Thursday, March 13, 2008

Meneladani Dakwah Rasul

MENELADANI DAKWAH NABI
R. Agung Nugraha




“ Sungguh pada diri Rasulullah SAW terdapat contoh/suri tauladan yang baik bagi siapa saja yang menghendaki pertemuan dengan Allah dan hari akhir, dan bagi siapa saja yang selalu mengingat kepada Allah” (Al Ahzab : 21)

Setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, kita selalu memperingati peristiwa Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Dalam peringatan itu kemudian kita mengingat kembali bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tahun gajah (571 M) dari seorang ibu bernama Aminah, ayahnya bernama Abdullah, kakeknya bernama Abdul Muthalib, pamananya Abu Thalib, dan kisah lainnya seputar itu.
Tanpa menafikan pentingnya pengetahuan tersebut, sebagai seorang muslim yang berfikir, tentu kita tidak akan merasa cukup memperingati Maulid Nabi hanya dengan membuka kembali data-data statis yang terkait dengan kelahiran dan tumbuh serta berkembangnya Muhammad bin Abdullah yang pada akhirnya dipilih oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul Allah seperti yang selama ini kita lakukan. Karena bila kita berhenti dalam dataran tersebut, maka kita akan terjebak dalam sebuah rutinitas ritual yang dapat dikatakan tidak mempunyai makna.
Oleh karenanya, dalam memperingati Maulid Nabi tahun ini, data-data yang terkait dengan dinamika perjalanan hidup Rasulullah menjadi sesuatu yang harus kita gali terus menerus sehingga kita mampu menemukan mutiara-mutiara yang sangat berharga untuk kita implementasikan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang juga dinamis. Hanya dengan pemahaman demikian, maka Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW sejak 15 abad yang lalu itu akan senantiasa aktual sepanjang zaman.
Diantara mutiara yang dapat kita petik dari perjalanan Nabi Muhammad SAW adalah system dan metodologi dalam berdakwah dan membangun masyarakat sehingga dalam waktu yang relatif singkat mampu mengubah peradaban dunia. Kunci sukses Nabi Muhammad dalam berdakwah yang dapat kita petik dan kita jadikan acuan dalam membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, diantaranya sebagai berikut :

1.      Keteladanan (Uswah Hasanah)
Keteladanan yang berupa kesempurnaan dan kemuliaan sifat, kepribadian kejujuran dan budi pekerti (akhlaq) yang luhur telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejak kecil ia telah dijuluki sebagai Al Amin (orang yang dapat dipercaya). Hal ini tidak saja diakui oleh umat Islam saja, bahkan Ilmuwan Kristen, Michael Hart, mendudukan Nabi Muhammad sebagai orang yang paling berpengaruh diseluruh dunia dalam urutan pertama.
Berdasar keterangan Al Qur’an Qs. Al Ahzab : 21 tersebut dan didukung oleh realitas kehidupan Nabi yang demikian sempurna dan diakui oleh seluruh penjuru dunia, maka para Dai/Muballigh sekarang juga harus mampu menjadi teladan yang baik bagi keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.
Keteladanan merupakan kunci pertama keberhasilan sebuah gerakan dakwah. Diantara hal yang mesti kita teladani dari Rasulullah ialah Kesesuaian antara kata dan perbuatan, dan hal itu merupakan tolok ukur/parameter akhlaq dan kepribadian setiap muslim.

2.      Bil Hikmah (Bijaksana)
Ahmad Mustafa Al Maraghi didalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata bil hikmah (bijaksana) dalam dakwah mengandung pengertian bahwa seorang dai harus mampu menyampaikan pesan agama dengan perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan mampu menghilangkan keraguan, sehingga akhirnya mampu meyakinkan sasaran dakwah.
Hikmah juga dapat dipahami sebagai menjelaskan sesuatu secara tepat sesuai dengan kondisi riil sasaran dakwah. Sebagai seorang Dai, nabi mengetahui persis objek dakwahnya (al Mad’u). Sebagai contoh : ketika ditanya tentang amal yang paling utama, sedang yang bertanya adalah orang yang belum mampu melaksanakan shalat dengan tepat waktu, maka jawaban nabi adalah shalat tepat pada waktunya, ketika ditanya oleh orang yang tidak berbakti kepada orang tua, nabi justru menjawab bahwa amal yang paling utama adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Demikian juga, ketika ditanya tentang masalah khamr dan judi, berdasarkan firman Allah, nabi menjawab bahwa khamr dan judi itu, meskipun bermanfaat tetapi lebih banyak madharatnya. (Lihat Al Maidah : 90)

3.      Shabar
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang sabar dan teguh dalam menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Semua ujian, godaan dan rintangan selalu dihadapi dengan kesabaran.
Sebagai contoh,  ketika dakwah Nabi dihalangi, Nabi malah mendo’akan; “ya Allah, tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka kaum yang belum mengetahui (hakekat kebenaran Islam)”. Dalan kesempatan lain, Nabi ditantang untuk berhenti mendakwahkan Islam, dan untuk itu kaum kafir quraisy bersedia memberikan kompensasi harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, dan akan disediakan wanita-wanita cantik, namun Nabi tetap sabar dan tidak bergeming bahkan dengan tegas menyatakan; “apabila matahari diletakkan ditangan kananku, dan bulan ditangan kiriku, aku akan tetap mensyiarkan Islam”. Dalam kasus lain, ketika suatu saat nabi tidak mendapatkan rintangan dan tidak dilempari kotoran unta, Nabi bahkan menanyakan, menengok dan mendo’akan orang tersebut yang sedang sakit, sehingga pada akhirnya memeluk Islam. Kisah Daksur yang mengacungkan pedang dileher Nabi ketika sedang beristirahat dibawah sebuah pohon, kemudian Nabi ditanya: Siapa yang akan menolongmu hai Muhammad? Dengan tegas Nabi menjawab : Allah. Gemetarlah hati Daksur sang pembunuh bayaran, dan akhirnya juga memeluk Islam.
Besarnya kesabaran dan keteguhan hati Nabi tersebut tidak lain karena didasari kokohnya akidah yang menghunjam tajam didalam dada Rasulullah. Kesabaran dan keteguhan hati yang didasari dengan akidah yang benar seperti itulah yang sepatutnya menjadi contoh  nyata baik bagi aktifis dakwah maupun umat secara keseluruhan.

4.      Mauidhah Hasanah
Ibnu Syayidiqi berpendapat bahwa Mauidzah Hasanah berarti mengingatkan kepada orang lain dengan pahala dan siksa yang dapat menakhlukkan hati objek dakwah. Islam sejak awal juga mengenal reward and punishment, yaitu penghargaan berupa pahala bagi setiap umat yang bersedia dan setia menjalankan perintah Allah ataupun hukuman sebagai balasan atas penyimpangan dari ajaran Islam.
Dalam konteks ini, seorang dai / Muballigh dituntut untuk mampu menyampaikan pesan-pesan Islam yang berupa janji pahala dan balasan hukuman tersebut secara baik, sehingga mampu mendorong umat untuk melakukan perintah Allah tersebut dengan suka cita dan penuh keikhlasan. Sebaliknya, dai/muballigh dituntut untuk mampu menjelaskan kepada setiap umat bahwa atas dosa dan kesalahan yang diperbuat akan mendapatkan balasan; dengan demikian objek dakwah akan secara sadar dan sukarela meninggalkan hal-hal yang dilarang tersebut. Meskipun demikian, Seorang Dai/muballigh tidak seyogyanya memerankan diri menjadi “memedi manuk” yang hanya ditakuti ketika dia dituggui atau digerak-gerakkan, namun seorang muballigh harus mampu memberikan penyadaran, meskipun tidak dipasang “memedi manuk” itu, umat Islam harus senantiasa memegangi ajaran Islam, karena Allah secara langsung selalu mengawasi gerak-gerik umat manusia.
Yang terpenting, Dai harus mampu menggugah umat melakukan sebuah kebaikan memang karena ia menyukainya, sebaliknya meninggalkan kejahatan memang karena ia secara sadar dan sukarela membencinya dan meninggalkannya.

5.      Mujadalah
Mujadalah secara etimologi berarti dialog, debat, dll.  Dengan demikian seorang Dai/Muballigh harus mampu menyampaikan pesan-pesan agama dengan baik dan didasari dengan pengetahuan yang kuat atas sumber dari apa yang ia sampaikan. Dalam hal mendapat bantahan dari orang lain, Dai/Muballigh harus mampu memberikan bantahan (baca : dalil) yang lebih kuat. Hal ini akan dapat dilakukan oleh para dai/muballigh apabila setiap dai/muballigh bersedia men-Carge” dirinya dengan senantiasa meningkatkan kapasitas dan wawasan keislamannya, baik melalui kajian-kajian khusus ataupun bahsul masail diniyah (membahas masalah-masalah keagamaan).
Dalam hal debat atau diskusi, seorang dai dituntut untuk tidak mendudukkan  lawan berdebat atau berdiskusi sebagai musuh/lawan yang harus dikalahkan, melainkan harus didudukkan mereka  sebagai patner didalam membedah kebenaran Islam. Dai dituntut mampu memasukkan pesan-pesan Islam kepada objek atau sasaran dakwah dengan cara menunjukkan kebenaran ajaran Islam melalui dalil-dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akhirnya, marilah kita maknai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini, dengan senantiasa mengkaji dan meneladani dakwah Nabi sehingga masyarakat Islam yang sebenarnya (khaira ummah) semakin lama akan semakin mewujud nyata. Amien…
Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: