MENELADANI
DAKWAH NABI
R.
Agung Nugraha
“
Sungguh pada diri Rasulullah SAW terdapat contoh/suri tauladan yang baik bagi
siapa saja yang menghendaki pertemuan dengan Allah dan hari akhir, dan bagi
siapa saja yang selalu mengingat kepada Allah” (Al Ahzab : 21)
Setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, kita selalu memperingati peristiwa
Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Dalam peringatan itu kemudian kita
mengingat kembali bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tahun gajah (571 M)
dari seorang ibu bernama Aminah, ayahnya bernama Abdullah, kakeknya bernama
Abdul Muthalib, pamananya Abu Thalib, dan kisah lainnya seputar itu.
Tanpa menafikan pentingnya pengetahuan tersebut, sebagai seorang
muslim yang berfikir, tentu kita tidak akan merasa cukup memperingati Maulid
Nabi hanya dengan membuka kembali data-data statis yang terkait dengan
kelahiran dan tumbuh serta berkembangnya Muhammad bin Abdullah yang pada
akhirnya dipilih oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul Allah seperti yang selama
ini kita lakukan. Karena bila kita berhenti dalam dataran tersebut, maka kita
akan terjebak dalam sebuah rutinitas ritual yang dapat dikatakan tidak
mempunyai makna.
Oleh karenanya, dalam memperingati Maulid Nabi tahun ini, data-data
yang terkait dengan dinamika perjalanan hidup Rasulullah menjadi sesuatu yang
harus kita gali terus menerus sehingga kita mampu menemukan mutiara-mutiara
yang sangat berharga untuk kita implementasikan sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat yang juga dinamis. Hanya dengan pemahaman demikian, maka Islam yang
dibawa Rasulullah Muhammad SAW sejak 15 abad yang lalu itu akan senantiasa aktual
sepanjang zaman.
Diantara mutiara yang dapat kita petik dari perjalanan Nabi Muhammad
SAW adalah system dan metodologi dalam berdakwah dan membangun masyarakat sehingga
dalam waktu yang relatif singkat mampu mengubah peradaban dunia. Kunci sukses
Nabi Muhammad dalam berdakwah yang dapat kita petik dan kita jadikan acuan
dalam membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, diantaranya sebagai
berikut :
1.
Keteladanan
(Uswah Hasanah)
Keteladanan yang berupa kesempurnaan dan kemuliaan sifat,
kepribadian kejujuran dan budi pekerti (akhlaq) yang luhur telah ditunjukkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejak kecil ia telah dijuluki sebagai Al Amin
(orang yang dapat dipercaya). Hal ini tidak saja diakui oleh umat Islam
saja, bahkan Ilmuwan Kristen, Michael Hart, mendudukan Nabi Muhammad sebagai
orang yang paling berpengaruh diseluruh dunia dalam urutan pertama.
Berdasar keterangan Al Qur’an Qs. Al Ahzab : 21 tersebut
dan didukung oleh realitas kehidupan Nabi yang demikian sempurna dan diakui
oleh seluruh penjuru dunia, maka para Dai/Muballigh sekarang juga harus mampu
menjadi teladan yang baik bagi keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.
Keteladanan merupakan kunci pertama keberhasilan
sebuah gerakan dakwah. Diantara hal yang mesti kita teladani dari Rasulullah
ialah Kesesuaian antara kata dan perbuatan, dan hal itu merupakan tolok
ukur/parameter akhlaq dan kepribadian setiap muslim.
2.
Bil
Hikmah (Bijaksana)
Ahmad Mustafa Al Maraghi didalam kitab tafsirnya
menjelaskan bahwa kata bil hikmah (bijaksana) dalam dakwah mengandung
pengertian bahwa seorang dai harus mampu menyampaikan pesan agama dengan perkataan
yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran dan
mampu menghilangkan keraguan, sehingga akhirnya mampu meyakinkan
sasaran dakwah.
Hikmah juga dapat dipahami sebagai menjelaskan sesuatu
secara tepat sesuai dengan kondisi riil sasaran dakwah. Sebagai seorang Dai,
nabi mengetahui persis objek dakwahnya (al Mad’u). Sebagai contoh :
ketika ditanya tentang amal yang paling utama, sedang yang bertanya adalah
orang yang belum mampu melaksanakan shalat dengan tepat waktu, maka jawaban
nabi adalah shalat tepat pada waktunya, ketika ditanya oleh orang yang tidak
berbakti kepada orang tua, nabi justru menjawab bahwa amal yang paling utama
adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Demikian juga,
ketika ditanya tentang masalah khamr dan judi, berdasarkan firman Allah,
nabi menjawab bahwa khamr dan judi itu, meskipun bermanfaat tetapi lebih
banyak madharatnya. (Lihat Al Maidah : 90)
3.
Shabar
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang sabar dan
teguh dalam menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Semua ujian, godaan dan
rintangan selalu dihadapi dengan kesabaran.
Sebagai contoh, ketika dakwah Nabi dihalangi, Nabi malah
mendo’akan; “ya Allah, tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka kaum
yang belum mengetahui (hakekat kebenaran Islam)”. Dalan kesempatan lain, Nabi
ditantang untuk berhenti mendakwahkan Islam, dan untuk itu kaum kafir quraisy
bersedia memberikan kompensasi harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, dan
akan disediakan wanita-wanita cantik, namun Nabi tetap sabar dan tidak
bergeming bahkan dengan tegas menyatakan; “apabila matahari diletakkan
ditangan kananku, dan bulan ditangan kiriku, aku akan tetap mensyiarkan Islam”.
Dalam kasus lain, ketika suatu saat nabi tidak mendapatkan rintangan dan tidak
dilempari kotoran unta, Nabi bahkan menanyakan, menengok dan mendo’akan orang
tersebut yang sedang sakit, sehingga pada akhirnya memeluk Islam. Kisah Daksur
yang mengacungkan pedang dileher Nabi ketika sedang beristirahat dibawah sebuah
pohon, kemudian Nabi ditanya: Siapa yang akan menolongmu hai Muhammad?
Dengan tegas Nabi menjawab : Allah. Gemetarlah hati Daksur sang pembunuh
bayaran, dan akhirnya juga memeluk Islam.
Besarnya kesabaran dan keteguhan hati Nabi tersebut
tidak lain karena didasari kokohnya akidah yang menghunjam tajam didalam dada
Rasulullah. Kesabaran dan keteguhan hati yang didasari dengan akidah yang benar
seperti itulah yang sepatutnya menjadi contoh nyata baik bagi aktifis dakwah maupun umat
secara keseluruhan.
4.
Mauidhah
Hasanah
Ibnu Syayidiqi berpendapat bahwa Mauidzah Hasanah
berarti mengingatkan kepada orang lain dengan pahala dan siksa yang dapat
menakhlukkan hati objek dakwah. Islam sejak awal juga mengenal reward and
punishment, yaitu penghargaan berupa pahala bagi setiap umat yang bersedia
dan setia menjalankan perintah Allah ataupun hukuman sebagai balasan atas
penyimpangan dari ajaran Islam.
Dalam konteks ini, seorang dai / Muballigh dituntut
untuk mampu menyampaikan pesan-pesan Islam yang berupa janji pahala dan balasan
hukuman tersebut secara baik, sehingga mampu mendorong umat untuk melakukan
perintah Allah tersebut dengan suka cita dan penuh keikhlasan. Sebaliknya, dai/muballigh
dituntut untuk mampu menjelaskan kepada setiap umat bahwa atas dosa dan
kesalahan yang diperbuat akan mendapatkan balasan; dengan demikian objek dakwah
akan secara sadar dan sukarela meninggalkan hal-hal yang dilarang tersebut.
Meskipun demikian, Seorang Dai/muballigh tidak seyogyanya memerankan diri menjadi
“memedi manuk” yang hanya ditakuti ketika dia dituggui atau digerak-gerakkan,
namun seorang muballigh harus mampu memberikan penyadaran, meskipun tidak
dipasang “memedi manuk” itu, umat Islam harus senantiasa memegangi ajaran
Islam, karena Allah secara langsung selalu mengawasi gerak-gerik umat manusia.
Yang terpenting, Dai harus mampu menggugah umat
melakukan sebuah kebaikan memang karena ia menyukainya, sebaliknya meninggalkan
kejahatan memang karena ia secara sadar dan sukarela membencinya dan
meninggalkannya.
5.
Mujadalah
Mujadalah secara
etimologi berarti dialog, debat, dll. Dengan demikian seorang Dai/Muballigh harus
mampu menyampaikan pesan-pesan agama dengan baik dan didasari dengan
pengetahuan yang kuat atas sumber dari apa yang ia sampaikan. Dalam hal
mendapat bantahan dari orang lain, Dai/Muballigh harus mampu memberikan
bantahan (baca : dalil) yang lebih kuat. Hal ini akan dapat dilakukan oleh para
dai/muballigh apabila setiap dai/muballigh bersedia men-Carge” dirinya dengan
senantiasa meningkatkan kapasitas dan wawasan keislamannya, baik melalui
kajian-kajian khusus ataupun bahsul masail diniyah (membahas
masalah-masalah keagamaan).
Dalam hal debat atau diskusi, seorang dai dituntut
untuk tidak mendudukkan lawan berdebat atau
berdiskusi sebagai musuh/lawan yang harus dikalahkan, melainkan harus
didudukkan mereka sebagai patner didalam
membedah kebenaran Islam. Dai dituntut mampu memasukkan pesan-pesan Islam
kepada objek atau sasaran dakwah dengan cara menunjukkan kebenaran ajaran Islam
melalui dalil-dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akhirnya, marilah kita maknai peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW tahun ini, dengan senantiasa mengkaji dan meneladani dakwah Nabi
sehingga masyarakat Islam yang sebenarnya (khaira ummah) semakin lama
akan semakin mewujud nyata. Amien…
0 comments: