Friday, February 9, 2007

Musibah dan Muhasabah

MUSIBAH DAN MUHASABAH


Sepanjang tahun 2006 yang lalu, berbagai mushibah silih berganti menimpa bangsa ini. Belum kering air mata mengalir melinangi bermacam mushibah tersebut, ternyata di awal tahun 2007 ini musibah kembali menyusul seakan-akan tidak henti mendera keluarga besar kita, bangsa Indonesia. Gempa Bumi, banjir, tanah longsor, Pesawat hilang, kapal terbakar dan tenggelam, angin puting beliung, Pesawat terbakar silih berganti menerpa masyarakat sehingga menimbulkan berbagai kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan.
Sebagai umat beragama, tentu kita perlu melakukan muhasabah dan introspeksi atas segala musibah yang terjadi tersebut. Apakah hikmah dibalik semua MUSIBAH ini ?.

 1.        UJIAN KEIMANAN.
Bagi seorang Mukmin, makna dari suatu musibah adalah sebuah wasilah (sarana) untuk menguji keimanan mereka. Sehingga akan terlihat jelas siapa diantara mereka yang jujur dalam keimanannya dan akan terlihat siapa yang dusta dalam keimanannya.
Ketika manusia hidup dalam suasana normal dan tidak terjadi guncangan, maka sulit untuk diukur apakah dia benar-benar beriman atau hanya berpura-pura saja. Dalam suasana yang normal, seseorang mudah berpura-pura bersikap baik. Padahal semua sikap baik dalam dirinya, mungkin hanya sekedar basa-basi. Kalaupun dia memberi sesuatu, hal itu karena dia memang berlebih dan barang tersebut sudah tidak disukainya. Kalau dia mendahulukan orang lain dalam jamuan makan, hal itu karena perutnya sendiri telah kenyang dan jika tidak kebagian bisa beli sendiri yang lebih lezaat. Kalau dia sedang beribadah, hal itu karena memang waktunya luang dan sudah tidak memikirkan hal-hal lainnya.
Sebaliknya ketika manusia menemui kenyataan yang lain dari biasanya; kenyataan yang lebih pahit, menyedihkan, kekurangan dan rasa takut yang berlebihan, di saat itu terlihat jelas siapakah yang hanya berbasa-basi saja dan siapakah yang bersungguh-sungguh dalam keimanan.
Dalam suasana tidak normal dan penuh goncangan; maka akan luar biasa jika seseorang memberi orang lain sesuatu, sementara dirinya sendiri masih kekurangan dan masih mencintai barang tersebut. Sangat luar biasa apabila seseorang mendahulukan orang lain dalam jamuan makan dalam kondisi seperti itu; sementara perutnya terasa sangat lapar dan tidak ada uang untuk membeli di tempat lain. Demikian pula, ketika menjalankan 'ibadah dalam kondisi waktu yang semrawut  dan pikiran kacau, merupakan sesuatu yang luar biasa.
Maka dengan datangnya musibah, keimanan seseorang menjadi terukur. Apakah dia hanya berbasa-basi dalam keimanannya, ataukah dia betul-betul serius didalamnya.
Ketika Kaum Muslimin mendapat kekalahan dalam perang Uhud, maka Allah SWT menurunkan sebuah ayat yang berbunyi:

…..وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ


"….dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada' dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim” (QS. Ali Imran [3] :140).
Musibah merupakan saringan, sehingga orang-orang yang jujur imannya akan berkumpul dalan satu barisan bersama pasukan Allah sedangkan mereka yang dusta imannya akan terjerumus dalam kesesatan bersama orang-orang sesat.

2. MENINGKATKAN PAHALA.
Musibah bisa juga sebagai sarana bagi Allah untuk meningkatkan pahala bagi seorang Mu'min, dengan catatan, ia ridha dengan semua musibah.
"Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung kepada besarnya ujian bala', dan sesungguhnya siapa saja yang ridha (terhadap ujian/bala') maka ia mendapat keridhaan Allah…." (HR. At Tirmidzi).

Apabila seseorang mendapat cobaan berupa cacat jasmani, kemudian dia bersikap ridha; maka dia akan mendapatkan tambahan pahala dari Allah Ta'ala. Demikian pula apabila seseorang mendapat cobaan berupa penyakit, baik penyakit genetik (bawaan lahir) atau penyakit lainnya, kemudian dia ridha; maka Allah akan memberinya tambahan pahala. 'Aisyah bertanya kepada Rasul SAW tentang hal wabah kolera, maka diberitahu Rasulullah SAW bahwa wabah kolera (Tha'un) adalah suatu siksa dari Allah yang dikirimkan  kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi para hamba-Nya yang beriman (HR. Bukhari).
Dan ternyata sudah menjadi sunatullah, apabila Allah Swt menghendaki kebaikan kepada suatu kaum, maka Dia akan memberikan ujian berupa musibah atau cobaan kepada mereka. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang dikehendaki Allah padanya suatu kebaikan (keberuntungan), maka diberinya penderitaan" (HR. Bukhari).
Tetapi apabila manusia merasa gusar, jengkel dan marah dengan musibah yang menimpanya, maka Allah akan membalas kemurkaan itu dengan kemurkaan-Nya pula. Rasulullah  SAW   telah bersabda : "….sedangkan siapa saja yang murka akan mendapatkan murka dari Allah" (HR. At Tirmidzi).

3. PENGHAPUS DOSA.
Apabila seorang Mu'min bersikap ridha dalam menjalani sebuah musibah, maka Allah akan menghapus dosa-dosanya. Demikian penjelasan Allah ketika Kaum Muslimin menemui kekalahan dalam pertempuran Uhud.

وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
.
"Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka)…. "(QS. Ali Imran:141).
Bahkan, apabila goncangan musibah tersebut datang bertubi-tubi, seolah mengalir tiada henti; dan Kaum Muslimin tetap menghadapinya dengan sikap penuh keridhaan dan keshabaran; maka bisa-bisa di Yaumil Akhir nanti dia akan menghadap Allah Swt dalam keadaan bersih dari dosa-dosanya.
"Tiada henti-hentinya bala' menimpa kepada orang Mu'min lelaki maupun perempuan, baik mengenai dirinya atau sanak keluarganya, atau harta kekayaannya hingga ia menghadap Allah dalam keadaan sudah bersih dari dosa (dan tidak ada tuntutan dosa padanya)" (HR. At Tirmidzi).

4. PERINGATAN.
Bagi seorang Muslim yang fasiq, yaitu seorang Muslim yang terjerumus ke dalam perbuatan dzalim, maka makna dari musibah adalah tadzkirah (peringatan) dari Allah SWT kepada dirinya agar segera kembali ke jalan yang lurus.

…… وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"…Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)" (QS. Al A'raaf : 168)

Sebagian di antara mereka ada yang mendzalimi dirinya sendiri dengan berbuat dosa dan maksiat. Maka musibah yang menimpa dirinya di dunia adalah sebagai wujud kasih sayang Allah kepada dirinya untuk segera mengkoreksi segala bentuk perbuatannya yang menyimpang. Sebelum dia terseret kedalam dosa dan maksiat berkepanjangan sampai ajal menjemput
 "Jika Allah berkehendak memberikan kebaikan kepada hamba-Nya, maka dilaksanakan segera pembalasan siksanya di dunia, sebaliknya jika Allah meng-hendaki binasa kepada hamba-Nya, ditahan pembalasan dosanya, sehingga akan dituntut kelak pada hari qiyamah" (Hadits Riyadhush Shalihin).
Ada pula orang Muslim yang melakukan perbuatan dzalim terhadap sesama ummat manusia atau terhadap alam semesta, sehingga menimbulkan penderitaan dan kerusakan di mana-mana. Maka kemudian Allah mengingatkan dirinya dengan menimpakan mushibah yang mengenai dirinya agar dia segera sadar dan bertaubat.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Mereka  merasakan sebahagian dari (akibat) per-buatan mereka, agar mereka kembaali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar Ruum : 41).
Bisa jadi mushibah itu belum menimpa dirinya, akan tetapi telah menimpa wilayah di sekitarnya dan orang-orang yang berada di dekatnya. Maka peristiwa itu juga sebagai tadzkirah dari Allah Swt dalam bentuk yang sangat halus, agar manusia segera melakukan koreksi atau instrukpeksi terhadap dirinya, kalau dia tidak ingin tertimpa mushibah yang serupa.

5. SARANA MASUK SURGA.
Abu Hurairah RA beerkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Allah berfirman: "Tiada pembalasan  bagi seorang hambaKu yang telah Saya ambil kekasihnya, kemudian orang itu mengharapkan pahala daripada-Ku, selain dari pembalasan surga" (HR. Bukhari)
Sehingga salah satu hikmah musibah bagi orang-orang mu'min adalah sebagai sarana menuju surga. Dengan catatan dirinya  ridha dan shabar dengan mushibah yang menimpanya. Dengan musibah yang menimpa dirinya, tanpa terasa sudah menjadi poin tersendiri bagi seorang Mu'min untuk menambah besarnya tabungan di surga.
Maka bersabarlah, wahai kaum Muslimin, dengan segala macam mushibah yang pada hari-hari ini senantiasa menghantui kita dan keluarga kita. Karena di dalamnya ada kebaikan, rahmat dan penebusan dosa, yang akan menghantarkan kita kepada surga. Memasuki Tahun baru 1428 Hijriyah ini, dengan beruntun dan bertubi-tubinya sekian musibah yang mendera kita sebagai umat dan bangsa, adalah seharusnya kita melakukan muhasabah (introspeksi dan mawas diri); bukan tidak mungkin musibah itu terjadi karena kesalahan kolektif kita bersama dalam mengelola dan mengurus negeri ini, atau karena kita sudah melenceng dari fungsi kekhalifahan kita dan lebih jauh barangkali kita telah jauh meninggalkan hakekat kita sebagai hamba yang seharusnya mengabdi kepada Allah, sang khaliq, dan kita gantikan penghambaan kita itu kepada keserakahan pada harta, gila pangkat dan jabatan, mabuk kehormatan, rakus akan hak-hak orang lain dan semacamnya.
Musibah tidak akan menjadi sarana pahala, penghapus dosa, serta sarana masuk surga apabila kita tidak dapat mengambil hikmah dibalik musibah tersebut. Marilah kita Hijrah meninggalkan ketamakan dan kerakusan duniwi yang semu itu menuju ketaqwaan sejati yang hanya mengharap ridho ilahi. Semoga belum terlambat…..….


Sebelumnya
Berikutnya

0 comments: