untuk taat kepada pemimpinnya, yang mana ini adalah hak seorang pemimpin.sebagaimana Rasulullah telah bersabda; "Siapa yang taat padaku, berarti taat kepada Allah, dan siapa yang melanggar padaku berarti melanggar kepada Allah. dan siapa yang taat kepada pimpinannya berarti taat kepadaku, dan siapa yang maksiat kepada pimpinanya berarti maksiat kepadaku,'' [HR, Bukhari, Muslim].
Sesuai dengan beratnya tuntutan tugas seorang pemimpin, maka Allah Swt menjanjikan kepada para pemimpin yang adil, balasan pahala yang besar.
"Ada tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan Allah, pada hari tiada perlindungan kecuali perlindungan Allah : Imam (pemimpin) yang adil,…. ( HR. Bukhari,  Muslim)
Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil,  kelak disisi Allah akan ditempatkan diatas mimbar dari cahaya, ialah mereka yang adil dalam hukum terhadap keluarga dan apa saja yang diserahkan (dikuasakan) kepada mereka" (HR. Muslim)
"Orang-orang ahli surga ada tiga macam : Pemimpin yang adil mendapat taufiq hidayah (dari Allah), orang belas kasih lunak hati kepada sanak kerabat dan orang muslim, dan orang miskin berkeluarga yang tetap menjaga kesopanan dan kehormatan diri" (HR. Muslim).
Demikianlah, betapa inti ajaran Islam tentang kepemimpinan serta bagaimana seharusnya kita mendudukkannya secara benar telah secara nyata menjadi bagian integral dari sifat dan kepribadian Abu Bakar Ash-Shidiq. Semangat dan jiwa kepemimpinan Abu Bakar tersebut seharusnya menjadi acuan bagi seluruh umat Islam dalam menentukan langkah perjalanan bangsanya. Para pemilih Islam harus secara cerdas memberikan amanahnya hanya kepada orang-orang yang mempunyai sifat dan kepribadian utama. Karena hanya ditangan orang-orang seperti Rasulullah dan Abu bakar, Negeri ini akan menjadi lebih baik.
Demikian juga para calon pemimpin yang akan duduk sebagai anggota legislatif maupun eksekutif harus senantiasa membina dan meningkatkan diri untuk menjadi manusia yang lebih sempurna dengan menauladani sifat dan kepribadian Rasulullah dan Abu Bakar. Semoga….